Kamis, 08 November 2007

EKSTRA KURIKULER BERORIENTASI KEPADA DUNIA KERJA

EKSTRA KURIKULER BERORIENTASI KEPADA DUNIA KERJA
Oleh: Marjohan
SMA Negeri 3 Batusangkar

Agaknya angka pengangguran setiap tahun bukan semakin berkurang tetapi malah sebaliknya, semakin meningkat dan bertambah parah. Mengapa sampai tinggi tingkat pengangguran untuk negeri seperti Indo­nesia yang begitu hijau dan subur? Sementara itu untuk negara maju profesi seperti tukang cat, bertani, beter­nak, berkebun dan lain-lain adalah profesi yang cukup banyak dilakukan oleh generasi muda. Sementara itu di negara kita profesi ini dianggap­ “begitu rendah” sehingga mereka cenderung mengabaikannya dan tidak ­merasa malu untuk menganggur, untuk sebagian orang atau pergi merantau tanpa arah dan tujuan yang jelas.
Jiwa menganggur bisa jadi timbul dari etos kerja yang sangat tipis. Hidup tanpa etos kerja barangkali telah dita­namkan oleh lingkungan. Lingkungan rumah, lingkungan sosial dan lingkungan sekolah yang kurang memperhatikan gambaran dunia kerja.
Begitu kuat pengaruh kata-kata yang, dilontarkan oleh orang tua dan famili di rumah terhadap generasi muda. “Oh itu pekerjaan kasar; tidak cocok untuk anak sekolah’ “Kemudahan apa yang terjadi adalah mereka bangkit dengan watak suka gengsi-gengsian dalam menyentuh pekerjaan. Otak yang tidak menyokong, wawasan vans sempit dan mental yang lemah telah ikut mensuburkan mereka ke dalam angka pengangguran. Tampak, jelas bahwa pengangguran dapat juga disebabkan oleh faktor lingkungan rumah dan ketidaksiapan orang tua untuk memperkenalkan serta mewarisi generasi muda terhadap pekerjaan.
Lingkungan sosial tak sedikit mempengaruhi mental menganggur. Kawan-kawan yang terlalu dibuai oleh hiburan yang berlimpah dan iklan-iklan yang banyak menyerukan untuk pemanjaan kulit telah mempengaruhi jiwa generasi muda dan kemudian membiusnya. Semangat adalah ibarat virus karena bisa menulari kita, maka sangat arif kalau kita senantiasa kalau tidak bisa mengatasinya untuk menghindari orang-orang yang suka mematahkan semangat kerja.
Sebagian lain dari melempemnya etos kerja bisa jadi karena pengaruh sekolah. Walau sekolah telah dibagi atas sekolah umum dan sekolah kejuruan, tetapi agaknya sekolah-sekolah itu lebih memperhatikan pembinaan aspek cognitif atau intelektual dan cenderung mengabaikan aspek psikomotorik clan faktor efektif.
Sekolah kejuruan saja, misalnya yang telah melatih dan mengasuh siswa-siswa dalam aspek cognitif dalam psikomotorik atau keterampilan masih banyak melahirkan lulusan yang “demam mengang­gur”. Penyebabnya adalah pada faktor efektif atau mentalitas kerja. Apalagi kalau kita tinjau pula keberadaan sekolah lanjutan untuk yang diper­siapkan untuk ke perguruan tinggi. Tetapi faktor finansial atau kantong orang tua yang tipis dan kualitas otak sangat sederhana telah menciptakan para lulusannya menjadi korban pe­ngangguran. Melihat kenyataan ini tentu sangat menarik kalau kita soroti keberadaan sekolah menuntut program pendidikan yang ada.
Tentang kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Sampai sekarang kegiatan ekstrakurikuler pada banyak sekolah, terlihat hanya bersifat main-main saja dan belum dirancang secara khusus untuk menghadapi tantangan masa depan. Kegiatan ekstrakurikuler yang umum diikuti oleh banyak siswa sekarang adalah seperti kegiatan olah raga, pramuka, pencinta alam dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan itupun cende­rung bersifat angin-anginan. Kemudian bentuk kegiatan ekstrakurikuler lain yang juga banyak diikuti oleh siswa-siswa adalah dalam bentuk kursus bahasa Inggeris dan kursus komputer. Kemudian bagaimana hasilnya? Karena kebanyakan kita, dan juga anak-anak didik memiliki semangat belajar rendah dan tidak disiplin membuat mereka serius suka putus ditengah jalan. Serine terlihat peserta kursus-kursus seperti “ekor tikus” makin ke ujung makin habis.
Secara formal kegiatan ekstrak kuri­kuler di sekolah dapat dituangkan lewat program kegiatan OSIS. Bentuk prog­ram yang dapat diterapkan oleh OSIS terlihat ada dalam bentuk delapan seksi. Seksi-seksinya adalah seperti: Ketaq­waan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan pendahuluan bela negara. Kepribadian dan budi pekerti luhur organisasi politik dan kepemimpinan. Keterampilan dan kewiraswastaan, persepsi dan kreasi seni dan seksi kesegaran jasmani dan daya kreasi.
Untuk kelancaran pelaksanaan ke­giatan OSIS ini tiap tahun, maka setiap sekolah menandakan rapat OSIS untuk memilih seksi pelaksana dari unsur siswa dan seksi pembimbing dari unsur guru. Tetapi bagaimana dalam realita­nya? Pelaksanaan kegiatan OSIS, ke­cuali sebagian saja, ternyata sering bersifat “omong kosong” dan selalu bersifat teori di atas kertas meski SK­-SK atas nama pembina OSIS itu sendiri dapat dimanfaatkan oleh guru-guru sebagai modal untuk pangkat. Maka jadilah mutu ekstrakurikuler OSIS; kebanyakan; tidak pernah bergenjot naik.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa sekolah-sekolah untuk tingkat SLTA, secara umum, telah diklasifikasikan ke dalam sekolah umum (SMU) dan sekolah kejuruan. Namun bukan berarti bahwa SMU yang diper­siapkan untuk pendidikan ke perguruan tinggi dan jumlah SMU juga mayoritas membuat para lulusannya dapat me­langkah lulus. Faktor intelektual dart keuangan Yang macet sering menyan­dung para lulusan SMU untuk melangkah ke perguruan tinggi. Kemudian bagaimana kesudahannya?
Memang faktor intelektual dan ke­uangan yang tinggi menguntungkan tetap menjadikan studi di perguruan tinggi sebagai impian panjang bagi sebagian lulusan. Kemudian karena orang tua dan lingkungan tidak mewarisi semangat untuk hidup berwiraswasta membuat mereka kebingungan. Sifat gengsi-gensian dalam mencari dan melakukan kerja membuat mereka se­makin terpuruk ke dalam bentuk pengangguran. Begitu pula sekolah-sekolah yang mereka tempuh, paling kurang lewat kegiatan ekstrakurikuler, tidak pernah memperkenalkan jenis-jenis pekerjaan dan keterampilan yang ber­manfaat bagi mereka untuk menuju dunia kerja yang nyata.
Cukup banyak orang yang menyadari bahwa sekolah sebenarnya bukanlah satu-satunya tempat persiapan profesional (atau kerja). Untuk beberapa hal misalnya kemahiran membaca not balok, menjadi pelari cepat, melukis dan membuat boneka, bagi seseorang bisa mempersiapkan dirinya di tempat lain. Itu pun kalau mereka cukup bakat. Sedangkan yang perlu disiapkan di sekolah. Mungkin, bagai­mana cara menumbuhkan apresiasi dan memotiviasi siswa, generasi muda, untuk mencari kerja.
Yang kerap kali terjadi di dunia sekolah bukanlah demikian. Pengajaran seni/keterampilan, misalnya, pada prakteknya hanya berupa pengajaran istilah-istilah saja. Pengajaran olahraga belum begitu mendarah daging, karena cukup banyak siswa yang tidak mela­kukan olah raga secara rutin di rumah. Pengajaran fisika yang pelajaran ekstra lain belum mampu menggugah sikap bertanya siswa tentang alam. Karena dalam memberikan ulangan yang penting adalah bagaimana penguasaan “hafalan” rumus-rumus.
Sebenarnya kegiatan ekstrakurikuler yang sering dilaksanakan di sekolah cukup bermanfaat. Tetapi manfaatnya belum dirasakan oleh banyak siswa. Kita ambil program belajar tambahan sebagai contoh. Prog­ram hanya cocok untuk siswa yang memiliki kapasitas intelektual yang mantap dan motivasi yang tinggi. Sementara anak didik lain yang tidak mempunyai minat karena tidak akan melanjutkan studi misalnya, akan mera­sa terpaksa dalam mengikuti program ini. Barangkali bagi mereka ada pula bentuk program ekstrakurikuler yang cocok dan mereka minati yang perlu dipikirkan.
Untuk meningkatkan kwalitas pen­didikan sangat baik kalau kita juga melakukan cermin diri. Tidak perlu kita mengunjungi negara maju lain. Untuk bercermin diri terhadap pendidikan di negara maju dapat dilakukan lewat berbagai media massa. Ambillah pen­didikan di Inggris sebagai contoh.
Di Inggris, seorang remaja di kampung mengikuti pelajaran di sekolah (karena jalan belajar lebih lama) akan mengambil les pelajaran tertentu pada malam hari pada berbagai kursus. Bisa jadi itu mereka lakukan sekedar memperkaya hobi saja dan untuk mencari teman. Tetapi yang penting adalah mereka perlu mengenal jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler yang mana bisa mem­perkaya pengalaman. Agar kelak bila dewasa setelah lulus sekolah mereka tidak canggung dan tidak mengenal konsep menganggur.
Mengikuti ekstrakurikuler yang tepat dan hidup dengan cara menghargai waktu akan memberikan dampak posi­tif. Anak didik atau remaja dan akan dapat memiliki watak lebih dewasa dan lebih percaya kepada diri sendiri. Sehingga bila mereka berbicara akan teratur sekali, cara berfikir cemerlang dan mudah diikuti.
Sikap kebanyakan siswa dan juga kita sendiri, karena memiliki waktu yang banyak tetapi kekurangan aktivitas cenderung suka “kongkow” seenaknya. meskipun pada hari atau jam kerja. Jauh berbeda dengan sikap hidup orang di negara maju. Misalnya orang disana tidak bisa bertandang seenaknya ke rumah orang lain. Pada umumnya anak didik belajar dengan serius. Kemudian pulang ke rumah dan istirahat sebentar dan sibuk lagi mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.
Kebalikannya. siswa-siswa di seko­lah kita malah cenderung pasif. Mereka mengeluh kalau diberi pekerjaan rumah apalagi kalau agak banyak nampaknya karena sikap hidup yang santai dan suka bermain-main sepanjang waktu. Mereka memang sebagian lebih tertarik untuk menikmati hiburan yang jumlah berlimpah dan hura-hura.
Kita melihat pembengkakan angka pengangguran termasuk melihat kesa­lahan disana sini maka kita patut berfikir lebih keras. Khusus terhadap angka pengangguran agaknya pihak sekolah clan pihak-pihak yang merasa berkompeten seharusnya juga ikut prihatin memikirkan dan mencarikan suatu jalan keluar. Kini yang perlu kita pikirkan adalah bahwa sangat tepat memberikan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang berorientasi kepada dunia kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

if you have comments on my writings so let me know them

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...