Kamis, 20 September 2012

Marjohan, M.Pd Guru SMAN 3 Batusangkar Raih Guru Juara 1 Guru Berprestasi Tingkat Nasional


Marjohan, M.Pd Guru SMAN 3 Batusangkar  Raih Guru Juara 1 Guru Berprestasi Tingkat Nasional 

            Seleksi guru berprestasi telah dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 3 – 10 September 2012 kemaren. Sumatra Barat mengirim 13 orang dari setiap jenjang pendidikan (guru, kepala sekolah dan pengawas) untuk mewakili propinsi ini dan berkompetisi dengan 33 propinsi lain di tingkat nasional. Marjohan, M.Pd- guru SMA Negeri 3 Batusangkar-  berhasil meraih peringkat Pertama (1) guru berprestasi tingkat nasional, sekaligus menyisihkan guru guru hebat lain yang berasal dari 32 propinsi. Berikut percakapan antara Padang Ekspres dengan Marjohan M.Pd di rumahnya- Komplek Griya Alam Segar, Bukitgombak, Batusangkar.
    
“ Apa yang membedakan anda dengan guru lainnya ?”
Saat remaja- waktu sekolah di SMA- saya sibuk mencari-cari karir masa depan yang pas buat saya. Saat itu belum lagi zamannya internetan, maka untuk mencari info pekerjaan ya lewat banyak orang- tanya sini- tanya sana. Kadang- kadang guru di sekolah bercerita tentang pengalamannya dan itu adalah info karir bagi saya. Tentang prospek dan bentuk karir lain saya peroleh dari lingkungan. Saat lulus SMA, saya bingung mau kuliah di mana ?. Ya pilihan yang mantap adalah menjadi guru. Maka saya ikut test masuk Perguruan Tinggi- saat itu bernama Sipenmaru (Sistem Penerimaan Siswa Baru). Saya lulus pada jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Padang- sekarang bernama UNP.
Saya mengikuti perkuliahan dengan tekun. Saya paling senang  duduk di depan agar bisa berinteraksi dan mendengar suara dosen lebih jelas. Namun saya tidak suka menjadi mahasiswa pasif- bertipe rumahan atau mahasiswa 4D (duduk, datang, dengar, diam). Saya ikut kegiatan di kampus dan di luar kampus- sebagai remaja mesjid. Malah saya juga ikut mendaftar sebagai guide (pemandu wista) Sumatra Barat, memandu bule-bule keliling Sumatra Barat. Ada manfaatnya buat saya “memperlancar bahasa Inggris dan sekaligus bisa peroleh dollar buat menambah uang jajan. Manfaat lain adalah untuk melatih keberanian dan menumbuhkan karakter mandiri- tidak menjadi mahasiswa yang cengeng- ini berguna buat menghadapi masa depan.
Untuk menambah wawasan tentang profesi sebagai pendidik- paedagogik dan kualitas bahasa Inggris- maka tidak cukup hanya menghafal catatan kuliah, namun saya juga banyak membaca buku referensi dan membaca koran dan majalah berbahasa Inggris. Saya juga mencari kesempatan agar bisa bertukar fikiran dengan dosen-dosen bahasa Inggris warga asing atau langsung berkomunikasi dengan native speaker.
Saya tidak suka menunda-nunda pe-er perkuliahan. Ada tugas ya langsung kerjakan dengan baik- tidak asal-asalan. Saya menjadi mahasiswa yang aktif- saya digelari teman saat itu sebagai “kamus berjalan” karena kosa kata (vocabulary) saya sangat banyak, itu berguna bagi mereka untuk lomba scrabble. Saya bisa wisuda tepat waktu...langsung ikut tes PNS untuk menjadi guru melalui beberapa tahapan. Saya lulus dan saya ditempat menjadi guru di di SMA Negeri 1 Lintau- Kabupaten Tanah Datar, sekarang menjadi guru di SMA Negeri 3 Batusangkar.    
Saya berprinsip bahwa saya harus menjadi guru yang berbeda dari guru lain- guru yang pintarnya berganda- “multiply- inteligence” seperti menurut De Porter. Saya perlu tahu dan menguasai empat kompetensi guru- yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Jadi, saya harus belajar lagi- bukan berarti setelah tamat kuliah harus tutup buku- ya saya perlu meminjam buku dari perpustakaan, dari teman atau beli sendiri buku-buku psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan. Juga buku tentang dunia sekolah, tentang lingkungan dan sosial. Saya banyak membaca buku berbahasa Inggris dan berbahasa indonesia, juga berbahasa Perancis dan Arab.
Saya membaca 100 halaman per hari, saya targetkan membaca buku pagi- siang- sore dan sebelum tidur, masing masing 25 halaman. Tetapi itu  juga bukan target yang kaku. Yang penting saya bisa menamatkan baca satu buku per-minggu. Bukan berarti kutu buku- saya juga bergaul dengan teman teman, masyarakat dan orang tua murid.       

“Bagaimana sistem yang anda pakai dalam mengajar ?”
Wow ada banyak teori dalam mengajar, seperti kontektual, teori direct method, namun saya perlu ingat bahwa dalam mengajar kita harus melaksanakan prinsip “pengajaran terfokus pada siswa, bukan teacher centered juga bukan plesetan dari CBSA- catat buku sampai habis. Yang penting guru itu bukan lagi sebagai sumber ilmu satu satunya namun lebih berperan sebagai motivator, facilitator, counselor buat anak didiknya di sekolah.
Saya tertarik mengajar dengan pendekatan PAKEM (pembelajaran aktif kreatif efektif dan menyenang). Agar pembelajaran itu menyenangan maka guru dan siswa perlu punya jembatan hati. Guru harus membuka diri terlebih dahulu dan perlu memberikan excellent service- pelayanan prima selama mengajar. Agar siswa senang dalam belajar maka guru perlu sering say hello, memuji, minta maaf “very good....very excellent”. Guru perlu hafal nama siswa dan menyebut namanya agar siswa merasa dirinya sangat spesial bagi gurunya.  
InsyaAllah selama menjadi guru- sudah 23 tahun- rasanya saya tidak ada membentak siswa. Buat apa siswa dibentak dan apa gunanya melukai hati mereka. Membentak anak didik bisa membuat hati mereka terluka, jembatan hati antara kita dan mereka bisa ambruk. Sebaik apapun kita mengajar...namun kalau jembatan hati rusak...mereka akan menolak kehadiran kita atau mereka terpaksa mengikuti PBM kita.
Kalau ada siswa yang bandel ? Itu pertanda mereka butuh menjadi nomor satu, butuh touching- sentuhan hati....datang saja pada mereka say hello....sapa nama mereka dan ajukan bantuan “what can I do for you” Biasanya mereka berubah baik...bandel itu cuma sekedar cari perhatian.
  
“Bagaimana motivasi anda dalam mengajar, menulis dan lainnya yang membuat anda bisa menjadi guru teladan. Apakah anda berniat menjadi guru teladan, atau karena kebetulan ?”
            Memilih profesi sebagai guru adalah sangat mulia, karena guru bisa mengubah orang jadi kurang pintar hingga menjadi pintar, dari mkurang berdaya hingga menjadi orang yang berdaya. Sebelum dan sesudah menjadi guru saya membaca banyak biografi para pendidik ulung, termasuk biografi Kihajar Dewantoro, Paul Freire, Mohammad Syafei- pendiri INS Kayu Tanam, juga Dorothy Law.
            Bukankah Kihajar Dewantoro memperkenalkan pada kita tentang prinsip menjadi guru yaitu “Ing madya mangun karso, ing ngarso sung tulodo, tut wuri handayani”, atau konsep pendidikan ala Mohammad, Syafei agar guru bisa membantu anak didik memiliki “Head, heart and hand” maksudnya otaknya cerdas, hatinya beriman dan tangannya terampil. Maka saya termotivasi untuk bisa berperan menjadi sebuah sekerup dalam bangsa ini untuk ikut memajukan dan menjerdasan generasi muda bangsa Indonesia.
            Motivasi dalam menulis......bahwa populasi bangsa Indonesia sangat besar di dunia. Mereka semua butuh bacaan dan mereka adalah para pembaca dan kalau boleh musti ada segelintir orang Indonesia yang sudi jadi penulis- menulis ide-ide untuk mencerahkan hati dan pikiran orang orang kita. Saya sering merasa sedih “mengapa buah pikiran bangsa Indonesia belum begitu dikenal luas di dunia, itu karena kita jarang menulis dan malah malas menulis. Orang luar malah menjadi tahu setelah ada tokoh hebat yang tersembunyi dibalik awan Indonesia diekspos ke luar. Sebetulnya ada hal yang dahsyat kalau kita-kita bersemangat dalam menulis. Maka menulis dalam bahasa-bahasa dunia (bahasa Inggris, Arab, Perancis, dll) agar orang tahu dengan kita dan Indonesia bisa mendidik dunia.
Inilah obsesi saya dalam menulis. Untuk menambah inspirasi menulis, saya butuh energi dan itu bisa saya peroleh melalui membaca biografi penulis hebat dunia, bertukar fikiran dengan teman-teman penulis dan menambah wawasan setiap hari. Menulis butuh latihan dan pembiasaan. Kini saya lebih fokus untuk menulis seputar masalah pendidikan yang meliputi tema tentang motivasi, semangat hidup, kisah sukses dan hal- hal yang menginspirasi.    
Menjadi guru berprestasi nomor satu di Indonesia (dahulu disebut dengan guru teladan) ya...tidak bisa diperoleh dalam sekejap mata namun melalui proses dan jalan yang sangat panjang. Saya pada mulanya tidak bermimpi untuk menjadi seorang Teacher of The Year. Itu terjadi hanya diawali oleh prinsip untuk menjadi guru yang berbeda dan melakukan proses “longlife education- belajar sepanjang masa”.
Bagi guru di Sumatera Barat dan juga di Indonesia yang perlu mereka lakukan adalah pengembangan diri, salah satunya melalui menulis. Saya sendiri melakukan dan membuktikanya. Saya menulis dan menulis, pada mulanya menulis artikel yang banyak dan dipublikasi pada koran-koran daerah (Sumbar dan Sumsel). Kemudian saya tingkatkan- memberanikan diri- untuk menulis naskah buku. Entah bagus-entah tidak...saya tawarkan ke penerbit dan ternyata direspon. Saya tulis lagi buku- buku yang lain. Selain menulis saya juga aktif dalam kemasyarakatan- sebagai nara sumber bagi MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), mengurus mushola/ mesjid dan juga membimbing siswa dalam perlombaan hingga bisa meraih juara tingkat propinsi dan nasional, dokumen mereka menjadi portofolio bagi saya.
Dari kumpul berbagai aktifitas di sekolah, di rumah dan dalam masyarakat, ditambah dengan pengalaman lain- menulis, menjadi pemandu wisata dan kemampuan berbahasa asing yang agak lebih (Perancis dan Inggris)  membuat portofolio saya semakin berarti.
Ada 3 bentuk penilaian dalam seleksi guru berprestasi, mulai dari tingkat Kecamatan hingga tingkat Nasional, yaitu test tertulis (tentang kepribadian, wawasan dan tentang empat kompetensi guru), kemudian presentasi karya tulis ilmiah atau best practice, serta penilaian portofolio. Presentasi karya ilmiah saya dalam bahasa Inggris dan campur bahasa Perancis, kemudian kualitas portofolio yang saya persiapkan cukup memdai. Kekuatan saya saat berkompetisi dengan guru-guru hebat dari propinsi lain adalah dalam hal menulis dan penguasaan bahasa serta wawasan. Namun menjadi guru teladan nasional bukan disebab oleh unsur itu saja, namun juga oleh faktor kebaikan lingkungan, doa dan restu dari famili, teman dan siswa saya, juga berkah dari Allah Swt.
Pada mulanya tidak ada niat untuk menjadi guru teladan, dan menjadi guru teladan juga bukan secara kebetulan. Namun menjadi guru teladan adalah akibat akumulasi dari proses hebat melalui jalan yang sangat panjang.

Sekarang ini banyak yang menuding sistem pendidikan di Indonesia kacau dan gagal. Setiap tahun ganti kebijakan yang tak jelas ujung pangkalnya. RSBI, SBI, sertifikasi, dan kebijakan lainnya tidak berhasil mengubah wajah pendidikan Indonesia dan meningkatkan mutu pendidikan. Bagaimana pandangan anda tentang hal ini- Siapa yang salah? Pemerintah, guru, siswa, orangtua, sistem, atau memang waktu yang masih berjalan?
Saya rasa konsep pendidikan Indonesia sudah benar. Namun fenomena yang terjadi adalah bahwa bangsa kita (baca: orang tua) terlalu menyerahkan urusan mendidik anak pada pemerintah- pada sekolah. Maaf- bahwa banyak orang tua yang berlepas tangan dalam urusan mendidik.
“Mendidik anak itu urusan sekolah dan urusan mesjid”. Itu berarti yang perlu dikembangkan adalah “Program Parenting- yaitu menciptakan program pelatihan bagaimana menjadi orang tua yang benar bagi putra-putri mereka”.
Sekarang banyak orang tua yang belum paham bagaimana menumbuh kembangkan anak. Dalam mendidik mereka cenderung meniru generasi sebelumnya. Kalau mereka dulu sering dibentak, dihardik...maka mereka juga akan membentak dan menghardik dalam mendidik anak. Yang diperlukan oleh generasi muda adalah “reward atau penghargaan” bukan punisment yang berkepanjangan.
Saya menghimbau pada orang tua dan guru agar banyak mengucapkan “Thank you......., very good......dan I am very sorry..!”Pada anak anak dan siswa mereka. Maksudnya mereka musti mampu menjadi model untuk bisa mengucapkan “terima kasih, memuji dan minta maaf- bukan lagi menunggu terima kasih, mencela dan kikir untuk minta maaf”. Ini agar generasi muda kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan karakter.
            Setiap tahun ganti kebijakan...”, ohhh tentu perlu, inikan bentuk dari revisi untuk perbaikan suatu program dan para stakeholder yang mengambil kebijakan adalah orang-orang hebat tentu demi kebaikan bangsa yang besar ini.   
            Kebijakan membentuk RSBI, dan SBI itu bagus, karena sekolah sekolah di Indonesia tidak seharusnya lagi berskala lokal dan terfokus pada pemikiran  lokal. Dalam pelaksanaan tentu butuh orang yang bisa berlari dengan cepat- yaitu ikut mendukung program ini. Namun apa yang terjadi bahwa ada sebagian yang suka hanya sekedar mengeritik tanpa memberi way- out. Tentu saja setelah program RSBI dan SBI ini launching (berjalan) tentu saja butuh evaluasi dan revisi bersama sama.
            Kebijakan tentang sertifikasi itu juga bagus yaitu untukm menilai seberapa jauh persiapan dan kompetensi guru- apakah sudah layak sebagai guru profesioinal (?). Kalau sudah layak yang perlu diberi label sertifikasi. Lagi lagi dalam pelaksanaanya perlu dukungan dan bimbingan dari semua pihak, maklum kita kan bangsa yang besar- banyak manusianya dan banyak pula ulah (prilaku) nya.  

Seperti apa sebaiknya guru, siswa, orangtua dan pemerintah agar mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan membentuk manusia berilmu dan berkarakter.
            Oh ya....tentu saja guru dan orang tua sebaiknya menjadi motivator sejati buat membangkit semangat hidup dan semangat belajar anak- anak (juga anak didik) mereka. Bukankah pada sekolah sekolah yang hebat dan berkualitas...itu bisa terbentuk oleh energi motivasi yang hebat, dimana di sana terdapat ungkapan penghargaan dan dorongan. Selanjutnya orang tua dan guru juga harus jadi model (atau uswatul hasanah). Tidak ada gunanya kalau orang tua dan tua hanya pintar menyuruh dan berceramah namun tidak melakukan action yang hebat dalam hidup.
            Kalau bagi pemerintah...tentu saja sebagai penyedia fasilitas (facilitator)- membuat program pelatihan dan pengembangan diri bagi guru, siswa, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Namun kalau boleh juga ada program parenting- bagaimana menjadi orang tua yang ideal bagi anak. Negara negara maju punya banyak program parenting, sehingga orang tua dan guru mereka bisa bersinergi dalam mendidik. Kalau bagi kita peran orang tua  terlihat pasif dan guru terlihat merasa lebih tahu dari orang tua.

Banyak juga pihak yang menuding bahwa pendidikan indonesia saat ini hanya mementingkan hasil (nilai), bukan proses, bukan nilai-nilai usaha, kerja keras dan kejujuran untuk mendapatkan nilai itu? Menurut anda ?
            Dalam konsep yang dibikin oleh stake-holder pastilah sangat bagus. Namun dalam pelaksanaannya (dalam menterjemahkan kebijakan) bagi praktisi pendidik di lapangan ya.....memang terlihat mengejar nilai. Maka terjadilah kerjasama bimbel dengan sekolah untuk melatih anak didik dalam memahami konsep lewat sistem cepat (belajar dengan sistem karbitan) dan kemudian memberi latihan.... latihan...mengolah soal soal...membuat passing grade dan meramalkan karir yang cocok bagi mereka. Kadang kadang karir atau jurusan/ Perguruan Tinggi yang direkomendasikan oleh pemilik bimbel terhadap anak didik bertolak belakang dengan keinginan orang tua.
            Bukankah setiap semester genap untuk kelas 12 bagi sekolah sekolah SMA, dan kelas 9 bagi tingkat SMP  berubah menjadi “SMA Negeri bimbel dan SMP Negeri bimbel” dan mata pelajaran yang diajarkan hanya mata pelajaran yang masuk dalam UN. Sebagai konsekuensi anak anak amat menghormati dan menghargai mata pelajaran (dan guru guru) yang di-UN-kan. Memang membina dan mengembangkan mutu pendidikan tidak semudah membalik telapak tangan. Ini butuh kiontribusi semua pihak, jangan hanya sebatas pintar mengeritik tetapi juga ikut memberi problem solving.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

if you have comments on my writings so let me know them

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...