Rabu, 08 Januari 2014

Menuju Hotel Baru



Menuju Hotel Baru

1. Mengantuk Berat
Kami semua sudah merasa letih, kami merasa mengantuk cukup berat. Pasti semua kurang tidur. Aku sendiri juga kurang tidur karena tadi aku terbangun jam 2 dini hari dan tidak tidur lagi hingga sekarang. Aku memang ingin pergi ke hotel agar bisa tidur indah.
            Bis kami berhenti di depan Hotel Mercure Sydney yang terletak di George street. Aku nilai ternyata harga hotel ini tentu lebih mahal lagi dari hotel Rydges di Melbourne. Tidak banyak fasilitas yang dapat kami nikmati secara gratis sebagaimana kalau kita tinggal di hotel-hotel Indonesia.
            Harga satu botol air mineral terasa mahal harganya sekitar $ 7. Menggunakan internet akan dikenai biaya $ 10 per jam, wah lebih mahal lagi. Makanya aku jadi khawatir kalau iseng- iseng menggunakan WiFi, soalnya aku khawatir bakal kena charge yang mahal seperti hotel di Melbourne. Fasilitas lain yang juga akan dikenai biaya seperti adaptor listrik bisa disewa, demikian juga dengan movie dan TV.
            Seperti biasa kami rendezvous jam 6 sore. Maka kami semua harus bersiap-siap di ruang lobby. Untuk selanjutnya kami mengikuti langkah Rachman. Tour leader kami ini sudah begitu familiar dengan kota Melbourne dan Sydney. Aku bercanda dengan Rachman bahwa “Pergi ke Melbourne dan Sydney baginya ibarat pergi Pasar Minggu atau Tanah Abang di Jakarta.
            Benar seperti dikatakan Rachman bahwa kota Sydney lebih ramai dari Melbourne dan juga sedikit lebih macet. Kami kini tengah berada dalam kota Sydney dan kami harus buru-buru dan hati-hati setiap kali menyeberang jalan. Keramaian jalan lebih terasa di George Street dan Ultimo Road.
            Kami kemudian melewati wilayah toko harian. Aku melihat bahwa ada juga restoran dengan tulisan “eat in and take away” maksudnya mau beli makanan  bukan makan di tempat atau mau dibawa pulang. Kami melangkah menuju “Restaurantb Eight” miliki orang China.
            Aku berfikir bahwa mengapa susah menemui restoran Indonesia. Kecuali kemaren aku melihat ada “Restaurant  Bali Bagus”. By the way aku kangen berjumpa dengan restoran Padang. Aku rasa faktor bahasa Inggris merupakan bagi pemilik resto kesulitan buat membuka usaha restoran di sini. Di Malaysia dan Singapura restoran Padang juga ada. Karena di sini mereka cukup menggunakan bahasa Melayu yang bahasanya mirip dengan bahasa kita- bahasa Indonesia.     
            Aku memperhatikan bahwa sajian di restoran China di Melbourne dan Sydney tidak jauh berbeda. Variasi hidangan restoran China tidak banyak- cukup sederhana. Begitu tamu datang maka pelayan meletakkan cangkir, mangkok, teapot dan sendok. Semua serba porselen- juga sepasang chopstick atau sumpit. Kemudian para tamu diharapkan untuk membuat teh hangat sendirian dengan cangkir kecil. Kami minum teh tanpa gula. Di restoran Australia gula memang tidak begitu popular.
            Kemudian pelayan menyajikan hidangan pembuka yaitu bubur jagung. Kemudian menyajikan hidangan pokok seperti tumis sayur campur udang, nasi, petis ikan dan juga petis ayam atau bebek atau daging sapi.
            Aku dan Nurhadi menghindari memakan daging ayam, bebek dan daging sapi. Aku tahu daging ini halal, namun kami ragu apakah hewan ini ada disembelih secara Islam ? Kalau tidak secara Islam maka nilai spiritual dagingnya cenderung jadi haram.
            Usai makan maka pelayan akan mengemasi semua piring- piring kotor dan mereka akan menyajikan hidangan penutup- yaitu buah segar. Buah segar diiris seperti sun ripe, melon dan juga buah kiwi. Pelayan di restoran ini semua berusia muda- usia mereka mungkin 20 tahunan. Mereka bergerak dengan cekatan dan jarang tersenyum- ya dengan wajah serius. Pelayan perempuan juga memakai celana panjang. Mereka selalu memperhatikan meja pengunjung, kalau ada gelas yang kosong ya akan dituangi air minum yang baru.   

2. Tidak Boleh Alergi dengan Surat Kabar
            Akhirnya aku bisa menikmati tidur paling nyenyak di Mercure hotel.  Mimpi membawaku terbang tinggi, tapi entah dimana. Aku terbangun setelah aku mendengar “wake up call” lewat intercom pada pukul 5.30 pagi. Seperti biasa aku harus sholat subuh dan aku memastikan dimana arah untuk sholat. Di hotel tidak ada petunjuk arah kiblat. Dengan demikian aku mencari tahu bagaimana jatuh bayang- bayang matahari dan kemudian menentukan arah barat. Maka arah Arab Saudi- tempat berdirinya ka’bah dapat ditentukan, yaitu kira- kira arah barat laut. Maka inilah arah buat menghadap arah sholat.
            Pagi ini aku merasa malas buat mandi, dingiiin. Aku merasa kurang enak badan- merasa sedikit demam dan juga sakit kepala. Kami memutuskan untuk turun ke dining room buat sarapan pagi. Aku menghindari makanan yang banyak bumbu, apalagi daging yang kaya dengan kolesterol. Aku hanya makan sedikit nasi goring dan juga sebutir telur.
            Perasaan kurang enak pada system pencernaakan bisa menjadi sumber datangnya demam. Untuk itu aku mengkonsumsi agak banyak buah- buahan- ya segala jenis melon, buak kiwi dan juga pine apple, serta juga satu gelas juice apple.
            Wah seperti biasa, aku merasa rugi bila tidak membaca koran. Koran kora yang ada di dining room ini gratis untuk dimiliki. Aku memutuskan buat membaca dua koran: the Sydney morning herald dan the China daily.
            Populasi keturunan China cukup banyak di Sydney. Maka mereka juga punya koran yang berguna buat memberi informasi- paling kurang buat mengcover berita seputar orang China. Memang benar bahwa koran China mempunyai fitur tentang “China business dan China life”. Koran ini cukup banyak memberitakan perkembangan bisnis dan ekonomi yang juga berhubungan dengan bisnis dan ekonomi orang China di Indonesia.
            Berbeda dengan koran the Sydney morning herald, yang banyak memberitakan fitur tentang dunia internasional dan Eropa. Surat kabarini adalah surat kabaryang mewakili kepentingan Eropa di Australia.
            Aku perhatikan bahwa industri surat kabar (koran) sangat berkembang di Australia. Koran-surat kabartersebar dari penerbit hingga ke pembaca di sekolah, universitas, perkantoran, restoran, hotel mal-mal dan tempat publik lainnya. Penggantian biaya/ harga surat kabarsudah mencakupi harga tiket di restoran, pesawat, mal- mal, dll. Namun bagaimana dengan semangat membaca surat kabardan distribusi surat kabardi negara kita (?), wah aku ingin kemijakan seperti ini buat ditiru.
            Distribusi surat kabar di Indonesia atau paling kurang di Padang masih sepi. Sirkulasi surat kabar masih dikelola secara konvesional- yaitu masih dari penerbit ke agent. Tentu saja tidak banyak yang membelinya. Coba lihat bahwa mayoritas guru- guru dan pegawai jarang yang membaca koran- berlangganan koran. Kemudian profesi lain seperti polisi, tentara, perawat, pedagang, dll, juga jarang- bahkan tidak ada- yang berlangganan koran. Alhasil mereka hanya memperoleh informasi lewat TV. Celakanya mereka malah juga minim mengkonsumsi berita, kecuali kerajingan mengkonsumsi berita gossip para selebriti.
            Ya bangsa kita baru sebatas merdeka dari buta huruf. Hanya baru sebatas tahu angka- angka dan membaca dongang buat anak- anak- maksudnya sebatas pintar membaca teks- teks singkat.
            Lebih miris lagi, di zaman boom ICT sekarang, para anak- anak tidak punya majalah- mereka tidak mengenal majalah anak- anak seperti majalah Bobo, majalah Kawanku, majalah Sikunjung, dll, sebagaimana majalah saat aku kecil dulu. Selanjutnya para remaja dan orang orang muda, mereka kurang mengenal majalah mereka seperti majalah Gadis, majalah Kartini, majalah Femina, majalah Trubus, majalah Sarinah, dll. Ya mereka lebih memilih jadi generasi penonton. Menonton belasan channel TV selama berjam- jam. Setelah itu ditambah lagi dengan mengkonsumsi digital game. Yang lebih banyak mereka konsumsi adalah sinetron, dan juga status status ringan dari Facebook dan twitter. Ini membuat mereka jadi generasi ekspresif yang spontan, namun perlu mengimbangi dengan menjadi generasi refleksi verbal- banyak berfkir dan menganalisa.
            Apa yang mereka lakukan seperti menonton berbagai channel TV, menonton DVD, membaca status facebook dan twitter tidaklah salah- malah sangat tepat. Namun kita berharap agar mereka juga peduli dengan kebiasaan membaca- bica koran, tabloid, majalah, novel dan dll. Apakah cukup hanya dengan berharap seperti ini ?
            Ternyata tidak, dan tentu melalui action. Terutama para legislative dan para masyarakat perlu mendesak pemerintah untuk membuat peraturan, misalnya para pegawai BUMN, PNS dan pegawai swasta perlu berlangganan koran- membaca koran lewat berlangganan. Bagaimana caranya ?
            Ya seperti yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan GIA (Garuda Indonesia Airways). Siapa saja yang naik pesawat akan memperoleh kora the Jakarta post. Biaya atau harga koran tentu telah tercakup kedalam harga tiket pesawat.    

Kapal Pesiar Captain Cook



Kapal Pesiar Captain Cook
1. Sydney
            Rasa kantukku  jadi hilang saat  roda pesawat Jet Star  menyentuh landasan bandara Sydney. Lagi lagi kami harus masuk terminal dan melewati immigrasi. Fikiranku selalu pada WiFi. Umumnya WiFi bandara di sini memiliki sinyal yang kuat. Bagiku WiFi juga menjadi sarana buat mengirim kabar atau paling kurang sehelai foto ke tanah air.             Wah tabletku gagal untuk konek dengan WiFi sehingga aku tidak berhasil mengunggah foto dan berita terakhir.  
            Kami segera mengambil bagasi masing- masing  dan semua terus melangkah keluar terminal. Kami berjalan menuju bis wisata dengan trolley tempat menyimpan bagasi. Kami disambut oleh Nadira, perwakirlan tour travel Reira cabang Sydney. Adapun Rachman tetap sebagai tour leader kami. Ia akan mengajak kami berkeliling kota Sydney.
            Good bye bandara Kingsford Smith…!!! Ya nama bandara Sydney adalah Kingsford Smith. Bandara ini berlokasi di pemukiman Mascot di Sydney, Australia. Bandara ini menjadi satu-satunya bandara yang melayani Sydney, dan hubungan  utama bagi Qantas, bandara ini juga menjadi hub sekunder bagi Virgin Australia dan Jetstar Airways. Terletak di sebelah Botany Bay, bandara ini memiliki tiga landasan pacu, yang sering disebut sebagai landasan pacu "timur-barat", "utara-selatan" dan "ketiga". Bandar Udara Sydney adalah salah satu bandara tertua di dunia yang beroperasi secara terus menerus, dan merupakan bandara tersibuk di Australia[1].
            Waktu di Sydney masih sama dengan posisi waktu kota Melbourne. Untuk destinasi pertama di Sydney, kami mau dibawa menuju Captain Cook Cruise. Dengan demikian kami akan memukan tujuan wisata paling spektakuler di Australia. Captain Cook Cruises adalah favorit jalur pelayaran kapal pesiar  yang beroperasi di Sydney Harbour.
Sydney adalah kota terbesar di Australia, dan ibu kota negara bagian New South Wales. Sydney memiliki populasi wilayah metropolitan 4.34 juta jiwa dan luas 12.000 kilometer persegi. Penduduknya disebut Sydneysiders, dan Sydney dijuluki sebagai "the Harbour City" (Kota Dermaga), "the City of Villages" (Kota Desa-Desa) dan "the Emerald City" (Kota Zamrud). Sydney merupakan salah satu kota paling multikultural di dunia, yang tercermin dari perannya sebagai kota tujuan utama bagi imigran ke Australia. Sydney dibangun di bukit rendah di sekitar Port Jackson. Kota ini merupakan tempat berdirinya Sydney Opera House dan Harbour Bridge. Wilayah metropolitannya dikelilingi oleh taman nasional, dan memiliki banyak teluk, sungai dan ceruk. Kota ini adalah tempat bagi berbagai taman, seperti Hyde Park, Royal Botanical Gardens dan taman nasional. Bersama dengan Sydney Harbour, hal ini merupakan faktor utama yang menjadikan kota ini sebagai salah satu kota terindah di dunia[2].
Sydney terasa lebih padat dari kota Melbourne. Perjalanan dari airport menuju kota lebih kurang satu jam. Semua airport di Australia memang berada jauh dari kota. Aku merasa gembira karena kami akan segera melihat latar belakang kota Sydney, ya seperti opera house dan jembatan Sydney. Keberadaan gedung opera telah memberi inspirasi pada mendiang Ibu Tien Suharto untuk menginstruksikan pembangunan museum keong mas di Taman Mini Indonesia Indah- Jakarta.
Kota Sydney lebih metropolis dibandingkan Melbourne. Karena kota ini terasa lebih modern. Cuaca kota Sydney juga terasa lebih tropis. Pada ujung jalan dari bandara, pada persimpangan aku melihat seorang pria berwajah asia berjalan menenteng satu ember menuju mobil yang berhenti menunggu lampu buat melaju. Pria tersebut membersihkan kaca mobil dan kemudian berharap memperoleh uang tip atas jas kecilnya itu. Wah ternyata profesi kagetan juga ada di Sydney.
Kami segera melewati daerah King Cross street. Aku diberitahu bahwa daerah ini adalah daerah tempat pria iseng dan juga wanita iseng. Kami tidak menganjurkan para remaja Indonesia untuk mengunjungi daerah ini.
Dari kejauhan kami sudah melihat melihat sebuah bangunan berbentuk antenna. Gedung itu adalah Sydney tower. Kami kelak juga bakal ke sana. syney tower merupakan gedung paling tinggi di kota Sydney. Di bawah Sydney tower terdapat plaza yang bisa kita kunjungi buat berbelanja atau sekedar cuci mata saja.    

2. Tersesat Di Sydney Harbour
            Begitu keluar dari bandara Kingsford Smith- bandara Sydney, kami seperti ingin dimanja untuk cuci mata. Rachman menghubungi penjualan tiket dan kami menunggu beberapa saat hingga ia datang lagi buat bagi- bagi tiket. Ya tiket buat boarding ke atas kapal Captain Cook Cruise. Tiket tersebut sudah meliputi buat makan siang.
Pada tiket tertulis kata lunch Asia. Jadi orang orang yang ingin memperoleh makan siang dengan suasana khusus bisa memperolehnya pada kapal ini. Aku tidak tahu berapa harga makan siang dan termasuk biaya pesiar dengan kapal selama satu atau dua jam buat melayari- mengelilingi teluk Sydney. Kata ibu Maria Widiani (Kepala Kapala Subdit PTK  SMA, Dit.P2TK  Dikmen) bahwa harga satu tiket per orang adalah sekitar $ 50. Semua biaya adalah tanggungan negara karena masih dalam rangka memberi reward buat prestasi kami- sebagai pendidik berprestasi Indonesia.        
Sebelum naik kapal pesiar kami menyempatkan diri buat berfoto- foto. Maklum Sydney sangat jauh dari kampung, jadi kami sengaja mengambil foto dengan landmark Sydney.
Aku melihat captain kapal berpakaian ala captain kuno. Ia cukup ramah dan aku mendekatinya buat kesempatan foto bareng dengan nya. Akhirnya ia setuju dan aku berfoto beberapa pose berdiri. Setelah itu orang orang lain juga ingin foto bareng dengannya. Wah aku telah membuat captain kapal menjadi selebriti, hhh.
Kami kemudian bergerak menuju dermaga dan menunggu buat beberapa menit. Ibu Nana merasa pusing karena merasa tempat ia berdiri terasa bergerak dan kami jelaskan bahwa tempat kita bergerak memang bergerak. Kita semua berada di atas dermaga apung. Dermaga tersebut memang dibangun seperti demikian- bisa bergoyang oleh riak air laut.
Kami akhirnya naik ke atas kapal pesiar. Dalam kapal ada 3 deck- lantai, mulai dari bawah hingga ke atas. Masing masing deck punya nama yaitu: star deck, sky deck dan club deck. Kami duduk pada deck tengah. Meja kami bersusun dekan jendela hingga mata kami bisa melihat pemandangan- pantai teluk- yang sangat menakjubkan.   
Setelah menemui tempat duduk, kami kemudian mencari giliran buat mengambil makanan. Terlihat bahwa wisata captain cook cruise ship ini dikelola oleh warga Australia yang mayoritas berwajah oriental.
Sejak tadi aku asyik mencari-cari dimana lokasi opera house of Sydney yang popular tersebut dan juga dimana lokasi jembatan Sydney yang panjang itu (?). Aku membiarkan orang lain buat antrian untuk makan siang. Sementara aku sendiri memanfaatkan waktu buat berfoto foto, demikian pula beberapa teman lain.
Cuaca dingin membuatku selalu ingin tahu dimana letak toilet. Tidak hanya di sini, juga di hotel, di restoran dan di bandara, aku selalu bertanya: where is the toilet ? Tadi pagi aku menemukan informasi dari sebuah pamphlet bahwa lebih dari 120 ribu laki-laki Australia hidup dengan gangguan prostate[3].
Kanker prostat menyumbang sekitar 30% dari Kanker yang diidiagnosis terhadap pria Australia . Ini adalah penyebab kedua kematian karena kanker paling umum, setelah kanker paru-paru. Dikatakan bahwa satu dari 8 laki-laki Australia beresiko menderita gangguan prostate. Mereka tentu saja akan menderita, bingung, depresi dan untuk itu mereka butuh dukungan keluarga secara emosional. .
Aku bukan dokter atau seorang ahli kesehatan. Namun aku melihat gaya hidup laki-laki dan orang Australia, mereka suka minuman anggur mengandung alcohol sepanjang hidup mereka. Bukankah ada 6 minuman beralkhohol popular di Australia seperti : Illusion Shaker, Pale Ale Coopers, Bundy'n'Coke, Passion Pop, Penfolds Grange dan Cask Wine. Minuman ini selalu dicari-cari. Menjelang masuk immigrasi di Sydney aku melihat antrian panjang orang Australia menuju toko minuman beralkohol ini. Salah satu efek jelek dari alkhohol adalah mendatangkan prostate bagi pria Australia.
Kemudian karena orang Australia sejak remaja sudah menganut gaya hidup sex bebas, telah membuat laki-laki mengkonsumsi tablet atau pil buat pria dewasa. Penggunaan dalam jangka panjang sedikit banyak tentu memberi efek pada kesehatan.ini juga faktor pendorong menurunnya kesehatan alat produksi pria.
Aku melepaskan pandangan ke laut. Laut teluk Sydney tidak punya ombak hanya riak-riak kecil dan hembusan angin dingin yang cukup kencang. Aku tidak melihat beberapa teman di tempat yang jauh di belakang geladak kapal. Aku melihat ada Nurhadi, Isdarmoko dan Suparno. Mereka terlihat asyik mencari view dan mereka berfoto-foto. Aku jadi iri dan spontan meloncat dari tempat duduk buat bergabung dengan mereka.
Aku minta bantuan Nurhadi untuk mengambil foto dengan latar belakang gedung Sydney opera house dan juga Sydney harbor bridge, serta aku juga berfoto dengan latar belakang bendera Australia. Aku menjadi phobi- takut terjatuh ke dalam laut atau aku cemas kalau tas dan hapeku terlempar oleh tiupan angin kencang ke dalam laut.
Hasil foto kurang bagus karena bayang bayang matahari sore sangat mengganggu. Aku melihat Nurhadi berfoto-foto di atas geladak kapal paling atas. Aku ikut bergabung, di sana juga banyak warga asik lainnya sebagian besar berwajah oriental- India, china, Japan, dll. Aku separoh memaksa agar Nurhadi  mengambil fotoku dengan latar belakang paling baik. Aku merasa amat puas memiliki foto dengan latar belakang Sydney opera house dan juga Sydney harbor bridge dengan sangat jelas.        
Kapal pesiar kemudian merapat ke dermaga lain. Aku fikir bahwa beberapa pengunjung yang turun karena ingin pergi ke Tarongga Zoo. Melihat orang orang yang pada turun, aku juga bergegas turun, namun aku mencari dimana jaketku tersangkut. Yakni pada sandaran kursi pada star deck atau deck tengah. Disana masih terlihat beberapa teman. Jadinya aku tidak bergerak kemana-mana lagi. Kami tentu harus mengikuti perintah atau nasehat tour leader. Kapal segera bergerak, berlayar menjauhi dermaga itu lagi. 
Tiba-tiba ada deringan telephone masuk ke HP Imron. Dia jadi kaget karena ada nomor tak dikenal yang berani menelpon. Apakah tidak takut pulsanya habis kena biaya roaming yang cukup mahal, yaitu Rp. 25.000 per menit dan Rp.4000 per SMS (?). Tampaknya deringan telpon sangat urgen, deringannya berulang-ulang.
Masyaallah ternyata tiga orang teman kami yang bernama Isdarmoko, Sumarno dan Slamet Raharjo tertinggal di dermaga Tarongga. Mereka ikut turum bersama rombongan orang lain dari deck atas. Rahman terlihat sedikit marah dengan kesalahan mereka. Padahal tadi sudah dikatakan agar mereka jangan pergi pergi dari kapal, kecuali kalau ada aba-aba. Namun sebagai tour leader ia tetap memberikan pelayanan prima. Rachman menelpon agar mereka tetap tidak bergerakdan tetap menunggu di dermaga nomor 6 sana.
Kami semua khawatir karena mereka bertiga tidak menguasai bahasa Inggris dan tentu akan kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang orang seputar sana. Mereka sekarang tersesat atau terpisah dari kapal di daerah King Wolf- Darling Harbour. Kapal bergerak terus dan berbalik ke dermaga pertama. Kami ikut menggerundel dan juga ikut merasakasihan dangan kekhilafan mereka hingga tersesat.      
Juru foto amatir yang tadi menjepret wajah kami datang. Dia meminta kesediaan kami buat menilai foto foto yang tadi merekajepret. Foto foto tersebut tentu saja tentang wajah kami. Bagi yang berminat maka selembar foto harganya $ 10.
Wah terlalu mahal..!! Kami saja dengan menggunakan HP, kamera dan tustel pribadi akan bisa membuat ratusan atau ribuan foto- foto terbaik. Namun ia mengemas foto-foto kami dengan apiknya. Wah cukup menarik.
Aku ingin untuk memilikinya dan segera menawarnya menjadi satu foto untuk harga $ 5. Wah itupun juga masih mahal kalau dikonversikan kedalam mata uang rupiah. Namun tidak apa- apa karena aku juga harus menghargai karyanya.
Kapal pesiar terus merapat ke dermaga semula dan semua penumpang segera turun. Kami kemudian menuju bis wisata. Sopir kemudian membawa kami untuk meninggalkan pelabuhan itu. Kami semua menuju pusat kota namun pada satu persimpangan bis berhenti dan Rachman segera turun untuk menjemput 3 orang yang tersesat tadi.
Kami tidak begitu lama menunggu karena ke tiga teman yang tersesat tadi ternyata juga tidak begitu idiot di negeri orang. Bermodal bahasa Inggris yang pas-pasan mereka ternyata juga sudah duluan bergerak menuju arah kota. Dalam beberapa menit saja ranchman telah menjumpai mereka dengan mudah. Ranchman segera menggiring mereka menuju mobil wisata.
“Maaf ya kami bertiga sudah tersesat dan membuat anda semua menunggu kami begitu lama” Mereka bertiga minta maaf. Mereka tadinya juga salah turun. Mereka berfikir bahwa begitu melihat semua orang pada turun, mereka juga turun ke dermaga dekat Tarongga. Begiru semua orang berada di darat dan mereka semua pada pergi dan mereka masih berada di tempat maka saat itulah mereka merasa salah turun atau tersesat. Mau balik, ke atas kapak …kapalnya sudah berlayar menjauh. Mereka tidak melihat anggota grup yang lain.
Untuk mereka membawa HP dan masih menyimpan beberapa nomor teman merekamenelpon, berteriak cemas “Halo…halo…..bantu kami, kami tersesat di dermaga ini”. Kami semua merasa gelid an tertawa mendengar pengalaman tersesat mereka yang penuh lucu ini. Kami masih tertawa dalam bis wisata. Sopir terus membawa bis melaju.   


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Sydney
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Sydney
[3] http://www.prostate.org.au/articleLive/pages/Prostate-Cancer-Statistics.html

Pagi Yang Dingin



Pagi Yang Dingin
1. Suhu Yang sejuk
            Aku merasa sudah nyaman  dan senang berada di kota Melbourne. Ibarat tinggal dalam kota impianku, apalagi dalam  musim semi dengan langit siang nan biru dan langit malam penuh bintang, sekali sekali meteor berseliweran di luar angkasa. Suhu kota ini sudah bersahabat denganku dan tidurku  terasa juga nyaman sekali. Sepertinya aku menjadi kaget kalau hari ini adalah hari Selasa tanggal 17 September. Dengan demikian ini adalah hari yang terakhir bagi kami berada di kota yang paling indah ini.
            Orang mengatakan bahwa Melbourne adalah kota yang memiliki 4 musim dalam satu hari. Ah pada mulanya aku tidak percaya karena tidak tahu maksudnya. Maksudnya adalah bahwa kadang kadang dalam sekejam suhu terasa hangat- ibarat dalam musim panas, kemudian jadi sejuk ibarat dalam musim semi, wah bila hujan turun dan angin kutub selatan bertiup dingin wah ibarat dalam musim salju.
            Rachman menginstruksikan bahwa kami besok- pagi pagi sekali- jam 4 subuh harus bangun agar bisa sholat subuh dan berkemas- kemas untuk menuju bandar udara sekitar jam 6 pagi. Aku tidak tahu, mengapa aku merasa sedih meninggalkan kota Melbourne, namun juga merasa gembira untuk menuju kota Sydney. Karena Sydney adalah kota impianku sejak masa kecil.
            Enam bulan sebelumnya aku juga telah datang ke kota Sydney, namun hanya sekedar transit dari Melbourne menuju Jakarta. Jadi saat itu aku merasa penasaran bagaimana menginjak kota dan jalan-jalan di daerah ini. Sekarang tentu aku bahagia, karena besok kami bisa tinggal agak lama di kota Sydney dan melakukan beberapa aktivitas.
            Ya malam ini aku juga berkemas- kemas buat mempak semua barang- barang yang sudah bertemaran dalam kamar hotel ke dalam traveling bag dan tas tentenganku. Aku menelusuri kamar mandi, ruang bawah tempat tidur, dalam lemari hingga ke etalase dekan pesawat TV barang barang milikku. Aku memastikan tidak ada yang tercecer dan juga memastikan beratnya tidak lebih dari 20 Kg, sebab kalau lebih bakal mendapat tambahan ongkos yang biayanya lebih mahal dari item/ barang yang aku bawa. Setelah itu baru aku memastikan bahwa barang barang milik Abdul Hajar semua sudah masuk ke dalam tas dan traveling bagnya.
            Aku merasa khawatir kalau koran-koran Australia yang aku pungut dan aku simpan dalam traveling bag bakal terasa berat. Mengapa aku membawa koran Australia ? Yak arena aku guru Bahasa Inggris dan ini bisa menjadi authentic sources (materi autentik) buat pengajaran Bahasa Inggris. Maka aku mensortir koran-koran berdasarkan tingkat kesulitan bahasa Inggrisnya dan berdasarkan menarik atau tidaknya konten koran tersebut.
            Aku kemudian mengajak Abdul Hajar untuk turun ke bawah guna untuk memulangkan sambungan listerik berkaki tiga pipih yang aku pinjam lewat resepsionis. Aku sudah mencari sambungan listrik seperti itu di Batusangkar, Padang dan Jakarta, namun aku belum menjumpainya.
            Tadi siang aku menjumpai alat seperti ini di shopping center Paddys- di sebuah pasar  Melbourne. Ternyata harganya 10 dollar- bandingkan dengan perkiraan harga di Batusangkar mungkin hanya sekitar Rp. 8.000 atau kurang dari satu dollar. Aku segera memulangkan alat tersebut kepada front officer dan aku menerima uangku kembali 20 dollars sebagai uang jaminan. Jadi andaikata hilang maka aku harus membayarnya 20 dollar atau dua kali harga pasar.
            Aku selalu membiasakan diri untuk bangun lebih cepat dan sebagai konsekwensi tidurku juga harus cepat. Kalau di Sumatera aku bangunnya labih dan bisa sholat tahajut- eh bukan bermaksud ria dan butuh pujian, namun demikian warna hidupku. Sholat adalah sarana buat mendekatkan diri pada Sang Pencipta Alam- Allah swt, dan sholat bisa membuat hati merasa tenang.
            Selama berada di kota Melbourne, kami sarapan pagi selalu di dining room hotel Rydges. Sedangkan buat makan siang dan makan malam selalu di luar di berbagai restoran. Seperti di restoran milik immigrant China, Vietnam dan juga restoran Singapura.
Kunjungan ke Australia kali ini terasa indah dan aku bisa menyantap makanan/ hidangan di restoran dengan rasa aman, tanpa takut termakan daging babi. Namun aku menghindari hidangan daging ayam, daging bebek dan juga daging sapi. Meski semua daging ini halal, namun penyemblihannya juga harus halal. kalau penyemblihannya tidak sesuai syariat Islam maka nilai daging ini dalam pandangan Islam bisa jadi haram. Paling kurang penyemblihannya harus membaca bismillah.
Kunjunganku ke Australia 6 bulan lalu terasa sangat menakjubkan. Namun kami saat itu (aku, Inhendri Abbas dan Desi Dahlan) merasa tersiksa setiap kali harus mau makan, karena kurang mengenal mana restoran halal. saat itu kami dipandu buat pergi makan oleh teman yang menikah dengan orang Amerika, tentu mereka tidak begitu peduli dengan kualitas halal atau haramnya sebuah hidangan. Jadinya tiap kali makan maka selera makan kami terasa tak sempurnamalah selera makan hilang sama sekali. Sehingganya kami harus bikin masakan di hotel apartemen hingga merasa nyaman untuk makan.
Aku kangen bertemu dengan restoran Indonesia saat itu dan dalam kunjungan kali ini,  kami juga belum bertemu restoran Indonesia, apalagi restoran Padang. Padahal restoran ada dimana mana di nusantra, mengapa restoran Padang tak begitu pesat di Australia, bisa jadi para karyawannya kurang dalam kualitas Bahasa Inggris. Memang ya bahwa rata ratakaryawan di restoran adalah mahasiswa S.2 yang hanya sebatas kerja sambilan di sini.
Ada perbedaan setting restoran di Indonesia dan Australia. Semua jenis makanan yang dijual di restoran Indonesia dapat kita lihat yang pajangan pada etalase di depan. Sementara semua jenis makan di restoran Australia tersimpan di dapur. Jenis makanan hanya dapat dipesan sesuai jenis hidangan yang tersedia. Di restoran Indonesia kita malah bisa menonton bagaiman proses memasak hidangan, namun tidak demikian dengan restoran di sini. Semua makanan diolah di dapur dan setelah siap saji mungkin juga tersimpan di dapur, kalau ada pesanan baru dibawa ke luar- disajikan buat tamu.         
Ada hal-hal yang bisa kita sarankan kepada pebisnis restoran di Indonesia, terutama pada restoran Padang agar memperhatikan porsi variasi sayurnya. Restoran Padang kerap terlihat kekurangan porsi sayuran. Pada hal ada banyak sayur yang bisa disajikan seperti sayur bawang, lettuce, jamur, bayam, kangkung, salada, dll dalam jumlah banyak. Juga perlu menyajikan irisan buah-buahan segar sebagai hidangan penutup. Dengan demikian restoran Padang sangat memenuhi standar kesehatan untuk masyarakat internasional. Jadi disamping peduli dengan nilai cita rasa juga peduli pada nilai kesehatannya.

2. Bayar 18 Dollar- WiFi Tidak Gratis
            Mas Rachman menelpon kami, meminta agar kami semua berkumpul di lobby hotel. Aku harus turun dari kamar 2012 dan aku memang sudah bersiap- siap berpakaian dan juga membawa turun bagasi. Ya kami sudah melihat Rachman sudah duluan hadir buat menunggu kami dekat front desk. Aku sendiri mendekati front officer buat menyerahkan kunci kamar. Aku merasa lega.
            Ah ternyata aku belum merasa legaaku diminta harus membayar penggunakan WiFi 12 dollar. Ah aku kesal, karena secara resmi aku merasa tidak menggunakan WiFi yang di kampungku WiFi itu memang gratis.
Selama berada di Melbourne aku memang merasa terputus hubungan dengan eman dan terutama dengan keluarga di Indonesia. Tidak ada hubungan lewat SMS dan telepon, paling kurang hubungan lewat Facebook. HP ku memang sengaja aku bikin pada posisi off-roaming agar tak cepat kehabisan pulsa. Aku gembira saat kembali dari kampus Box Hill Institut tablet (phonecell) ku mendeteksi sinyal WiFi di luar hotel Rydges tempat kami menginap. Aku sengaja berlama- lama di luar menikmati WiFi gratisan, soalnya kalau masuk ke hotel tentu akan mencatat pemakaian WiFi-ku, demikian menurut perkiraanku.
Aku merasa riang gembira dengan WiFi gratisan di luar hotel. Apa lagi loadingnya cepat. Beberapa foto, atau lusinan foto yang aku upload segera terkirim. Aku gembira teman dan familiku di Batusangkar bakal mengikuti perkembangan perjalanan kami.
Aku main facebook sepuas-puasnya. Aku membalas semua status teman-teman lewat facebookku dan sekaligus juga mengupload foto foto terus. Bosan di luar, aku masuk menyelinap- menyembunyikan tabletku dari pantauan petugas hotel dan terus ke kamarku di lantai 20. Syukur bahwa sinyal WiFi cukup kuat di kamarku dan aku terus bermain dan aku nggak mau tidur atau beristirahat. Aku merasa rigi bila tidak mengupdate fb lewat WiFi gratisan. Namun pas jam 9 malam, jaringan WiFi terputus. Wah lumayan WiFi gratisan, demikian fikirku lagi.
Ku pikir mungkin aku memanfaatkan WiFi hanya selama 4 jam saja. Namun astaga saat menyerahkan kunci aku harus bayar atau charge 18 dollar. Mesin front desk mendeteksi machine tabletku- aku dalam hati mau protes, namun aku merasa malu. Aku merasa nyesal karena bayar kemahalan yaitu Rp. 200 ribu hanya untuk pemakaian WiFi selama 4 jam. Apalagi aku sendiri merasa tidak memakai WiFi hotel secara resmi.
“Ini kan Australia. Aku baru separo mengerti dengan way of life dan hal-hal detail tentang peraturan di Australia. Haaa aku harus bayar 18 dollar. Memang ada rasa menyesal….kok kemahalan ya. Dari pada bayar semahal itu mendingan aku beli souvenir buat keponakanku di kampung. Dengan 18 dollar aku bisa beli kira kira 8 biji peci bermerek Australia dan bermanfaat buat 8 orang di kampung”.
Pagi ini kami semua hanya akan sarapan melalui snack dalam kotak, waktu di hotel ini memang sudah berakhir. Aku berfikir bahwa bentuk sarapan kotak mungkin juga ada nasi gorengnya atau paling kurang kue-kue gorengan dan ada satu botol air mineral. Wah ternyata tidak.
Isi kotak buat sarapan hanya satu box jajanan buatan Australia, ya ada cereal dari honey oat, minuman juice buah tropical pouch- rasanya terasa baru dan terasa aneh di lidahku, jadi susah buat aku telan. Kemudian juga ada nutty fruit full cream milk dan cookies.   
Bis wisata yang dikemudikan oleh sopir yang bernama Michael telah datang. Ia bersiap-siap membantu kami buat memuat barang- barang. Aku tidak menghabiskan semua sarapan kecuali hanya cereal. Ah…aku ingin tidur dalam bis nanti atau sekedar memejamkan mata. Semalaman tidurku tidak begitu nyenyak. Namun aku tidak mau buang buang waktu, aku sholat sunat dan kemudian membaca serta menyelesaikan naskah novelku.

3. Malu Bertanya Sesat di Jalan
Sekali- sekali aku membuka mata agar aku tidak terlalu rugi untuk menikmati sisa pengalaman yang tinggal. Akhirnya bis berhenti dekat bandara Melbourne buat terbang menuju Sydney lagi. Aku jadi ingat dengan pengalaman kami bertiga, sama sama pendatang baru dan sama- sama tidak tahu dengan Australia. Saat itu kami bertiga (Aku, Desi dan Inhendri) mengembara di benua ini ibarat kecil yang minim pengalaman.
Kami melangkah dalam ruang terminal bandara yang sangat luas. Ya betul kami ibarat anak kecil yang  bereksplorasi dalam labirin. Kami jalan sedikit sesat, bergerak sedikit dan juga tersesat. Solusinya adalah saat tersesat ya rajin- rajin bertanya. Seperti kata pepatah: malu bertanya sesat di jalan. Kalau kami sebaliknya yaitu sesat dulu bertanya kemudian dan kami sangat berani buat bertanya.    
Rachman, tour leader kami selalu proaktif demi kenyamanan dan keselamatan kami. Ia memerintahkan agar kami melepaskan stiker/ label pada bagasi yang bertuliskan “Melbourne”. Soalnya kalau tidak dilepas, kelak setelah sampai di Sydney bagasi kami bisa kembali ke Melbourne, dikira nanti oleh petugas immigrasi bahwa ini bagasi menuju Melbourne.
Kami mengikuti langkah Rachman. Aku melangkah dengan rasa rileks, tidak takut tersesat seperti berpergian semester lalu. Aku kadang-kadang memperhatikan gerak-gerik bule-bule yang juga ikut antrian. Anak anak mereka yang kecil-kecil juga ikut antrian dengan tertib. Mereka juga belajar untuk mampu mengurus diri.
“Pantesan anak-anak bule semuanya pada cerdas-cerdas, kecil-kecil mereka sudah punya pengalaman internasional. Lihat- mereka sudah mengerti dimana harus berdiri, bagaimana melintasi proses immigrasi, bagaimana prilakunya saat melihat anjing pelacak mengendus- endus tas mereka. Penting sekali bagi anak anak memilikim pengalaman positisf seluas mungkin”.

4. Tak Ada Sarapan di Pesawat
            Sebagaimana kebiasaanku, tidak makan dan tidak minum kalau mau berpergian. Karena aku selalu khawatir kalau tidak bisa menjumpai toilet. Karena pernah dalam hidup aku susah menemui toilet dan merasa tersiksa dalam perut.
            Jadinya tadi pagi aku tidak menghabiskan semua sarapanku, dengan alasan dalam fikiran bahwa kami juga akan memperoleh makanan dalam pesawat. Karena tidak boleh membawa makan dan minum dalam pesawat maka aku hanya meninggalkan saja di bandara. Jadinya bottle air, susu full cream dan kue-kue snack juga aku tinggalkan dengan hati berat.
            Kami terus melangkah menuju boarding proses. Agak lama kami antrian dan memang perut mulai terasa keroncongan dan juga rasa haus. Tidak begitu lama, kami semua sudah berada dalam pesawat Jet Star. Betul- betul lapar…, aku berharap pramugari segera datang buat mendistribusikan sarapan buat penumpang. Aku sudah tidak sabaran dan telah membuka meja buat memudahkan pramugari meletakan minuman dan makanan.
            Tiba- tiba Ibu Aat yang duduk disebelahku berbicara separoh berbisik. “Pak Marjohan, makanan dan minuman dalam trolley semua musti kita bayar !”. Wah aku jadi lemes mendengarnya.
Penerbangan ini mengapa berbeda. Dalam pesawat Qantas kami memperoleh satu set makanan. Namun pesawat ini tidak, Pesawat Jet Star mungkin pesawat buat domestik. Jadi manajemennya tentu juga beda dengan pesawat internasional.
Aku jadi malu, pelan- pelan aku lipat kembali meja hiding di depan. Aku mau beli makanan, namun dollarku sudah menipis. Kalau aku beli juga tentu aku segan makan sendirian karena sebagai orang timur tidak etis makan dan minum sendirian dalam grup. Paling  kurang aku musti membeli lebih buat mentraktir Ibu Aat dan juga Mas Nurhadi teman sebangku ku. Jadinya aku tidak beli dan biarlah menahan lapar dan juga haus dalam pesawat ini. Lapaaarrr…dan juga hauuss !!

5. Membuat kesibukan.
            Ternyata penerbangan dengan pesawat Jet Star adalah buat penerbangan kelas ekonomi. Para penumpang kelas ekonomi tidak memperoleh fasilitas hiburan dan snack- makanan. Penerbangan yang yang seperti aku alami untuk lintas propinsi ditanah air.
            Penerbangan dua jam dari Melbourne ke Sydney tanpa ada fasilitas hiburan juga terasa membosankan. Mau baca- baca juga tidak ada tersedia koran dan majalah. Terpaksa kita sendiri harus kreatif dan beruntung bagi mereka yang punya buku buku sendiri.
Aku melemparkan pandangan ke arah kanan. Sekali- sekali aku dengar suara balita- merengek bosan. Balita tersebut tentulah warga Australia keturunan Asia selatan. Mungkin India atau Pakistan, atau juga mungkin Srilangka atau Bangladesh. Karena 4 bangsa ini wajah mereka mirip dan susah membedakannya.
Standar dan cara hidup mereka terlihat sudah seperti warga Australia secara umum. Agar anak mereka tidak bosan dalam perjalanan yang panjang maka orang tua menyiapkan pernak-pernik kebutuhan anak. Aku lihat ada tablet atau android, snack, cemilan susu kotak, buku bacaan dan crayon buat mewarna.  

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...