Jumat, 09 Januari 2015

Hatiku Merasa Galau



Hatiku Merasa Galau
Saat itu aku punya kesempatan buat melakukan umroh ke tanah suci, namun mengapa hatiku masih terasa galau selalu ? Mengapa tidak ada terniat olehku buat membersihkan hati dan menenangkan jiwa. Mengapa aku terbius untuk beraktifitas kurang serius dalam suasana hati yang galau dan mengapa saat itu aku merasa usiaku ibarat seorang pemuda, bukan malah sebagai seorang tua ??
            Galau adalah istilah orang sekarang, yaitu suasana hati yang sangat tidak menentu. Ya memang suasana itu hatiku memang galau dan sangat hampa. Aku sangat tidak menerima keberadaan diri, benci melihat kulit yang sedikit mengering dan kulit agak keriput. Aku belum siap untuk menjadi tumbuh tua.
Pada hal menjadi tua itu adalah kodrat Ilahi dan tua atau muda itu adalah alami. Tua itu nggak bisa ditahan, ada orang berumur tua namun terlihat muda, ahhh itu hanya kamuflase sesat. Aku berada dalam dunia kamuflase. Semua orang tumbuh tua serentak di seluruh dunia. Teman temanku yang seangkatan denganku, yang waktu dulu sama-sama sekolah di SMA- sama sama berusia remaja-  dan kemudian sama sama kuliah di perguruan tinggi ternyata juga serentak terlihat tua. Bedanya aku belum siap jadi tua dan mereka tidak mempermasalahkan untuk jadi tua. Mereka malah terlihat masih gembira dan menerima diri.
“Ya, namun sekali lagi aku malah menolah takdir buat menjadi tua.
            Dalam kondisi hati yang masih galau aku harus mnenerima telepon agar segera merespon jatah reward yang aku sebagai guru terbaik nasional. Reward itu disediakan oleh Pemerintah Sumatera Barat dengan anggaran sebanyak Rp. 34 juta.
“Pemerintah memberi penghargaan buat warga yang berprestasi untuk menunaikan haji ke Mekkah”. Tahun lalu aku sempat menang sebagai guru terbaik di Indonesia dan saat itu kondisi jiwa (hati) masih stabil. Aku belum merasa resah dan aku belum dilanda rasa galau.
            Tiba- tiba aku ditelpon oleh kepala sekolah. Karena pihak Dinas Pendidikan Sumatera Barat harus mencair dana anggaran buatku dalam bentuk dana haji. Karena kuota haji itu sekarang terbatas, karena terjadi peluasan pekerjaan lokasi Masjidil Haram. Gantinya aku diberi kesempatan untuk menunaikan “Umroh Plus”.
“Ayoo respon segera, dan setelah anda menunaikan ibadah Umroh maka anda punya kesempatan mengunjungi tempat wisata religi seperti ke Jerusalem, Turki, dan Mesir.
            Pihak Dinas Pendidikan Propinsi nggak bisa mengontak nomor HP ku, ya karena kartu HP aku ganti dengan kartu “three” buat internetan. Aku terlihat internetan maniak kayak ABG (anak baru gede) di usia yang ku yang juga sudah punya dua anak ABG. Namun kami seolah olah berlomba menggunakan internet, terutama berselancar.
“Haaa aku rajin update status pada Facebook. Kadang aku update hampir tiap jam. Aku sendiri jadi ketagihan dengan internetan dan terlihat melupakan keluarga- istri dan anak anak ku. Aku yang biasanya suka memanjakan keluarga sekarang hilang tiba- tiba. Apa aku berubah ? Entahlah aku nggak lelah dan aku nggak tahu.
            Tentu saja aku nggak bisa berhubungan dengan Dinas Pendidikan untuk pencairan dana buat Umroh Plus. Wah aku merasa gembira. Dalam fikiran galauku, saat itu aku mau pergi tour, pergi berlibur dengan hati besar, hati ceria sama cerianya dengan hati anak Sekolah Dasar yang memperoleh penghargaan. Hati galauku lupa bahwa pergi Umroh seharusnya buat pergi beribadah.
            “Kamu pergi umroh buat beribadah..bukan buat pergi tour”. Ada puluhan ucapan selamat dan nasehat yang aku terima. Aku menganggap sepi semua nasehat yang bernada mengguruiku.   
            Aku menuju Padang dengan perasaan seorang remaja.  Haa ha...usiaku sudah jauh bdi atas 40-an namu telingaku juga terselip dengan head set. Aku lagi dilanda hati yang galau, yaiyu hati yang kesepian. Maka aku lagi getol mendengar lagu- lagu cinta. Tetapi aku nggak tahu kepada siapa arah cinta itu aku tujukan.
Seharusnya pesan dan rasa cinta aku tujukan buat kedua anakku dan istriku. Tetapi saat itu rasa cinta yang mengambang saja. Aku mungkin ibarat selebriti dan aku senang dipuja, haaaaa.....!!!!  Hatiku galau sendiri dan aku merasa sedih tak menentu. Rasa hatiku dan lagu yang sedang aku dengar aku tulis dalam status di facebook.
 “Sedang mendengar lagu Celindione, sedang mendengar lagu Rossa..dan seterusnya”. Haaa jiwaku masih remaja, ya remaja taraf ke dua.           Status seperti ini seharusnya ditulis oleh ABG yang betul-betul berusia belasan maka itu baru normal. Namun status yang  demikian ditulis oleh seorang pria yang berumur separoh baya yang lagi terbang di atas awang-awang, yaitu aku sendiri.
Tentu saja satu dua orang sahabatku dari dunia nyata dan juga sahabat di Facebook menegur aku dan mengingatkan aku dengan santun, lewat inbox:
 Maaf Pak guru, usia kita sudah sama-sama tua dan Pak guru sendiri kan mau pergi Umroh, menuju ke Tanah Suci, itu bukan buat pergi jalan-jalan. Pak guru  niatnya harus dibetulkan, bukan buat pergi tour namun buat pergi mendekatkan diri pada Allah”. Aku merasa benar sendirian. Aku jadi mudah naik pitam. Aku jadi emosian.
Wah kamu mencampuri pribadiku. Aku tahu kok pergi Umroh buat mendekatkan diri pada Tuhan.. Memangnya aku orang sesat dan kamu orang bersih dan suci. Itu beberapa kalimat protes, meski protes tersebut tidak aku suarakan atau tidak aku tulis.  Malah yang keterlaluan memberi aku nasehat, aku delete mereka dari pertemananku di Face Book.
Ya Allah aku sekarang merasa sedih, dan aku menyesal telah mendelete mereka dari pertemanan di jejaring sosial”. Moga moga mereka sekarang tetap berbaik sangka padaku, memaafkan aku  dan mendoakan aku agar aku  bisa bangkit dari kegalauian hati yang muncul secara pelan-pelan.
            Aku terus menuju Travel Biro Armindo Jaya Tur di Padang. Keberangkatan aku ke Tanah suci digabungkan dengan jemaah umum. Kalau mereka berangkat dengan bayaran  secara pribadi, sementara aku berangkat dibayarkan oleh pemerintah Propinsi Sumatera Barat. Aku saat itu terlihat gagah dan muda karena penampilanku sudah dipoles. Sementara orang orang yang seusiaku terlihat sangat tua dan aku terlihat sangat muda.
Bedanya ada, meski mereka terlihat sudah tua, namun mereka sangat bergembira dan aku terlihat masih muda, karena dipoles dengan penampilan muda, namun aku  merasa agak beduka- merasa galau dan  tidak menentu- atau aku merasa gembira yang penuh dengan senyum palsu. Saat mengikuti kegiatan manasik umroh aku ikuti juga dengan perasaan separoh hati.
Mengapa aku merasa nggak bersemangat, berarti aku nggak bersyukur. Aku lupa dengan janji Allah: Kalau kamu bersyukur, nikmatKu akan Aku tambah dan bila kamu kufur atau lupa maka kamu akan memperoleh azab atau cobaan”. Aku tahu dengan ayat ini, namun saat itu aku lupa. Ya namanya sedang lupa diri- karena dilanda krisis kehilangan identitas diri, dimana aku nggak mau terlihat jadi tua .
            Dalam manasik umroh itu ada banyak hal yang aku peroleh, ya seperti apa beda Umroh dengan Haji. Kemudian kami diberi tahu tentang perbedaan geografi antara Indonesia dan geografi Timur Tengah. Kami juga diberi tahu tentang:
 Some do’s dan some dont’s- atau beberapa hal yang dibolehkan dan hal-hal lain  yang dilarang ”. Karena aku sudah membaca banyak buku, aku sudah membaca ratusan buku, maka aku merasa sudah sangat tahu- perasaan seperti ini tidak boleh muncul.
            Para peserta umroh yang satu rombongan denganku semua terlihat sangat khusyuk dan bersykur mengikuti kegiatan manasik umroh. Mereka bersyukur atas kesehatan yang mereka peroleh dan juga atas dana umroh yang mereka bayarkan- lewat tabungan mereka. Ya mungkin mereka dengan susah payah menabung uang buat pergi Umroh. Pada mulanya ada yang ingin pergi haji, namun kuota haji memang sudah penuh dan mereka harus menunggu bertahun-tahun.
“Mereka merasa sudah tua dan khawatir tidak akan sempat melihat baitullah, ya karena merasa umur sudah tua dan mau mati maka mereka cukup merasa puas dengan hanya pergi umroh saja”. Itupun juga termasuk memenuhi panggilan Illahi. Bagaimana denganku ?
            Aku merasa bahwa hidupku ini selalu penuh dengan kebetulan. Seharusnya aku nggak boleh  begitu, hidup ini sudah ada takdirnya dan sudah ada rancangan dari Allah. Mungkin aku berfikir demikian karena aku orangnya nggak begitu berambisi. Diberi jabatan....ya syukur dan kalau nggak diberi juga nggak jadi masalah, lagi pula pada saat itu “mungkin”  aku merasa kurang bersyukur pada Allah.
            Sebenarnya aku beberapa tahun yang lalu memang pernah bisa memperoleh kesempatan buat pergi studi ke luar negeri karena, persyaratan bahwa kesempatan buat guru senior akan memperoleh kesempatan lebih dahulu. Dan saat itu umurku (posisiku)  memang lebih senior daripada kolegaku. Namun ada juniorku lebih cerdas membikin  pendekatan yang lebih bagus pada pihak stake-holder (pengambil kebijakan) maka dialah yang ternyata bisa pergi.
“Ya ropopo- ngak apa apa !!” Dan aku tidak merasa bersedih, bagitu nggak bisa pergi ke luar  negeri  ya tidak jadi masalah. Aku berfikiran positif- kalau sekarang nggak bisa, mungkin nanti aku punya kesempatan.
 Juga pernah dalam sebuah lomba karya tulis  antar guru di Kabupatenku, malah para pesaingku ramai-ramai datang ke rumahku menanyakan bagaimana tata cara menulis karya ilmiah yang baik. Dengan senang hati aku jelasin dan juga aku buatkan sebahagian untuk mereka. Al-hasil dalam kompetisi karya tulis mereka menjadi menang dan aku jadi kalah, namun tetap tidak jadi masalah bagiku.
            Jadinya aku dikatakan sebagai orang  “sebagai orang sosial yang sial...haa haaa”. Yang jelas aku selalu coba untuk bersikap ikhlas. Mungkin ini adalah salah satu sisi positif yang aku miliki dan yang perlu selalu aku miliki. Bila aku memperoleh  kesempatan ya aku syukuri, dan kalau tidak dapat kesempatan maka itu juga nggak masalah.

Tersandung Popularitas



Tersandung Popularitas
            Sejak memperoleh predikat sebagai guru berprestasi satu di nasional, aku memiliki banyak teman.  Suatu  hari  aku memperoleh undangan untuk menjadi pembicara dalam sebuah seminar tingkat propinsi di Hotel Axana Padang. Pesertanya adalah para utusan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)  semua bidang studi sepropinsi Sumatera Barat.
            Salah seorang temanku yang juga ketua MGMP memberi tahu kepada ku bahwa ia harus ke Padang untuk mengikuti seminar tingkat Propinsi dan pembicaranya adalah dari nasional. Tiba-tiba pada suatu pagi aku hadir di Hotel Axana dimana tempat teman ku mengikuti seminar, ternyata akulah yang dikatakan sebagai pembicara nasional. Tahu-tahu aku hadir di depan dan temanku menjadi pendengar. Aku mohon maaf kepadanya dan juga semua audiens agar dalam ceramah ku, aku tidak bernada menggurui.
            Saat istirahat, aku senang untuk duduk membaur dengan para peserta seminar. Kami beramah tamah dan dengan demikian aku tidak punya celah atau gap dengan peserta. Aku merasakan kedekatan dengan peserta dan aku merasa nyaman sekali menjadi dekat dengan mereka.
            Aku juga pernah memberi seminar buat guru-guru di kota Palembang. Keberangkatan kesana melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang  untuk menuju Palembang dan aku transit di Jakarta. Begitu datang di bandara Palembang aku segera menelpon panitia dan dalam beberapa menit kemudian panitian seminar menjemputku dan memberiku akomodasi pada sebuah hotel (Hotel Max One) di dalam kota Palembang.
            Keesokan pagi aku dijemput menuju aula IAIN Raden Fatah Palempang. Ternyata di sana ada  3 orang pembicara nasional. Aku merupakan salah satu dari tiga pembicara seminar tersebut. Kami merasa gembira dan media masa kota Palembang meliput kegiatan kami.
            Lagi-lagi aku menyampaikan pengalaman pribadi menuju menjadi guru nasional atau bagaimana perjalananku menjadi teacher of the year. Aku memaparkan bahwa menulis itu gampang, menulis itu ibarat mengerumpi atau ibarat bergossip saja. Menulis novel ibarat mendeskripsikan pengalaman hidup seseorang dari sebuah awal, menuju konflik dan hingga ada akhirnya. Agar tidak bermasalah dalam menulis, maka  lupakanlah berbagai teori, karena  bisa  jadi  teori-teori  itu sebagai pengganggu kreatifitas kita.
            Dalam sesi tanya jawab merupakan saat yang sangat menyenangkan. Bagi peserta yang bertanya  akan aku beri sebuah buku karanganku. Ini aku rasa sangat penting juga untuk menyebarkan pemikiranku tentang pendidikan. Beberapa buku ku berisi tentang motivasi dalam meraih sukses.      
            Usai seminar abangku datang menjemputku. Kunjungan ke Palembang cukup penting, disamping berbagi pengalaman tentang berprestasi dan juga buat silaturahmi menemui adik dan kakakku di sana.
            Seminar yang lain aku berikan adalah di kota Bukittinggi.  Lokasinya pada sebuah SMA Negeri yang berlokasi dekat Ngarai Sianok. Yang sangat mengesankan pada saat itu adalah bahwa aku tampil sebagai pembicara berbareng dengan tokoh  sastra nasional yaitu Taufik Ismail. Pengalaman berbagi kisah sukses dalam seminar di berbagai tempat membuat teman-temanku jadi banyak.

Mengapa Aku  Menjadi Tua
Ahhh mengapa aku kemudian merasa aneh. Tiba-tiba aku tidak menyukai penampilanku, mengapa aku sekarang terlihat lebih jelek, ubanku sudah mulai bermunculan. Pasti orang-orang pada kurang suka bergaul denganku. Apa solusinya ?
“Maka aku memutuskan pergi ke toko pakaian, aku lempar jauh-jauh celana- celana yang telah membuat aku terlihat menjadi tua. Aku juga menyingkirkan semua pakaian yang membuat aku menjadi tua. Aku lebih asyik melihat pakaian para model yang membuat aku terlihat lebih muda dan lebih gaul”. Itulah bisik hatiku yang selalu berteriak tidak suka menjadi tua. Kalau begitu prinsip keserhanaan dalam hidupku sudah jadi berobah (?).
 Memang benar bahwa prinsip-prinsip hidupku yang dahulu penuh dengan kesederhanaan dan bersahaja kini berubah dan harus berubah. Aku yang pada mulanya tidak terbiasa bercermin kemudian menjadi seseorang yang senang berdiri berlama-lama di depan kaca. Aku  merasa seseorang yang  lupa dengan kodrat diri.
“Gejala apa ini.....fenomena apa ini yang sedang aku alami, haaa haaa !!” Aku menertawakan.
            Aku memang menyenangi prinsip hidup kesederhanaan. Aku pernah diberi ayah arloji, namun aku tolak. Sejak dari semula aku tidak terbiasa memakai arloji dan juga cicin. Arloji yang bermerek rolex dan juga cincin emas dengan permata intan tidak begitu menarik buatku. Ini sebagai tanda bahwa aku memilih hidup sederhana dan bersahaja. Inilah gaya hidupku.
            Ya aku ingin hidup bersahaja saja dan hidup terasa jadi mudah. Dan aku juga berprinsip untuk menerima hidup ini apa adanya. Sejak usiaku merangkak lebih dewasa aku nggak begitu bersahabat dengan cermin. Kecuali setelah itu, aku memang begitu peduli dengan penampilan, terutama ingin memiliki wajah yang cakep. Walau sebelumnya aku berprinsip bahwa hidup sederhana dan bersahaja membuat hidup ini terasa selalu cukup.
            Ha..haa, ada ada saja. Sejak aku memperoleh penghargaan sebagai guru berprestasi terbaik se-Indonesia, kondisi keuanganku  lebih membaik. Prestasi membaik dan rezki juga membaik. Jadinya kami bisa memperbaiki rumah dan sempat mampu merenovasi rumah di kota lain (kota Payakumbuh).
Masih ada sedikit prinsip hidupku yang sederhana. Yaitu aku tetap mengendarai sepeda motor butut untuk pergi ke sekolah. Ini sebagai lambang kesederhanaanku. Sebanyak kawan bersimpati dan mengagumi penampilanku- sebagai lambang kerendahan hati, dan sebanyak itu pula kawan meledek:
 Wah kamu sudah jadi guru terbaik se-Indonesia, penampilan masih kere. Mengapa penampilan kamu juga belum berubah ??? Ayooo segera beli mobil dong !!!!
            Beberapa tahun lalu aku terbiasa melakukan puasa senin kamis. Apalagi pada saat aku lagi dilanda masalah, maka puasa sunnahku lebih banyak. Akhirnya roda kehidupanku lagi berada di atas, aku merasa lebih nsukses dan berkecukupan. Hati dan fikiranku  merasa lega, namun, maaf ya...., kebiasaan positifku buat melakukan puasa sunnah dan juga sholat tahajjud juga terhenti. Seharusnya ini tidak boleh terjadi, sebab kalau demikian seolah-olah aku hanya butuh pertolongan Allah saat aku dilanda susah. Sebaliknya saat aku merasa terlepas dari masalah, maka juga lupa buat berpuasa sunnah dan banyak beribadah- wah  aku seolah-olah sudah melupakan agama, yaaa melupakan Allah SWT.
            Apalagi sejak itu.....sejak aku  aku pun sempat memperoleh prestasi sebagai guru terbaik di Indonesia dan aku merasa popularitas ku naik. Aku punya banyak teman dan banyak orang memujiku. Seharusnya semua pujian itu aku serahkan kembali pada Allah, dengan mengatakan hamdallah (alhamdulillahirabbil ‘alamin) lebih sering. Namun aku saat itu merasa terlena dengan kilauan dunia. Diam diam aku jadi rajin memperhatikan penampilanku.
“Haaa....haaa aku menjadi senang bergaya, aku tampak muda. Ya benar aku merasa terlahir muda kembali, namun siapa aku sebenanrnya ?”.
            Ya itulah aku juga mengalami periode lagi dilanda lupa diri. Aku sangat peduli dengan penampilan diri. Aku benci kalau orang mengatakan aku ini tua dan aku sangat menghargai (memberi respon yang juga hebat) bagi orang yang memberi aku seribu pujian>
“Pak guru....mister...kamu sekarang tampak lebih cakep dan lebih muda”. Aku senang dan merekalah yang aku anggap sebagai teman sejatiku.
Aku menjadi remaja kembali, tetapi usiaku tidak lagi berusia belasan. Haaa haa aku merasa sebagai remaja kedua. Dan mungkin inilah  yang disebut sebagai remaja kedua atau pubertas ke dua. Fenomena ini konon kerap melanda pria-pria yang sudah berada dalam usia separoh baya. Yahh persis seperti yang lagi aku alami sekarang.
            Mengapa aku mengalami gejala goncangan jiwa..??? Aku benar- benar tidak menyadari siapa diriku, ya benar..benar aku nggak kenal dengan diriku lagi. Oh Tuhan tampaknya aku lagi dilanda oleh kehilangan jati diri, pada hal sebelumnya aku adalah  seorang guru yang sederhana, sebagai seorang ayah yang dekat dengan dua orang anak dan sebagai seorang suami yang selalu sangat bersahabat dengan istrinya.
            Aku lagi dilanda puberitas kedua dan lagi-lagi di rumah aku rajin mensortir pakaian. Pakaian yang yang terasa nggak pas lagi karena membuat aku terlihat tua maka segera aku singkirkan. Aku juga jadi doyan membeli parfum, itu nggak masalah, tapi kali ini parfum tersebut buat membuat aku tercium harum dan membuat pribadiku jadi mempesona.
            Haaaa ....akhh, menyebalkan sekali penampilanku saat itu. Rambut yang berwarna putih mulai muncul di sana-sini pada kepalaku. Akhhh....aku benci, itu semua membuat aku jadi lebih tua dan aku merasa jadi kurang nyaman. Apalagi ada orang orang memanggil aku “kakek atau grandpa” untuk mengajarkan balitanya mendekat padaku- dan aku tidak suka..!!”
            Dalam hati aku protes dan aku menolak untuk dipanggil “kakek atau grandpa”. Aku masih muda dan nggak pantas dipanggil “kakek atau grandpa”. Demikian jeritan hatiku sepanjang hari:
I don’t like to look older..!!” Aku menjerit meski aku tidak memperlihatkan protesku secara terang-terangan. Aku tetap tersenyum ramah seperti biasa namun aku harus merubah penampilanku segera.
            Aku memutuskan untuk menghilangkan ubanku. Diam-diam malam itu, aku memakai baju hitam yang agak usang dan aku lapisi dengan baju bagus. Tujuannya adalah aku menuju salon rambut, buat merapikan rambutku dan setelah itu meminta pada tukang salon buat menghitamkan semua rambutku. Setelah rapi dan bersih aku berdiri di depan cermin dan aku berdiri dengan senyum lebar, dan aku mengagumi diri sendiri:
“Terima kasih...terimakasih...ha ha kini aku bisa terlihat muda dan sangat ganteng”. Aku sangat memuji diri dan senang sekali. Aku jadi lupa diri dan aku jadi senang memfoto diri sendiri atau selfie, ada beberapa foto yang aku ambil. Yang terbaiknya aku simpan dan malah aku upload di media jejaring sosial seperti pada facebook dan juga aku beri sedikit deskripsi di bawah fotoku yang sudah aku edit dan terlihat ganteng. Setelah beberapa detik atau beberapa jam muncul belasan hingga puluhan pujian dan sapaan, paling kurang dalam bentuk ceklist “like” yang berarti:
“Uncle Joe aku suka dengan statusmu. You look younger now !!!”. Anehnya setelah aku terlihat muda aku menjauhi diri orang orang yang terlihat tua dan senang berbagi cerita dengan anak- anak muda. Haaa haaaa..!!!  
            Mengapa aku jadi tidak suka ngobrol bareng dengan orang yang terlihat tua, pada hal usia mereka mungkin sama denganku dan hanya sedikit lebih tua dariku. Aku merasa sangat muda dan membenci menjadi tua. Pada hal dalam suasana fikiran yang sadar aku malah bangga menjadi tua, aku bangga dengan kilatan putih uban  yang mulai menyembul di antara  rambut yang berwarna hitam.
“Iyaaa aku masih muda dan aku nggak suka berteman dengan orang yang lebih tua !”.
            Jadinya aku lebih senang bertukar pikiran dengan para remaja, dalam kondisi sekarang ini tidak mengapa, namun dalam kondisi mental sehatku jadi hancur maka aku ingin dikagumi oleh anak-anak muda. Aku tidak ingin tua…aku tidak ingin menjadi tua. Demikian jeritan hati kecilku.
Aku paling tidak sudi kalau ada yang berkata “Anda terlihat  sudah tua,..bapak terlihat tua” Maka mendengar kata kata itu aku segera menutup telinga. Aku segera berlari menuju cermin untuk membuktikan bahwa aku selalu tetap muda sepanjang masa.
            Aku mulai dendam dengan orang orang yang mengatakan aku tua. Aku malas ngobrol dengan mereka dan aku suka menjauhi mereka. Maka aku mewarnai rambut lagi hingga jadi hitam dan aku kemudian melemparkan celana dan baju yang memberi aku attribute terlihat tua. Aku pergi ke toko butik. Sebarapa mahal harga pakaian bakal aku beli. Nyatanya setelah penampilanku berubah maka aku terlihat lebih muda sekitar 10 atau 15 tahun. Jadinya aku selalu memuja dan memuji tubuh sendiri dan menjunjung diri sendiri setinggi langit. Dan aku senang  orang yang mengatakan aku masih muda.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...