Selasa, 10 Maret 2009

Orang tua Tanpa Konsep Pendidikan Bisa Salah Didik

Orang tua Tanpa Konsep Pendidikan Bisa Salah Didik
Oleh. Marjohan, M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

Rata-rata pendidikan orang tua di Indonesia mungkin banyak yang tamatan SMP atau SLTA, namun pada beberapa daerah malah tamat SD atau ada yang tidak tamat SD sama sekali. Kemudian mereka memutuskan untuk belajar hidup. Fokus utama yang mereka kejar adalah bagaimana agar bisa mencari duit, mereka bisaanya belajar hidup- magang atau on the job training- dengan famili atau ikut orang-orang yang masih punya hubungan dekat. Profesi yang dipilih adalah sebagai pembantu dalam berdagang, atau jadi buruh dan karyawan toko atau kegiatan ekonomi skala kecil lainnya dengan cara membuka warung, bertani, beternak dan jadi nelayan. Kemudian bila takdir datang, bertemu jodoh yang sehati, senasib dan sekarakter maka mereka memutuskan pulang kampung untuk mencari restu orang tua , membentuk rumah tangga baru.

Umumnya keluarga muda- junior family¬- tidak tahu banyak tentang hakekat menjadi orang tua. Mereka jarang memperoleh bekal tentang parenting (bagaimana menjadi orang tua) yang layak. Dari keluarga muda, yang miskin persiapan bagaimana menjadi orang tua, ini lahirlah ribuan atau jutaan bayi se Indonesia yang butuh pendidikan.

Pada umunya orang tua junior hidup di daerah rantau (migrasi), bekerja jadi buruh pabrik, karyawan toko atau swasta sampai berwiraswasta dan syukur kalau bisa menjadi PNS, pegawai BUMN dan polisi/ABRI. Kecuali Polisi dan ABRI punya asrama, yang lain tinggal memgontrak satu kamar atau tinggal di rumah kecil seukuran perumnas dengan type RSS- rumah sangat sederhana. Di sinalah bayi dan anak-anak tumbuh dan berkembang dibawah bimbingan orang tua, apakah punya persiapan sebagai orang tua, atau mengikuti pola mendidik generasi tua (ayah ibu mereka) atau malah tidak ambil pusing tentang urusan mendidik anak. Pendidikan anak di rumah- beda dengan di sekolah yang dipandu oleh kurikulum dan sentuhan tangan guru-guru yang juga sesuai dengan gaya dan karakter mereka- yang ditandai dengan interaksi demi interaksi, stimulus (rangsangan), pengalaman langsung, pemodelan dari orang tua, dan pemberian pujian serta hukuman secara langsung siang dan malam.

Masalah utama yang dialami oleh keluarga junior adalah, tentu saja tentang keuangan yang tak kunjung memberi kepuasan dan kecukupan, maka mulailah di sini timbul problema. Mereka harus tinggal di ruangan yang kecil sehingga susah membuat pola hidup yang pas untuk pendidikan. Kalau boleh memilih, lebih baik tidak punya televisi sebab si tabung elektronik ini punya potensi besar mengacaukan pola hidup keluarga. Gara-gara televisi yang menyala siang malam- kalau mati di rumah sendiri, anak hijrah untuk menonton ke rumah tetangga- mereka cendrung menjadi lengah dengan kewajiban belajar. Membuat PR, membaca buku dan menulis adalah menjadi beban yang membosankan bagi banyak anak di bangku SD sampai SMP. Di usia ini anak dan orang tua selalu bentrok gara-gara anak tidak tertarik untuk belajar. Kalau begitu merosotnya minat dan motivasi belajar sudah dimulai pada tahap ini.

Pengalaman hidup dari tetangga, agaknya bisa dipetik sebagai pelajaran. Semua orang tahu bahwa lama waktu tidur anak-anak lebih banyak dari pada orang dewasa. Seorang bayi musti tidur 18 jam sehari-semalam dan waktu bangunnya digunakan untuk makan, minum susu dan belajar bersosial serta berkomunikasi. Anak anak yang sudah agak besar jumlah waktu tidurnya juga semakin berkurang. Mereka yang duduk di kelas satu atau kelas dua Sekolah Dasar (berumur 6 sampai 8 tahun) bisa jadi tidur jam 20.00 malam (pukul 8 malam) dan bangun jam 6 pagi. Itu sudah membuatnya tidur nyenyak dan pulas, maka ia tak perlu lagi tidur siang dan bisa menggunakan waktu siangnya untuk belajar bersosiasial/ berteman, mengerjakan hobi, melakukan permainan kreatif bersama teman dan anggota keluarga serta mengembangkan kebisaaan belajar. Anak yang kurang dicikaraui atau dibantu mengatur jadwal tidur (tidur sampai larut malam mengikuti pola tidur ayahnya) cendrung bermasalah dengan disiplin waktu. Rata-rata siswa yang tidak disiplin untuk tidur, cendrung mengantuk di sekolah dan bermasalah dengan guru selama PBM- ia dianggap sebagai siswa yang kurang tertarik untuk mengikuti PBM. Lagi- lagi masalah belajar berasal dari tidak disiplin waktu di rumah, dan orang tua tidak boleh berlepas tangan seenaknya.

Ukuran atau besarnya ruangan rumah bisa menjadi sumber masalah dan merembes ke masalah di sekolah. Bayangkan sebuah keluarga dengan dua orang anak yang duduk di bangku sekolah SD, SMP atau SLTA menempati rumah berukuran kecil, tanpa punya ruang tidur dan ruang belajar yang memadai, ditambah lagi dengan suasana yang hiruk pikuk- acara sinetron televisi yang menarik datang silih berganti, hiburan dari CD player, dering ringtone dan clip film dari handphone, serta lantunan karaoke dari rumah tetangga, maka apakah masih ada mimpi untuk memiliki anak yang punya kecerdasan berganda. Apalagi suasana stress yang begini membuat orang tua kurang menarik dalam berbahasa- marah, memaki, mengumpat dan serba banyak melarang serta menyuruh. Suasan rumah seperti ini cukup mayoritas jumlahnya dan juga berpotensi melahirkan anak didik dengan minat dan motivasi belajar yang rendah.

Cukup beruntung bagi kelurga junior bila bisa memiliki- membeli atau mengontrak- ruangan atau rumah dengan ukuran yang agak memadai. Namun bila mereka kurang memiliki konsep pendidikan maka mereka juga berpotensi menciptakan generasi yang salah didik. Di daerah perkotaan orang tua junior bisa jadi berkarakter plaza-oriented, apa saja yang dimakan, diminum dan dipakai anak musti dibeli dari plaza. Mereka, karena kurang punya ilmu mendidik dan kesehatan, cendrung memanjakan anak dengan makan dan minum berkaleng penuh dengan zat-zat kimia dan makanan fast food- cepat saji- yang juga menjanjikan penyakit generative dari pada mendatangkan manfaat kesehatan. Sajian sepiring rujak- makanan tradisionil- dan sekeping singkong bakar atau singkong rebus (yang cendrung dilihat sebelah mata bagi kalangan yang merasa separo selebriti) jauh lebih sehat dari pada makanan dan minuman yang sudah meluncur dari kaleng dan botol dengan pengawet kimia. Prilaku dan gaya hidup orang tua juga ikut menciptakan anak yang berkarakter konsumerisme dan rentan dengan penyakit.

Kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak memang ditentukan oleh peranan dan campur tangan orang tua terhadap mereka. Secara awam agaknya ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak. Kesalahan ini disorot tentu sebagai langkah antisipasi agar tidak timbul malpraktek atau salah-asuhan dalam mendidik anak. Malpraktek dalam mendidik yang dilakukan oleh ibu-bapa dan anggota kelurga yang dewasa lainnya adalah seperti; kurang pengawasan, gagal menjadi pendengar, jarang bertemu muka dengan anak, bersikap terlalu suka berlebihan, suka bertengkar di depan anak, bersikap kurang konsisten, terlalu banyak nonton tv, mengukur segala sesuatu dengan materi, dan bersikap berat sebelah atau tidak adil.

Kurang pengawasan adalah bentuk kesalahan orang tua yang pertama. Dari fenomena sosial terlihat bahwa anak-anak terlalu banyakbergaul dengan lingkungan semu di luar keluarga, dengan orang lain dan tokoh tokoh dalam kartun, film dan sinetron. Ini adalah tragedy yang membuat orang tua kehilangan teladan- apalagi kalau pribadi orang tua kurang menarik, misal karena terlalu cerewet atau terlalu banyak mencampuri anak terlalu detailk. Idealnya adalah agar tidak membiarkan anak berkeliaraan sendirian. Anak butuh perhatian orang tua, maka rumah perlu dikondisikan, ada sarana belajar, bermain, hiburan- undang teman temannya agar anak tidak kuper (Kurang pergaulan)- dan orang tua pun melowongkan waktu untuk berbagi rasa dan berbagi cerita- berinteraksi dan berbagi pengalaman hidup.

Anak-anak dapat dikatakan sebagai kelompok manusia yang paling sibuk di dunia. Mereka punya segudang mimpi untuk diceritakan pada teman dan termasuk pada orang tua. Namun banyak orangua terlalu lelah memberikan perhatian, mereka cendrung untuk mengabaikan apa yang mau diungkapkan oleh anak. Tanpa disadari karakter orang tua yang begini melahirkan anak menjadi orang yang juga segan mendengar orang lain, termasuk mendengar gurunya di sekolah.

Adalah bijaksana menjadi orang tua yang tidak terlalu detail mencampuri dan mengarahkan anak. Juga tidak salah kalau orang tua membiarkan anak melakukan kesalahan- memainkan perangkap nyamuk sehingga ia kena sentrum lemah, misalnya. Dari hal ini ia akan jera untuk melakukan kesalahan yang sama. Namun adalah sangat tepat kalau orang tua ikut membantu anak untuk mengatasi masalahnya sendiri.

Sebahagian orang ada yang bersikap terlalu berlebihan. Itulah ruginya menjadi orang tua dengan keluarga kecil- Keluarga Berencana- dibandingkan dengan orang tua dulu yang mempunyai banyak anak. Mereka hampir-hampir tidak punya waktu untuk mendikte dan mengurus anak, anak banyak mencoba dan akan kaya dengan penglaman hidup. Orang tua sekarang dengan satu atau dua anak terlalu banyak khawatir, takut anak diganggu orang, takut anak mendapat kecelakaan, takut anak sakit dan akhirnya anak serba dibantu dan dilindungi. Akhirnya ia menjadi tumpul- miskin perngalaman hidup. Wajar bukan kalau anak sekarang serba tidak mandiri- tidak pandai mencuci kaus kaki sepatu, merapikan pakaian dan kamar sendiri, tidak tahu cara menanam biji pohon sampai kepada tidak terampil memasak goreng ikan. Kerjanya belajar sampai pintar, tetapi setelah dewasa berpotensi menjadi sarjana bengong yang hanya pintar membuat lamaran dan menjadi buruh pabrik.

Perilaku orang tua yang paling berpengaruh dalam merusak mental anak adalah “bertengkar” dihadapan anak. Saat orang tua bertengkar di depan anak, khususnya anak laki-laki, maka hasilnya adalah akan menciptakan seorang calon pria dewasa yang tidak sensitive- yang mungkin juga kasar pada wanita- kelak ia kurang bisa berhubungan dengan wanita secara sehat. Bertengkar di depan anak perempuan, akan membuatnya berfikir bahwa susah mencari pria yang baik dan romantis. Kemudian, mungkin siswa yang kurang sensitive di sekolah bisa jadi berasal dari orang tua yang gemar bertengkar di depan mereka di rumah. Orang tua seharusnya menghangatkan diskusi di antara mereka. Wajar saja bila orang tua berbeda pendapat tetapi usahakan tanpa amarah. Jangan ciptakan perasaan tidak aman dan ketakutan pada anak.

Anak merupakan anggota keluarga yang bisa mengukur isi hati ayah-ibu nya. Anak juga perlu merasakan bahwa orang tua mempunyai peran- leader, supervisor, motivator dan educator. Jangan biarkan mereka memohon dan merengek menjadi senjata yang ampuh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua harus tegas dan berwibawa di hadapan anak.

Kemudian, sekali lagi, apakah perlu menghadirkan pesawat televisi di rumah. Menonton televisi akan membuat anak malas belajar. Orang tua cenderung membiarkan anak menonton berlama-lama di depan tv dibandingkan mengganggu aktifitas mereka Orang tua sangat tidak mungkin dapat menyaring iklan negative dan tokoh tokoh sinetron yang tidak mendidik. Sekarang terserah mereka, lebih baik tidak punya televisi atau membiarka pesawat televisi tidak menyala lagi atau dibuat aturan baru.

Tidak perlu bersikap berat sebelah, beberapa orang tua kadang kala lebih mendukung anak dan bersikap memihak anak sambil menjelekan pasangannya di depan anak. Mereka akan kehilangan persepsi dan cenderung terpola untuk bersikap berat sebelah. Orang tua perlu meluangkan waktu bersama anak minimal setengah jam di sela-sela kesibukannya.
Malpraktek di rumah tangga, karena menjadi orang tua yang miskin dengan konsep pendidikan perlu untuk dicegah sedini mungkin. Orangtua perlu mengusahakan memilih rumah yang bisa memberi tempat bagi anak untuk beristirahat, belajar dan berkreasi. Tidak perlu menyediakan home theater-membuat bising suasana rumah oleh tv dan sarana hiburan lain. Orang tua perlu menjadi model dalam bergaul, beribadah, berkarya dan belajar. Beberapa kebiasaan yang bisa menjadi kesalahan dalam mendidik perlu untuk ditinggalkan, yakni seperti kurang pengwasan terhadap anak, malas menjadi pendengar, bersikap terlalu suka berlebihan, suka bertengkar di depan anak, membiarkan anak terlalu banyak nonton tv, dan bersikap berat sebelah atau tidak adil.

Minggu, 08 Maret 2009

Gaya Hidup Guru, Mengejar Penampilan Atau Mengejar Kompetensi Profesi

Gaya Hidup Guru: Lebih Mengejar Penampilan Daripada Kompetensi Profesi

Oleh. Marjohan, M.Pd

(Guru SMAN 3 Batusangkar)

Professi guru adalah professi yang sudah tua, sama halnya dengan professi berdagang, bertani, menjadi nelayan, bertukang, dan lain-lain. Professi guru memegang peranan yang sangat penting untuk mencerdaskan generasi muda bangsa ini agar bisa memiliki sumber daya manusia (SDM) yang handal. Apalagi untuk negara yang cukup luas dan kaya dengan sumberdaya alam yang memerlukan manusia terampil dan mempunyai SDM tinggi untuk mengelolanya.

Anehnya dan sudah menjadi fenomena pada banyak sekolah bahwa umumnya siswa siswa cerdas enggan untuk memilih professi menjadi guru. Malah ada guru sendiri yang mengajurkan anak didik mereka yang cerdas agar memilih karir selain guru. “Wah kamu cerdas, rugi kalau kalau kamu jadi guru, ambil saja kedokteran, tekhnik, ekonomi, psiklogi, atau HI (Hubungan Internasional) nanti bisa jadi Diplomat atau Duta Besar….”. Ada ribuan kalimat persuasive yang diekspresikan oleh guru SLTA (mungkin oleh guru SMA, MAN atau guru SMK) pada anak didik mereka di dalam kelas- selama PBM- atau saat senggang di luar kelas. Maka sepakatlah banyak siswa yang cerdas untuk memilih universitas dan Institut favorite di Pulau Jawa, bila kurang berhasil, karena alasan keuangan dan kemampuan otak, maka mereka baru sudi untuk memilih fakultas atau Perguruan Tinggi di Pulau Sumatra atau di Sumatra Barat bagi mereka yang berada di Sumatra Barat. Juga menjadi fenomena bahwa kalau otak dan level keuangan mereka kurang memadai maka baru memilih profesi guru- memutuskan untuk studi pada fakultas keguruan.

Banyak pemuda atau sarjana cerdas ketika di SLTA, setelah tamat dari jurusan favorite di universitas terkemuka mengalami kesulitan dalam mencari kerja. Mimpi dan iming- iming hidup indah yang dinina-bobokan oleh guru-guru saat di SLTA dulu hanyalah isapan jempol dan tidak terwujud. Takut menjadi PTT atau pengangguran tingkat tinggi, maka mereka memutuskan untuk menjadi tenaga guru honorer pada SMP, SMA, MAN dan SMK, kemudian kuliah lagi untuk mencari/ mendapatkan selembar sertifikat (AKTA mengajar) guna untuk bisa ikut test PNS pada kesempatan berikutnya- moga moga bisa lulus. Ini berarti profesi menjadi guru sebagai karir yang dipungut ditengah jalan.

Profesi jadi guru sebagai karir yang dipungut di tengah jalan ? Ada orang yang telah memutuskan menjadi guru sejak dari dini- di SMP, SLTA dan saat saat masuk Perguruan Tinggi. Namun cukup banyak orang yang terpaksa, karena berbagai pertimbangan, ikut-ikutan, iseng-iseng, memasuki profesi guru dan cukup banyak orang yang banting stir karena takut menganggur maka memungut profesi sebagai guru di tengah jalan. Karakter-karakter calon guru/ guru yang demikian tentu bisa memberikan dampak terhadap gaya mengajar dan pelayanan dalam mendidik kelak. Namun sebagai manusia tentu setiap orang bisa berubah menuju posisi yang baik dan terhormat.

Semenjak adanya fenomena bahwa mencari kerja yang mapan, pekerjaan yang bisa menjamin kehidupan adalah sulit, dan ketatnya persaingan menjadi guru atau PNS- apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan sertifikasi guru dan manfaatnya serta janji pemerintah dalam mengucurkan tunjangan sertifikasi yang sudah terbukti- maka banyak lulusan SLTA memilih/ memutuskan menjadi guru kelak. Kini populasi mahasiswa keguruan- calon bapak dan ibu guru- termasuk cukup banyak/ mayoritas di Indonesia.

Menjadi mahasiswa adalah masa yang indah, mereka belajar banyak teori tentang paedagogik atau ilmu mendidik, psikologi, memahami bidang ilmu yang mereka tekuni dan mengikuti banyak kegiatan di kampus dan dalam sosial. Pada umumnya mahasiswa memiliki semangat belajar dan rasa idealis yang tinggi. Setelah menyelesaikan sejumlah mata kuliah atau SKS (satuan kredit semester) dalam jumlah tertentu dan tugas akhir maka mereka punya hak untuk wisuda dan menyandang predikat sebagai sarjana pendidikan dan berkarir pada sekolah sesuai SK (surat keputusan) yang mereka peroleh dari pemerintah.

Setelah menjadi guru dan meleburkan diri dalam kehidupan masyarakat, dari fenomena di lapangan, banyak ditemukan pemunduran kualitas- quality deterioration- pada pribadi guru. Cukup banyak guru-guru mengaminkan- mengatakan “ya”- bahwa setelah menjadi guru ilmu mereka sudah karatan, terjadi kristalisasi fikiran, pembekuan fikiran, karena mereka terhenti untuk belajar dan puas dengan ijazah keguruan yang telah mereka sandang.

Cukup banyak guru- guru yang terbiasa tidak mengkonsumsi buku lagi, begitu juga dalam membaca Koran, majalah dan jurnal (Andaikata animo membaca guru tetap tinggi maka tentu sirkulasi penerbitan lebih bergairah lagi dan perpusatakaan serta took buku akan tetap ramai dikunjungi). Mereka mengajar hanya dengan mengandalkan buku-buku teks yang dipinjam dari perpustakaan sekolah dan buku catatan usang yang digunakan selama bertahun-tahun tanpa tertarik untuk melebarkan dan meluaskan wawasan keilmuan. Malah dalam menyambut kehadiran teknologi- seperti internet, e-mail, blogspot, dan menggunakan komputer, laptop, LCD (Laser Dish Cristal), dan lain-lain banyak guru kurang bergairah dan kurang tertarik untuk ikut mengaplikasikannya. Mereka bersembunyi dibalik kata-kata “sibuk dan tidak sempat” sehingga pada akhirnya mereka menjadi guru-guru yang gatek- gagap teknologi. Karakter sebagai guru yang gatek akan bias memberi citra negative- negatve image- pada diri anak didik- ketertarikan anak didik pada guru dan profesi guru bisa menjadi sirna, “Wah Pak guru dan buk guru itu ketinggalan zaman, menghidupin computer saja tidak ngerti”, gerutu seorang siswa dalam hatinya.

Membiarkan diri jadi bodoh-tidak mengikuti perkembangan sains dan tekhnologi, bisa dikatakan menjadi karakter sebahagian guru yang statis. Karakter negative lain yang juga ada pada sebahagian oknum guru adalah “hilangnya idealism sebagai guru”. Praktek-praktek seperti mengajarkan atau membiarkan siswa mencontek saat UAN- ujian akhir nasional, sengaja pura-pura tidak melihat siswa mencontek dan saling mencontek dengan harapan agar nilai ujian akhirnya tinggi, atau bisa membantu mereka untuk lulus. Juga menjadi karakter sebahagian guru untuk malas mengajar/ datang ke sekolah lebih cepat, kecuali dating hanya bila ada jam mengajar- budaya ini bisa jadi karena terinspirasi oleh gaya mengajar dan prilaku dosen di Perguruan Tinggi yang memberi kuliah sesuai jadwalnya- telah membuat banyak guru menjadi enggan untuk berlama-lama berada di sekolah. Bila prilaku ini sudah menjadi budaya maka kapan peran guru sebagai konselor dan memberi pandangan hidup pada anak didik lewat interaksi di luar jam PBM bisa terlaksana. Miskinnya interaksi antara guru dengan anak didik telah membuat mereka tidak mengidolakan gurunya, malah cukup banyak anak didik yang juga tidak mengenal nama guru-guru mereka dan mereka hanya menyebut, “oh itu ibuk sejarah, itu bapak olah raga, itu itu ibu KWN, dan itu bapak matematika”, namun pada akhirnya tetap saja siswa disalahkan sebagai generasi yang kurang santun tidak pandai menghargai dan bertegur sapa pada guru- nama gurunya saja tidak kenal, pada hal ini tercipta karena gaya hidup guru itu sendiri.

Karakter fundamental- mendasar- yang menyebabkan terjadinya pembodohan pada anak didik adalah karena kebisaaan atau kesenangan guru untuk menerapkan metode mengajar tradisionil atau konvensional. Prilaku sosial guru yang lazim terjadi di sekolah , tentu saja tidak semua guru yang demikian, adalah duduk berkelompok di seputar sekolah, berbagi gossip, mengepulkan asap rokok bagi guru perokok, masuk kelas diperlambat saat lonceng berdering, masuk kelas dengan lesu karena membayangkan wajah siswa yang pemalas, marah-marah, memberi segudang nasehat, mendiktekan pelajaran sebagai strategi CBSA (catat buku sampai habis), berceramah, atau menyuruh siswa menjadi mesin fotokopi- mencatat dan meringkas isi buku sampai pegal tangan siswa, dan mungkin ke luar kelas agak cepat.

Tentu saja ada banyak guru yang melaksanakan tugas sebagai guru yang professional. Namun adalah tugas kepala sekolah dan pengawas sekolah untuk mengarahkan dan membina karakter guru seperti yang dibahas di atas. Namun fenomena yang dijumpai bahwa pendekatan atau strategi yang dilakukan oleh kepala sekolah hanya sebatas menanyakan dan menagih perangkat pengajaran-“Mana perangkat mengajar bapak/ibuk..?” Maka banyak guru membuat perangkat mengajar hanya untuk menyenangkan hati kepala sekolah dan pengawas sekolah saja. Pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam menjalankan fungsi sebagai supervisor , sebahagian, hanya dalam bentuk menggertak guru agar rajin, mendikte dan mencari kesalahan. Maka jadilah jadwal pelaksanaan supervisi sebagai periode yang menyebalkan, menegangkan dan menimbulkan permusuhan.

Agaknya gaya hidup guru sekarang banyak yang juga senang untuk mengejar penampilan daripada meningkatkan kompetensi profesi sebagai guru. Menjadi kreditor dari sebuah bank atau took elektronik adalah juga prilaku hidup mereka. Mengambil pinjaman uang untuk membeli mobil- walaupun mobil second, adakalanya memiliki mobil belum jadi kebutuhan tetapi karena kompetisi penampilan maka mereka juga terdorong untuk memiliki. Perawatan mobil selama ber-jam jam telah menyita waktu yang seharusnya sebagai quota untuk tujuan pendidikan. Guru- guru perempuan juga berlomba untuk membeli assessories, pakaian, perhiasaan agar mereka bisa tampil menarik seperti figur-figur dalam televisi atau orang orang yang datang dari metropolitan- sebagai pembawa kultur baru, maka waktu yang dihabiskan untuk memenuhi nafsu konsumerisme juga telah menyita waktu atau quota yang seharusnya dibaktikan untuk pendidikan. Karena kesibukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesenangan dunia, sebahagian guru cendrung kehilangan waktu untuk menyiapkan diri menjadi guru yang professional. Cukup banyak guru tak punya waktu untuk belajar, menyiapkan perangkat pengajaran, menyiapkan soal-soal ujian dan memeriksa ujian dan pekerjaan anak didik. Tetapi untuk berbagi gossip dan menonton tetap selalu ada waktu.

Tidak ada salahnya kalau guru- guru juga mengerjar dan memenuhi kebutuhan penampilan. Bukankah guru adalah juga manusia biasa, mereka juga punya kebutuhan mulai dari kebutuhan primer, sekunder dan kebutuhan luks. Atau mereka juga perlu memenuhi kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan psikologi sampai kepada kebutuhan untuk aktualisasi diri. Tidak ada salahnya kalau guru juga bisa meluncur dengan mobil sedan, dan memiliki rumah cantik, karena guru tidak perlu lagi dipanggil dengan sebutan “Oemar Bakri” yang pergi mengajar dengan mendayung sepeda onta, seperti yang sempat dicitrakan oleh penulis naskah sinema atau telenovela dalam televisi. Namun, juga sangat tepat kalau mereka juga peduli untuk menajamkan kemampuan kompetensi mereka sebagai guru yang professional.

Ada tiga bentuk dari standar kompetensi guru yang harus dikenal dan dimiliki oleh setiap guru, yaitu kompetensi pengolahan pembelajaran dan wawasan kependidikan, kompetensi akademik/ vokasional, dan kompetensi pengembangan diri. Memang setiap guru perlu untuk melowongkan waktu dan selalu belajar untuk menuju guru professional dan bermartabat- dengan cara menerapkan ke tiga kompetensi ini.

Ada empat poin yang perlu dimiliki untuk kompetensi pengolahan pembelajaran, yaitu menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai prestasi belajar dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian. Namun sering ada beberapa aspek yang kurang dipahami dan diterapkan oleh sebahagian guru yaitu kurang mengaplikasikan metode pembelajaran yang sesuai, mengajar tanpa menggunakan media pembelajaran, membuka pelajaran dengan memberi ceramah dan marah-marah, miskin dengan sumber belajar, motivasi yang kurang mampu membangkitkan gairah belajar siswa, menjaga jarak sehingga miskin komunikasi dengan anak didik, melakukan penilaian tanpa memperhatikan indikator dan malas untuk memeriksa ujian secara detail.

Kemudian ada enam poin untuk sub-kompetensi wawasan kependidikan, yaitu memahami landasan kependidikan, memahami kebijakan pendidikan, memahami tingkat perkembangan siswa, memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajaran, menerapkan kerja sama dalam pekerjaan, dan memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan. Namun agaknya malpraktek- kesalahan dalam mendidik- bisa terejadi gara-gara sebahagian guru kurang memahami eksistensi kurikulum, kurang peduli bagaimana mengembangkan life skill, broad base education, competency based curriculum dan melakukan training. Hal lain yang miskin dimiliki guru adalah tentang ilmu psikologi- memahami tingkat perkembangan mental siswa, lemah dalam memanfaatkan IPTEK- tidak kenal dengan internet, e-mail, Microsoft word, excel / program komputer dan buta Bahasa Inggris untuk memahami bahasa Teknologi.

Dua kompetensi lain adalah kompetensi akademik/ volasional, yaitu menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai materi pembelajaran. Dan kompetensi pengembangan profesi, untuk ini dibutuhkan kecakapan guru untuk menulis dan meneliti. Namun selama guru guru terjebak dalam budaya oral- kebisaaan senang ngobrol, bergossip, tidak suka membaca/ menulis dan menonton maka menulis adalah sesuatu hal yang mahal bagi mereka. Dalam kenyataan bahwa banyak guru yang mengeluh kalau menulis apalagi untuk meneliti.

Menuju guru sejati adalah tidak sulit. Begitu memutuskan mengambil karir guru sebagai profesi maka adalah tepat untuk selalu mengembangkan diri, selalu memelihara idealisme sebagai guru, melakukan longlife education, memahami dan menerapkan/ menyempurnakan kompetensi sebagai guru dan last but not least juga memberikan pelayanan prima pada anak didik. Ada resep untuk memberikan pelayanan prima yang telah dikenal dengan istilah “PAKEM”, singkatan dari “pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan”. Istilah ini kemudian mengalami penambahan menjadi “PAIKEM” yang juga merupakan singkatan dari “ pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan”. Guru musti bias menciptakan suasana pembelajaran yang bisa menimbulkan keaktifan dan kreatifitas anak didik, guru musti memahami keefektifan mengajar dan punya inovasi. Kini, sekali lagi, tidak masalah guru untuk juga mengejar performance, tetapi tidak melupakan competence sebagai guru dan memberikan pelayanan prima dalam PBM pada anak didik.

The Progress of ICT Technology and Its Impact Toward Generation

The Progress of ICT Technology and Its Impact Toward Generation

By. Marjohan, M.Pd
SMAN 3 Batusangkar


The year 2000-s is highlighted as the progress period and the awakening of ICT (Information Communication Technology) totally. During the years before ones , some of them possibly, only listened several words, such as Laptop, Infocus, Internet, Lcd (laser crystal dish), LAN (Local Area Network), Mouse, CPU (Central Process Unit), Blogspot, E-mail, Hacker, Modem, etc. But nowadays these words enrich the generation’s vocabulary. The emerge of the recent ICT products are welcomed enthusiastically by the young persons- students, teenagers and ones with high spirit, but they are welcome, possibly, by the senior ages one- such teachers, parents and ones with relaxed oriented.
It is normal to see that more students carry the ICT products along. They are with phone-cell, MP3, digital camera, and then rush their document in laptop and using their time through internet. Phenomenon that the young generation may be richer in information, science and technology, and the old ones are caught in static and knowledge crystallized- they undergo technology experience deteriorated. Person with ICT business minded welcome generation’s interest- where they know students and teenagers love internet. Then there are a lot of warnet- warung internets or café net in blooming. They fulfill the dream of internet user to roam in the invisible world.
As mentioned above students are the greedy of technology users- they chase internets and others ICT counters for having information, education and for fun or entertainment. From grand tour observation that there have been a lot of warnet or café net opened in small towns to the cities or metropolitans. These place have been the favorites for then to be visited. Several hours in morning- it is around 7.30 am- to 2.30 pm are the periods for them to stay at school. They have to interact with academic- following the process of teaching and learning under the guidance of school teachers. Nevertheless some warnets or café nets are still crowded by students and what did they do?
The present of internet- through school computer lab, house, to warnets or café net give impact toward students. As the general phenomena that there two forms of impacts, they are positive and negative. Through internet ones can have easy things to do, they may send message- instead of sending the postal letter- by using e-mail to whomever (friends, relative, school, company. Public figure and new person) in few minutes through world wide cheaply and fast). There are a lot of internet features can be used, they are film or clip tube, MSM, browsing machine, educational and information portal, and entertainment portal. Again internet-can be viewed- has a lot of positive impact and in contra, it also has a lot of negative impact for the misusing it.
Positive impact will be felt directly by ones who need the promptly information. Internet- as world wide web- connects each other with all nets in the world provides the internet users thousands or million information to be accessed at once in few second. Job seekers will be able to search a lot of job opportunities, students will be helpful to complete school work or home work. The lonely one may have friends, partnerships or soul mate through friendship site, for this thing he or she may visit www.studentsoftheworld.info . One may have personal site to save his or her writing, diary, personal experience through certain features such as blogspot, wordpress, multiply, etc. Again the internet users may exchange ideas through e-mail and contribute their ideas through other’s shouting box or personal web.
The present of internet make students or the users as the civilized world citizen. It gives the personal self-confident for the users. Internet will make generation more mature by cognitive, affective and skill or psychomotor. Furthermore internet is able to help the students or its user to have multiple intelligent.
Ones may be not satisfied with the present of internet. It also has a lot of negative impact. Why schools are abandoned and internets are rushed by students? Why the computers set with internets connection have to be placed in the high wall box in warnets or café net. There are a lot of game facilities available inside. It is more interesting than teaching and learning process, that some students are willing to do truancy and spend time and money for internet games.
There are a lot of pre age internet user peep and consume the pornography pictures- the vulgar. By using a single flash disk, insert it through CPU, he or she may download the dirty clip or film from pornography portal or tube. This enables to wash mind of the innocent students. The sexual harassment in public may contributed by the present of internet booming. Through World Wide Web, others may upload the racist, social and religious issue, this will be potential to bear the social class or public riot.
The present of internet may give bad and good impact. The good impact can be regarded as the technology blessing. It also has a lot of negative impact. The internet users should be wise for these. Parents, teachers, public stake holders, government and the internet industry holder must show their great attention and responsibility. Please set a lot of warnet or café net, never install the high box to help the students to abandon their school or consume the hardness and pornography. Please put the phrase on the wall- say no to pornography site or warning not to access the pornography sites.

Kamis, 05 Maret 2009

Internet Diserbu dan Perpustakaan Ditinggalkan

Internet Diserbu dan Perpustakaan Ditinggalkan

Oleh : Marjohan, M.Pd

Guru SMAN 3 Batusangkar



Perpustakaan mempunyai peran yang sangat penting dalam memajukan pendidikan suatu sekolah, institute, dan suatu negeri. Perpustakaan merupakan khazanah ilmu atau gudang ilmu, karena di sanalah ilmu-ilmu yang sudah ditulis dalam bentuk buku, jurnal, majalah dan Koran dikumpulkan. Kalau dibuat perumpamaan- ibarat tubuh manusia- maka perpustakaan adalah ibarat kepala atau otak. Maka perpustakaan adalah otak bagi suatu sekolah atau bagi suatu universitas.

Perpustakaan juga mempunyai peranan penting dalam menumbuhkan kegemaran membaca masyarakat- reading society. Pemerintah dan masyarakat Indonesia sejak dulu berusaha keras untuk memajukan peradaban sosial melalui gerakan gemar membaca. Ini terwujud dalam pendirian banyak perpustakaan di berbagai tempat. Setiap orang mengenal bahwa ada beberapa jenis perpustakaan seperti; perpustakaan nasional, perpustakaan daerah, perpustakaan umum, perpustakaan universitas, perpustakaan sekolah, perpustakaan mesjid, perpustakaan anak jalanan sampai kepada perpustakaan mini atau perpustakaan keluarga.

Sungguh hati akan senang melihat kebisaaan membaca masyarakat, seperti yang direpresentasikan oleh masyarakat Jepang dan masyarakat dari Negara maju -di Singapura, Eropa dan Amerika-, yang menjadikan kegiatan membaca sebagai kebutuhan mereka, sama halnya dengan kebutuhan makan, minum atau terhadap sandang, pangan dan papan. Orang Indonesia pasti senang mendengar cerita tentang kebisaaan membaca orang-orang dari Negara maju tersebut, yang mana mengisi waktu senggang mereka- sambil menunggu mobil atau sambil bergelantungan dalam mobil masih asyik membaca buku.

Membaca agaknya juga sudah menjadi kesenangan bagi sebahagian orang kita, misalnya mereka membaca Koran sambil menikmati sarapan pagi. Namun membaca mungkin belum menjadi kebutuhan, kecuali hanya bagi segelintir orang saja- dan bagi orang secara umum, mereka membaca hanya sekedar pengisi waktu senggang saja.

Di daerah perkotaan ada tempat membaca yang rilek dan orang menyebutnya dengan taman bacaan. Bisaanya taman bacaan menjadi tempat mangkalnya anak-anak sekolah yang membolos saat jam PBM (proses belajar mengajara) di sekolah. Mereka datang ke sini untuk membaca komik silat atau untuk menyewa novel-novel porno. Pemilik taman bacaan memungut uang sewa untuk komik dan novel porno tersebut- kalau tidak ada novel porno maka tentu taman bacaan ini tidak pernah laku.

Sebagian siswa yang membolos- sebagai dorongan libido usia remaja- terbisaa merobek halaman novel yang berbau porno atau mencuri novel porno tersebut untuk dibahas- berbagi cerita seks- bersama teman sebaya di sekolah. Tetapi- dahulu- bila ketahuan oleh guru di sekolah maka mereka pasti akan diproses atau berurusan dengan guru. Karena ada kesepakatan bahwa sekolah harus bebas dari pornoaksi dan pornografi.

Beberapa tahun lalu, perpustakaan sekolah, perpustakan umum dan perpustakaan daerah, dan sebagainya, masih merupakan tempat favorite untuk dikunjungi oleh pembacanya. Tempat ini menjadi pilihan utama bagi pelajar, mahasiswa, pengunjung umum dan orang-orang yang punya selera intelektual. Pemerintah merespon kebutuhan membaca mereka dengan menyediakan bermacam-macam bentuk dan judul bacaan untuk memenuhi kebutuhan kognitif, emosional dan spiritual pembaca. Mereka- pengunjung perpustakaan- juga tahu bahwa perpustakaan adalah tempat yang khidmat setelah tempat beribadah (mesjid) sehingga mereka sepakat untuk menjaga ketenangan- no speaking area- di dalam perpustakaan. Berbicaralah seperlunya agar pembaca yang lain tidak merasa terusik.

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan ICT (information communication technology) begitu pesat. Setiap orang sekarang sangat familiar dengan beberapa produk teknologi informatika. Sekaligus telah menambah kosakata mereka seperti computer, laptop, hand phone, voucher, internet, virus, hacker, dan lain- lain yang telah menambah kosakata mereka sebagai masyarakat modern. Namun sekarang kalau kita pergi ke lorong-lorong taman bacaan yang dulu pernah ramai sebagai tempat favorite untuk membaca novel porno dan komik silat, bagi siswa yang melarikan diri dari kebosanan di sekolah, kini telah menjadi sepi. Yang tinggal hanyalah komik silat dan novel porno yang sudah berdebu karena tidak disentuh lagi oleh pembacanya.

Perpustakaan kini sedang mengalami nasib yang sama dengan taman bacaan- menjadi tempat yang sepi atau mati suri, ditinggalkan oleh pengunjungnya, kecuali yang terlihat adalah penjaga pustaka yang selalu menguap, mengantuk dan bosan karena kekurangan pekerjaan. Perpustakaan sekolah- pada banyak sekolah- kehilangan daya tarik. Kecuali menjadi tempat asylum –tempat singgah atau mengusir siswa pemalas dalam membuat PR agar bisa menyelesai PR di sana. Maka timbulah citra bagi mereka bahwa perpustakaan adalah sebagai penjara sekolah atau tempat rehabilitasi mental.

Perpustakaan daerah atau perpustakaan umum-yang ada pada beberapa kota kecil yang didanai moleh pemerintah- juga cendrung sepi dengan pengunjung, atau lonceng kematian sudah bergema di sana. Bagaimana dengan perpustakaan fakultas atau perpustakaan universitas ? Pada beberapa universitas atau fakultas yang lupa mengurus perpustakaan juga dapat ditemui sudah tidak rapi lagi, tidak ada tambahan koleksi baru dan buku-buku usang hampir beserakan, karena pustakawan sudah segan/ malas untuk bekerja.

Kalau begitu fenomen yang terjadi, maka perpustakaan sekarang telah menjadi tempat yang kehilangan daya tarik untuk dikunjungi. Mengapa ? Karena pengunjung perpustakaan telah memilih internet- warnet (warung internet) sebagai tempat yang menarik. Kehasdiran internet diserbu ramai-ramai. Sementara pengunjung taman bacaan- siswa yang membolos dari sekolah- mungkin memilih tempat bermain- play station- dan juga mencari game di warnet sebagai tempat pelarian dari sekolah yang mereka namai sebagai penjara.

Terus terang bahwa perpustakaan dengan koleksi buku yang lengkap tetap lebih bermanfaat dan berkualitas dari pada internet. Sebab tidak semua tulisan yang ada dalam internet yang berkualitas- di upload oleh doctor dan professor. Sekarang siapa saja- mahasiswa, murid SD dan sampai kepada anak ingusan- bisa menulis catatan harian, sampai kepada artikel dengan kupasan yang enteng dapat mereka simpan- upload- ke dalam situs internet. Atau mereka sendiri bisa membuat website sendiri menggunakan fitur multiply, wordpress, blogspot, dan lain-lain. Pengguna internet yang kurang selektif bisa terjebak dan menggunakan tulisan yang kurang berkualitas- tulisan anak ingusan- sebagai referensi tulisan ilmiah mereka.

Lebih Parah lagi, kehadiran warung internet dengan box berdinding tinggi telah memberi kesempatan bagi pengguna internet- termasuk yang ingusan/ baru akil balig sampai kepada pengguna internet puber ke dua- untuk melakukan cuci mata atau zina mata, mengakses situs porno- gambar porno dan tube porno yang tersedia dengan gratis dalam koleksi film atau clip yang berlimpah ruah. Pengguna internet dengan berbekal flasdisk, yang dicolokkan ke dalam CPU, bisa mendownload clip porno yang sangat ampuh untuk memanjakan libido mereka, merusak akhlak dan menyuburkan generasi amoral dan membutakan mata bathin/ spiritual bangsa Indonesia ini.

Perpustakaan megah yang dibiarkan sepi oleh pengunjung telah memberikan dampak negatf. Buku-buku berkualitas jelas bakal tidak akan tersentuh. Tersus terang bahwa perpustakaan tetap mempunyai peran dalam menjaga minat baca masyarakat, andai tidak berfungsi lagi, tentu bisa keilangan peran- banyak masyarakat akan buta ilmu pengeahuan yang dalam. Mereka akan tidak tahu lagi dengan judul-judul buku best seller, tidak kenal penulis favorite di Indonesia dan di dunia. Ada kalanya mereka juga akan punya problema dengan penulisan proposal, skripsi, tesis dan disertasi- kesulitan mencari buku referensi. .

Ada langkah tepat bagi penanggungjawab perpustakaan dan untuk mencegah agar tidak segera datangnya lonceng kematian bagi perpustakaan, yaitu melengkapi perpustakaan dengan sarana internet- menggabungkan internet dengan perpustakaan, untuk maju memang butuh biaya. Ini adalah cara yang tepat untuk menghidupkan perpustakaan. Dengan demikian pengunjung perpustakaan bisa mengases internet sebagai sarana untuk mencari informasi. Sekaligus mereka tentu akan menyentuh, membolak-balik dan membaca jurnal, majalah, Koran, dan buku-buku lain. Maka dengan cara begini minat baca masyarakat tetap terjaga. Mencegah agar perpustakaan tidak mati suri, ditinggalkan oleh pengunjung memang perlu alternative dan fikiran yang serius. Kini semua orang bertanggungjawab untuk menggerakan dan mengaktifan fungsi pustaka. Ini semua mempunyai tujuan untuk mencerdasan manusia- seluruh bangsa Indonesia.

Minggu, 22 Februari 2009

MEMBUDAYAKAN APPLAUSE dan MENCEGAH KEKERASAN DALAM MENDIDIK

MEMBUDAYAKAN APPLAUSE dan MENCEGAH KEKERASAN DALAM MENDIDIK

Oleh: Marjohan M.Pd

(Guru SMAN 3 Batusangkar)



Punishment dan reward- pemberian hukuman dan ganjaran- dalam ilmu paedagogi dipandang sebagai bagian dari proses pendidikan. Pemberian hukuman bertujuan untuk memberiikan efek jera dan mencegah berlanjutnya prilaku negatif dan ganjaran berguna untuk penguatan atas prilaku positif. Punishment dan reward juga dikenal dalam ajaran agama.

Dalam Islam diajarkan tentang tentang adanya sorga dan neraka. Siapa saja yang melakukan amal buruk (negative) atau mengingkari ajaran Allah Swt adalah dosa (diberi punishment), dan siapa saja yang melakukan amal baik (positif) dan mematuhi perintah serta meninggalkan larangan Nya, maka akan diberi pahala atau reward. Hamba Allah yang memiliki banyak dosa akan dilemparkan kelak kedalam Jahanam (neraka) sebagai punishment, dan yang melakukan banyak kebajikan, memiliki banyak pahala maka bagi mereka adalah Sorga (reward) sebagai tempat yang layak, amiiin. Namun Allah Swt memiliki ampunan yang besar bagi mereka yang bertobat, meninggalkan kebisaaan negative atau dosa.

Dalam pendidikan terhadap anak di rumah, orangtua juga memberiikan punishment dan reward pada prilaku anak. Bentuk dari reward adalah seperti menghargai, memuji, mencium, bertepuk tangan dan sampai pada memberii hadiah. Sementara bentuk dari punishment adalah seperti tidak acuh, membentak, menhardik, mencaci, sampai pada memukul atau hukuman fisik yang lain.

Reward- dalam bentuk pujian dan penghargaan - lebih dominan diberikan pada anak sejak usia dini sampai mereka masuk Sekolah Dasar. Pujian demi pujian atas aktivitas dan pengalaman hidup yang dilakukan anak telah mendorong mereka untuk tumbuh dan berkembang. Apalagi dalam rentangan usia ini- usia balita- dengan proses pertumbuhan otak yang cepat yang juga disebut dengan masa emas (golden period) maka pemberian reward/ dalam bentuk pujian dan penghargaan akan membantu anak untuk tumbuh dan berkembang secara sempurna.

Dalam usia ini hampir semua orang tua mengekspresikan tutur bahasa yang lembut sambil menyirami anak dengan perhatian, penghargaan dan pujian , “ayo anak manis, jangan suka ganggu mama, kalau sedang kerja. Kalau kamu bisa jalan, nanti mama kasih kue enak”. Atau sang ayah juga bertutur lembut dan ramah, “Eko, kalau kamu bisa pasang sepatu, nanti papa bawa ke kebun binatang…!”. Pemberian reward lebih dominan daripada pemberian punishment bukan ?. Malah anak yang tiba-tiba memukul wajah sang ayah, karena akalnya yang masih kecil, bisa jadi memperoleh maaf segera dari sang ayah.

Pemberian pujian dan penghargaan (reward) cedrung berkurang saat usia anak beranjak semakin besar. Malah orangtua dalam masyarakat root grass level (masyarakat lapisan bawah yang jumlahnya sangat banyak ) juga jarang membiasakan mengatakan kata-kata “maaf dan terimakasih” sebagai model dalam pendidikan akhlak di rumah, akibatnya anak-anak juga tidak terbiasa dan mampu untuk mengucapkan ke dua kata tersebut dalam konteks yang tepat dalam pergaulan mereka. Pada akhirnya anak anak tumbuh menjadi generasi yang kikir untuk menuturkan kata-kata “I am sorry dan Thank you very much” dalam bahasa mereka.

Seperti yang telah dikatakan bahwa pemberian ungkapan penghargaan pada anak sangat umum sejak usia dini sampai mereka menginjak usia Sekolah Dasar. Namun begitu saat anak mulai memasuki usia bersosialisasi di SD, SMP dan SLTA, maka pemberian kata-kata penghargaan (oh itu bagus, terimakasih, kamu memang hebat, dan lain-lain) langsung dari mulut orangtua secara tulus makin lama makin jarang mereka peroleh. Kalau anak melakukan suatu tindakan yang terpuji/ positif, itu dipandang sebagai suatu hal yang wajar dan tidak perlu lagi diberi pujian segala. Ada orang awam yang berkata bahwa anak-anak yang sudah besar tidak perlu pujian lagi karena mereka bisa menjadi besar kepala- demam pujian (prize oriented) kelak. Tetapi bila sang anak melakukan kesalahan maka mereka secara spontan- buru buru- memperoleh kutukan, cacian, sampai kepada corporal punishment (hukuman fisik) seperti - menjewer, memukul, menampar, membenturkan kepala dan sampai kepada bentuk yang lain, nauzubillah minzalik .

Praktek pemberian reward yang kurang saat anak melakukan tindakan positif dan gampangnya memberiikan punishment bila anak melakukan tindakan negatif terasa seolah-olah sebagai fenomena sosial, terutama bagi kalangan masyarakat berpendidikan rendah dan mereka yang tinggal dalam rumah yang sangat padat. “wah kau dasar anak goblok…, senyum mu kok seperti nyengirnya kuda…!” ungkapan- ungkapan tadi sangat umum didengar ditengah masyarakat.

Pembiasaan tidak banyak memberiikan pujian, penghargaan dan minta maaf dalam pendidikan keluarga dari generasi tua, telah ditiru (menjadi model) oleh generasi berikutnya. Pada akhirnya pembiasaan yang negatif ini seolah-olah telah menjadi fenomena demoralisasi karena tidak mampu mengungkapkan maaf dan terimakasih dalam konteks yang tepat. Sekarang cukup banyak terdengar keluhan di kalangan pendidikan yang mengatakan bahwa anak-anak sekarang sebagian cendrung berkarakter beringas, kurang sopan santun , kurang pandai bertegur sapa dengan orang tua dan guru kalau berpapasan di jalan. Pada-hal orang dari dunia Barat sudah terlanjur beranggapan positif bahwa kita adalah sebagai bangsa yang ramah, karena gampang senyum, walau dalam kenyataan bahwa kita adalah orang yang sulit dalam mengungkapkan “maaf kan saya atau terima kasih banyak”. Ketika anak tumbuh menjadi lebih besar, di rumah kurang memperoleh pujian, perhatian,, dan reward yang cukup dari proses pendidikan, dan di saat itu mereka membutuhkan hal hal ini untuk menghangatkan emosi mereka, maka muncullah kompensasi prilaku yang aneh-aneh seperti bertingkah agresif untuk mencari perhatian, haus pujian, suka mengganggu/ mengusik anggota keluarga, teman sebaya dan orang lain.

Guru-guru yang mengajar mulai dari bangku SD, SMP, sampai SLTA, dan malah juga para dosen di Perguruan Tinggi adalah juga orangtua bagi anak-anak mereka di rumah. Sebagian dari mereka mungkin juga terkondisi melalui pendidikan sosial sebelumnya untuk tidak royal dalam memberii perhatian, penghargaan atau reward terhadap anak-anak didik mereka- tentu tidak semuanya yang begitu. Namun cukup banyak ditemui guru yang berprilaku keras, sampai memperlihatkan wajah bengis (atas nama mempertahankan suatu disiplin) pada anak kecil-kecil yang usianya masih berkisar 7 – 13 tahun. “Wah kau dasar bloon, mukamu dasar muka tembok, apa matamu buta…”, dan masih ada lusinan koleksi kata-kata emosional lainnya yang sering terucap dari mulut guru saat mereka lagi dalam keadaan bad mood di lingkungan sekolah atau saat PBM di kelas. Namun guru-guru yang selalu mampu mengontrol emosi, dan memberi maaf – mungkin adanya kesadaran- karena digaji Negara (juga oleh tunjangan sertifikasi) dan telah komit memilih profesi guru untuk banyak memberii maaf atas prilaku anak didik, maka sebutan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sangat tepat buat mereka.

Prilaku siswa di sekolah adalah prilaku bawaan dari rumah dimana mereka dibesarkan dalam lingkungan yang jarang memberiikan pujian dan perhatian, kecuali punishment/ cacian, cemooh dan ancaman telah tumbuh menjadi anak didik yang agressif, sulit berkosentrasi, haus perhatian, dan suka menganggu ketenangan teman. Dalam pandangan ilmu paedagogi lama bahwa anak didik yang demikian (melakukan kegaduhan/gangguan) perlu untuk diberi punishment- walau prilaku mereka terpola akibat dari kelebihan mis-punishment (mal-praktek punishment) di rumah, maka guru-guru di sekolah juga cendrung memberiikan punishment untuk memberiikan efek penjeraan seperti; mengharik, mencaci, menjewer, push-up, meloncat sambil jongkok, berdiri kaki itik/ sebelah kaki di depan kelas (agar supaya anak jadi jera atau supaya kelak tumbuh menjadi bangsa pemalu/ mental budak ?) menampar, menendang, dan sampai memberikan hukuman fisik yang lain.

Pemberian punishment pada anak didik tampak makin intense/meningkat saat mereka berada pada usia pra-pubertas/puber awal sampai pada pubertas pertengahan, yaitu saat mereka duduk di kelas 5 dan 6 Sekolah Dasar sampai di penghujung kelas 12 di SMP. Ini adalah periode dimana anak memperlihatkan prilaku sangat agresif,yaitu banyak gerak dan banyak berteriak-teriak. Untuk meredam agressif mereka maka lagi-lagi sebagian guru-guru memilih cara-cara kasar dalam bertutur sampai pada melakukan kekerasan atau hukuman fisik.

Kemajuan teknologi dan informasi, juga memaksa kemajuan dalam pelayanan pendidikan. Pendidikan yang diharapkan oleh public adalah pendidikan yang kaya dengan sentuhan kemanusiaan. Maka gencarlah harapan untuk member anak dengan pendidikan bernuansa sentuhan emosi, sentuhan kalbu, sentuhan humanistic yang tulus. Anak perlu didik dan dilindungi dan mereka harus diberi perlindungan hukum- alhamdullillah. Tuntutan untuk mewujudkan hal yang demikian tentu juga mengharapkan agar orang tua di rumah dan guru di sekolah mengubah sikap dan kepribadian untuk melaksanakan pelayanan mendidik mereka- melalui pelatihan, pembiasaan dan iktikad baik- agar mampu bersikap lembut, ramah, simpatik dan empatik , dan selalu menjadi model yang selalu sabar dan santun dalam mendidik anak.

Adalah merupakan seruan yang positif agar orangtua dan guru mampu memberikan pendidikan dengan sentuhan kemanusiann- sentuhan kasih sayang yang tulus. Untuk perbaikan moral dan karakter anak, oleh sebab itu diharapkan agar tugas pendidikan yang paling utama musti ada pada orangtua. Namun guru juga perlu melakukan peubahan total dalam gaya mendidik. Mendidik dengan cara kekerasan dan penuh menekan atas nama mendisiplinkan anak adalah gaya mendidik guru-guru yang bergaya otoriter. Pendidik dengan model persuasive, mengayomi, dan pemodelan positif pasti selalu ada dan dapat dipelajari serta diadopsi.

Kebisaaan yang dilakukan oleh instruktur pada pelatihan sosial bagi orang-orang dewasa dan remaja dan sampai kepada guru-guru TK, guru-guru pada PAUD (pendidikan anak usia dini), sampai kepada kebisaaan memberikan applause ( tepuk tangan) oleh presenter atau guru yang berpribadi hangat atas tindakan positif seorang aktor/ murid dalam suatu kegiatan patut untuk diteladani. Sekolah harus tahu (dan harus mengadopsi) bahwa kini banyak perusahaan meningkatkan pelayanan dengan menonjolkan unsur -unsur simpatik seperti semboyan mereka ; melayani dengan penuh ramah tamah, melayani anda dengan tegur sapa dan senyum. Anak-anak sekarang banyak yang merasakan bahwa sekolah atas nama mengejar kualitas dan disiplin penuh dengan tekanann ibarat penjara modern, dan mereka bertutur “wah bête belajar di sana”. Namun sekolah sekolah walau gedungnya sederhana tapi memberi pelayanan prima- tenaga pendidik mengajar dengan mengutamakan pemberian pujian, penghargaan, dan ungkapan maaf yang tinggi bisa menjadi tempat favorite dan sangat menyenangkan bagi anak-anak didik. Mendidik anak oleh guru dan orangtua dengan membudayakan applause dan mencegah untuk melakukan kekerasan fisik dan psikis adalah sangat tepat dan urgent (mendesak) untuk diterapkan demi memperoleh generasi yang rajin, cerdas, sholeh dan santun dalam hidup, amin.

Minggu, 08 Februari 2009

Faktor-Faktor Penyebab “Karakter Ingin Jalan Pintas”
di Kalangan Pelajar dan Mahasiswa

Oleh: Marjohan M.Pd
(Guru SMAN 3 Batusangkar)

Generasi muda sekarang sangat akrab dengan computer dan laptop. Karena kedua produk ini dilengkapi dengan fitur (feature) pendidikan dan hiburan seperti game dan lagu. Apalagi sejak produk ini telah menjadi mata pelajaran- dengan nama TIK (Teknologi Informasi Komunikasi)- pada jenjang pendidikan SMP dan SLTA. Ada satu kata atau frase yang sudah dikenal baik oleh pengguna computer yaitu “short cut” atau jalan pintas. Lewat short cut pengguna computer bisa langsung masuk ke dalam file, folder atau program yang ingin dioperasikan pada komputer.

Sebahagian pelajar dan mahasiswa sekarang cenderung suka belajar dan bekerja dengan cara ngebut atau dengan menggunakan berbagai muslihat atau tipuan (mungkin dengan mencontek atau memakai jasa orang lain untuk memuluskan tujuan) adalah dapat dipandang sebagai karakter jalan pintas. Atau dapat juga dikatakan sebagai budaya instant (sekarang ditanam besok dapat dipanen,nonsense bukan ?). karakter jalan pintas- belajar/ bekerja santai namun masa depan cerah- jarang sekali membuat mereka sukses. Fenomena umum adalah bahwa manusia yang berkarakter jalan pintas, rata- rata berakhir dengan masa depan yang suram. Namun bagaimana karakter jalan pintas telah tumbuh subuh pada pribadi sebahagian pelajar dan mahasiswa ? Tentu karakter ini terbentuk secara perlahan-lahan dalam proses kehidupan sosial mereka sejak dari masa anak-anak sampai ke masa remaja/ dewasa.

Karakter anak-anak zaman sekarang tidak jauh berbeda dengan karakter anak-anak zaman dahulu. Ketika lahir mereka sama-sama pandai menangis dan sama- sama melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Namun mereka menjadi berbeda satu sama lain dalam hal karakter karena genotype atau karakter turunan dari orangtua dan ditambah dengan faktor stimulus (rangsangan) dan pengalaman hidup yang dialami. Faktor yang terakhir yaitu stimulus dan pengalaman hidup sangat menentukan pembentukan karakter “ingin jalan pintas/ budaya instan”.

Dari usia dini sampai usia 5- 8 tahun, semua anak di dunia masih bersifat patuh dan berkarakter sebagai anak manis- anak yang baik dan pasif. Rentangan usia ini adalah masa-masa pembentukan karakter. Mereka memang menerima input-input untuk pembentuk karakter atau prilaku- apakah kelak berkarakter smart atau ingin jalan pintas. Namun menjelang usia akil balig (remaja)- di akhir tingkat SD dan di awal tingkat SMP, kecendrungan pola karakter mereka terlihat lebih jelas- karakter ingin jalan pintas atau suka bekerja/belajar keras. Pada ambang masa remaja ini mereka memperlihatkan fenomena senang memberontak- memperlihatkan opini sendiri dan ingin mencari jati diri. Karakter suka memberontak ini makin menajam ketika mereka dalam masa remaja. Sebahagian orang tua/ orang dewasa yang kurang memahami perkembangan jiwa anak sering kesulitan untuk beradaptasi dengan mereka. Masa ini dinamakan sebagai masa panca roba. Masa panca roba pada hakekatnya merupakan tahap akhir sebelum anak memaski usia dewasa. Kalau dalam masa remaja mereka terlihat suka jalan pintas maka dalam usia dewasa dini karakter jalan pintas bisa terlihat lebih jelas atau factor sugesti dan saran dari luar mengikis karakter ingin jalan pintas.

Karakter jalan pintas terbentuk tanpa disadari dalam proses hidup. Ada sejumlah faktor penyebab terbentuknya karakter ingin jalann pintas- ciri-ciri oknumnya seperti pemalas, motivasi belajar rendah, dan bergaya hidup ingin senang terus. Ini merupakan kontribusi negatif dari faktor ekstrinsik.

Setiap orang sejak usia dini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mendapat stimulus atau pengaruh dari tiga jenis lingkungan. Sarwono (2007) dalam artikelnya “:faktor-faktor yang menyebabkan anak malas belajar” (http://sarlito.hyperphp.com) mengatakan bahwa jenis lingkungan yang mempengaruhi anak rajin atau malas adalah seperti lingkungan mikro, lingkungan meso dan exo.

Manusia atau orang-orang yang berada dalam lingkunan mikro seorang anak adalah orang- orang yang berada dalam keluarga mereka seperti kakek-nenek, ayah-ibu, bibi-paman. Kemudian juga bisa sekolah yaitu guru-guru mereka, juga suster atau babysitter di tempat penitipan anak, pembantu rumah tangga dan tetangga dekat atau orang-orang seputar rumah. Lingkungan mikro yang lain adalah kondisi atau kualitas rumah mereka, tempat bermain mereka dan orang-orang lain yang dekat dengan anak dan dijumpai nya tiap hari.

Saat anak berusia lebih kecil , orang-orang yang ada dalam lingkungan keluarga/ di rumah mempunyai peran penting dalam membentuk karakter mereka dari stimulus dan pengaruh yang diberikan, apakah anak menjadi orang rajin, sabar, dan tekun. Ayah dan ibu yang cerdas tentu dapat membantu anak untuk tumbuh dan berkembang dengan menyediakan sarana pendidikan dan permainan berkualitas dan sekaligus memberi anak model untuk tumbuh menjadi manusia yang ulet.

Kalau anak kehilangan peran ayah dan ibu- mungkin karena kesibukan karir atau karena factor nasib, maka peran mendidik/ mengasuh anak bisa saja digantikan oleh nenek, bibi, paman, atau pembantu rumah tangga. Maka orang-orang tadilah sebagai penentu pembentukan karakter anak. Akan sangat beruntung kalau peran pengganti sebagai pengasuh anak memiliki kualitas dalam mengasuh anak.

Lingkungan ekstrinsik berikutnya adalah lingkungan meso yaitu bentuk hubungan orangtua-guru, orangtua-teman, pergaulan antar teman, guru-teman, dan lain-lain. Bentuk dan kualitas hubungan mereka sangat mempengarungi prilaku seorang anak (pelajar). Mereka akan menyerap prilaku dan nilai dari apa yang mereka amati. Teman-teman yang berkarakter baik namun suka meremehkan guru, sebagai contoh, dapat memberi inspirasi bagi temannya untuk berperilaku yang sama. Atau figur seorang guru yang memiliki kharisma di mata anak didik, namun ia perokok berat atau senang mengunjungi night club juga bisa memberi inspirasi bagi anak didik dalam berperilaku. Ketika usia anak beranjak remaja, maka pengaruh orang tua bisa jadi hilang atau berkurang. Apalagi kalau orangtua kurang mencikaraui (mengurus) soal pendidikan anak. Maka peran pengganti dalam mempengaruhi anak bisa jadi datang dari guru, orangtua teman, famili, atau orang yang sering dijumpai oleh anak.

Dalam zaman sekarang dengan bentuk keluarga inti- karena faktor migrasi dan tinggal jauh dari kaum kerabat/ kampung halaman- maka ikatan emosi remaja/ anak dengan kerabat , bisa jadi juga dengan orangtua sendiri, tidak begitu dekat. Sehingga apa yang dirasakan oleh sebahagian orangtua bahwa anak mereka tidak lagi mendengarkan perkataan (opini) dan nasehat mereka. Anak makin sering membantah, menolak opini dan larangan mereka. Karena anak telah memiliki kriteria opini sendiri dan tidak mudah menerima orang lain, maka dalam usia ini terkesan bahwa anak suka melawan orangtua. Apalagi semenjak mereka melihat banyak contoh yang kontra dari hal yang dilihat di dalam rumah dengan apa yang dikatakan oleh orangtua sendiri.

Suatu hari seorang ibu berkata “nak rajin-rajinlah belajar agar kelak bisa berhasil dalam hidup”, tetapi dalam kenyataan anak melihat tetangganya sendiri yang begitu rajin belajar (tetapi kuper atau kurang pergaulan) begitu tamat dari perguruan tinggi dengan IPK (indeks prestasi kumulatif) cum laude telah menjadi pengganggur. Contoh lain, orangtua melarang anak usia 15 tahun agar tidak menyetir mobil, namun anak berargumen (membantah) bahwa anak tetangga (atau temannya di sekolah) diizinkan menyetir mobil sejak dari bangku sekolah dasar. Jika anak disuruh sholat, maka anak akan protes karena papanya juga tidak sholat.

Di luar lingkungan mikro dan meso ada lagi lingkungan exo. Lingkungan exo adalah lingkungan yang tidak langsung menyentuh pribadi pelajar/ mahasiswa, akan tetapi masih besar pengaruhnya pada pembemtukan karakter mereka, seperti keluarga besar, polisi, dokter, presenter, bintang sinetron/ selebriti, tokoh politik, dan lain-lain. Intensitas interaksi tidak langsung (lewat menonton atau membaca) juga menentukan bentuk karakter pelajar/ mahasiswa. Cukup banyak pelajar dan mahasiswa sekarang yang belum terkondisi dengan budaya tulisan- budaya membaca dalam keluarga. Yang umum terlihat adalah banyak yang terkondisi dengan budaya menonton televisi dan budaya lisan- budaya ngobrol sampai debat kusir- berdebat tanpa analisa yang dalam atau berdebat dengan emosi dan kepala panas.

Cukup banyak remaja dan mahasiswa yang terkondisi dengan dua kebisaaan/ budaya ini- menonton dan budaya ngobrol. Ini tumbuh subur karena banyak rumah yang memiliki televisi dan sarana hiburan lain, namun tidak tahu kapan harus menonton dan memperoleh hiburan. Sementara itu cukup banyak orangtua yang belum memiliki konsep atau pola mendidik bagi keluarga. Konsep mereka begitu praktis, bahwa mereka terpaksa menghidupkan televisi atau sarana hiburan agar anak-anak tidak keluyuran ke rumah tetangga. Kalau perlu televisi dan VCD player hidup 24 jam.

Figur-figur yang kerap muncul dalam layar televisi seperti presenter, public figure, dan bintang sinetron, begitu figur yang ada dalam film pada DVD juga mempengaruhi karakter pelajar/ remaja/ mahasiswa sebagai penontonnya. Setelah menonton figur- figur tadi mereka memperoleh inspirasi untuk meniru perilaku dan gaya hidup yang sama- cara berbicara, cara berpakaian dan sampai kepada assesori yang dipakai oleh figure tontonan mereka tadi. Figur dalam lingkungan exo cukup banyak mewarnai prilaku remaja (pelajar dan mahasiswa) sekarang seperti memakai anting pada sebelah telinga, bertato, mencat rambut dengan warna norak, memakai celana model melorot dan menyembulkan celana dalam , gaya hidup mengamburkan uang lewat pemakaian HP yang kurang efektif, berpenampilan norak/ keren dengan rokok terselip dibibir, dan lain-lain.

Prinsip dan konsep mendidik praktis seperti ini sering membunuh karakter anak untuk ikut berpartisipasi dalam belajar dan bekerja- merapikan rumah. Pada akhirnya anak memetik kegagalan dalam bidang akademik di sekolah dan akhirnya timbul pro dan kontra antara sekolah dan rumah. Kata guru “anak bodoh karena orangtua kurang peduli dalam mendidik anak”, dan kata orangtua, “anak gagal karena guru kurang berkualitas dalam mengajar”.

Harus diakui bahwa menjadi orangtua dan pendidik (guru) di zaman sekarang memang sulit. Karena banyak orangtua dan guru yang belum pernah mengalami situasi seperti sekarang pada masa kecilnya. Guru dan orangtua dulu, waktu kecil, cuma cenderung meniru saja cara- cara mendidik dan berperilaku orangtua dan senior mereka. Kemudian, memang sulit mengubah pola berfikir seseorang dari pola berfikir tradisionil sesuai dengan tuntutan zaman sekarang. Namun bagaimana pun berat dan sulitnya mendidik dan mengajar anak, orang tua dan guru perlu melakukan revolusi dalam mengajar dan mendidik anak- memiliki wawasan dan memahami fenomena sosial zaman sekarang, karena kalau tidak maka mereka akan menjerumuskan generasi muda dalam kesulitan yang lebih besar karena mis-communication antara mereka.

Mengantisipasi/ mencegah agar anak (pelajar/mahasiswa/remaja) tidak terjebak dan ketularan dengan karakter “ingin hidup enak lewat jalan pintas” yang hanyak banyak dalam bentuk iming-iming dalam mimpi. Karakter ingin hidup dengan jalan pintas/ budaya instan sering terekspresi lewat moto dan gaya hidup mereka: hidup santai masa sepan cerah. Maka orangtua dan guru perlu memaksimalkan peran mereka dalam mendidik (terutama bagi orangtua) dalam membentuk karakter anak menjadi orang yang rajin dan ulet dalam belajar dan bekerja, tidak perlu membebaskan anak untuk tidak terlibat membantu orangtua bekerja di rumah- sebab cendrung mematikan potensi anak dalam memiliki life skill/ kecakapan hidup. Orangtua tua perlu memberi dan menjadi model (uswatul hasanah- suri teladan), berperilaku terlebih dahulu agar anak bisa menjadi orang yang rajin dan ulet dan menyediakan/ memperkaya wawasan anak serta memilihkan tempat pendidikan dan bermain yang berkualitas bagi mereka.

Marjohan M.Pd, guru SMAN 3 Batusangkar

Senin, 26 Januari 2009

Refleksi: WNI Keturunan Sangat Peduli Pada Pendidikan Anak

Refleksi: WNI Keturunan Sangat Peduli Pada Pendidikan Anak

Oleh: Marjohan, M.Pd

Guru SMA Negeri 3 Batusangkar



Dari pengalaman hidup diketahui bahwa siswa-siswa yang berasal dari Warga Negara Indonesia (WNI) keturunan Cina lebih sukses dalam pendidikan. Juga sering didengar bahwa sekolah-sekolah milik WNI keturunan lebih berkualitas dan diminati oleh banyak orang. Sekolah- sekolah mereka ada pada setiap kota besar di Indonesia. Sekolah mereka dapat dikatakan menempati peringkat kualitas papan atas.

Orang yang peduli dalam urusan pendidikan tentu segera bertanya dan ingin tahu tentang mengapa ini bisa terjadi. Apa yang membuat siswa mereka unggul dan bagaimana peran orangtua dalam mendidik.

Tentu saja ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi anak-anak mereka di sekolah, yaitu harapan orang tua pada pendidikan anak, tidak hanya sekedar berharap dan menyuruh namun juga diikuti oleh aksi mereka- menyediakan sarana belajar atau mencarikan tempat belajar yang unggul agar mereka bisa berprestasi. Patrikakou (1997) mengatakan bahwa tingkat pendidikan orangtua warga keturunan Cina dan harapan mereka pada pendidikan anak menentukan tingkat kesuksesan pendidikan anak-anak mereka.

Fenomena yang kontra adalah bahwa banyak siswa yang bukan WNI keturunan kualitas pendidikan mereka sangat rendah. Orangtua mereka tidak memperlihatkan peran yang berarti dalam mendidik mereka, malah terkesan bahwa mereka terlalu menyerahkan urusan pendidikan anak pada guru di sekolah dan urusan baca Alquran pada guru mengaji di surau-surau. Ini terjadi karena tingkat pendidikan orangtua yang redah, dan harapan yang rendah atas keberhasilan pendidikan anak.

Ada ungkapan yang berbunyi “experience is the best teacher- penglaman adalah guru yang terbaik”. Maka pengalaman orang tua WNI keturunan dalam mendidik anak bisa jadi pengalaman bagi warga Indonesia yang lain. Mereka perlu berfikir dan bertanya tentang bagaimana orangtua dari WNI keturunan membangun harapan pendidikan pada anak dan sekaligus menjadi model bagi mereka.

Petersen (1966) dalam artikel “success story” menulis tentang keberhasilan pendidikan dan ekonomi Cina dan Jepang sebagai bangsa yang suka bekerja keras dan jarang mengeluh, kemudian di rumah, orang tua, menjadi model atau uswatun hasanah bagi anak- anak mereka. Menjadi model atau figure bagi anggota keluarga maka mereka harus rajin dan berprestasi.

Ketidak berhasilan sebahagian anak-anak Indonesia yang lain dalam pendidikan ketika di SMP dan di SMA atau mahasiswa dapat diperkirakan karena mereka belum punya karakter- seperti suka bekerja keras, belajar seius , dan mereka suka mengeluh, serta tidak memiliki semangat juang yang tinggi- berpribadi rapuh dan tidak tahan banting. Orangtua tentu tidak perlu menuduh mereka sebagai generasi yang santai dan pemalas, karena penyebab mereka demikian adalah akibat miskin model dan dukungan moral dari orang tua dan guru-guru mereka, yang mungkin juga kurang suka belajar dan bekerja keras serta senang mengeluh, kemudian bekerja tanpa orientasi untuk berhasil.

Chao (1996) mengatakan bahwa anak- anak Cina mampu menjadi siswa yang terbaik dengan bakat khusus- memenangkan kompetisi olimpiade, computer, robot, juara bulu tangkis tingkat dunia, atau menonjol dalam bidang sains dan tekhnologi. Keberhasilan mereka dalam bidang tersebut tentu karena dukungan budaya dan keluarga. Budaya yang mereka miliki adalah budaya senang bekerja keras dan belajar penuh semangat. Dalam mencari rezki, orang Cina punya moto- jangan biarkan reski dimakan oleh ayam terlebih dahulu (maksudnya jangan suka bangun kesiangan) dan “beri aku ikan maka aku makan satu kali, tapi beri aku kail- ajari aku memancing- maka aku makan ikan selamanya”. Dalam konteks ini WNI keturunan mengajar anak-anak mereka agar memiliki keterampilan hidup dan tidak meminta rezki atau belas kasih dari pihak famili atau orang lain.

Sementara itu budaya sebahagian warga Indonesia yang lain, suka hidup santai, membiarkan fikiran, tangan dan kalbu mereka menganggur. Pada hal orang yang sehat jiwanya adalah orang yang berdiri di atas kaki dan tangan kreatif.

Dukungan orangtua, ayah dan ibu, di rumah sangat menentukan keberhasilan anak dalam bidang akademik. Rata- rata anak yang cerdas atau terampil berasal dari keluarga yang sangat mendukung dan mempersiapkan anggota keluarganya untuk berhasil. Kalau begitu siswa atau anak yang cerdas bukanlah semata-mata dicetak oleh sekolah, seperti anggapan banyak orang. Peran sekolah hanyalah untuk pemantapan. Atau paling kurang perimbangan rumah dan sekolah dalam mensukseskan pendidikan anak adalah fifty-fifty percent.

Tidak hanya WNI keturunan Cina di Indonesia, keturunan Cina di berbagai belahan dunia seperti di Amerika, Kanada dan Australia juga banyak yang sukses dalam bidang akademik dan pekerjaan. Anak- anak mereka sangat berhasil dalam bidang akademik, teknologi dan sains. Bruner (1991) mempertanyakan tentang bagaimana orang-orang Cina bisa membentuk success-expectation walau mereka hidup sebagai kaum minoritas.

Chun (1995) beragumen bahwa orientasi anak- anak Cina pada sains dan tekhnologi bukan merupakan refleksi atas kesukaan mereka, tetapi sebagai respon atas usaha adaptasi mereka dengan lingkungan eksternal. Pastilah keluarga yang berbeda dalam budaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda. Suku Minang, sebagai contoh, dahulu menginginkan anak-anak mereka menjadi pedagang. Namun generasi muda Minang sekarang banyak yang hanya ingin menjadi PNS. Sehingga begitu ada tes jadi PNS, peminatnya membludak sampai dua puluh kali lipat dari kuota yang akan diterima.

Jun Li (2001) mengatakan bahwa latar belakang pendidikan orang tua di daerah imigran lain (Kanada, Amerika, Australia) bisa berkualitas karena fenomena brain drain dan kebijakan di Cina yang membolehkan tiap keluarga memiliki hanya satu anak, maka setiap keluarga betul- betul serius mempersiapkan masa depan buah hati (anak ) mereka dalam kehidupan yang sangat susah. Kemudian kebijakan negara tempat berimigran, karena kebijakan menerima imigran yang berpendidikan tinggi- graduate dan post graduate.

WNI keturunan di Indonesia juga mempersiapkan masa depan anak-anak mereka secara maksimal. Mereka sepakat dan peduli agar anak-anak mereka bisa bersekolah di universitas yang bergengsi di Indonesia. Mereka memandang pendidikan sebagai prioritas utama dan memandang prestasi akademik sebagai salah satu cirri khas kualitas WNI keturunan. Orang tua mereka sudi mengivestasikan uang dan energi dalam pendidikan anak-anak mereka. Mereka yakin bahwa kalau anak-anak mereka unggul dalam studi, maka mereka akan punya masa depan yang gemilang.

Mimpi mereka bisa terwujud karena, sekali lagi, mereka memiliki karakter suka bekerja keras, tidak suka mengeluh, pantang menyerah, dan sangat mendukung/ menghargai prestasi akademik anak. Sementara itu sebagian warga Indonesia yang lain hanya memacu anak-anak berprestasi dalam bidang akademik saja, dan membebaskan anak untuk mengambil tanggung jawab, “wah tidak usah pegang cangkul nak, karena jarimu halus jangan ikut memasak nak, tugas kamu hanya belajar sebagai anak sekolah”. Akibatnya anak menjadi tidak bertanggung jawab dan miskin dengan keterampilan hidup. Kemudian anak mereka jadi orang pemalas, suka memilih milih pekerjaan dan suka mengeluh atau mudah menyerah, mudah putus asa, selanjutnya kalau tamat kuliah jadi penganggur dan cendrung menyandarkan punggung pada orang lain.

Inilah penyebab mengapa banyak anak-anak bangsa ini, begitu lulus dari perguruan tinggi- walau sekalipun dengan nilai cum laude- tetapi setelah itu banyak yang tidak mampu dalam mencari kerja apa lagi unuk menciptakan lapangan kerja. Mereka sudah terlanjur dalam memanjakan diri, tidak memiliki tanggung jawab, suka pilh-pilih pekerjaan, kerjanya hanya menghafal- dan menghafal, namun miskin dengan jaringan kerja atau human relation.

Jun Lin (2001) selanjutnya mengatakan bahwa siswa siswa keturunan Cina sangat menghormati famili dan nenek moyang mereka. Kalau mereka gagal dalam belajar maka mereka akan merasa malu dan kehilangan muka dalam keluarga. Maka anak-anak Cina ingin selalu sukses agar bisa mempersembahkannya untuk menghargai keluarga mereka.

Banyak orang beranggapan bahwa anak-anak WNI keturunan bisa sukses di sekolah dan dalam dunia bisnis karena mereka memiliki otak yang cerdas. Anggapan atau stereotipe yang demikian tidak benar, karena sesungguhnya keberhasilan itu adalah hasil dari kerajinan, disiplin diri, dan pengaturan diri mereka. Kalau hanya kecerdasan, cukup banyak manusia yang cerdas namun kurang beruntung karena tidak memiliki sikap kerajinan, disiplin diri, dan pengaturan diri. WNI keturunan rata-rata sudah punya standar hidup yang harus dicapai yaitu mereka harus menjadi orang yang berhasil. Alasan lain yang membuat mereka berhasil dalam bidang akademik dan bidang pekerjaan adalah agar bisa bertahan dalam hidup sebagai warga minoritas. Mereka memutuskan harus menjadi orang yang well-educated , mandiri dan bertanggung jawab.

Untuk menjadi orang yang berpendidikan baik, anak- anak mereka didik dengan serius, penuh rencana di rumah dan dikirim kemudian ke sekolah yang berkualitas. Kemandirian anak dilatih tanpa mendikte yang banyak atau terlalu mencampuri keputusan anak dan rasa tanggungjawab terbentuk melalui pemberian tugas sesuai dengan usia dan kesanggupan anak- seperti ikut membantu orang tua dalam menjalankan bisnis.

Dalam belajar orangtua selalu menyampaikan pesan bahwa kalau anak-anak tidak rajin dalam belajar dan bekerja maka mereka tidak mungkin menjadi bintang kelas dan sukses dalam bekerja. Maka mereka sangat peduli terhadap PR atau pekerjaan rumah anak dan mengikuti kursus ekstra yang lain agar bisa memperkaya wawasan anak.

Mereka tahu diri bahwa sebagai kelompok minoritas maka tentu mereka dalam posisi yang kurang beruntung. Untuk itu mereka harus menjadi orang yang terbaik, mandiri atau kuat dari orang- orang kebanyakan- orang mayoritas. Karena dengan menjadi terbaik maka mereka tentu akan diperlukan orang lain.

(Marjohan, M.Pd, Guru SMA Negeri 3 Batusangkar)



Daftar pustaka
Chao, R.K. (1996). Chinese and European mothers’ belief about the role of parenting in
children’s school. Journal of cross-cultural psychology, 27, 403-423.

Chun, K.T. (1995). The myth of Asian American success and its educational ramification. In D.T. Nakanishi (ed). The Asian American educational experience: a source book for
teacher and students. New York: Routledge.

Jun Li (2001). Expectation of Chinese immigrant parents for their children’s education; the interplay of Chinese tradition and tha Canadian context. Canadian Journal of
education 26, 4 (2001).

Patrikakou, E.N. (1997). A model of parental attitude and the academc achievement of
adolescent. Journal of research and development in education.

Petersen, W. (1966). A success story; Japanese American style. The New York times.

Sabtu, 03 Januari 2009

PENGGUNAAN E-MAIL UNTUK MENINGKATKAN

PENGGUNAAN E-Mail Untuk Meningkatkan
KemampuAn MENULIS BAHASA Inggris
Siswa SMA Negeri 3 Batusangkar

Oleh: Marjohan

Abstract:
The usage of e-mail has been social Phenomena. Many students, teachers, and society keep using it. It is usefull when applied in the writing class, that English class will be effective and efficient. The forms of writing lessons are: 1) Dialogue, 2). Revising the paragraph or an English text, and 3). Responding the questions or reading comprehension. The research conducted at SMAN 3 Batusangkar by using descriptive one. The findings cover three things: 1) the preparation of internet application, 2) Activities of writing through e-mail, and 3) The quality of students’ writing. Assigning the writing through e-mail is able to encourage students’ learning motivation and self belief. Keeping the e-mail can make them as the world citizen. It is suggested to English teachers and others to use e-mail for learning purpose.

Key words: internet, e-mail, learning based internet


A. Pendahuluan
Perkembangan ilmu dan pengetahuan sejak tahun 2000 tampak sangat pesat. Hal ini terlihat dari kemajuan dan pertumbuhan infrastruktur pembangunan dan penemuan produk teknologi dengan inovasi tinggi - seperti produk komunikasi, hiburan, dan pendidikan. Fenomena ini terjadi secara global. Oleh karena itu setiap orang harus melakukan perubahan diri untuk mengantisipsi kemajuan ini.
Pemerintah Indonesia - mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah- telah melakukan pembenahan diri. Kabupaten Tanah Datar, misalnya, juga telah melakukan refleksi diri. Refleksi untuk mengantisipasi kemajuan global ini terlihat pada konsistensi Pemerintah Daerah (Pemda) Tanah Datar untuk mewujudkan masyarakat sejahtera dan berkeadilan yang ditetapkan dalam visi dan misi pembangunan Tanah Datar, dan sekaligus menjadi agenda pokok pembangunan daerah tahun 2006-2007 (Yusrizal,2008).
Salah satu dari tujuan misi pembangunan Kabupaten Tanah Datar adalah “meningkatkan kualitas pendidikan”. Pemikir dan stakeholder bidang kependidikan di daerah ini telah merespon misi tersebut. Beberapa kebijakannya terlihat dalam bentuk program pemberian beasiswa pendidikan bagi siswa berprestasi dan bagi guru/pegawai untuk melanjutkan kualifikasi pendidikan strata 1 (S.1) dan S.2. Kemudian, membangun sarana learning centre, serta menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan.
Fenomena atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga terlihat dari antusias masyarakat terhadap keberadaan ICT (Information Communication Technology) atau TIK (Teknologi Informasi Komunikasi). Keberadaan alat-alat elektronik seperti; telepon, hand-phone (HP), MP3, komputer, laptop, LCD (Laser Crystal Disk), dan internet sudah menjadi fenomena sosial. Banyak remaja atau siswa memperlihatkan respon yang lebih serius terhadap produk ini. Memiliki HP, Komputer, Laptop, MP3, kemudian mengunjungi dan memanfaatkan internet sudah menjadi gaya hidup dan kebutuhan mereka. Respon remaja (siswa) terhadap produk ini lebih tinggi dari pada respon guru-guru dan orang dewasa lain. Akibatnya banyak siswa yang lebih kaya dengan wawasan informasi dan pengalaman tentang ICT dibandingkan wawasan guru-guru mereka. Akhirnya guru- guru menjadi gagap dengan teknologi.
Tidak hanya guru, sebagian siswa juga ada yang mengalami gagap teknologi. Pemerintah dengan kebijakannya menginginkan semua unsur pendidikan -guru dan murid- memiliki kepedulian untuk menguasai dan menggunakan teknologi/ informasi. Isyarat ini, misalnya, terlihat dalam uraian kurikulum Bahasa Inggris SMA (2006) yang menyatakan bahwa dalam unsur pembelajaran menulis Bahasa Inggreris mencantumkan kompetensi dasar (KD) tentang penggunaan electronic mail (e-mail). Guru dan siswa tentu harus merespon kurikulum ini. Mereka harus belajar dan menguasai e-mail dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Mereka juga harus mampu untuk mengaplikasikan dan mengakses internet untuk tujuan pendidikan, menambah wawasan, dan melakukan pembelajaran seumur hidup- life long education.
Di daerah perkotaan terlihat bahwa pemanfaatan e-mail sudah menjadi fenomena sosial. Banyak siswa, guru, dan masyarakat memiliki e-mail. Peneliti (sebagai guru di SMA Negeri 3 Batusangkar) dalam preliminary observasinya menemukan bahwa internet dan e-mail sebagai benda yang tidak asing bagi siswa dan guru. Guru bahasa Inggris dan beberapa orang guru bidang studi lain juga memanfaatkan internet/ e-mail untuk tujuan pembelajaran. Pengalaman peneliti dalam pembelajaran menulis Bahasa Inggris menemukan bahwa internet dapat membuat pembelajaran lebih effektif dan optimal. Berdasarkan ide-ide di atas, peneliti mengangkatnya ke dalam bentuk penelitian dengan judul “Penggunaan e-mail untuk meningkatkan kemampuan menulis Bahasa Inggris siswa SMA Negeri 3 Batusangkar”. Dari judul di atas, peneliti akan mengungkapkan mengapa dan bagaimana:
1) Persiapan aplikasi internet.
2) Aktivitas menulis Bahasa Inggris melalui e-mail.
3) Kualitas tulisan siswa melalui e-mail.

B. Kajian Teori
1. Internet
Antusias dalam penggunaan komputer dan alat-alat berbasis ICT sebagai sarana hiburan dan belajar telah menjadi fenomena sosial. Rouet (1990) mengatakan bahwa ahli Microsoft- ahli komputer- telah membuat naskah atau teks-teks dalam satu computer dapat tersambung secara on-line dengan komputer-komputer lain di seluruh dunia, ini dikenal dengan istilah internet. Teks-teks atau naskah dalam internet tersebut bersifat hypertext (hiperteks). Rouet (1990) mengatakan bahwa hiperteks adalah teks-teks dalam komputer yang tersambung secara on line, dengan adanya link-link elektronik memungkinkan pengguna komputer dapat membuat hubungan dengan komputer lain di seluruh dunia. Hipertek telah menjadi dasar untuk terbentuknya “world wide web” yang pada internet di singkat menjadi “www”.
Konsep hypertext dapat dijabarkan sebagai suatu sistem penyimpanan data yang dapat diakses darimanapun sehingga navigasinya tidak berbentuk linear. Anwas (2003) mengatakan bahwa konsep hypertext dikembangkan oleh Ted Nelson melalui proyek Xanadu. Tahun 1987 dilakukan Konperensi Pertama hypertext yang didukung oleh 23 perusahaan termasuk Apple Computer, Harvard University, Xerox Parc, dan lain-lain. ,
Internet sering disebut sebagai jaringan komputer. Padahal tidak semua jaringan komputer termasuk internet. Jaringan sekelompok komputer yang sifatnya terbatas disebut sebagai jaringan lokal atau local area network (LAN). Kamarga (2002) mengatakan bahwa internet merupakan jaringan yang terdiri atas ribuan bahkan jutaan komputer, termasuk di dalamnya jaringan lokal yang berhubungan melalui saluran (satelit, telepon, kabel) dan jangkauannya mencakup seluruh dunia. Jaringan ini bukan merupakan suatu organisasi atau institusi, sifatnya bebas, karena itu tidak ada pihak yang mengatur dan memilikinya.
Penemuan internet dianggap sebagai penemuan yang cukup besar, yang mengubah dunia dari bersifat lokal atau regional menjadi global. Karena dalam internet terdapat sumber-sumber informasi dunia yang dapat diakses oleh siapapun dan dimanapun melalui jaringan internet. Melalui internet faktor jarak dan waktu sudah tidak menjadi masalah. Purbo (2001) melukiskan bahwa internet telah mengubah metode komunikasi massa dan penyebaran data atau informasi secara fleksibel dan mengintegrasikan seluruh bentuk media massa konvensional seperti media cetak dan audio visual.
Internet memiliki manfaat dan peran yang besar bagi kemajuan manusia. Mc.Inerney (1998) mengatakan bahwa internet adalah alat pendidikan dan komunikasi yang sangat penting, sehingga telah menjadi populer dalam dunia pendidikan dan komunikasi. Kepopuleran internet bagi penggunanya merupakan refleksi dari sense of freedom, dengan demikian internet merupakan media demokrasi yang memberikan akses universal terhadap bermacam bentuk dan jenis informasi.

2. Situs Web dan E-mail
World wide web atau disingkat menjadi “www” atau sering disebut dengan web mulai diperkenalkan tahun 1990-an (http://www.livinginternet.com). Fasilitas ini merupakan kumpulan dokumentasi terbesar yang tersimpan dalam berbagai server yang terhubung menjadi suatu jaringan (internet). Dokumen ini dikembangkan dalam format hypertext, dengan menggunakan Hypertext Mark up Language (HTML).Melalui format ini dimungkinkan terjadinya link dari satu dokumen ke dokumen atau bagian lain. Selain itu fasilitas ini bersifat multimedia, yang terdiri dari kombinasi unsur teks, foto, grafika, audio, animasi , dan juga video. Dengan fasilitas ini banyak orang membuat dan membangun situs atau website mengenai sesuatu yang menarik, seperti untuk perusahaan, sekolah, tempat rekreasi, lembaga formal, informal, dan lain-lain, sebagai sarana komunikasi, diskusi dan informasi bagi publik. Setiap orang bisa memiliki website resmi dan gratis. Untuk memiliki website maka seseorang harus mendaftar dan membayar pada pemilik website tersebut.
Acklen (2000) mengatakan bahwa banyak pengguna internet -misalnya siswa dan mahasiswa- membuat website . Dewasa ini pengguna internet dapat membuat website pribadi menggunakan sarana gratis seperti “blogger atau blogspot, wordpress, multiply, gmail, friendster”. Mereka dapat belajar sendiri- mengikuti petunjuk yang ada pada fitur situs gratis internet tersebut. Misalnya membuat situs gratis dengan menggunakan sarana blogger atau blogspot.
Membuat situs pribadi dengan menggunakan blogspot, mengharuskan seseorang untuk mendaftar (sign up) dengan mencantumkan e-mail dan password. E-mail yang mudah untuk diterima blogger atau blogspot adalah e-mail dengan gmail, contoh; marjohanusman@gmail.com, Gmail adalah sarana e-mail dari google untuk bisa memasuki halaman blogspot. Oleh sebab itu pengguna harus membuat e-mail menggunakan gmail.
Cara untuk membuat e-mail dengan sarana gmail adalah sebagai berikut: Seseorang harus membuka halaman berisi kata kunci gmail (klik kata “gmail”pada google, sampai tampil halaman untuk mendaftar atau sign up. Seseorang bisa memiliki e-mail, misalnya marjohanusman@gmail.com dan password (yang harus dirahasiakan). Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa e-mail dan password ini digunakan untuk menciptakan blog atau situs dengan sarana blogspot. Langkah-langkah bagi pemula membuat situs pada blogspot atau blogger adalah sebagai berikut:
1. Tulis kata kunci “blogspot” pada google dan klik sampai keluar halaman yang memajang pesan tentang blogspot. Klik pesan yang bertuliskan “blogspot” atau “create blogger”.
2. Mendaftar atau membuat blogger- sign up- dengan menggunakan e-mail dan password dengan sarana gmail.
3. Klik tulisan “create your blog”, ikuti langkah- langkah selanjutnya.
4. Pemiliki situs gratis bias membuat nama situs tersendiri dan menyimpan sejumlah fitur seperti: naskah, foto-foto, film, dan membuat link dengan alamat portal-portal informasi, situs resmi atau situs pribadi orang.
Guru dan siswa bisa memiliki situs pribadi dengan sarana lain seperti dengan wordpress, multiply, pagi, friendster.Melalui situs gratis ini, mereka dapat menyimpan album foto, tulisan atau naskah, serta fitur lain. Sarana ini dapat digunakan sebagai untuk bertukar informasi. Guru, misalnya, dapat menyimpan naskah-naskah bahan ajar seperti perangkat pembelajaran, soal-soal ujian, dan lain-lain sejauh ia sudi untuk diakses publik dan anak didik.
3. Aktivitas Menulis Bahasa Inggris Dengan E-mail
Electronic mail atau e-mail mulai diperkenalkan tahun 1971 (http://www.livinginternet.com). Fasilitas ini sering disebut sebagai surat elektronik, merupakan fasilitas yang paling sederhana dan mudah digunakan. Acklen (2000) mengatakan bahwa e-mail adalah salah satu fasilitas atau aplikasi yang paling banyak digunakan di internet. E-mail merupakan alat komunikasi yang paling murah dan cepat. Dengan menggunakan e-mail, guru dan murid, dapat berhubungan satu sama lain. Mereka juga dapat berkomunikasi dengan siapa saja dengan cepat dan murah. Pengguna e-mail juga bisa mengirim file- file dalam bentuk program, gambar, grafik, dan sebagainya. Ini dapat juga dikirim ke lebih dari satu orang sekaligus pada waktu yang bersamaan. Mesin e-mail yang banyak dipakai adalah seperti “yahoo, mnsn, telkomnet, plaza, hotmail, dan lain-lain”.
Seseorang bisa membuat account atau e-mail dengan mudah. Ia, misalnya, mula-mula membuka halaman yahoo. Kalau belum memiliki e-mail (belum bisa untuk sign in atau masuk ke halaman yahoo), maka ia harus mendaftar, melakukan sign up. Sampai muncul halaman atau formulir pendaftaran- mengisi butir demi butir pendaftaran. Pengguna e-mail harus selalu mengingat alamat e-mail dan password untuk dipakai setiap kali membuka e-mail sendiri.
Mailing list merupakan salahsatu fasilitas yang dapat digunakan untuk membuat kelompok diskusi atau penyebaran informasi. Cara kerja mailing list adalah pemilik e-mail dapat bergabung dalam sebuah kelompok diskusi, atau bertukar informasi yang tidak dapat diintervensi oleh orang di luar kelompoknya. Komunikasi melalui fasilitas ini sama seperti e-mail yaitu bersifat tidak langsung.
Aktivitas pelajaran menulis Bahasa Inggris melalui e-mail atau internet memberikan manfaat bagi guru-guru dan murid. Mello (1996) dalam Belisle (1996) mengatakan bahwa dengan penggunaan komputer siswa bisa menjadi problem solver dan communicator yang lebih baik. Dengan menggunakan e-mail untuk mengirim atau menerima file atau pesan satu sama lain, maka siswa akan memiliki kesempatan untuk berkolaborasi yang luas dengan teman sekelas, teman sebaya, guru-guru, dan pengguna interenet lain. Pengguna internet dapat saling membantu dalam menganalisa, dan menghasilkan informasi serta ide-ide cemerlang dengah mudah dan effisien.
Belisle (1996) mengatakan bahwa melalui akses internet atau penggunaan e-mail, maka kesadaran sosial dan percaya diri mereka akan meningkat. Pengguna internet dan e-mail dapat membebaskan diri dari keterbatasan alat- alat komunikasi tradisional- seperti pos dan mengirim pesan lewat telegram- yang sering menghambat proses korespondensi dan menulis. Penggunaan internet dan e-mail kemudian ditransformasikan untuk sarana belajar, misalnya menulis atau mengarang. Pada mulanya dalam bentuk latihan pasif menuju pola belajar aktif: berdiskusi tentang pengalaman, penjelajahan dan kesenangan. Belajar melalui internet dan e-mail dapat membuat siswa menyadari potensi diri secara penuh. Untuk ini mereka perlu diperdayakan, dan guru dan siswa berkolaborasi melalui pembelajaran berbasis ICT- internet dan e-mail.
Penggunaan e-mail dalam aktivitas menulis Bahasa Inggris dapat dilakukan melalui interenet dari labor komputer, laptop pribadi, atau melalui warung telekomunikasi (warnet). Belisle (1996) mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa penggunaan e-mail dapat memberikan manfaat bagi siswa dan guru dalam kelas Bahasa Inggris.
1). Dengan menggunakan e-mail dalam kelas menulis Bahasa Inggris akan
membuat siswa lebih familiar dengan alat komunikasi ini.
2). Guru dapat berkomunikasi dengan siswa atau grup siswa.
3). Guru dapat memonitor proses penulisan siswa secara individu mulai dari
fase brainstorming sampai pada fase final.
4). Siswa dapat memanfaatkan fitur (feature) untuk mengatur tulisan.
5). Penggunaan e-mail juga dapat menghemat waktu dalam kelas yang hanya
untuk membicarakan tentang pekerjaan rumah.
6). Siswa dapat mengirim atau menyerahkan tugas atau PR-nya kapan dan
dimana saja.
Kemudian ada beberapa bentuk pemberian tugas kepada siswa dalam meningkatkan tulisan Bahasa Inggris mereka melaui e-mail yaitu seperti:
1) Dialog, aktivitas ini adalah bentuk dasar dalam penggunaan e-mail. Dialog
melalui e-mail juga dapat meningkatkan frekuensi komunikasi antara guru
dan murid, serta murid dengan murid.
2).Merevisi paragraf atau sebuah teks yang ditulis dalam Bahasa Inggris, ini
merupakan aktivitas sederhana yang dapat membantu siswa dalam latihan
mengedit paragraph atau teks. Siswa mengoreksi tata bahasa, ejaan, atau
kesalahan struktur. Guru harus menyiapkan satu paragraf atau teks pendek
dengan sejumlah kesalahan untuk dikirim ke siswa / grup siswa dan
dikoreksi.
3).Menjawab pertanyaan atau membaca pemahaman, guru menyiapkan
naskah reading comprehension dengan jawaban dalam bentuk essay.

C. Metode
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Batusangkar menggunakan rancangan deskriptif. Menurut Arikunto (2000) bahwa penelitian deskriptif menggambarkan data dalam bentuk analisa, menggunakan persentase dan ungkapan-ungkapan sederhana.
Subjek penelitian adalah siswa kelas XII jurusan IA (Ilmu Alam) dan IS (Ilmu Sosial) yang berjumlah sebanyak 65 siswa (populasi siswa per kelas 22 orang). Fokus penelitian terdiri dari :
1). Persiapan aplikasi internet.
2). Aktivitas menulis melalui e-mail.
3). Kualitas tulisan melalui e-mail.
Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi (portofolio menulis Bahasa Inggris siswa). Teknik observasi digunakan untuk memperoleh pemahaman tentang persiapan aplikasi internet, aktivitas menulis melalui e-mail, dan kualitas tulisan melalui e-mail.
Data analisis dilakukan dengan menggunakan model analisis deskriptif yang di dalamnya melibatkan kegiatan pengumpulan data. Penyajian data, reduksi data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1984). Untuk menjamin keabsahan data, peneliti menggunakan teknik trianggulasi, sebagaimana dikatakan oleh Gay dan Airisian (2000) bahwa teknik trianggulasi adalah mencari keteraturan data dengan membandingkan perbedaan data dengan eksistensi data atau fakta di lapangan.

D. Hasil
Temuan dari penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu: 1) Persiapan aplikasi internet, 2) Aktivitas menulis Bahasa Inggris melalui e-mail, dan 3) Kualitas tulisan siswa melalui e-mail.
1. Persiapan aplikasi internet,
Persiapan siswa dalam aplikasi internet adalah seperti memiliki komputer/laptop (atau memakai komputer rental) dan mampu mengoperasikannya, memiliki flash dish atau CD room, dan kemudian punya kemudahan untuk menjangkau tempat mengakses internet, seperti di warnet.
Dari data lapangan diperoleh bahwa 75% responden (siswa SMA Negeri 3 Batusangkar) memiliki komputer, 8% memiliki laptop, 90% memiliki flas dish. Kemampuan mengetik dan mengoperasikan komputer/ laptop adalah syarat mutlak bagi siswa untuk bisa mengaplikasikan internet. Sedangkan memiliki flash dish dan CD room diperlukan untuk menyimpan file atau dokumen. Flas dish perlu di-scan dengan anti virus agar tidak pindah ke dalam komputer. File dan dokumen ini dapat diapload atau dikirim melalui internet. Sebaliknya berbagai fitur dalam internet- teks, foto, lagu, dan film dapat disimpan atau didownload ke dalam benda- benda ini.
Keberadaan/ jarak dan waktu yang tersedia untuk mengakses internet, juga merupakan syarat mutlak untuk dapat melakukan aplikasi internet. 70% siswa mengatakan tinggal bersama orang tua (dalam kota), mereka punya kemudahan untuk mengakses internet- warnet atau warung telekomunikasi- di kota Batusangkar, atau mengakses internet pada labor bahasa. Selanjudnya, 25% respon tinggal pada kamar kost, mereka biasanya mengakses internet dalam perhitungan keuangannya. Pengunjung internet antara siswa laki-laki dan siswa perempuan jumlahnya cukup berimbang. Ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan gender dalam mengakses informasi, pendidikan dan hiburan lewat interenet.

2. Aktivitas menulis melalui interenet
Aktivitas menulis melalui internet dapat dilakukan melalui e-mail dan website pribadi atau meninggalkan pesan dan komentar pada situs/ web orang lain. Ada sejumlah mesin e-mail yang lazim digunakan oleh pengguna internet untuk keperluan berkomuniukasi yaitu seperti ; yahoo, gmail, telkom, plaza, hotmail, dan lain- lain. Sementara itu 90% responden memakai yahoo, karena mesin yahoo memiliki fitur yang lebih banyak dan lebih menarik serta dikenal lebih luas. 80% respon mengaku sudah memiliki e-mail, dan 20% memiliki e-mail tetapi penggunaannya tidak teratur. Mereka tahu cara menggunakan internet melalui guru TIK, dari buku, dari terman dan dari operator internet itu sendiri.
Umumnya responden (100%) mengungkapkan bahwa e-mail berguna untuk berkomunikasi, mengirim dan menerima pesan, serta mengirim tugas kepada guru. Seterusnya mereka 90% responden mengatakan bahwa dengan memiliki e-mail, mereka merasa lebih percaya diri, kepuasan diri dengan menggunakan teknologi modern. Memiliki e-mail berarti memiliki identitas sebagai warga dunia yang tidak gatek atau gagap teknologi (85%). Aktivitas menulis dalam Bahasa Inggris pada internet–dan juga dalam Bahasa Indonesia- adalah dalam bentuk; 1) mengirim / membalas e-mail, 2) mengapload website- friendster, blogspot, multiply, wordpress, 3) mengedit profil, serta 4) meninggalkan komentar pesan pada shouting box.

3. Kualitas tulisan Bahasa Inggeris
Menulis dalam Bahasa Inggris melalui e-mail biasanya dimulai saat kurikulum Bahasa Inggris- kompetisi dasar (KD) pada pembelajaran menulis- mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran tentang e-mail. Dalam buku “English in context, developing competencies in English, for grade XII natural and social science program SMA/ MA” oleh Sundayana, et al (2005: 23-26), menjelaskan bahwa kompetensi dasar dalam menulis e-mail, maka siswa harus mampu menulis melalui e- mail, yaitu menulis e-mail dengan langkah-langkah retorika- menulis dalam bentuk deskriptif, narratif, prosedur, dan lain- lain, dalam bentuk sederhana.
Peneliti (sebagai guru Bahasa Inggris) dan siswa melakukan pembelajaran dengan KD tentang menulis menggunakan e-mail, berdiskusi tentang dengan topik “manfaat dan pengaruh negative media massa seperti internet dan televisi. Sebelum mengakhiri pembelajaran dengan topik ini, guru memberi pekerjaan rumah, yaitu siswa harus menulis nasakah pendek tentang “advantage and disadvantage of television”. Tugas ini kemudian harus diserahkan melalui e-mail ke; marjohanusman@yahoo.com, atau marjohanusman@gmail.com
Pada kesempatan lain siswa juga diberi tugas lain- menulis pengalaman ketika berlibur- my holiday experience, atau my unforgettable experience. Mereka harus menyerahkan tugas mereka melalui e-mail ke guru Bahasa Inggris. Untuk verifikasi apakah siswa mengirim atau tidak, maka guru dapat mencek melalui e-mail, kemudian memberi komentar atas kualitas tulisan mereka.
Penilaian kualitas tulisan siswa harus merujuk pada indikator penilaian tulisan menggunakan analytical score. Brown (2004) mengatakan bahwa ada lima indikator dalam melakukan skor analisa, seperti:
1) Organisasi.
2) Isi/ Pengembangan logika.
3). Tata Bahasa.
4). Tanda baca, ejaan dan mekanik.
5). Gaya dan kualitas ungkapan.
Ke lima indikator di atas dikembangkan dari variable menulis Bahasa Inggris. Ini. Kemudian masing- masing indicator dipecah menjadi sub-indikator. Untuk lebih jelas dapat digambarkan sebagai table berikut:

Tabel: Indikator Penilaian Tulisan
Variabel
Indikator
Sub-indikator
Menulis
1. Organisasi
1. Judul
2. Pendahuluan
3. Tubuh
4. Kesimpulan

2. Isi/ Pengembangan
logika
1. Topik
2. Ide kongkrit
3. Pengembangan ide

3. Tata Bahasa
1. Bentuk Kata Kerja
2. Modal auxiliary
3. Penggunaan artikel
4. Preposisi
5. Tense sequencing
6. Klausa

4. Tanda baca, ejaan dan
mekanik
1. Pemakaian Huruf besar
2. Paragraf
3. Tanda Baca
4. Ejaan

5. Gaya dan kualitas ungkapan
1. Penggunaan kosa kata
2. Struktur parallel
3, Register (penggunaan
kata istilah sesuai
bidang ilmu)
(Disadur dari Brown, 2004)

Tabel di atas menunjukan bahwa ada lima indikator yang harus menjadi fokus guru dalam menilai tulisan atau naskah siswa. Pada umumnya siswa tidak bermasalah dalam indikator “mengorganisir tulisan dan pengembangan ide / logika. Namun, sebagian besar siswa dalam menulis bahasa Inggris menggunakan strategi menterjemahkan ide dan fikiran dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris. Pengaruh tatabahasa atau pola pembentukan kalimat dalam bahasa Indonesia ikut mempengaruhi kualitas Bahasa Inggris mereka. Sebagai contoh siswa sulit membedakan pemakaian /can/ dengan /able to/ atau /could/ ,kemudian /will/ dengan /would/, membedakan kalimat /past progressive/ dengan /past perfect/, dan lain- lain.
Untuk menjaga motivasi belajar, dan minat belajar siswa maka guru tidak melakukan koreksi terlalu banyak pada tulisan mereka. Bahwa yang perlu dilakukan adalah membaca ide yang ada dalam tulisan mereka dan memberi mereka reward dan appresiasi. Pemberian reward dan appresiasi yang dikirim lewat e-mail dapat menambah motivasi menulis mereka. Refleksi itu dapat diketahui dari e-mail yang mereka kirimkan ke e-mail guru (peneliti).

E. Penutup
Penggunaan sarana TIK sangat membantu siswa, guru dan masyarakat dalam mengembangkan kualitas akademik, wawasan umum, hobi dan pekerjaan. Penggunaan internet dan e-mail sudah menjadi fenomena bagi siswa/ remaja. Memanfaatkan sarana internet- fitur yang ada dalam internet- memperkaya wawasan mereka. Umumnya siswa memanfaatkan internet untuk tujuan pendidikan dan hiburan.
Pemberian tugas menulis Bahasa Inggris pada siswa melalui e-mail dapat meningkat motivasi belajar dan percaya diri yang tinggi. Memiliki e-mail membuat mereka menjadi warga dunia yang peduli dengan ICT atau TIK.
Disarankan kepada guru Bahasa Inggris- dan juga guru bidang studi lain- agar memanfaatkan keberadaan internet untuk tujuan pembelajaran. Kemudian warga sekolah- guru dan murid- agar memiliki e-mail dan membuat blogspot (situs pribadi) untuk menyimpan tulisan dan naskah. Ini berguna untuk saling berbagi naskah dan fitur yang positif satu sama lain dengan pengguna internet yang lain.

Daftar Pustaka
Acklen, Laura.(1999).Belajar Sendiri Dalam 10 Menit Microsoft Office 2000.Yogyakarta: Andi.
Anwas, Oos M.(2003). Model Inovasi e-Learning Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. ”Jurnal Teknodik e-Learning”. Jakarata: Depdiknas, Pustekom.
Arikunto, Suharsimi. (2000). Manajemen Penelitian. (edisi ke 5). Jakarta: Rineka Cipta.

Belisle, Ron. (1996). E-mail Activities in the ESL Writing Class, The Internet TESL
Journal , vol 11, no 12 (http://itselj.org.writingclass/html ). akses, 12 November 2007).

Brown, H.Douglas.(2004). Language Assessment. Principles and classroom Practice.
New York: Longman.

BSNP.(2006). Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Mata
Pelajaran:Bahasa Ingris SMA/MA. Jakarta: Depdiknas

Gay, L.R and Pieter Airisian. (2000). Educational Research: Competencies for Analysis and Application (6th Ed). New Jersey: Prentice Hall.

Kamarga, Hanny.(2002).Belajar Sejarah Melalui E-learning: Alternative Mengakses Sumber Informasi Kesejarahan.Jakarta: Inti Media.

McInerney, Denis M and McInerney, Valentina. 1998. Educational Psychology: Constructing Learning. New York: Prentice Hall.

Miles, Matthew B and Huberman, A. Michael. 1984. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. London: Sage Publications.

Purbo, Onno W (2001).Masyarakat Pengguna Internet di Indonesia. Availavble at: (http://geocities.com/intercent/project/html) retrived Novemver 4th 2002.

Rouet, J.F. (1990). Intearctive Text Processing by Inexperiencede (Hyper) Reader. In
A.Rizk, N. Streitz And J Andre (eds). Hypertext: Concept, Systems, and aplication. Cambridge: Cambridge University Press.

Yusrizal. (2008). Konsistensi Mewujudkan Masyarakat Sejahtera dan Berkeadilan .
Batusangkar: Pemda Tanah Datar. (http://tanahdatar.go.id/index.php ,akses, 12 Desember 2008).




BIODATA:
1 Nama Drs. Marjohan, M.Pd
2 Nip 131843527
3 Pangkat / gol. Ruang Pembina/ IV.a
4 Tempat dan tanggal lahir Lubuk Alung, 22 Maret 1965
5 Jenis kelamin Laki- Laki
6 Agama Islam
7 Mata pelajaran yang diajarkan Bahasa Inggris
8 Masa kerja guru 18 tahun 4 bulan
9 Judul karya tulis "Penggunaan E-Mail Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis
Bahasa Inggris Siswa SMA Negeri 3 Batusangkar"

10 Pendidikan terakhir Program Pascasarjana UNP Padang
11 Fakultas/ jurusan Program Pascasarjana/ Pend Bahasa
12 Status perkawinan Kawin
13 Sekolah

a. Nama Sekolah SMA Negeri 3 Batusangkar
b. Jalan Jalan Raya Batusangkar- Sitangkai
c. Kelurahan / Desa Bukit Gombak
d. KecamatanLimo Kaum
e. Kabupaten Tanah Datar
f. Propinsi Sumatra Barat
g. Kode Pos 27211
h. Telepon 0752-73003
14 Alamat rumah Griya Alam Segar
a. Jalan Jalan Raya Batusangkar- Sitangkai
b. Kelurahan / Desa Bukit Gombak
c. Kecamatan Limo Kaum
d. Kabupaten Tanah Datar
e. Propinsi Sumatera Barat
f. Kode Pos 27211
h. no. HP 085263537981
15 Prestasi dan keberhasilan yang pernah dicapai
a. Guru Teladan Kabupaten Tanah Datar 1998
b. Guru Teladan Propinsi Sumatera Barat 1998
c. Menulis pada media massa (koran Canang,
Haluan dan Singgalam), pernah menulis
pada journal Speleolog Tarbes, Perancis
d. Menulis Naskah Buku “Beranda Sekolah”
diedit menjadi “School Healing-
Menyembuhkan Sekolah”- Naskah
tersebut berada Pemda Kabupaten Tanah
Datar untuk memperoleh hak cipta
f. Wisudawan dengan nilai Cum Laude, 3.81
tanggal 7 Juni 2008

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...