Minggu, 15 Maret 2009

Pendidikan Butuh Model Bukan Khotbah

Pendidikan Butuh Model Bukan Khotbah
Oleh : Marjohan
Guru SMAN 3 Batusangkar

Ternyata masyarakat, dari sudut pandang sosiologi, terkotak-kotak menurut tingkat pendidikan, keuangan dan status sosial lainnya. Dibandingkan dengan negara yang sudah maju dengan warga negaranya yang banyak tamatan sarjana dan pascasarjana, maka rata-rata tingkat pendidikan bangsa kita baru tingkat sekolah menengah, SMP dan SLTA.

Kalau begitu bahwa umumnya orang tua siswa kita baru berpendidikan SMP dan SMA atau SLTA. Masyarakat yang dianggap sebagai orang terdidik sekarang cendrung untuk memiliki satu atau dua orang anak. Mereka juga sangat peduli dengan pendidikan anak/keluarga, mereka ikuut mempersiapkan masa depan anak sebaik mungkin. Sebahagian dari mereka menerapkan atau memilih strategi atau pola yang sesuai dengan selera dan pendapat berbeda. Ada yang mendidik keluarga berdasarkan konsep pendidikan yang mereka peroleh lewat sekolah, seminar, pelatihan. Ada yang memperolehnya dari buku, majalah dan sumber-sumber elektronik (internet) dan ada yang mendidik anak dengan cara meniru pola pendidikan orangtua mereka atau pengalaman rekan-rekan mereka. Selanjutnya, juga ada yang tidak begitu peduli- tidak banyak memikirkan tentang pendidikan anak (cukup asal jadi orang yang berguna saja) dan punya moto “biarkan hidup ini mengalir seperti air”.

Prilaku orangtua terhadap kehadiran anak juga cukup bervariasi. Sebagian bersikap bisaa-bisaa saja dan yang lain sangat peduli. Mereka mengikuti perkembangan anak dan aktif memberiikan stimulus- rangsangan pengalaman- untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka. Orang tua juga meluangkan waktu untuk menemani generasi barunya- mengendong, bermain dan melepaskan anak untuk main-main di taman atau playground yang aman. Sebagian orang tua muda sengaja menyisakan uang- namun konsep mendidik belum cukup- dan cendrung menghujani anak dengan sarana hiburan- game multi dimensi dan tontonan audio visual seperti memutarkan film-film kartun atau memilihkan program anak-anak dari berbagai stasiun televisi. Sering permainan dan tontonan ini disuguhkan agar anak tidak rewel dan tidak mengganggu orang tua. Namun umumnya anak punya kebisaaan cepat bosan, mereka cendrung beralih ke hiburan , kegiatan dan dan melakukan gerakan lain. Mereka senang melompat, berlari, memanjat dan melempar-lempar.

Gerakan fisik yang dilakukan oleh anak sangat penting untuk pertumbuhan jasmani atau fisik- yaitu untuk menguatkam otot dan tulang. Namuntas keselamatan anak. Kekhawatiran dan kecemasan orang tua terhadap gerakan yang berlebihan ini membuat mereka secara refleksi melontarkan kata-kata serba melarang “jangan atau awas nanti kamu terjatuh”.

Kesadaran anggota masyarakat sebahagian cukup bagus. Gaya hidup bersih perlu untuk dilestarikan. Umumnya kaum wanita lebih peduli dalam memperhatikan kebersihan anggota keluarga, barangkali karena rumah mungkin lebih dekat kepada kaum perempuan daripada kaum laki-laki. Maka seorang ibu akan sangat malu kalau kebetulan, apalagi dilihat oleh orang lain, perabot rumah sembraut, lantai penuh debu dan berpasir. Begitu pula terhadap anak, mereka harus selalu dalam keadaan bersih. Orang tua beranggapan kalau anak bertubuh kotor akan dikatakan sebagai anak yang kurang terurus. Lagi-lagi dalam tahap ini- tahap bermain bagi anak, kaum ibu akan berteriak sambil memberiikan warning “bermainlah tapi awas ya kalau celana mu kotor, kalau kakimu kotor, telingamu akan ibu jewer”. Kata-kata “jangan atau awas” yang banyak diucapkan pada anak berarti memberi mereka ancaman. Akhirnya kondisi penuh mengancam akan membuat dorongan untuk melakukan eksplorasi tidak berkembang dan anak cenderung tidak kreatif dan tidak punya inisiatif. Siswa yang kurang iniasiatif dan kurang kreatif di sekolah bisa jadi akibat korban banyak larangan di rumah.

Punya anak kecil- balita atau di bawah usia lima tahun- memang merupakan masa masa yang sulit bagi orang tua karena mereka cenderung rewel apalagi bila mereka menangis saat malam tiba. Rasa kasihan muncul untuk menenangkan emosi anak- si buah hati. Biasanya cara yang praktis dilakukan orang tua bila anak rewel-agar berhenti menangis- adalah dengan cara menakut- nakutinya “jangan menangis nanti digendong hantu, jangan menangis nanti datang pocong, kuntilanak, jailangkung…!” Menakuti anak memang cara yang ampuh agar mereka tenang dan sekaligus juga berpotensi dalam melahirkan generasi yang penakut. Kelak kalau mereka diganggu atau menghadapi masalah, maka mereka akan cemas dan sulit untuk mencari solusi, karena sejak kecil pikiran mereka sudah dibelenggu oleh ketakutan.

Banyak orang di dunia mengatakan bahwa bangsa kita sebagai bangsa yang ramah tamah, suka bertegur sapa dan mudah senyum. Fenomena dalam pergaulan sosial tertangkap kesan bahwa dalam rumah tangga anak-anak atau anggota keluarga jarang terdengar mengekspresikan kata-kata “terima kasih, maafkan saya, itu bagus, kamu memang hebat- sebagai terjemah dari thank you, I am sorry, that’s good, you are great” sebagai ungkapan sehari- hari mereka. Dalam pergaulan umum orang hanya mengungkapkan kata-kata ini bila perlu saja. Membaca “assalamualaikum” saja seakan-akan hanya khusus bila hendak masuk rumah, mengetuk rumah orang, atau untuk membuka dan menutup ceramah. Pada hal penggunaan ucapan salam ini sama luasnya dengan penggunaan “good morning, good night, selamat pagi, selamat malam, dan lain-lain”.

Ucapan ucapan mulia seperti disebutkan di atas juga jarang disosialisakan di kalangan anak-anak, sehingga sebagian anak juga sulit untuk mengekspresikan kata-kata “maaf, terima kasih, dan lain-lain” secara spontan. Sehingga kata-kata toleransi mereka dalam pergaulan belum terlihat dengan sempurna. Anak- anak di daerah lain (di Negara yang maju dan ditinjau dari segi positifnya), karena taraf pendidikan dan pola berfikir maju maka mereka hidup dengan budaya tolerans yang tinggi pula. Kalau kebetulan salah seorang teman bermainnya jatuh dari sepeda maka mereka spontan datang dan memberi pertolongan serta simpati. Namun dalam pengalaman kita, sebahagian anak-anak ada yang terpantau bahwa bila melihat teman jatuh dari sepeda, mereka bukan mengatan “I am sorry to see you” atau ungkapan penyesalan lain malah disorakin ramai-ramai “malu lalu in ,baru naik sepeda udah jatuh”.

Anak anak yang masih berusia kecil dapat diibaratkan dengan pohon kecil, batangnya masih lemah dan lunak, masih bisa diarahkan ke posisi tumbuh yang tepat. Demikian pula dengan anak, pribadinya masih bisa diarahkan untuk tumbuh dan berkembang- diberi model- kea rah yang baik. Maka sebelum anak terlanjur salah tumbuh dan salah berkembang, makaorang tua perlu mengkaji ulang dan menganalisa kesalahan-kesalan yang sering terlanjur dilakukan dalam mendidik dan segera melakukan cara-cara mendidik yang benar.

Ditambahkan bahwa pola pendidikan yang dilakukan oleh keluarga yang maju pendidikan, se perti di di Eropa, infonya dapat dicari dari internet - cukup bagus untuk diadopsi. Orang tua di sana tidak membiasakan anak untuk banyak digendong. Anak ditempatkan dalam stroller, mereka membisaakan anak/ mengajak anak untuk jalan-jalan ke luar rumah dan mencari udara bersih, bila anak sudah kuat berjalan maka mereka membiasakan anak untuk banyak jalan kaki agar tubuh jadi sehat dan kuat. Tentu saja saat di malam hari tidur anak lebih nyenyak. Sebelum tidur anak anak terbisaa diberi/dibacakan dongeng.

Kebutuhan gerak anak-seperti melompak, berlari dan memanjat- seharusnya perlu untuk disalurkan agar mereka juga tidak mengalami obesitas. Sekarang banyak anak mengalami obesitas karena gerakan mereka dilarang dan perut mereka dimanja. Namun orang tua sering cemas kalau anak cedera dan terjatuh. Ini sudah instingk atau fitrahnya orang tua, tetapi tidak perlu takut dan cemas yang berlebihan bila tempat bermain anak masih aman. Namun andai kata anak terjatuh, tidak perlu memperlihatkan rasa bersalah yang berlebihan, membela anak/ terlalu bersimpati dan memukul mukul penyebab anak terjatuh. Perilaku enteng ini bias menjadi penyebab karakter anak untuk suka menyalahkan orang lain. Langkah yang tepat adalah meniup-niup saja bagian tubuh anak yang sakit tadi- “tidak apa apa nak tandanya kau akan cepat besar”. Ini adalah cara yang tepat untuk menumbhkan karakter anak yag gentlemen dan menghindari mereka sebagai manusia yang suka mencari-cari kambing hitam.

Kewajiban dan tanggung jawab orang tua yang lain dalam menumbuh kembangkan kepribadian anak adalah memberi mereka kesempatan untuk melakukan banyak pengalaman langsung seperti membiarkan anak untuk makan sendiri, tidak masalah kalau makanannya bertaburan ibarat itik makan. Juga perlu bagi orangtua untuk menyediakan peralatan serba kecil untuk anak seperti sapu kecil, cangkul kecil, pisau tumpul kecil, dan mengizinkan mereka untuk bermain serta melakukan aktivitas dengan alat-alat ini Pengalaman dalam menggunakan alat-alat tadi bisa membuat anak menjadi generasi yang memiliki life skill- pengalaman hidup. Sebagian sarjana ada yang memiliki otak yang pintar namun mungkin minim dengan life skill .sehingga begitu lulus dari dari perguruan tinggi, walau indeks prrstasi tinggi, ada yang pusing tujuah keliling atau stress karena memikirkan dimana kelak mau bekerja. Penyebabnya mungkin karena mereka minim dengan life skill , barangkali juga karena minim pengalaman sosial dan pengalaman menggunakan faslitas bekerja di waktu kecil.

Sekali lagi bahwa Barat ada yang patut dicontoh terutama untuk mendidik kemandirian anak. Misalnya orang tua di sana tidak terlalu banyak melarang anak dalam berkreatifitas. Mereka membiarkan anak-anak duduk dan bermain dengan rumput, pasir dan tanah- tidak begitu masalah kalau anak jadi kotor, mereka kan bisa dimandikan dan dibersihkan, mereka butuh untuk ber eksplorasi atau menjelajah. Maka diharapkan bahwa kelak setelah besar anak juga senang melakukan eksplorasi – dan mereka mungkin jadi ahli geologi, ahli ilmu alam, ahli pertanian. Tidak menjadi ahli yang suka memakai kerah putih- tahu teori tetapi miskin keterampilan untuk mempraktekannya.

Apakah ada orang tua yang berkarakter shopping minded, terlalu suka mengajak anak untuk shopping ke plaza ? Memang banyak orang tua yang nerbuat demikian. Mereka senang memanjakan anak dengan cara pergi ke plaza- sopping centre (ini tidak salah, tetapi kenapa juga tidak mengajak mereka ke museum, ke pelabuhan, atau ke learning centredengan porsi yang berimbang). Membuat anak untuk deman plaza, kadang-kadang membeli apa yang kurang bermanfaat, mengajak mereka ke pusat bermain yang mahal dan menyerbu pusat belanja yang memanjakan perut/selera- menyantap KFC, burger, donat, hotdog, dan fast food dengan harga mahal telah mendorong anak menjadi warga Negara yang berkarakter konsumerisme dan hedonism- mencari kesenangan duniawi semata-semata.

Saat liburan tiba, banyak anak-anak yang hanya tinggal di rumah. Akibatnya anak jadi kurang tahu bahwa alam ini begitu indah dan begitu luas. Maka orang tua perlu untuk melowongkan waktu guna bias mengajak anggota keluarga untuk jalan-jalan ke daerah (tak perlu membuang uang yang banyak) cukup pergi saja ke pedesaan, perbukitan, hutan, atau pergi ke kebun di kampung atau ke kebun di belakang rumah. Ini adalah langkah yang tepat untuk mendorong anak melakukan ekslorasi dan beraktifitas, menjadi manusia yang kreatif dan punya iniasitif. Kemudian untuk memupuk kecerdasan sosial dan sopan santun anak pada orang lain, tentu mereka perlu uswatul hasanah atau model langsung dari orang tua. Sangat tepat bagi orang tua untuk terbiasa mengungkapkan kata-kata “terimakasih, kamu memang hebat, permisi” dalam konteks yang tepat terhadap anggota keluarga. Ungkapan ungkapan demikian akan membuat komunikasi anak terasa lebih santun. Kemudian orangtua juga perlu untuk menghindari kebisaaan menakut-nakuti anak dan bila anak bertanya agar berusaha untuk menjawab pertanyaan yang masuk akal dan tidak membuat anak kehilangan curiosity – keinginan tahu nya.

Mendidik anak anak dengan cara memberi dorongan agar tumbuh mandiri memang memerlukan cara-cara yang benar. Orang tua dan anak perlu untk menjaga komunikasi dan interaksi, ini adalah sarana untuk menumbuh kembangkan prilaku yang positif. Mendidik anak memang membutuhkan model, sarana bermain, hiburan dan belajar , komunikasi yang berkualitas, melakukan interaksi lewat jembatan hati. Kenudian orangtua perlu tahu untuk mengurangi kecendrungan serba banyak melarang dan banyak berkhotbah (berceramah dan mendikte).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

if you have comments on my writings so let me know them

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...