Rabu, 07 Oktober 2015

Para Guru Perlu Mengaplikasikan Prinsip “Long life education- Belajar Seumur Hidup”


Perjalanan Hidup Rasulullah Sebagai Cermin Parenting Bagi Kita
Oleh: Marjohan, M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

            Akhir-akhir ini saya amat tekun membaca artikel-artikel tentang parenting. Parenting adalah ilmu tentang bagaimana menjadi orang tua yang ideal. Kualitas parenting orang tua di rumah sangat menentukan kualitas anggota keluarga (anak-anak). Dari media internet kita bisa memperoleh informasi bahwa kualitas parenting orangtua Indonesia belum menggembirakan. Malah sebahagian bisa berkategori sebagai fail-parenting- atau orang tua yang gagal, karena cukup banyak mereka yang tidak tahu peran mereka sebagai orang tua. Pintar mereka sebagai orang tua hanya sebatas menyuruh, melarang dan mencukupi kebutuhan makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Selebihnya orang tua menyerahkan urusan mendidik kesekolah secara bulat- bulat. Ironisnya cukup banyak orang tua yang serba tidak mengerti tentang parenting ini.
            Kualitas SDM atau pendidikan bangsa Indonesia sangat tidak membahagiakan, masih menempati rangking diatas seratus. Ini berarti bahwa Indonesia,ibarat kapal besar, dengan penduduk lebih dari 250 juta, ternyata mereka adalah orang orang yang rendah kualitasnya. Ini juga dibuktikan bahwa setiap kali diadakan pesta olahraga untuk negara-negara Asia Tenggara (Asean Games) maka jarang sekali Indonesia menempati peringkat juara satu atau juara umum. Selalu bisa dikalahkan oleh negara tetangga yang lain.
            Negara Singapura saja, yang besarnya hanya sebesar kota Padang, bisa mengalahkan kualitas prestasi bangsa kita. Apa maksudnya, bangsa bangsa kita adalah bangsa yang kurang rajin, lemah semangat, kurang memiliki semangat juang dan kompetisi. Ya kita adalah sebagai bangsa penonton dan suka konsumerisme yang berlebihan. Penyebabnya banyak, salah satunya karena kualitas parenting kita yang rendah. Sebagai orang tua belum berhasil dalam menanamkan semangat belajar dan bekerja keras- kerja yang serius dan berkualitas.
            Kita boleh kagum dengan kualitas pendidikan di Belanda, yang mana disebut memilki kualitas ibu yang terbaik. Atau kita kagum dengan parenting orang tua di Jepang, Findlandia, Perancis, Australia dan negara Barat lainnya.
Negara Australia merupakan cerminan dari bangsa Eropa di dekat Indonesia. Saat saya berada di Melbourne dan Sydney, saya melihat betapa rapi dan teraturnya tata ruang negara mereka. Betapa berkualitasnya warganya- mereka terbiasa tepat waktu, suka antri dan budaya tertib. Itu semua untuk urusan dunia.
            Namun sayangnya saat saya berada di Hotel Ibis, Hotel Mercure  dan hotel lainnya, saya menjumpai muda-mudi bergaul bebas, persis saat merpesta di akhir pecan. Mereka mengadopsi budaya pergaulan bebas. Di taman kota muda-mudi tanpa risih bermesraan yang di luar batas. Bukan kah hidup ini utamanya bagi orang Islam adalah buat mengabdi pada Allah. Itulah yang saya temukan bahwa parenting mereka adalah parenting sekuler, hanya sebatas berkualitas dan rapi buat urusan dunia semata. Namun buat buat urusan spiritual dan rohani, mereka cenderung mengabaikannya. Jadinya saya ingin bahwa yang patut dikagumi bukan parenting ala Barat, namun adalah parenting yang Islami.
Terus terang bahwa parenting yang sangat baik itu adalah parenting Islam. Sejarah dan prilaku Nabi Muhammad Saw adalah sumber inspirasi parenting yang terbaik bagi kita. Persis sebagaimana Firman Allah dalam kitab suci Al-Quran. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan  yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Al-Ahzab, 21).
Dalam teori Tabularasa, dinyatakan seorang anak ibarat sehelai kertas putih, coretan-coretan yang diberikan oleh lingkungannya akan menentukan karakter dan kualitas pribadinya. Tukang coret atau pengukir buat kehidupan utama atas diri sang anak tentu saja adalah ibu dan bapanya. Senada dengan teori tabularasa, agama kita, Islam,juga mengatakan bahwa orang tua juga penentu eksistensi kepercayaan seorang anak.
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi.
Aneh-aneh saja gaya orang tua sekarang dalam menumbuhkan anak, termasuk mereka yang mengaku punya ilmu mendidik. Begitu anak lahir dan terus tumbuh, mereka diperkenalkan suguhan lirik-lirik lagu yang jauh dari nafas rohani Islam. Bayi-bayi mereka tidur lelap sambil didendang dengan lagu lagu sekuler yang keluar dari audio HP atau gadget mereka.Kemudian saat bayi tumbuh dewasa dan ternyata jauh dari ajaran Islam, maka yang tertuduh adalah pengaruh lingkungan- tanpa alamat yang jelas.
Fenomena orang tua lain, yang mengaku sebagai orang tua modern yang juga tahu dengan ilmu agama adalah mengajak anak mereka untuk terlalu banyak bersenang-senang. Mencari makanan fast-food di mall, pergi eksplore di time-zone atau arena bermain yang berharga mahal dan menjauhi anak dari pengalaman hidup yang susah. Mengapa tidak membawa anak ke kebun, sawah, pinggir sungai agar mereka tahu bahwa ini semua adalah alam yang diciptakan oleh Allah. Jadinya anak tidak mengenal bagaimana orang-orang yang kurang beruntung menjalani kehidupan mereka. Akibatnya orangtua telah mencetak anak-anak yang berkarakter hedonism- memuja kesenangan dan kemewahan hidup.
Setelah itu bahwa sikap orang tua yang terlalu mendorong dan memotivasi anak mereka untuk memuja-muja kecerdasan otak dari pada menjaga kesucian hati anak juga banyak. Anak digenjot untuk mengikuti belasan les, kursus dan bimbel demi bimbel dengan tujuan kelak menjadi orang sukses. Atas nama belajar sang anak dibebaskan dari bekerja. Kebutuhan makan, minum, pakaian dan semua keperluan anak dilayani. Akibatnya anak- anak mereka yang telah merangkak menjadi remaja akhir dan dewasa awal cukup banyak yang tidak mampu melayani diri sendiri. Tidak tahu cara memasak, membersihkan rumah, menstrika pakaian. Malah gara gara dibelenggu oleh tugas belajar dan ikut kursus hingga sang anak tidak tahu cara bersosial lagi. Jadinya mereka tumbuh menjadi pemuda dan pemudi dengan  kecerdasan yang palsu yang tidak akan memberi manfaat pada dirinya dan juga bagi orang lain.
Barusan tadi siang, saya dan anak perempuan saya, menghadiri sebuah kenduri pada suatu tempat di kota Batusangkar. Kemudian kami menyaksikan lantunan lagu-lagu lucu yang dibawakan oleh seorang gadis cilik. Lagu-lagu dangdut yang membahas tentang cinta. Tidak tanggung-tanggung ada tiga lagu yang ia lantunkan dan goyangnya juga terlihat tidak pas untuk usianya. Saya bertanya pada anak perempuan saya: “ Mana sih yang lebih berfaedah dari sisi agama, jago melantunkan lagu lagu konsumsi buat orang dewasa kayak itu atau mampu menghafal sura-surat pendek dari kitab suci Al-Quran ?. Ya demikian, cukup banyak orang tua dan juga penulis, sering melupakan akan makna hidup kita di dunia ini:
“Hidup ini apakah hanya sekedar hura-hura atau buat mengabdi dan beribadah untuk Allah- Tuhan Pencipta Jagat Raya ini ?.” Jadinya kita sering lupa dengan tujuan hidup ini.
Ya itu semua karena kesalahan parenting. Ilmu mendidik kita kerap salah arah. Ada yang tidak memiliki ilmu parenting, sehingga begitu anak terlahir, maka anak tumbuh ibarat bunga liar- tumbuh tanpa arah. Ditiup oleh badai dan diinjak injak oleh berbagai peradaban yang salah.
Anak yang terlahir dari keluarga kita adalah amanah. Roh sucinya seharunya kita tumbuhkan agar selalu mengenal Rabb-nya. Bayi-bayi kecil itu kelak perlu kita tumbuhkan menjadi orang yang bertanggung jawab buat dirinya, lingkungan dan juga buat Tuhan.
Maka parenting yang terbaik adalah parenting yang bercermin pada sejarah tumbuh dan kembangnya pribadi Nabi Muhammad SAW. Nabi terlahir dari lingkungan yang sangat baik. Lingkungan sebagai pembentuk pribadi Nabi yang utama. Ibunda Nabi adalah wanita yang baik dan terhormat. Ibunda Nabi- Aminah binti Wahab- pada waktu mudanya merupakan gadis yang termulia nasab dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.
Menurut penilaian Dr. Bint Syaati tentang Aminah ibu Muhammad yaitu. “Masa kecilnya dimulai dari lingkungan paling mulia, dan asal keturunannya pun paling baik. Ia (Aminah) memiliki kebaikan nasab dan ketinggian asal keturunan yang dibanggakan dalam masyarakat aristokrasi (bangsawan).
Begitu baginda Nabi lahir ke dunia, beliau tidak mengenal kemewahan hidup. Padahal beliau terlahir dari keluarga terpandang. Tentu saja orang yang pertama kali menyusui baginda Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam adalah ibunya sendiri Aminah az—Zurriyah, setelah itu Tsuwaibah al-Aslamiyah selama beberapa hari. Setelah itu Halimah, Nabi Muhammad dibawa ke desanya di Bani Sa’ad yaitu sebuah desa di wilayah Thaif (selama empat tahun).
Sejak awal-awal kehidupanya, beliau diperkenalkan akan realita kehidupan. Bukan diperkenalkan dengan kemewahan dan pemanjaan dengan sejuta larangan. Cukup lama Nabi dalam pengasuhan Halimah, sejak ia bayi- yang butuh asi langsung dari Halimah. Nabi Muhammad dirawat- dibesarkan sebagaimana Halimah membesarkan anak kandungnya sendiri.
Syaima’ adalah puteri Halimah as-Sa’diyah juga turut mengasuh baginda Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam. Sejak usia dini Nabi telah memahami perjuangan hidup, ia ikut mengembalakan kambing sebagai mana anak-anak lain juga melakukannya.
Suatu ketika, ditempat yang agak jauh dari rumah, saat baginda Nabi bermain/ mengembalakan ternak, ia ditangkap oleh Malaikat dan dadanya dibedah- dengan tujuan untuk membersihkan hatinya dari noda- sekejab setelah itu Nabi duduk termenung dan ketakutan hingga ia dijumpai oleh ibu asuhnya- Halimah- dan menceritakan tentang apa yang sudah terjadi.
Maka Halimah takut kalau hal serupa bakal menimpa Nabi lagi. Selanjutnya Halimah as-Sa’diyah mengembalikan Nabi sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam kepada ibunya karena takut terhadap peristiwa pembedahan dada yang terjadi padanya ketika Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam berusia empat atau lima tahun.
Peristiwa dalam kehidupan Nabi selanjutnya cukup banyak. Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam dibesarkan dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal dunia pada saat beliau sholallah alahi was salam masih berada dalam kandungan ibunya. Sepeninggal ayahnya semua biaya hidup Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam ditanggung oleh kakek beliau yang bernama Abdul Muthalib.
Pada saat berusia enam tahun, beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam diajak pergi oleh ibunya ke kota Yatsrib (Madinah al-Munawwarah) untuk mengunjungi keluarga bibi-bibi beliau dari Bani Najjar. Di sana beliau tinggal bersama mereka selama satu bulan. Setelah itu, barulah mereka kembali. Namun dalam perjalan pulang ibunya sakit yang menyebabkannya meninggal dunia, sehingga sekaligus dimakamkan di desa Abwa’. Beliau pulang bersama Ummu Aiaman yang kemudian menyerahkan Nabi sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam pada kakeknya Abdul Muthalib.
Ini berarti bahwa dalam usia anak-anak, baginda Nabi telah memiliki dan mengalami liku-liku kehidupan. Pengalaman hidup ini membuat Nabi memiliki hati dan fikiran yang sangat peka atas penderitaan hidup orang lain. Kepekaan hati dan fikiran cukup jarang dimiliki oleh banyak orang sekarang, terutama bagi kalangan selalu bergelimang dengan gaya hidup hura-hura dan hedonism.
Kakek beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam wafat pada saat beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam berusia 8 tahun. Setelah itu, Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam diasuh oleh paman beliau Abu Thalib sesuai dengan wasiat kakeknya. Abu Thalib juga sangat mencintai Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam. Kehidupan Abu Thalib sangat miskin, namun Allah Swt telah melimpahkan keberkahan dan kemakmuran kepadanya berkat pengasuhannya terhadap Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam. Ketika berusia 12 tahun, beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam dibawa oleh pamannya Abu Thalib ke Syam untuk berdagang.
Dari sejarah Nabi kita tahu bahwa cukup banyak orang-orang yang sangat baik- berhati mulia- yang ikut membesarkan Nabi, yang ikut terlibat dalam parenting Nabi. Mulai dari ibunya, ibu asuhnya, kakeknya hingga pamannya. Parenting yang dialami oleh Nabi tidak memanjakan beliau, namun menumbuhkan beliau untuk memiliki pengalaman hidup, kaya hati, mengenal kekuasaan Allah, Sang Pencipta alam, mengenal tentang hidup yang perlu bekerja, belajar, bergaul, berbuat baik, tidak berpangku tangan. Hingga akhirnya baginda Nabi juga tumbuh menjadi orang yang mampu berorganisasi dan berwirausaha atau berdagang secara baik dan jujur, dan utamanya adalah Nabi sebagai pelita zaman. Membawa kita dari zaman kebodohan ke zaman yang beradab dan juga mengabdi pada Allah.
Moga-moga sejarah Nabi Muhammad selalu menjadi inspirasi bagi kita untuk banyak hal, termasuk dalam hal parenting. Bila kita- anda dan juga saya- memilki anak dan menginginkan anak tumbuh menjadi generasi yang bertaqwa dan beriman. Namun kita membesarkan melalui gaya hidup yang hura-hura, pemanjaan, cinta dunia yang berlebihan, hedonism, dan sekuler, maka kelak tumbuh menjadi orang menurut gaya hidup mereka lalui. Mereka jauh dari Tuhan, jauh dari dunia, jauh dari alam, menjadi pribadi yang cengeng dan kurang bertanggung jawab.  Untuk itu mari kita jadikan sejarah Nabi sebagai paduan parenting bagi kita (http://penulisbatusangkar.blogspot.com ).   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

if you have comments on my writings so let me know them

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...