Senin, 11 Desember 2017

Banyak Yang Pintar, Sedikit Yang Kreatif



Banyak Yang Pintar, Sedikit Yang Kreatif

Mengapa Orang Barat Kreatif ?
            Dalam dunia sastra, bahwa cerita-cerita klasik yang datang dari dunia Barat. Cerita-cerita klasik tersebut telah mengglobal sejak dahulu kala. Kita mengenal cerita Pinokio, Cinderella, The Swan, The beast and the beautiful, dan malah dalam zaman sekarang ada cerita Harry Porter yang juga ditulis oleh JK. Rowling yang lahir di Barat yaitu di Yate, Gloucestershire Utara, Inggris. Sementara untuk bidang cyber atau internet dengan fiturnya seperti Google, Yahoo, Gmail, Blogspot, hingga ke media sosial (medsos) seperti BBM, Facebook, Twitter dan Instagram juga diciptakan oleh orang Barat dan oleh orang-orang  Asia yang besar dan didik di Barat- di Eropa dan Amerika.
Dengan demikian terasa adanya suatu fenomena bahwa “orang Barat lebih kreatif dari orang Asia dan termasuk orang Indonesia”. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ini telah dijawab oleh William K. Lim (2010) dan Ng Aik Kwang (2001).
William K. Lim (2010) dalam bukunya  yang berjudul "Asian Test-Score Culture Thwarts Creativity- Budaya Ujian Cara Orang Asia, Hanya Berdasarkan Skor Menghancurkan Kreatifitas". Dia menjelaskan bahwa meskipun sejak bertahun-tahun, orang Asia didaulat akan menjadi pendorong dunia sains berkat sangat besarnya investasi di bidang sains dan teknologi. Dalam kenyataannya malah Asia masih tetap saja tertinggal di banding negeri-negeri barat (Eropa Barat dan Amerika Utara).
“Ada apa kalau pendidikan hanya berorientasi pada skor-tes?”
Menurutnya bahwa akar permasalahannya adalah budaya pendidikan Asia yang berorientasi pada skor-tes, yang alhasil tidak mampu mengasah keterampilan berpikir dan kreativitas pelajar. Padahal kedua kemampuan itulah yang menjadi dasar untuk bisa menjadi ilmuwan yang berhasil. 
Di Asia, para pelajar dan juga manajemen sekolah berorientasi mengejar skor-tes setinggi-tingginya- misalnya bagaimana sekolah bisa memperoleh peringkat skor UN (Ujian Nasional) yang tertinggi. Banyak yang beranggapan bahwa pelajar yang mampu meraih skor-tes lebih tinggi akan lebih baik karir masa depannya karena persyaratan masuk ke berbagai institusi pendidikan yang lebih tinggi dan lebih baik ditentukan oleh skor-tes.
Semakin tinggi skornya tentu semakin baik pula peluangnya. Beragam pekerjaan bergengsi juga hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang memiliki skor tinggi. Sekolah yang para siswanya meraih skor-tes tinggi akan naik reputasinya, dan dengan demikian menjamin pendanaan lebih banyak.
Guru pun ditekan untuk mengajar dengan orientasi agar siswa bisa memperoleh skor-tes yang tinggi. Tidak heran jika kemudian latihan-latihan tes mengambil porsi besar dalam pendidikan di sekolah-sekolah di Asia karena keberhasilan sebuah sekolah semata-mata dinilai dari catatan skor-tes yang diperoleh sekolah itu. 
Akibat iklim pendidikan hanya berorientasi skor-tes, para orangtua lazim memasukkan anak-anaknya ke suatu les pelajaran tambahan di luar sekolah atau bimbel (bimbingan belajar)  sejak usia dini. Akibat waktu sekolah yang panjang dan beban PR yang berat, para pelajar hanya terasah kemampuan intelektualnya dalam hal mengingat fakta-fakta untuk kemudian ditumpahkan kembali saat ujian. Hasil dari budaya pendidikan semacam itu adalah kurangnya keterampilan menelaah, menginvestigasi dan bernalar.
“Padahal keterampilan menelaah, menginvestigasi dan bernalar sangat dibutuhkan dalam penemuan-penemuan ilmiah”.
Ng Aik Kwang (2001) menulis tulisan ilmiah yang berjudul “Why Asians Are Less Creative Than Westerners”, Dia adalah seorang dosen dari Universitas Queensland juga seorang Australia keturunan Asia (atau China). Dia merasakan langsung fenomena ini. Renungan dan fenomena ini dipaparkanya kedalam opininya- essaynya:
"Why Asians Are Less Creative Than Westerners- Mengapa orang Asia kurang kreatif dari orang Barat".
Pada mulanya tulisan dosen ini dipandang cukup kontroversial, karena bersifat sentimentil rasial. Namun akhirnya opininya cukup objektif dan  membuka mata dan pikiran para stakeholder pendidikan di kampusnya- Universitas Queesland- Australia.
            Sebagai dosen dan Professor yang memiliki kepekaan intelektual, ia menemukan fenomena ini pada mahasiswa dan keluarga besar Universitas Queensland yang bersifat multi kultur dan multi bangsa, namun mereka semua dikelompokan atas “the Asians and the Westerners -orang Asia dan orang Barat”. Tentu saja ia memahami proses kreativitas orang Eropa, Amerika (sebagai Orang Barat) dan orang-orang Asia. Jadinya kreativitas sebagaimana yang diobservasi oleh Ng Aik Kwang (2001) lebih tumbuh pada orang Barat. Ini terjadi karena titik pandang dan juga akibat metode pembelajaran di sekolah-sekolah kita yang jarang menumbuhkan kebiasan bereksplorasi atau bertanya jawab.
“Bagaimana ukuran sukses bagi orang kita?”
Karena beda titik pandang atau budaya, misal untuk sukses, orang kita (juga sebagian orang Asia) menganggap yang sukses itu kalau punya banyak materi. Punya rumah bagus, mobil mewah, uang banyak dan harta lain. Jadi orang yang bisa menjadi dokter spesialis atau manajer pada perusahaan minyak dipandang lebih sukses dibanding dengan seorang ulama, jurnalis, wartawan dan pelayan publik (PNS), yang melalui karir mereka tidak bisa mengumpulkan banyak materi. Sehingga sekarang orang berbuat/ beraktivitas, bersekolah dan termasuk menuntut ilmu pada perguruan tinggi dengan tujuan materialism oriented.
Bagi orang Asia dan juga termasuk orang kita bahwa banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai  dibandingkan orang yang memiliki sedikit materi. Guru yang memilki mobil lebih terpandang dari pada guru yang hanya datang berjalan kaki. Begitu juga seorang Ustad atau seorang motivator yang datang hanya dengan sepeda motor butut bisa jadi dibayar lebih rendah dari pada yang datang dengan mobil sedan.
“Pada hal mereka yang hanya datang berjalan kaki atau mengendarai sepeda motor butut bisa jadi lebih berkualitas. Dengan demikian orang kita lebih peduli pada bentuk casing atau kulit luar saja”.
Perilaku sebagian masyarakat kita yang lebih menghormati materi dan kekayaan bersifat benda duniawi ini juga terpantau dari kegemaran banyak orang yang menyukai  ceritera, novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku koruptif pun ditolerir atau diterima sebagai sesuatu yang wajar.
“Apa pembelajaran kita terbiasa dengan budaya menghafal?”
Ya benar. Dalam pembelajaran, kita terbiasa dengan budaya menghafal. Pendidikan kita identik dengan hafalan berbasis "kunci jawaban" bukan pada pengertian. Ujian Nasional, dan juga tes masuk perguruan tinggi, dll, semuanya berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal dengan rumus- rumus Ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus rumus tersebut.
Sebuah cara pandang yang berbeda, misalnya untuk mata pelajaran sejarah. Banyak siswa yang menganggap sejarah sebagai mata pelajaran yang mudah. Karena ujian sejarah hanya sebatas menghafal dan mencari jawaban antara A, B, C, D atau E. Sementara seorang siswa dari Jerman, yang mengikuti pertukaran pelajar Indonesia dan Jerman untuk wilayah kota Padang yang bernama Lewin Gastrich, mengatakan pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran yang sangat sulit. Karena ia harus mampu menyampaikan sebab akibat peristiwa sejarah dan dampaknya di depan guru sejarahnya.
Ya betul bahwa metode belajar siswa kita, malah hingga mahasiswa adalah bersifat hafalan. Karena berbasis hafalan, murid-murid di sekolah dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi "Jack of all trades, but master of none" (tahu sedikit sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun).
Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia termasuk pelajar Indonesia bisa jadi juara dalam Olympiade Fisika, dan Matematika. Tapi jarang sekali orang Asia yang menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yang berbasis invention (penemuan), inovasi dan kreativitas.
Penyebab lain adalah sifat eksploratif atau penjelajah yang masih kurang. Kalau ada eksplorasi, banyak siswa hanya sebatas senang menjelajah atau melintasi alam atau mendaki gunung. Eksplorasi yang dimaksud adalah pencarian buat menjawab rasa ingin tahu. Ya sifat eksploratif sebagai  upaya memenuhi rasa penasaran dan keberanian untuk mengambil resiko.

Rasa Ingintahu Mendorong Kreativitas
Adi Jaderock melalui Forum Orisinil (http://forum.orisinil.com/) menggagas dialog online tentang: “Mengapa bangsa Asia kalah kreatif dibandingkan dengan bangsa Barat?”
Respondennya menjelaskan tentang rasa ingin tahu dan eksplorasinya bagi ilmuwan Barat telah menyebabkan munculnya temuan- temuan baru. Misalnya rasa ingin tahu yang muncul dari pikiran Newton, Edwin land, Wright bersaudara, Johan Gutenberg, Ray Tomlinson, Graham Bell, Martin Cooper, Mark Zuckerberg, dan ilmuwan lainnya. Jadi rasa ingin tahu adalah sebagai pemicu kreativitas. Seperti apa proses kreatif para inovator tersebut. Agaknya beginilah profil sekilas tentang usaha inovasi mereka:
a). Issac Newton
Issac Newton- seorang matematikawan, fisikawan, ahli astronomi yang juga penemu dari teori gravitasi. Ia terlahir prematur, kurang cukup bulan, dari keluarga petani. Ketika Isaac Newton sedang berjalan di taman, di bawah pohon apel dan melihat jatuhnya sebuah apel yang menginspirasinya dan bertanya dalam hatinya... mengapa buah apel ini bisa jatuhnya ke bawah dan bukan ke atas...? Padahal Newton sendiri mengatakan bahwa ia sedang di dalam rumah ketika ia melihat dari jendela sebuah apel jatuh dari pohonnya, ini menginspirasinya untuk menemukan teori gravitasi, kemudian munculah Hukum Gravitasi (Hatch Robert A, 1998).
b). Edwin Herbert Land
Edwin Land - seorang tokoh dalam sejarah fotografi industri. Pada masa mudanya, Edwin Land sering membaca buku mengenai Fisika Optik yang ditulis oleh Robert W. Wood, terutama bagian mengenai polarisasi cahaya. Setelah lulus dari Norwich Free Academy, Land melanjutkan studinya di Universitas Harvard dengan niat untuk meneliti tentang polarisasi cahaya. Setelah tahun pertama belajar di Harvard, Land memutuskan untuk berhenti sekolah dan berkonsentrasi untuk menemukan cara menghasilkan teknologi polarisasi murah dan efisien yang di kemudian hari disebut sebagai Polaroid. Sejak itu, ia meneruskan belajar di Perpustakaan Umum New York.
Penemuan Polaroid diilhami dari pertanyaan Jennifer Land, anak Edwin Land yang saat itu berusia tiga tahun. Dia menanyakan kepada ayahnya mengapa tidak dapat melihat hasil foto jepretan ayahnya secara langsung. Edwin juga bertanya dalam hatinya, Mengapa hasil foto harus menunggu berhari-hari untuk di cetak..? Dia menggunakan prinsip transfer difusi untuk menghasilkan kembali gambar yang direkam oleh lensa kamera secara langsung ke permukaan sensitif cahaya yang berfungsi sebagai film atau foto- maka terciptalah foto langsung jadi Polaroid (Victor Mc Elheny, 1999).
c). Wright Bersaudara.
Wright bersaudara yang terdiri dari dua orang adik beradik, Orville Wright dan Wilbur Wright. Kedua kakak beradik itu pada awalnya mengelola sebuah toko di Dayton, Ohio. Toko tersebut menjual dan memperbaiki sepeda motor. Wright bersaudara tentu saja bertanya-tanya dalam hatinya mengapa burung bisa terbang dan manusia tidak? Jadinya kemudian mereka mulai mempelajari masalah penerbangan pada tahun 1889.
Kemudian mereka mulai membuat tiga pesawat terbang layang bersayap kembar. Ketiganya dites di pantai Kitty Hawk di Carolina Utara. Pesawat yang ketiga telah diujinya sebanyak 1000 kali penerbangan dan ternyata berhasil dengan sukses. Kemudian mereka membuat mesin motor ringan. Mesin tersebut di pasang di pesawatnya yang keempat, yang dinamakannya Wright Flyer, jadinya maka terciptalah pesawat udara (Tejvan Pettingen, 2010).
d). Johan Gutenberg
Johann Gutenberg dianggap penemu mesin cetak yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Tak ada penemuan yang terlompat dari pemikiran seseorang. Segel dan bulatan segel yang pengerjaannya menganut prinsip serupa dengan cetak blok sudah dikenal di Cina berabad-abad sebelum Gutenberg lahir.
Waktu muda ia tentu sempat bertanya dalam hatinya mengapa kita harus menulis ulang naskah-naskah sebanyak ini. Dia mengembangkan metal logam campuran untuk huruf cetak; menuangkan cairan logam- maka terciptalah Mesin Cetak. Betapa penemuan Gutenberg amat berarti bahkan bisa disebut suatu penemuan penting dalam kaitan penarikan pelatuk revolusi kemajuan jaman modern (Kay Melchisedech Olson, 2006).
e). Ray Tomlinson
Raymond Samuel Tomlinson atau Ray Tomlinson dikenal sebagai Penemu dari Email atau Elektronik Mail. Agaknya ia sempat bertanya-tanya dalam hati mengapa surat harus dikirim via post dan penerimanya menunggu berhari-hari? Ray Tomlinson pernah kuliah di Politeknik, kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Master di Massachusetts Institute of Technology dalam bidang teknik elektro.
Tomlinson mengembangkan teknologi analog-digital hybrid speech synthesizer yang dijadikan sebagai subyek untuk tesis. Ray Tomlinson menulis sebuah program transfer file yang disebut CPYNET untuk mentransfer file melalui ARPANET. Ray Tomlinson diminta untuk mengubah sebuah program yang disebut SNDMSG, yang mengirim pesan ke pengguna lain dari komputer time-sharing, untuk dapat dijalankan pada TENEX. Dia menambahkan kode yang ia ambil dari CPYNET ke SNDMSG sehingga pesan dapat dikirim ke pengguna pada komputer lain- maka terciptalah email (Jesse Hicks, 2012).
f). Graham Bell
Alexander Graham Bell dikenal sebagai penemu telepon. Dia pernah mengajar orang yang bisu dan tuli, mempopulerkan system yang disebut 'bahasa visual'. System yang dikembangkan oleh ayahnya, Alexander Melville Bell, yang menunjukkan bagaimana bibir, lidah, dan tenggorokan digunakan dalam menggambarkan suara. Graham Bell agaknya pernah bertanya-tanya dalam hati bagaimana ya agar orang dapat bicara meskipun terpisah jarak?
Pada masa kanak-kanaknya, dia telah memperlihatkan rasa ingin tahu yang sangat besar pada dunia ini, yang menyebabkan dia sering mengumpulkan contoh-contoh tumbuhan. Bersama teman baiknya yang memiliki penggilingan gandum yang juga merupakan tetangganya, dia sering membuat keributan, dan suatu hari ayah temannya berkata, "Mengapa kalian tidak membuat sesuatu yang lebih berguna?”
Sejak usia 18 tahun, Bell telah meneliti gagasan bagaimana mengirimkan dan mentransfer perkataan. Tahun 1874 saat dia mengerjakan telegraph, dia mengembangkan gagasan dasar yang baru bagi telephone- ya maka terciptalah telepon (Harold S. Osborne, 1943).
g). Martin Cooper
Martin Cooper dialah sang penemu handphone atau telepon genggam pertama. Dia sendiri tidak membayangkan bahwa telepon selular bisa sekecil sekarang ini sehingga dapat dibawa kemana saja sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan di zaman nirkabel sekarang ini. Martin juga sempat bertanya-tanya dalam hatinya mengapa telepon harus pakai kabel?
Martin Cooper dibesarkan di Chicago adalah imigran Ukraina. Ketika masih muda ia menyukai rekayasa elektronika. Cooper (bersama temannya John F. Mitchell) membayangkan sebuah produk komunikasi yang tidak hanya terpaku di dalam mobil. Sehingga alat tersebut haruslah kecil dan cukup ringan untuk menjadi alat portabel- bukan alat yang bikir repot saja. Cooper dianggap sebagai penemu pertama telepon genggam seluler (handphone)- maka terciptalah Handphone yang pertama dan orang pertama yang melakukan panggilan dengan prototipe ponsel genggam seluler tersebut pada 3 April 1973. Kejadian yang bersejarah tersebut disaksikan di muka umum di depan wartawan dan orang orang yang lewat di jalan kota New York (Sean Maloney, 2008).
h). Mark Zuckerberg
Mark Zuckerberg adalah penemu FaceBook. Umurnya masih muda namun ia dikenal sebagai pemuda terkaya di dunia berkat Facebook. Sejak kecil Zuckerberg suka mengu­tak-atik komputer, mencoba berbagai program komputer dan belajar membuatnya. Ia tentu sempat bertanya-tanya dalam hatinya Bagaimana ya supaya kita bisa saling berbagi pencerahan dan kebaikan bagi sesama tanpa harus beranjak dari depan meja kerja kita?
Bagaimana cikal bakal ia menemukan FaceBook? Saat berada di Universitas Harvard inilah Zuckerberg menemukan ide membuat buku direktori mahasiswa online karena universitasnya tak membagikan facebook (buku mahasiswa yang memuat foto dan identitas mahasiswa di universitas itu) pada mahasiswa baru sebagai ajang pertemanan di antara mereka. Namun setiap kali ia menawarkan diri membuat direktori itu, Harvard menolaknya. "Mereka mengatakan punya alasan untuk tidak mengumpulkan informasi (mahasiswa) ini”.
Meski ditolak ia selalu mencari cara untuk mewujudkannya. Suatu malam di tahun kedua ia kuliah di Harvard, Zuckerberg menyabot data mahasiswa Harvard dan memasukkannya ke dalam website yang ia buat bernama Facemash. Sejumlah foto rekan mahasiswanya terpampang di situ. Tak lupa ia membubuhkan kalimat yang meminta pengun­jungnya menentukan mana dari foto-foto tersebut yang paling "hot".
Pancingannya mengena. Dalam tempo empat jam sejak ia meluncurkan webiste itu tercatat 450 orang mengunjungi Facemash dan sebanyak 22.000 foto mereka buka. Pihak Harvard mengetahuinya dan sambungan internet pun diputus. Zuckerberg diperkarakan karena dianggap mencuri data. Anak muda berambut keriting ini pun meminta maaf kepada rekan-rekan yang fotonya masuk di Facemash
Ia tidak patah semangat dan ia malah membuat website baru dengan nama Facebook (www.thefacebook.com). Website ini ia luncurkan pada Februari 2004. Facebook merupakan penyempurnaan dari Facemash- maka terciptalah FaceBook yang sangat digandrungi di Indonesia dan di seluruh dunia (Lev Grossman, 2010).

Eksplorasi Untuk Mendorong Kreativitas
Pertanyaannya kita adalah: “Mengapa para penemu fitur atau produk teknologi ini semua berasal dari Barat dan bukan dari Padang, Medan, Jakarta, atau daerah Indonesia lainnya?”. Salah satu alasan terbesarnya adalah karena selama ini banyak anak-anak Indonesia yang dilatih untuk pandai menjawab soal-soal ujian yang sudah ada jawabannya dalam buku dan bukan dilatih untuk pandai bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari dalam hatinya sendiri untuk memecahkan masalah-masalah dunia lainnya.
Kemudian konsep memahami ilmu kita cenderung sempit. Untuk tingkat SMA yang dianggap sains itu adalah “kimia, biologi dan fisika”. Maka seorang siswa jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) hanya membatasi diri dalam memahami dan mendalami bidang studi tadi. Sebaliknya buat jurusan sosial adalah “akutansi, ekonomi dan sosiologi” dan siswa jurusan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) hanya membatasi diri buat mempelajari mata pelajaran IPS saja. Lebih meluas, bahwa, mahasiswa kedokteran hanya mendalami kedokteran dan tidak begitu peduli untuk bidang yang lain, demikian pula sebaliknya untuk mahasiswa jurusan lain.
Pada hal ilmuwan besar dunia tidak seperti itu. Mereka memahami ilmu sain, ilmu sosial, ilmu agama, filsafat dan ilmu yang mereka anggap juga bermanfaat buat dirinya. Seperti Ibnu Sina dan Ibnu Arabi mendalami berbagai bidang ilmu. Ibnu Sina fasih berbahasa Arab dan Persia, ia mendalami filsafat, agama atau teologi, matematika, astronomi, kedokteran, psikologi dan puisi. Sehingga ia mampu menulis 99 buku. Ibnu Arabi sendiri menguasai ilmu politik, teologi atau agama, filsafat dan agama.
Untuk ilmuwan dari barat juga demikian. Frank Loyd, seorang arsitektur Amerika Serikat memiliki ilmu yang luas. Ia seorang arsitek, seorang penulis dan juga seorang pendidik. Begitu pula dengan Benjamin Franklin, ia memahami matematika, politik, diplomasi atau bahasa dan fisika. Jadi ilmu yang luaslah yang membuat mereka jadi kreatif pada konsep berpikir. 
Saya jadi memahami semangat eksplorasi secara langsung dari teman saya orang Perancis, mereka adalah Louis Deharveng, Anne Bedos dan Francois Brouquisse. Mereka datang berulang-ulang datang ke Kabupaten Tanah Datar (Batusangkar) dan kami bareng-bareng menjelajah goa-goa (dalam group speleologie) untuk mencari  serangga baru yang belum teridentifikasi di sana (Louis Deharveng, 2005). Atau eksplorasi yang dilakukan oleh Jerry Drawhorm, antroplog dari Universitas California, untuk menemui fosil-fosil kecil sesuai dengan tulisan yang dia baca.
Eksplorasi juga bisa mendorong kreativitas. Eksplorasi juga bisa terbentuk dalam kelas, untuk penemuan pemahaman konsep dan menjawab rasa ingin tahu (curiousity) namun sayangnya PBM kita miskin dengan suasana tanya jawab. Saat diberikan sesi tanya jawab, cukup banyak siswa yang tidak tahu apa yang ditanyakan dan juga tidak mau bertanya. Mungkin mereka punya prinsip bahwa bertanya artinya bodoh, makanya rasa penasaran (rasa ingin tahu) tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah.
Juga karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru atau narasumber untuk minta penjelasan tambahan. Ng Aik Kwang (2001) menawarkan beberapa solusi untuk pengalaman pendidikan untuk membentuk remaja yang lebih kreatif, yakni sebagai berikut: 
1). Hargai proses pembelajaran. Hargailah orang karena pengabdiannya bukan karena kekayaannya.
2). Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban, imbangi dengan ujian berbasis essay dan penalaran. Jangan memaksa murid untuk menguasai semua bidang studi namun biarkan mereka memahami bidang studi yang paling disukainya.
3). Jangan menjejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika dan sains yang punya rumus. Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban rumus untuk “X :  Y” harus dihapalkan? Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar-benar mereka kuasai.
4). Biarkan anak/ siswa memilih profesi berdasarkan passion (rasa cinta) nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yang
lebih cepat menghasilkan uang.
5). Dasar kreativitas adalah adanya rasa penasaran atau rasa ingin tahu (curiosity) dan berani ambil resiko. Maka mari aktifkan anak/ siswa untuk banyak bertanya dan jangan pernah bosan untuk memberi jawaban yang bisa melepaskan dahaga ingin tahu mereka. Kalau tidak bisa menjawab maka cari sumbernya bersama- sama.
6). Guru dan dosen adalah seorang fasilitator, bukan kotak Pandora yang harus tahu segala jawabannya. Maka kalau guru dan dosen tidak tahu ya akui tentang ketidak tahuan tersebut.
7). Passion atau rasa cinta seorang manusia adalah anugerah Tuhan. Maka sebagai orangtua dan guru/dosen kita perlu punya rasa bertanggung-jawab untuk mengarahkan mereka dalam menemukan passionnya dan selalu memberi mereka dukungan.
Mudah- mudahan dengan cara begini dunia pendidikan kita bisa memiliki remaja, yaitu siswa dan mahasiswa- yang kreatif dan innovatif. Berharap kelak bila mereka dewasa akan juga mewariskan semangat bereksplorasi dan berinovasi, memiliki integritas dan idealisme tinggi buat generasi berikutnya. Dengan demikian mereka akan mampu membangkitkan peradaban yang berkualitas buat republik ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

if you have comments on my writings so let me know them

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...