Selasa, 01 Oktober 2019

Keterampilan Dan Keberanian Buat Kehidupan

Keterampilan Dan Keberanian Buat Kehidupan
Oleh: Marjohan, M.Pd

Pilih Teori Atau Pengalaman?
Skill and experiences ring louder than theory- keterampilan dan pengalaman lebih nyaring bunyinya dari hanya sebatas berteori. Kalimat ini bisa kita buktikan melalui pengalaman hidup. Misalnya melalui pengalaman hidup yang dialami oleh seorang lelaki muda bernama Abdel Maghdi, bukan nama sebenarnya.
Abdel Maghdi adalah seorang lelaki muda berasal dari salah satu kota di Mesir. Dia memiliki wajah tampan dengan kumis dan jambang yang digunting rapi, berkulit sawo-matang dan tingginya sekitar 180 cm serta berambut ikal. Para tetangga mengaguminya karena ia mampu berkomunikasi dalam empat bahasa yaitu bahasa Arab, Perancis, Inggris dan bahasa Indonesia.
Pastilah ia seorang lelaki muda yang terbilang yang sangat hebat di negeri asalnya. Jadinya dia adalah seorang pemuda yang polyglot, maksudnya mampu menguasai banyak bahasa. Ia juga punya kemampuan menulis menggunakan huruf Arab dan huruf latin. Huruf latin khusus untuk bahasa Indonesia, Perancis dan Inggris.
Saya sendiri merasa susah payah untuk menguasai tata-bahasa Arab dan Perancis serta menulis dalam huruf Arab. Sementara bagi Abdel Maghdi keempat bahasa ini sudah terdengar amat fasih dan amat mudah bagi lidahnya. Sekali lagi bahwa pastilah ia seorang lelaki muda yang amat cerdas, dan kecerdasanya ini akan mampu mendatangkan banyak keberuntungan baginya, semisal kekayaan dan uang yang jumlahnya lebih dari cukup. Apakah benar seperti itu?
Wah ternyata itu tidak. Malah tiap hari ia hidup dalam kondisi yang cukup bersahaja dan mungkin juga dalam kondisi kekurangan secara finansial. Saya sering menjumpainya merokok yang tidak putus-putusnya, ini sebagai indikasi bahwa ia lagi dilanda stress akibat tidak punya uang yang cukup untuk menghidupi anak dan istrinya. Ya baginya uang susah banget buat mampir.
Abdel Maghdi memang seorang pemuda yang cerdas. Mengapa? Huruf  Arab dan tatabahasa Arab sangat jauh berbeda dengan tatabahasa Indonesia, Begitu pula tatabahasa Perancis dan Inggris juga jauh berbeda dari tatabahasa Indonesia. Namun itu semua sangat dikuasai oleh Abdel Maghdi.
Abdel Maghdi pasti memiliki kecerdasan verbal. Sangat jarang orang yang bisa berkomunikasi dalam banyak bahasa. Umumnya satu bahasa atau dua bahasa sekaligus. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling terakhir dikuasai oleh Abdel Maghdi.
Sehingga suatu ketika ia menjumpai situs Darmasiswa yaitu “an Indonesia scholarship program” yang bisa dilamar oleh para mahasiswa asing dari 83 negara di dunia, salah satunya adalah Abdel Maghdi.
Beberapa tahun lalu saya sempat berjumpa dengan para mahasiswa asal Eropa Tengah (Rumania dan Bulgaria) yang tengah belajar di Sekolah Tinggi Seni di Padang-Panjang, Sumatera Barat melalui program beasiswa Darmasiswa dari Dikti (Dirjen Pendidikan Tinggi). Pada kesempatan lain- saat saya sama-sama menginap di Hotel Millennium Sirih, Jakarta- saya juga berjumpa dengan satu grup mahasiswa asing yang terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Gunadarma-Jakarta. Mereka memperoleh program beasiswa Darmasiswa dari pemerintah Indonesia.
Setelah membaca informasi tentang kuliah beasiswa di Indonesia dan membaca profil beasiswa Darmasiswa, maka Abdel Maghdi menjatuhkan pilihan untuk kuliah di Indonesia dengan pilihan jurusan Bahasa Indonesia. Tentu saja sebelum menjadi mahasiswa di Indonesia, dia telah bergiat untuk menguasai dasar-dasar bahasa Indonesia secara self learning. Ini dibantu dengan teknologi google language dan juga situs-situs belajar bahasa Indonesia lainnya. Utamanya dia menguasai cara pengucapan bahasa Indonesia, kosakata dan tatabahasa, juga dasar-dasar bahasa Indonesia.
Akhirnya Abdel Maghdi berangkat menuju Indonesia setelah lulus seleksi, mengurus dokumen keimigrasian dan visa belajar di Indonesia dari kantor Kedutaan Indonesia di Kairo. Abdel Maghdi memilih jurusan bahasa Indonesia dan kuliah di UGM Yogyakarta. Tentu saja ada visi dan misi mengapa dia tertarik buat belajar bahasa Indonesia, mungkin juga ingin menikah dengan orang Indonesia? Mau menikah saat kuliah di Indonesia, mengapa?

Menikah Adalah Naluri
Dorongan untuk menikah sudah ada pada semua orang. Dorongan ini semakin kuat saat mereka menginjak usia remaja. Keinginan untuk menikah adalah fitrah atau dorongan naluri yang diberi oleh Allah Swt. Jadinya Abdel Maghdi juga ingin untuk menikah, karena dia juga punya fitrah atau instink ini.
Keputusan menikah di Indonesia memang beda dari Mesir. Pernikahan di Indonesia bisa dibikin lebih sederhana dan juga bisa dibikin super rumit dan super mewah. Bagi yang belum mampu biaya menikah bisa dicicil, atau pinjam uang sana-sini. Tidak demikian halnya dengan pernikahan di Mesir. Bisa jadi sepasang anak muda yang saling jatuh cinta begitu mendalam, namun ketika mau menikah cinta mereka bisa berantakan, terkendala oleh finansial..
Di Mesir menikah tidak cukup sebatas  bermodalkan cinta saja, bermodalkan kata “I love you”. Banyak pemuda Mesir merasa kesusahan buat menikahi kekasih mereka karena mahalnya harga mahar. Orangtua pengantin wanita akan meminta mahar dengan nilai sekitar 150.000 EGP (Egyptian Pound) atau setara dengan 225 juta Rupiah. Cukup banyak yang merasa tidak mungkin bisa punya tabungan sebanyak itu. Khusus bagi laki-laki yang masih muda, yang tidak punya uang, jadinya cinta mereka harus kandas. Selain biaya mahar yang tinggi, biaya pesta perkawinan juga cukup tinggi yaitu sekitar 50.000- 100.000 EGP, atau sekitar 75 juta hingga 150 juta rupiah.
Ada juga yang mengatakan bahwa bukan mahalnya biaya mahar, namun seorang laki-laki Mesir yang mau menikah harus mampu menyediakan terlebih dahulu sebuah rumah atau apartemen buat istri, sebagai tempat tinggal permanen bagi mereka begitu mereka setelah menikah. Bagaimana harga sebuah rumah sederhana atau sebuah apartemen di Mesir?
Harga sebuah apartemen tipe dan ukuran yang standar biasa di sana, ya sekitar 225 juta Rupiah. Itu setara dengan harga sebuah rumah perumnas ukuran sederhana di Indonesia. Namun tidak semua lelaki muda yang mau menikah bisa menyediakan rumah buat calon istrinya, jadinya banyak laki-laki Mesir yang telat menikah. Baru bisa menikah yaitu mendekati usia 40 tahun, setelah punya cukup uang.
Hal yang demikian juga dialami oleh Abdel Maghdi. Mahalnya harga pernikahan di kampungnya membuat laki-laki ini tetap single sampai usia di atas 30-an, hingga ia punya kesempatan untuk memperoleh beasiswa kuliah di Yogyakarta. Dengan kemudahan media sosial, utamanya Facebook, dia mulai rajin berselancar- browsing- untuk mendapatkan gadis idamannya yang akan mampu mengisi kekosongan hatinya. Akhirnya yang beruntung adalah seorang gadis di Sumatera Barat. Mereka saling kontak dengan intens dan berjanji, malah sempat saling ketemuan di Jakarta dan Yogyakarta beberapa kali. Rasa cinta mulai bersemi.
Gadis lembut dari Sumatera Barat tersebut sangat merespon cinta lelaki ganteng ini. Kualitas cinta mereka semakin meningkat saban hari. Akhirnya Abdel Maghdi memutuskan untuk datang menemui calon mertua, meminang secara sederhana dan menikah dengan proses yang sangat ringan, kontra dengan proses pernikahan di Mesir yang terasa mahal.
Tentu saja dengan menikah maka terjadi perpaduan kasih sayang dua pribadi dan kemudian akan terasa persamaan dan perbedaan. Rasa cinta yang tinggi dan persamaan dalam keyakinan- yaitu agama Islam- menjadi perekat perkawinan yang cukut kuat. Setahun setelah menikah, perkawinan mereka membuahkan seorang momongan mungil yang tampan. Dan sekarang bayi mereka sudah menjadi balita- aktif dan sangat memikat hati ayah dan bundanya.
Balita mereka dengan perpaduan wajah Indonesia dan Mesir terlihat sangat tampan, membuat keluarga besar mereka menjadi terhibur. Balita mereka bisa tumbuh sempurna, apalagi Abdel Maghdi dalam usia yang cukup telat buat berumah tangga (menikah) membuat dia betul-betul mendambakan kehadiran seorang anak, hingga dia cukup rajin mendalami ilmu parenting. Orangtua dengan ilmu parenting yang mantap sangat membantu pertumbuhan dan perkembangan buah hati mereka. Namun Abdel Maghdi tetap ada masalah yang mengganjal. Yaitu “finansial atau uang”.
Keluarga baru harus bisa hidup mandiri. Mereka memutuskan buat menyewa rumah kecil sendiri. Dan kendala baru muncul, bahwa dapur mereka kadang-kadang tidak berasap. Anak dan istrinya butuh makan. Dalam realita bahwa kecerdasan berbahasa Abdel Maghdi- menguasai 4 bahasa, menandakan dia orang yang cerdas. Namun di lingkungan yang baru ia susah memperoleh pekerjaan dan ia mengalami kesulitan finansial.
Kecerdasan dalam bentuk tahu teori belum mampu mengusir rasa lapar keluarga. Dalam kondisi begini yang diperlukan oleh keluarga Abdel Maghdi adalah pengalaman dan keterampilannya untuk mencari nafkah. Ternyata Abdel Maghdi yang cerdas kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan kampung istrinya sehingga ia belum mampu buat pencari nafkah.
Sebagai seorang ayah dan suami ternyata Abdel Maghdi baru sebatas cerdas akademik (kognitif) yaitu cerdas di atas kertas, atau cerdas dengan teori. Sementara anak dan istrinya tidak butuh teori atau ceramah namun mereka butuh rupiah atau dollar dan sangat berharap agar dia punya life skill- kecerdasan dan keterampilan buat mencari nafkah, mungkin menjadi pekerja tukang, pedagang kecil, jual rujak, jual nasi Padang atau membuka warung kecil ala Mesir di Sumatra Barat- namun itu sulit untuk terwujud.
Sebenarnya Abdel Maghdi bukan lelaki yang pemalas. Ia pun sempat berdagang kecil-kecilan, seperti berdagang kurma. Namun tidak begitu laris, karena kurma bukan kebutuhan utama orang di Sumatra Barat jadinya keberuntungan masih agak jauh darinya. Untuk solusi masalah, mereka membuat alternatif, yaitu sang istri sebagai pencari nafkah part-time, tentu saja dengan nominal upah dan gaji yang kecil untuk menopang ekonomi mereka. Sementara Abdel Maghdi sebagai pengasuh balita di rumah.
Hari-hari tetap berlalu. Perkawinan mereka cukup bahagia, namun Abdel Maghdi masih kebingungan. Mau bagaimana lagi. Mau membawa keluarga pulang ke Mesir? Woww...biaya pesawat dan kebutuhan lain begitu mahal. Laki-laki yang mau menikah, sebagai pemimpin rumah tangga, memang memikirkan secara matang dan menyiapkan keuangan yang cukup buat mendukung perkawinan mereka.
Dalam realita bahwa perkawinan tidak hanya sebatas kata cinta. Karena ungkapan “I love you” hanya sebagai hiasan pada hati namun tidak bisa membuat perut kenyang. Kehidupan perkawinan butuh uang dan makan. Makanya seorang laki-laki yang mau menikah musti mempersiapkan diri, harus terampil buat mencari rezeki. Kalau istri mampu mencari tambahan rezeki, tentu itu berguna buat meringankan beban suami.

Hidup Harus Terampil
Dalam membangun relasi dengan seseorang dan juga buat menjaga kelanggengan keluarga sangat diperlukan teori yang relevan. Namun untuk memenuhi kebutuhan dasar- seperti: makan, pakaian, perumahan- diperlukan proses kehidupan. Proses kehidupan sangat memerlukan keterampilan dan pengalaman hidup yang luas.
Hal ini bisa dibuktikan melalui kisah nyata tentang bagaimana kesuksesan seseorang yang tinggal di pulau Bali bisa terjadi. Saya jadi hanyut dalam emosi saat membaca biografi Gusti Ngurah Anom- dengan nama populernya “Ajik Cok”. Dia adalah seorang raja pendiri galeri oleh-oleh khas pulau Bali (A.Bobby, 2015). Dalam biografinya dipaparkan kisah suksesnya dengan apik, sekali lagi, saya terbawa emosi membaca biografinya. 
Gusti Anom, panggilannya Ajik Cok, waktu kecil dikenal sebagai anak yang bodoh, miskin, dan nakal. Namun setelah dewasa ia mampu keluar dari jerat kemiskinan. Ayahnya seorang petani penggarap, jadi sangat miskin dan ia pun punya dua istri. Ibunya Ajik Cok adalah istri kedua. Untuk mendukung ekonomi keluarga, ibunya berjualan kue kecil-kecilan.
Ajik Cok untuk pendidikan terakhirnya sempat masuk sekolah pariwisata, namun karena keterbatasan dana buat beli buku, pakaian dan kebutuhan sekolah lainnya maka Ajik Cok memutuskan buat drop out dari sekolah. Saat sekolah ia pun sering menunggak spp (uang sekolah).
Didera oleh kemiskinan yang tidak berkesudahan akhirnya ia memutuskan meninggalkan rumah hanya berbekal pakaian yang melekat di badan. Ia merantau menuju kota Denpasar dengan harapan moga-moga ada perubahan pada kehidupannya. Dia mau mengerjakan apa saja jenis pekerjaan. Tidak pilih-pilih pekerjaan. Pekerjaan pertama yang ia geluti adalah sebagai tukang cuci mobil para tamu hotel dan ia pun tidur di emperan.
Beberapa waktu kemudian ia melamar menjadi buruh garmen- atau pakaian jadi. Profesi ini ia tekuni dengan bersemangat dan penuh hati-hati. Sehingga ia menjadi kesayangan boss. Karena karakternya yang rajin dan bekerja penuh semangat, maka ia pun menjadi orang kepercayaan boss-nya. Dan ia pun mengembangkan diri dan menumbuhkan perusahaan garmen milik boss-nya.
Seiring berjalannya waktu, maka ia pun pamit sebagai buruh garmen dan memberanikan diri pula untuk membuka usaha garmen sendiri. Tentu saja memulainya secara kecil-kecilan dan ia pun langsung menjajakan produk konveksinya ke pantai, lokasi wisata, tanpa malu-malu.
Ia pun belajar mengatasi beberapa kelemahan disana-sini. Usaha garmennya pun tumbuh. Tidak puas hanya dengan usaha konveksi maka ia juga membuka toko oleh-oleh yang diberi nama toko krisna.
Terus terang bahwa ia tidak punya ilmu formal dari bangku sekolah yang banyak tentang manajemen berdagang. Kecuali ia suka menimba pengalaman langsung yang berharga dari banyak orang. Ia suka sekali learning by doing. Dengan metode bisnis yang dia sebut dengan istilah “lihat, tiru, kembangkan”, maka bisnis garmen dan bisnis toko oleh-oleh berkembangkan pesat. Ia sekarang punya toko oleh-oleh krisna 1 hingga toko krisna 5. Sekarang sudah banyak supplier yang tertarik untuk bergabung dengan toko milik Ajik Cok.
Saya tetap percaya bahwa proses kehidupan melalui keterampilan dan keberanian lebih dahsyat hasilnya daripada hanya sebatas  tahu teori. Tahun 1986 saat saya kuliah saya sempat membaca sebuah buku biografi Hasyim Ning dan hingga sekarang isi buku itu masih berkesan dalampikiran. Makanya apa yang kita pelajari saat masih kecil- anak anak dan remaja- maka  akan berkesan seumur hidup.
Hasyim Ning adalah seorang pengusaha sukses kelahiran Padang. Pendidikan formalnya tidak tinggi, ia hanya sekolah di SD Adabiah Padang dan juga Mulo di Padang. Mulo adalah sekolah Belanda setingkat dengan SMP yang kepanjangannya “Meer Uitgebreid Lager Onderwijs”. Karena kesulitan hidup maka ia merantau ke Jakarta dan bekerja menjadi tukang cuci mobil. Kemudian ia dipercaya menjadi perwakilan motorcars. Karena bergelut dengan bisnis maka ia mengambil kursus pembukuan, sejenis ilmu akutansi.
Karena faktor kesulitan hidup, ini mendorongnya untuk hijrah ke Tanjung Karang. Ia kemudian hijrah lagi dan menjadi pemborong tambang batubara di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Ia kemudian pindah lagi ke Jakarta dan bekerja sebagai aministrasi kebun teh.
Hidupnya penuh degan hijrah dan hidup ini butuh keberanian dan juga butuh ilmu praktis yang langsung terpakai di lapangan. Dalam hidup, Hasyim Ning berusaha untuk memiliki kemampuan bergaul dan kemampuan berkomunikasi, kemampuan membaca peluang hidup, serta izin Allah Swt telah mengantarkannya menjadi Presiden Direktur Jakarta Motor Company (AA Navis, 1987).
Ada lagi tokoh kehidupan yang tumbuh sukses bukan karena otaknya penuh dengan teori, namun karena proses kehidupan yang ia alami mengantarkan dia dari kegelapan hidup menjadi kegemilangan masa dewasanya. Dekat kampus UNP Padang dekat Ulak Karang ada plaza Basko.
Saya baru tahu kalau Basko itu singkatan dari Basrizal Koto. Basko adalah pengusaha sukses yang tidak tamat SD. Proses kehidupannya adalah menggeluti bisnis yang menyentuh kebutuhan orang banyak yaitu seperti: media, percetakan, pertambangan, peternakan, perhotelan dan properti. Basrizal Koto mengawali proses hidupnya tanpa modal, dan pendidikan yang rendah, namun punya pengalaman hidup yang tinggi.
Awal proses kehidupannya adalah setelah putus sekolah ia merantau ke Propinsi Riau. Namun ibunya menitip nasehat, bukan menitip uang karena hidup miskin, yaitu agar dia pandai-pandai dalam berkomunikasi, carilah segala kemungkinan atau peluang hidup, dan manfaatkan kesempatan. Sampai di Pekanbaru untuk bisa hidup, maka ia sempat menjual pisang dan petai, menjadi kenek oplet (kondektur oplet) dan ini kesempatan buat belajar berkomunikasi, melayani orang atau penumpang. Kemudian ia menjadi sopir dan ia juga menjadi makelar kendaraan. Setelah itu baru ia menekuni bisnis yang lebih berarti yaitu pada usaha properti dan juga pertambangan (Ahmad Fatahillah,2014).
Pesan tulisan ini kepada para remaja bahwa tekunlah dalam belajar. Selain mendalami teori ilmu dan bidang studi, juga perlu memiliki pengalaman hidup. Semua bisa diperoleh melalui proses beraktivitas. Kemudian kita harus membuang jauh budaya instan seperti ingin cepat kaya dan cepat pintar. Ini adalah nonsense atau omong kosong. Bahwa pintar dan kaya yang berkualitas harus dipakai melalui proses, bukan melalui proses yang instan, namun proses yang punya target capaian, yang didukung dengan keberanian, tidak gengsi-gengsian, mampu berkomunikasi, mampu membaca peluang dan juga dekat dengan manusia dan dekat dengan Allah Swt. Dengan cara ini inshaAllah kemudahan hidup akan terbuka lebar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

if you have comments on my writings so let me know them

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...