Tampilkan postingan dengan label true story. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label true story. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 Juli 2011

Kasihan…..Anak- Anak Tanpa Masa Depan

Kasihan…..Anak- Anak Tanpa Masa Depan


Oleh: Marjohan

http://penulisbatusangkar.blogspot.com

Semua orang Minangkabau (orang Padang) pasti mengikuti garis keturunan ibu (matriachat) dan ibuku sendiri berasal dari Lubuk Alung. Nenekku memiliki sawah- ladang dan perumahan di tepi aliran Batang Anai, kira-kira 3 km dari pasar Lubuk Alung. Aku tidak tahu banyak tentang nenekku dan siapa serta bagaimana dengan anak-anak dari nenekku tersebut. Yang masih aku ingat adalah bahwa ibuku memiliki 8 orang bersaudara dan masing masing memiliki anak yang cukup banyak, berkisar 4 orang sampai sepuluh orang. Itulah kelemahan ibuku- dan juga kelemahan beberapa orang lain- yang tidak terbiasa memperkenalkan anaknya dengan anggota keluarga besarnya. Sehingga aku hampir hampir tidak banyak mengenal mereka, malah saat aku pulang kampung aku sendiri merasa sebagai orang asing di antara mereka.

Andaikata aku dibesarkan di sekitar rumah nenekku, pastilah aku akan ikut tumbuh sebagai anak- anak yang juga kurang beruntung dalam memandang masa depan. Aku dan saudara kandungku dibesarkan di kota lain (Payakumbuh), dimana ayahku bertugas sebagai polisi. Aku beruntung bisa tumbuh di daerah perkotaan dengan latar belakang budaya yang cukup heterogen sehingga aku bisa memiliki motivasi hidup yang tinggi dan kompetisi belajar yang juga besar hingga aku bisa memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik dibanding familiku di daerah asal usulku- Lubuk Alung. Dimana sebagian besar kaum kerabatku tumbuh tanpa masa depan dan mereka cenderung memiliki pribadi yang rapuh- mudah putus asa.

Ibuku mengatakan bahwa nenekku memiliki 8 orang anak dan masing-masing mereka memilki anak- anak yang banyak. Sayangnya perkawinan mereka semua hampir tidak bahagia. Pamanku yang paling tua menjalani hari-hari tua seolah-olah diasingkan dari keluarganya. Tatkala ia mengalami sakit pneumonia- paru-paru berair- maka semua anak-anaknya enggan untuk memelihara dan mengantarkan ayah mereka yang bertubuh lemah dan sakit sakitan ke tempat nenek ku. Ibarat kata pepatah “habis manis sepah dibuang”.

Ibuku mengatakan bahwa pamanku, sewaktu muda cukup bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya, buktinya ia bisa membangunkan sebuah rumah yang cukup bagus buat istri dan anak-anaknya. Namun mengapa ia dibuang atau diasingkan di hari tuanya saat ia mengalami sakit hingga ia meninggal dunia dalam keadaan menderita dan kesepian.

Aku rasa bahwa rasa kemanusiaan anak-anak perlu untuk ditumbuhkan. Anak-anak yang tidak terbiasa dilatih untuk mencintai sesama dan menyayangi sesama akan tumbuh menjadi pribadi yang tanpa hati- rasa cinta. Anak-anak yang tidak punya hubungan batin yang erat dengan ayahnya sejak kecil, ya akan tetap renggang hingga akhir hayat ayahnya. Aku rasa pamanku waktu muda- pada awal punya anak- kemungkinan lupa untuk membangun jembatan hati dengan anaknya. Barangkali ia cenderung memelihara karakter yang otoriter dan banyak marah dan serba memerintah, itulah bahwa akhirnya semua anaknya tidak memiliki rasa rindu pada ayahnya.

Nasib pamanku yang ke dua juga tidak lebih baik dari yang pertama. Aku masih ingat bahwa pamanku yang ke dua cukup berkarakter pekerja keras- ia memiliki kecakapan sebagai tukang bangunan dan sebagai petani. Ia bisa membuatkan rumah yang cukup besar untuk istri dan anak-anaknya. Namun yang belum ia miliki adalah kemampuan berkomunikasi yang pas.

Pamanku yang ke dua tersebut karakternya lebih baik walau tetap bersifat otoriter dalam berkomunikasi. Ia kurang memiliki kemampuan dalam memahami percakapan orang dan gaya berkomunikasinya kurang indah- bahasanya cenderung menghardik hardik dan membentak- bentak. Dalam urusan pendidikan anak, tentu saja ia tidak tahu sehingga rata-rata anaknya hampir hampir tidak ada yang tamat dari Sekolah Dasar. Nasibnya di usia tua juga cukup sengsara, karena istrinya jauh lebih muda dan sempat selingkuh dan menikah dengan pria lain. Akhirnya ia juga meninggal dalam pengasingan di rumah nenek.

Pamanku yang ke tiga cukup beruntung karena hingga saat ini ia sangat rukun dengan istrinya, walau mereka tidak punya keturunan. Namun ia tidak begitu dekat dengan semua keponakanya, ia jarang dan malas berkomunikasi dengan keponakannya. Akhirnya kaum kerabatnya juga tidak memiliki rasa kangen dan juga cenderung membiarkan karakter individualisnya. Suatu hari ia sakit keras dan hampir tidak ada kaum kerabatnya yang datang untuk membezuknya. Itulah hidup ini secara tidak langsung penuh dengan sebab akibat. Bahwa ia cenderung diabaikan (ignored) oleh yang lain karena ia juga tidak acuh pada kerabat dekatnya.

Tiga orang bibiku tidak pernah pergi ke kota dan tidak memperoleh ilmu yang cukup, maka persis wawasannya juga sempit dan miskin keberanian dan ilmu pengetahuan. Mereka menikah dengan pria-pria yang juga kurang terdidik dan berwawasan sempit. Hampir semua bibiku punya banyak anak. Yang paling sedikit, mempunyai 4 anak, itupun dua anaknya ada yang meninggal. Mereka hidup terlalu menyerahkan hidup pada garis nasib (hidup pasrah atau fatalistic) seperti aliran air. Ada apa gerangan ?

Suami- suami bibiku tidak punya rencana yang hebat dalam hidup mereka. Mereka cuma berfikir bahwa hidup hanya sekedar butuh makan dan pakaian, maka perjuangan mereka dalam hidup hanya sekedar mencari satu suap nasi atau satu liter beras per hari. Namun begitu anak lahir, mereka tidak tahu cara menumbuh-kembangkan anak dan apa yang harus dibutuhkan anak. Para suami bibiku adalah orang-orang kecil dan pola fikirannya juga sangat kecil.

Bibiku yang tua punya 7 anak dan suaminya hanya seorang petani kecil, hidup hanya mengandalkan hasil kebun. Ia tidak punya fikiran bisnis untuk menjual hasil kebunnnya, akhirnya ekonominya sangat minim dan layak dikatakan sebagai keluarga pra-sejahtera. Kenapa ? mereka hidup dalam rumah, yang cocok dikatakan sebagai gubuk, tanpa listrik, tanpa perabot dan fasilitas hidup yang layak dan menyantap makanan yang gizinya tidak memadai- mereka tidak kenal apa itu multi vitamin, apa itu susu dan apa itu makanan yang bergizi.

Hidup mereka hanya bersahaja, untuk makan ya cukup dengan nasi yang ditemani dengan rebusan sayur dan lumuran cabe. Mereka tidak kenal bagaimana standar pendidikan dan standar kesehatan. Untuk sekolah ya sekedar bisa mengeja kalimat- bukan bisa membaca buku. Dan untuk kesehatan maka mereka tidak kenal apa itu istilah pola makan “empat sehat dan lima sempurna”. Dalam keluarga mereka tidak ada kata kata motivasi yang ada hanya kata-kata “menyuruh, melarang, memarahi, menghardik dan kata-kata pasrah- wah kasihan kami memang orang susah dan kami orang miskin”. Demikian bagaimana anak- anak bisa memiliki motivasi dalam hidup dan bagaimana mereka bisa mendidik anak-anak dengan lancer. Sehingga semua anak-anak mereka putus sekolah saat masih di bangku SD dan juga hidup dengan pola pasrah pada takdir/ nasib.

Anak-anak mereka punya obsesi yang sangat praktis. Sebagian dari mereka membayangkan bahwa hidup enak adalah hidup di Jakarta atau di kota besar lainnya. Maka anaknya yang paling tua dengan modal nekad pergi ke Jakarta dan bermimpi untuk bias hidup enak. Namun, kenyataan kemudian, bahwa sudah puluhan tahun sang anak tidak pulang-pulang dan diperkrakan bahwa anaknya sudah jadi mayad dan jasad anaknya sudah terkubur dalam keganasan bumi Jakarta.

Bibiku yang paling tua segera menjadi janda. Suaminya pencandu rokok dan pencandu minuman kopi. Ia adalah perokok maniak dan peminum kopi maniak. Menghabiskan 2 sampai 3 bungkus rokok per hari. Lucu ya…untuk pembeli telur dan ikan- mengaku tidak punya uang namun untuk membeli rokok cukup mudah- ya demikianlah pola hidup orang miskin. Kemudian ia punya pola minum kopi sampai 3 gelas tiap hari- tentu saja bisa menderita gagal ginjal oleh zat racun yang ada pada kopi. Ya akhirnya sakit parah- gangguan paru-paru dan gagal ginjal, karena pola hidup yang tidak sehat.

Bibiku yang ke dua, juga menjadi janda. Suaminya kelewat sensitive dan orang-orang kampung juga usil dalam berbahasa- mereka paling gemar saling mengejek, saling mengkeritik dan saling menghina “Jadi suaminya hanya pintar b ikin anak dan bikin masalah” Tentu saja ejekan demikian bias membakar emosi dan bikin sakit hati. Miskinya gaya berkomunikasi- tidak ada bahasa yang santun- telah membuat hati saling terluka. Ya…bercerai dan tinggalah 5 orang anak dengan seorang ibu yang juga buta huruf dan buta keterampilan hidup.

Anak-anak yang tumbuh dengan ibu sebagai single parent yang miskin pengetahuan dan ketermpilan telah menumbuhkan anak-anak bermental lemagh dan hidup tanpa masa depan. Mereka memandang hidup ini begitu suram “wah buat apa aku harus lahir ke dunia kalau ditakdirkan jadi orang sengsara”. Hidup mereka hanya mengerjakan hal-hal yang sederhana- mengumpulkan pasir dan kerikil dari dasar sungai Batang Anai buat dijual dengan harga murah dan mereka hidup tanpa moto, kecuali selalu dalam keadaan rendah diri. Beberapa di antara mereka tidak menikah karena tidak tahu cara mengatakan “I love you pada lawan jenis”. Atau lawan jenisnya juga kurang tertarik karena mereka tidak bisa mengubah penampilan dan menggunakan bahasa yang indah. Sungguh penampilan dan bahasa yang indah amat berguna dalam hidup ini.

Sebenarnya nenekku tidak miskin karena ia mewariskan lahan tanah yang cukup luas- ada sawah dan ladang dalam ukuran cukup luas. Ada beberapa bidang tanah yang bagus untuk dikembangkan untuk ternak kambing atau ternak ayam/ itik. Namun lahan yang luas tidak ada artinya kalau ilmu dan wawasan kurang. Maka bagi mereka (kaum family) yang memiliki keberanian ya mereka pergi merantau ke metropolitan untuk menjadi buruh.

Malah ada yang telah tinggal cukup lama di metropolitan, kemudian terpaksa pulang kampung. Ternyata mereka juga sengsara di metropolitan, katanya “Dari pada sengsara di negeri orang biarlah sengsara di negeri sendiri”. Andaikata ibu dan ayahkuku tidak hijrah ke daerah lain dan maka kemungkinan pola pikiran ku dan juga orang tuaku juga akan sama dengan mereka (familiku yang di kampung.

Itulah aku merasa beruntung karena bisa hidup pada sebuah kota dengan lingkungan yang cukup heterogen. Sebetulnya kami- para anak anak dari sebuah keluarga- bisa jadi pintar, bukan terbentuk oleh pemodelan dari orang tua. Soalnya ibuku termasuk orang yang sangat otoriter dan pemarah. Dalam ia hanya menggunakan prinsip “menyuruh dan melarang”, pelanggaran atas disiplin yang ia bentuk sendiri akan dicambuk sebagai hukuman. Bagaimana dengan reward ? Reward atau pujian adalah hal yang sangat mahal. Dalam hidupku, orang tuaku mungkin tidak pernah mengajarkan dan memengucapkan kata “Maaf, terimakasih, dan kata kata pujian padaku”.

Ayahku sendiri, sebagai presiden di keluarga, hanya sebagai pemimpin laizzes faire- pemimpin yang serba membolehkan atau masa bodoh. Ayahku hanya cuma tahu bahwa kami hanya butuh makan, pakaian dan kesehatan. Ia berprinsip pada anak-anaknya “Terserah kamu, mau jadi orang gede atau tidak. Namun jadilah orang yang hebat”. Ternyata sepenggal harapan dari ayahku “jadilah orang yang hebat” cukup berguna dalam menggugah semangat juang ku.

Yang banyak menggugah semangat belajar dan semangat hidupku adalah faktor lingkungan dan bacaan yang sering aku konsumsi. Sampai sekarang aku merasa beruntung punya tetangga, dimana orang tua teman cukup peduli dengan makna pendidikan, aku keciprat kena pengaruh. Aku juga terlibat aktif dalam kelompok belajar dengan teman, kami juga punya aktivitas dengan teman-teman tetangga- ikut latihan karate/ dan silat (namun aku sering bolos karena latihannya malam-malam dan aku sering diserang oleh rasa kantuk), aku juga ikut dalam kegiatan karang taruna, aku senang bisa keliling RT buat mengumpul sumbangan. Dan setiap hari minggu pagi kami pergi ke lapangan sepak bola POLIKO untuk berolah raga. Aku bisa lari sepuluh kali keliling lapangan, itu berarti aku bisa lari sejauh empat kilo meter.

Aku juga beruntung bahwa ayahku ternyata juga suka membaca, akibatnya aku menyenangi bacaan. Akhirnya aku punya majalah sendiri yang aku beli tiap minggu- ada majalah Hai, Majalah Sikuncung dan majalah Kawanku. Lewat membaca aku punya sahabat pena dan kemampuan menulisku juga meningkat.

Aku menjadi gemar menulis, menulis cerpen, kisah nyata dan opini. Aku coba-coba menulis dan mengirimnya ke koran- koran dan majalah. Ya ada yang dimuat dan banyak yang ditolak, namun aku tidak patah semangat dan malah selalu menulis. Namun sejak tahun 1992 hingga sekarang tulisanku sudah puluhan atau ratusan yang sudah aku tulis dan dipublikasikan. Malah dua buah buku ku juga sudah terbit untuk skala nasional.

Aku juga memperoleh pengaruh dari orang orang dewasa yang ada di mesjid- mereka adalah para pengurus mesjid. Walau aku tidak memperoleh banyak pengaruh dari orangtua sendiri di rumah, namun orang-orang dewasa lain yang memberi aku perhatian, mengaggap aku sebagai anak mereka sendiri- mengajakku bercerita dan bertukar fikiran. Kadang kadang aku juga rindu dengan mereka. Namun aku tidak mungkin berjumpa dengan mereka, karena mereka mungkin sudah berada di alam sana- sudah meninggal dunia. Moga moga Tuhan (Allah) menyayangi mereka.

Tulisan ini aku tulis bukanlah untuk mengekpose tentang kekurangan keluargaku, tetapi aku ingin berbagi dengan banyak pembaca bahwa betapa banyak keluarga lain yang nasib mereka seperti nasib keluarga ku. Dibalik itu dapat dipetik kesimpulan bahwa betapa hidup ini butuh persiapan, rencana dan motivasi. Bahwa menikah dan punya keluarga itu perlu rencana dan butuh tanggung jawab. Bahwa siapa saja yang mau menikah perlu memiliki ilmu tentang berkeluarga, ilmu mendidik keluarga dan ilmu agama dan kesehatan. Bahwa betapa kekayaan fikran dan keterampilan hidup lebih berharga dari kekayaan alam.

Motivasi dan bahasa yang santun juga sangat dibutuhkan dalam hidup. Kemudian hidup kita bisa berubah melalui bacaan, melalui model atau contoh. Dan yang perlu juga untuk dimiliki adalah semangat juang dan semangat otodidak- atau self learning- dalam hidup. Sungguh hidup terasa indah bila kita memiliki kekayaan ilmu, kekayaan bahasa, kekayaan keterampilan, kekayaan spiritual dan juga kekayaan social/ kekayaan dalam bergaul.

.

Kamis, 30 Juni 2011

Perjumpaanku yang Terakhir Kali Dengan Ayah

Perjumpaanku yang Terakhir Kali Dengan Ayah

Oleh: Marjohan

http://penulisbatusangkar.blogspot.com

Sudah 8 tahun aku tidak berjumpa lagi dengan ayahku. Saat itu aku ditelpon agar segera menuju rumah sakit M.Jamil Padang. Sebelumnya aku juga telah lama tidak berjumpa dengannya yaitu ada selama sepuluh tahun pula. Itu berarti bahwa aku kehilangan figure ayah selama belasan tahun dan berarti masa anak-anak dan masa remajaku hampa dari sentuhan dan kasih sayang seorang ayah. Apakah ayahku seorang pria yang sibuk ? Entahlah, aku sendiri tidak bisa menjawabnya.

Ternyata aku masih punya memori dengan ayah. Saat aku duduk di bangku Sekolah Dasar aku dibawa ke Padang, ke kampung ayah. Di Koto tangah Lubuk Minturun- Padang. Saat itu transportasi tidak begitu lancar, aku dan ayah berjalan kaki dari pasar Lubuk Buaya menuju Ikur Koto, terus ke Rumah nenek jauh sekali rasanya…dibalik hamparan perkampungan orang dan sawah. Yang aku ingat adalah kebahagiaan di awalnya saja, namun dalam perjalanan aku merasa tersiksa karena kakiku merasa capek dan pegal-pegal. Aku harus berjalan mengikuti langkah ayah dengan kakinya yang panjang.

Aku hampir menangis dan hampir rubuh karena harus berjalan menuju ujung jalan yang amat jauh. Aku ingin saat itu bisa naik sepeda atau bisa digendong oleh ayah. Namun aku tidak terbiasa bermanja- manja. Akhirnya aku (kami) sampai juga di rumah nenek. Di sana aku jadi tahu tentang cerita ayah dan saudara- saudaranya.

Ayah adalah anak laki-laki satu-sarunya dari ia memiliki 3 orang saudara perempuan. Diperkirakan ayah termasuk anak yang manja. Namun ternyata tidak, malah waktu kecil ayah termasuk anak paling bandel. Hingga ia pernah diusir atau lari dari rumah.

Suatu hari ayah pulang sekolah dengan perasaan lapar. Namun nenek mengatakan bahwa tidak ada makanan buat dimakan. Diam-diam ayah menjumpai ada makanan dan gulai rendang tersembunyi. Merasa dibohongi, maka ayah menghabiskan semua gulai tadi kemudian dengan rasa sakit hati ayah melumuri sprei kasur dengan saus/ cabe dan sisa makanan. Melihat karakter ayah yang demikian, nenek juga marah besar. Sehingga akibatnya ayah lari ke desa lain dekat kota Padang Panjang.

Ayah tumbuh jauh dari orang tuanya. Dalam pelarian ayah memperoleh banyak pengalaman. Ia pernah belajar sebagai pandai emas atau tukang emas di kota Padang Panjang. Diceritakan bahwa saat muda, ayah juga pernah ikut pergi berdagang ke Tanjung Pinang- Kepulauan Riau. Tentu saja ayahku harus berperilaku baik selama tinggal dengan orang lain.

Dalam masa remaja, ayah mencoba untuk pulang ke kampungnya. Ternyata semua familinya sudah kangen dengan dia. Kedatangan ayah, sebagai anak yang hilang, disambut dengan penuh suka cita. Selama tinggal di kampungnya lagi - dengan nenek dan kakek, tentu ayahku tidak perlu bekerja keras, karena kebutuhan makan dan minum bisa diperoleh dari orang tuanya.

Dalam masa remaja, tentu saja ayahku memiliki teman khususnya. Dan yang aku masih ingat bahwa ayah jatuh cinta dengan gadis satu kampungnya yang bernama “Banir”. Berarti ayah nikah dalam usia yang sangat muda. Ayah memperoleh seorang anak perempuan. Namun aku yakin, bahwa ayah tidak memperlihatkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dan juga sebagai suami. Barangkali itu adalah gara-gara factor ekonomi atau keuangan. Ya akhirnya ayah ku bercerai dari istri pertamanya dan ia segera menjadi duda dalam usia remajanya.

Dasar pria yang gampang jatuh cinta, ayah jatuh cinta lagi dengan seorang gadis. Gadis tersebut bernama “Nurlaya” yang juga berasal dari Padang. Perkawinan ayah yang kedua tidak seumur jagung, lebih lama dari pernikahannya yang pertama. Agaknya sebagai seorang suami, ayah belum bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga dan pasti mereka sering cekcok dan ayah orangnya bersifat keras kepala dan sensitive, itu karena ia sempat tumbuh dalam pemanjaan namun ttidak dilatih/ diajari tanggung jawab. Maka suatu hari ayahku dan istri keduanya naik kereta api menuju Bukittinggi. Selama dalam perjalanan mungkin mereka penuh cekcok. Klimaks pertengkarannya terjadi di Kayutanam, kereta api berhenti dan ayahku “mengatakan good bye” selamat tinggal selamanya untuk perkawinannya yang kedua. Begitu mudah bagi ayahku menikah, begitu muda bercerai dan meninggalkan/ melupakan anak-anaknya.

Ya kembali ayahku bertualang dalam hidupnya. Akhirnya ayah ikut-ikutan sebagai tentara pemberontak melawan pemerintahan pusat, ia pro dengan pemerintahan Ahmad Hosen untuk membentuk negara PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Ayahku sampai ke Lubuk Alung. Di sana ia jatuh cinta lagi untuk yang ke tiga kalinya dengan seorang wanita. Wanita tersebut adalah ibuku sendiri.

Saat itu ibu berstatus masih punya suami, seorang tentara. Namun sudah satu tahun tidak pulang-pulang karena pergi bertugas ke daerah Jambi. Wah…ibuku terlibat cinta dengan seorang pria, kelak sebagai calon ayahku. Mereka jatuh cinta dan tentu saja semua family tidak setuju- karena status ibu masih sedang bersuami- hingga akhirnya berita cinta segitiga ibu tercium oleh suaminya. Akhirnya ibu diberi surat cerai- diberi talak tiga. Ibu sangat bersedih dan ibarat berjalan di awang-awang, namun ibu juga sangat gembira dengan kekasih barunya- yaitu calon ayahku.

Tampaknya ibu dan ayah tidak bisa dipisahkan, ya ada gula da semut rupanya. Mereka menikah dan selanjutnya hidup sebagai suami istri. Saat itu ibuku juga telah punya 3 anak dari perkawinan sebelumnya- namun ibu juga menikah dalam usia yang amat muda. Anaknya yang tua saja memanggil “kakak” padanya. Saat itu ayah berhenti sebagai tentara pemberontak, karena tidak ada jaminan financial dan ayah juga sebagai pria pengangguran. Namun ibuku termasuk wanita yang kreatif dan mandiri. Ia mengajak ayah untuk berdagang makanan dan pada hari-hari senggang menjadi nelayan di sepanjang aliran sungai “batang anai”.

Kata ibu bahwa saat aku lahir, rezki mereka melimpah. Kalau berdagang ya…laris, kalau menangkap ikan…hasilnya berlimpah. Kata ibu bahwa saat aku lahir ..ayah lulus menjadi polisi. Itulah maka aku memperoleh perlakuan sedikit ekstra baik oleh ibu. Aku tidak boleh dimarahi terlalu kasar oleh ayah.

Akhirnya ayah diangkat menjadi polisi di Resor Kepolisian 303 Kota Payakumbuh dan kami semua diboyong ke sana. Kehidupan pun berobah. Ibuku juga tetap menjadi wanita yang mandiri, ia mengasuh kami dan juga membantu karir ayah sebagai polisi. Ibu cukup pintar mengelola keuangan, walau pangkat ayah kecil, kami tidak pernah kekurangan uang. Ibu punya ternak unggas- itik dan juga ternak ayam. Kalau ada uang, ibu paling senang menabung dalam bentuk emas. Kalau berpergian, aku sering melihat tubuh ibu dihiasi oleh banyak perhiasan emas.

Dalam hidupnya, sebagai polisi berpangkat rendah, ayahku cukup pintar. Ia juga membuat usaha bisnis dengan teman-temannya. Sambil bertugas sebagai polisi, ayah juga berbisnis ternak ayam, bisnis daging sapi, bisnis penebangan kayu untuk diekspor. Waktu aku kecil aku melihat bahwa ayahku juga memiliki sebuah truck, mobil Chevrolet dan rice milling, namun aku aku tidak pernah tahu bagaimana caranya ayah memperolehnya.

Saat aku kecil hingga remaja, aku melihat ayah jarang di rumah. Ya kalau di rumah ia cuma banyak tidur, pantaslah adik-adiku juga banyak. Sekali aku ingat, aku diajak ayah naik sepeda motor sejauh 250 km. Saat itu merupakan sebuah perjalanan yang eksotik. Namun aku paling bosan menunggu ayah yang ngobrolnya dengan temannya kelewat lama. Aku juga senang kalau diajak ayah ke tempat teman-temannya karena aku pasti bakal dikasih oleh-oleh dan uang yang banyak.

Ada satu hal yang aku suka protes. Yaitu bahwa ayah kurang mendukung proses pembelajaranku di rumah.Padahal aku sendiri anak yang sangat rajin dalam belajar Suatu hari aku tengah asyik belajar di rumah dan ayah dengan grupnya datang hendak bermain domino. Aku pasti terganggu dengan suara dan suasana yang buka budayaku, lantas aku protes, aku lempari atap rumah dengan batu bata, agar mereka berhenti mengganggu ku. Sebagai protesku yang lain adalah aku mengempeskan motor- motor teman ayahku, agar mereka jera datang dan menggangguku dalam belajar. Itulah ayahku tidak pernah marah pada ku hingga ia pindah tempat ke tempat lain.

Ternyata ibuku lebih tua usianya beberapa tahun dari ayahku dan api cinta mereka mulai meredup dan rumah tangga mereka sering cekcok. Hari-hari yang ku lihat dan ku dengar adalah percekcokan ayah dan ibu. Pernah ayahku marah sambil mengacungkan revolver (pistol) pada ibu. Dan aku pun juga pernah main main pistol dan secara tidak sengaja meletus….dor… dan untung aku tidak menembak kakakku. Sejak itu, pistol dijauhkan dari jangkauanku.

Maka aku dan saudaraku yang lain dibesarkan dalam suasana rumah yang penuh cekcok- broken home- sepanjang hari. Aku sendiri selama dua tahun lari dari rumah dan memilih tinggal jauh dari rumah dan begitu juga dengan kakakku. Untung saja nilai pelajaran ku tidak begitu jelek dan tidak terjebak dalam menghisap obat terlarang. Malah walau aku berasal dari rumah yang broken home, aku pernah beberapa kali juara di kelas dan selebihnya masuk nilai tujuh besar.

Hubungan cinta ayah dan ibu makin genting, karena ada wanita lain dalam hidup ayah. Pernah suatu kali ibuku lari ke Jakarta dan menelantarkan kami anak-anaknya. Namun family yang di Jakarta memberi ibu nasehat agar bersabar dan itu juga demi anak-anak- biarlah ayah berkarakter demikian asal keuangan tetap lancar.

Masa depan dan studiku ku saat itu merasa terancam, namun untung ibu pintar menabung dan ia memiliki cadangan emas untuk membiayai kuliahku. Aku takut memilih jurusan dan universitas yang bakal menghabiskan banyak dana dan waktu yang lama. Aku memilih kuliah di Padang saja, dan batal untuk kuliah ke pulau Jawa. Suatu hari ibu dan ayah bakal bercerai dan kami bakal berpisah-pisah dalam pengasuhan berbagai family. Hubungan cinta ayah dengan wanita lain makin menggila. Ia malah pergi jauh dari rumah dan hidup bersama wanita yang baru. Demi keselamatan pendidikan aku menjadi masa bodoh dengan urusan pertengkaran ayah dan ibu.

Akhirnyya aku kuliah di Universitas dan juga bias mengembangkan diri agar aku bias mandiri kelak bila selesai kuliah. Aku bekerja sambil kuliah, menjadi pemandu wisata, memberi lest privat bahasa Inggris untuk anak-anak orang yang berduit. Untuk keuangan aku tidak memperoleh kesulitan. Aku memperoleh uang yang cukup dari orang tua dan aku juga dapat uang sendiri, aku bisa menabung dan aku beli cincin emas sebagai tabungan.

Perkawinan ayah dan ibuku kandas sudah, ibuku sering sakit dan sengsara- ibu sering kujumpai menangis dan meratap sebagai istri yang dibuang oleh suaminya. Namun itu sudah menjadi pemandangan biasa bagiku- kadang kadang aku juga membujuk ibu bahwa tidak ada gunanya larut dalam kesedihan. Aku bisa melepaskan diri dari keruwetan rumah tangga. Sejak ayahku punya wanita simpanan dan suka cekcok dengan ibu maka aku merasa kehilangan idola/ figure ayah. Ada pengaruhnya terhadap jiwaku, pada mulanya aku sedikit jadi sulit jatuh cinta. Namun aku menguasai emosiku hingga aku bisa memperoleh cinta lagi dari seorang gadis yang cantik menurutku namun punya karakter yang sederhana.

Akhirnya bantuan keuangan ayah untuk ibu nyaris putus. Sehingga ibu ku pernah menjadi buruh pada rumah tetangga. Untung aku segera lulus dari Perguruan Tinggi dan segera punya pekerjaan. Gajiku aku tabung dan juga aku gunakan untuk membantu ibu. Ibu akhirnya ditinggal pergi oleh ayah. Aku melarang ibu untuk berduka dan menangis, karena ibu masih punya anak- anak yang baik dan bisa mengabdi ke orang tuanya.

Ibuku menjadi wanita yang nestapa dan memutuskan kembali ke kampung ke Lubuk Alung. Ia berniat untuk mengisi hari-hari dan mengobat hatinya yang terluka gara-pgara cinta ayah yang lenyap dari kalbu ibu. Ibupun bisa menjadi tegar sekali dalam hidupnya, aku tiap bulan datang berkunjung an ikut berbagi rezki dengan ibu. Ibu bersyukur, walau cintanya hancur namun lima orang anak anaknya bisa memperoleh masa depan, bisa bekerja dan juga lulus dari perguruan tinggi.

Kami semuanya patungan untuk menghidupi ibu dan membiarkan ayah dan gajinya untuk bersenang- senang di tempat kerajaan cintanya. Sejak masa remajaku hingga aku menginjak dewasa aku tidak lagi berjumpa dengan ayahku selama belasan tahun- kami tidak ingin mencari ayah dan sudah mengikhlaskan ayah untuk hidup senang pada istana cintanya yang baru. Dari dalam hati bahwa ternyata aku cukup rindu dengan cerita- cerita ayah. Namun suatu hari aku memperoleh berita/ telepon “Harap segera datang” sangat penting. Bahwa ayah tersungkur dan koma, dilarikan ke rumah sakit M.Jamil Padang.

Kami segera berkumpul menuju rumah sakit. Perjalananku dan saudaraku yang lain dengan mobil travel terasa lambat dan sunyi menuju rumah sakit. Kami tiba di gerbang rumah sakit setelah maghrib. Aku mencari tahu di mana posisi ayahku “Kamaruddin Usman”. Akhirnya aku menemui ayah pada pada sebuah ruangan ICU, aku diizinkan masuk. Aku mendapati ayahku dalam keadaan koma. Ajaib bahwa saat kami datang/ masuk ayah sempat membuka matanya melihat kami dan menangis namun setelah itu mata ayah terpejam untuk selanjutnya. Ayah masih bernafah dengah susah payah, dibantu oleh oksigen luar. Kadang-kadang air matanya bercucuran- barangkali ayah menyesal yang mendalam- namun kami harus memafkan dan kami tidak marah dan dendam pada ayah. Buktinya kami masih datang dan member ayah ciuman.

Aku berada di rumah sakit hampir sepuluh hari. Itu berarti ayahku dalam keadaan koma juga sudah sepuluh hari. Kami yakin bahwa ayah tidak bakal sembuh lagi maka kami memberi khabar kepada family di kampung ayah bahwa kalau tiba khabar jelek “ayah meninggal” maka harap segera dipersiapkan kuburan buat ayah disebelah kuburan nenek.

Akhirnya ayah dinyakan meninggal dunia. Aku bingung apalagi saat itu juga ada anak kecil usia 10 tahun menangis mendekati mayat ayahku, aku berfikir “Siapa sih bocah kecil yang juga ikut menangis”. Ternyata ia adalah bocah kecil hasil cinta ayah dengan wanita simpanannya. Aku akhirnya memeluk bocah kecil tersebut dan ikut menghiburnnya bahwa aku adalah kakak satu ayah dengannya. Aku usap air matanya dan kami bawa jasad ayah ke kampungnya.

Hari-hari terasa sunyi. Setelah belasan tahun tidak berjumpa dengan ayah dan bercanda dengan ayah maka aku jumpai saat sudah mau sekarat terbujur jadi mayat. Sore itu langit mendung, aku ikut mengantarkan jasad ayah ke dalam kuburannya di Desa Lubuk Minturun dekat Padang. Aku amat sedih dengan kepergian ayah. Aku juga ikut mengakat dan meletakan jasad ayah ke dalam liang lahatnya. Tubuh ayah masih berisi kekar dan gagah. Aku mengingat- ingat hari indah bersama ayah dan melantunkan doa pada Sang Khalik buat memafkan ayahku. “Tuhanku…maafkanlah ayahku….sayangilah ayahku…” Aku ikhlas sekali melepas ayah hingga airmataku dengan mudah meluncur membasahi pipiku. Saat itu dalam mpenghujan dan tiba-tiba hujan turun lebat, membasahi bumi dan airnya tumpah ke dalam kuburanm ayahku. Aku dan saudaraku yang lain tetap menyelesaikan penimbunan tanah kuburan ayahku- air mataku lenyap bersama derasnya air hujan.

Malam itu aku tidak bias tertidur. Fikiranku melayang jauh bersama memoriku, pengalaman indah tentangku dan ayahku bergulir lagi. Walaupun bagaimana karakter ayahku, ia adalah tetap pahlawan terbaik bukan aku dan saydara- saudaraku. Aku ajak ibu untuk memaafkan ayah. “Ibuku maafkanlah ayah karena aku dan saudaraku yang lahir adalah karena adanya engkau dan ayahku”. Aku tidak pernah tahu bahwa apakah ibu memaafkan ayah atau tidak namun buatku ayah adalah pahlawan ku dan aku tetap mencintai ayahku.

Kamis, 23 Juni 2011

“Mengapa Hatiku Terasa Sengsara ?”

“Mengapa Hatiku Terasa Sengsara ?”
Oleh: Marjohan Usman
(http://penulisbatusangkar.blogspot.com)

Kira-kira apa kelebihanku ? Suatu hari ada sekelompok wisatawan asal Amerika salah jalan di Payakumbuh. Mereka ingin pergi  menuju Pakan Baru. Aku segera mendatangi mereka dan menuntun mereka hingga sampai ke jalan utama agar  memperoleh kendaraan menuju kota Pakan Baru. Mereka mengatakan bahwa aku orang yang sangat  “hospitality”. Beberapa waktu kemudian juga ada dua orang wisatawan asal Australia “Craig dan John” yang juga salah  memilih tempat wisata. Aku mendekati mereka dan  mengatakan bahwa mereka lebih baik memilih tempat wisata yang tepat.  Aku juga memberi alternative kalau mau berlibur ke daerah ku- Batusangkar, hingga ke duanya memilih untuk berlibur ke desa-ku pada hari berikutnya.

Keesok harinya mereka sampai ke alamat ku. “ Kok kamu berani memutuskan berlibur di desa saya, apa tidak takut kalau ternyata saya adalah teroris ?”. Tanyaku. “Tidak, saya membaca dari wajahmu bahwa kamu adalah orang baik dan hospitality “. Jawab Craig dalam bahasa Inggris.

Oke,  baiklah kalau begitu. Dan keduanya aku antarka ke homestay, dekat rumahku. Dan selanjutnya aku ajak mereka jalan jalan dan memperkenalkan budaya serta geografi seputar rumahku.  Mereka juga pergi berlibur berdua ke daerah Singkarak dan Maninjau atas petunjukku. Agar tidak repot dalam perjalanan, mereka menitipkan beberapa barang berharga bersamaku. “Wah mengapa anda percaya saja menitipkan barang-barang pada saya ?”. Tanyaku. “I can read your mind that you are good person”.

Mereka hanya berlibur beberapa hari saja dan kembali memutuskan pergi ke Australia. Saat berangkat mereka  menyerahkan  oleh-oleh buatku, dan aku yakin isinya pasti dollar Australia. Aku tidak menerimanya “No thanks, don’t submit it to me, as you are away of your country and you need financial”. Aku tolak hadiah yang ia berikan dengan halus karena aku tahu bahwa  mereka harus menghemat uang.  Namun mereka berdua kaget karena katanya akulah orang yang ia temukan “menolak” dollar yang diberikannya. Ya aku tahu bahwa mereka masih mahasiswa, jauh dari negaranya dan mereka butuh uang. Lagi-lagi mereka mengatakan bahwa aku orang nya “hospitality”.

Untuk selanjutnya Craig Pentland telah menjadi teman ku, malah sudah aku anggap keluarga sendiri. Ia pun sering datang pada tahun-tahun berikutnya. Ia bercerita banyak tentang aku, sumatera dan Indonesia pada orang tuanya. Sehingga kedua orang tuanya “Joan dan John Senior” juga datang berlibur ke Sumatra ke tempatku. Keduanya aku tunggu di bandara Internasional Padang dan kami naik taxi menuju Batusangkar.

Keluarga John Pendland ini juga senang dengan perlakuanku. Aku tahu bahwa orang-orang asing menghargai hospitality ini. Hospitality tentu tidak bisa diukur dengan materi. Namun ketika mereka bertanya apa yang aku butuhkan, maka aku menjawab bahwa keluargaku butuh peningkatan bahasa Inggris. Sehingga Craig dan orangtuanya, John Pentland, selanjutnya sering mengirimi aku oleh-oleh sampai seberat 5 Kg, yang mayoritas isinya adalah buku-buku bagus. Tahun berikutnya Craig datang dengan girl-friendnya. Aku mengusulkan bahwa mereka lebih baik menikah kelak. Aku tidak berfikir tentang usulanku itu diterima, hingga mereka memutuskan menikah dengan dengan girl friendnya yang bernama Norjana Binti Ibrahim- gadis Melayu Singapore. Mereka menikah di Singapore dan aku juga diberi undangan untuk hadir ke sana.

Selain warga Australia, aku juga punya teman dari  negara lain yang sering berlibur bersama ku. Mereka adalah Louis Deharveng, Anne Bedos, Francois Brouquisse, Francois Beluche, Alexandra dan ada beberapa orang lagi dari Eropa dan USA.  Buat apa mereka datang berulang-ulang untuk berlibur. “Ya karena alam Sumatera indah dan hospitality yang menjadi karakter ku”.

Hospitality itu tidak saja merupakan karakterku namun juga telah menjadi karakter banyak orang Indonesia. Aku sendiri merasakan bahwa hospitality yang aku miliki adalah dalam bentuk kemampuan “bersimpati”. Ya memang bahwa aku suka bersimpati pada semua orang.

“Bersimpati itu maksudnya adalah memahami fikiran dan perasaan seseorang sebagaimana adanya”. Kemampuan bersimpati membuat aku jarang bermasalah dengan orang lain. Sejak karir  mengajar atau menjadi guru, aku rasanya tidak pernah punya masalah dengan semua anak didik. Apakah mereka pintar, nakal, cerewet, suka ngambek... semuanya bisa beradaptasi denganku. Aku pernah ditanya oleh Aulizul Suib (wakil Bupati Tanah Datar) saat launching buku ku yang berjudul “School Healing Menyembuhkan Problem Pendidikan” tentang siswa yang nakal. Dan aku jawab bahwa menurutku tidak ada siswa yang nakal. “Yang ada adalah anak yang mengalami skin hunger- kulit yang butuh sentuhan dan kehangatan hati seorang guru”. Dan semua hadirin bertepuk tangan mendengar responku.

Kemampuan bersimpati yang berlebihan terbentuk oleh pengalaman hidupku. Sebagaimana aku terlahir dari keluarga yang sangat besar. Sebelum menikah dengan ibuku, ayahku juga pernah   menikah dengan dua orang wanita sebelumnya dan mereka memperoleh 3 orang anak. Dan ibu ku juga demikian, sebelum dia menikah dengan ayah, ibu juga pernah menikah dua kali dan juga memiliki tiga orang anak. Dalam perkawinan barunya, ayah dan ibu ku, aku adalah anak yang kedua dan dalam  perkawinan mereka memiliki 6 orang anak.

Ayahku seorang polisi dan  karena punya banyak anak, ia sibuk berbisnis di luar dan ibu ku sibuk pula mengurus anak-anak yang banyak. Sejak aku kecil, aku jarang sekali diajak ayahku jalan-jalan, kecuali diakhir tahun. Aku pernah keliling Sumatera Barat dan juga pergi ke Pekan Baru saat ayah memiliki mobil Chevrolet. Namun aku merasa ada yang hilang. “Aku kehilangan kasih sayang dari ayah dan ibuku”. Ayahku hanya mampu member  aku uang jajan yang jumlah agak lebih, namun yang aku butuh adalah aku bisa bermain-main bersama ayahku. Dan ibuku juga tidak pernah mengatakan “I love you” pada ku dan anak-anak yang lain. Itu karena ia capek mengurus rumah dan anak-anak yang jumlahnya banyak. Sebagai anak kecil, aku sering menangis dan meratap sambil menjauhkan diri dan bermohon agar aku memperoleh rasa cinta.

Karena masa kecilku terasa kurang bahagia, aku menjadi orang yang mudah rapuh dalam perasaan. Aku beruntung punya pengalaman indah di luar rumah. Tetangga dan familiku yang lain berkata bahwa aku adalah anak yang santun dan baik. Hingga kemana aku pergi aku diterima oleh banyak orang. Aku masih ingat saat masih kecil aku diajak oleh keluarga lain untuk ikut kekampung mereka. Aku  senang sekali, rumahnya dekat kaki bukit, di sana ada kincir dan ada sawah. Aku diberi kebebasan untuk bereksplorasi dan suatu ketika aku terjatuh ke dalam sawah dan mereka segera memberiku perhatian “Oh tidak apa-apa sayangku, ayo mari pulang dan kita ganti pakaian kotor ini”. Kalbu ku terasa sejuk mendengar kata kata cinta dari keluarga itu. Sampai sekarang akupengalaman indah tersebut masih berbekas dan  aku sering berfikir tentang “Siapa orang baik tersebut, apa ia masih hidup dan dimana negeri itu kini ?”.

Karena aku sempat menderita skin hunger- yaitu kulitku yang rindu dengan belaian kasih sayang dari orang tua, maka aku tumbuh menjadi orang yang suka bersimpati. Aku tidak ingin orang-orang merasa kesepian karena hampa dari rasa kasih sayang. Suatu ketika aku punya tetangga baru yang bekerja di kantor pos dan giro. Mereka adalah keluarga Khatolik dari Lampung. Aku senang untuk bermain-main ke sana. Hingga aku sudah menjadi bagian dari keluarganya, di sana mereka memberi aku rasa cinta dan rasa damai. Namun aku sangat sedih dan kehilangan yang mendalam saat keluarga tersebut pindah lagi ke Lampung.

Perasaan sedih dan kehilangan yang mendalam inilah yang kerap datang dan membuat aku sengsara. Saat aku bersekolah di Sekolah Dasar dan di SMP, aku juga memiliki banyak teman-teman yang amat baik. Aku sendiri pernah membawakan coklat buat mereka dari rumah. Aku ingin selalu bermain dan dekat dengan mereka setiap saat, karena di sana ada rasa tenang dan damai. Namun tiap kali aku dan mereka harus berpisah maka inilah yang membuat aku menjadi sangat sengsara dan menderita. Aku takut berpisah dan jauh dari mereka.

Saat aku duduk di bangku SMA, rasa kesepian ku makin mudah kambuh- aku jadi ciut lagi. Dari luar aku memang tampak selalu ceria dan tertawa namun hatiku sering menderita. Orang tuaku memang  selalu  memberi  aku kebutuhan sandang – pangan dan uang jajan yang bisa lebih dari cukup. Namun ada yang selalu hilang dari mereka yaitu aku tidak pernah merasa memperoleh “kasih sayang”. Aku rindu mereka mengatakan “I love you” padaku.

Mereka juga tidak bersalah karena ayah dan  ibu ku juga tidak tahu cara mengatakan  “I love you”  satu sama lain. Mereka pun sering bertengkar dan perkawinan mereka sempat terancam bubar hingga aku menjadi remaja yang sangat gelisah dan aku menjadi pendiam. Itupun terbaca oleh guru dan teman-temanku di sekolah “Kenapa Joe sekarang kok jadi pendiam”. Dan aku tidak mungkin mengekspose problem yang aku alami pada mereka.

Cita-citaku pada mulanya sangat tinggi, namun cita cita aku obah. “Tidak mungkin aku harus kuliah ditempat yang lebih favourite di Pulau Jawa. Aku takut kalau kuliahku patah di tengah jalan, karena masalah broken home yang mulai mengintai keluarku. Maka aku memutuskan saja kuliah di Padang. Selama empat semester pertama, aku kuliah asal-asalan saja. Namun aku sadar bahwa aku harus serius.

Sambil belajar aku mengembangkan diri dan karakter berani ku. Aku bekerja part time, menjadi pemandu wisata dan juga member privat bagi ana-anak yang orang tuanya berduit. Selama kuliah aku dengan mudah memperoleh pengalaman indah dan banyak teman-teman yang baik, ganteng dan cantik. Namun aku selalu merasa terhempas bila perpisahan itu harus datang. Rasa sepi dan rasa kehilangan dari orang orang yang pernah dekat di hati membuat hatiku teriris-iris, aku menjadi susah tidur dan konsentrasi jadi buyar.

Baru satu semester aku juga harus berpisah dengan orang yang amat Aku cintai. Walau ibu ku termasuk wanita yang pemarah, namun ia jarang marah padaku. Kalau mau marah ia memilih kata-kata yang lembut sekali. Ibuku sendiri mengatakan bahwa ia tidak tahu apa yang harus dimarahkan padaku karena “joe adalah anak cam jempol”. Memang aku sendiri selama hidup hamper tidak pernah bersuara kasar dan bernada tinggi pada ibuku. Semester lalu ibuku dapat musibah, saat mau ke belakang, beliau terhempas dan terjatuh ke air panas dan segera kami larikan ke Rumah Sakit Umum Payakumbuh. Aku ikut menemani di rumah sakit. Saat kami merasa ia sudah sembuh, diam-dian ia berangkat menuju Sang Pencipta. Aku ikut menyusul Jenazah ibuku Ke Lubuk Alung.

Habis memberikan ciumanku yang terakhir pada wajah ibu dari balik kain kafannya, aku ikut mengankat tandu ibu menuju tempat perisirahatanya yang terakhir. Makin turun duluan lebih dulu dan menunggu jasad ibu dari dalam kubur. Aku ikut meletakkan ibu ke dalam lahatnya. Aku merasa damai sekali saat bisa mengusap pipi dan bahu ibu buat yang terakhir kali. Namun aku hamper-hampir tidak rela kalau segera berpisah dari ubuku. Akhirnya tanah mulai turun memenuhi kuburan ibu. Sebanyak tanah turun- sebanyak itu pula air mata mengalir pada pipiku. Aku tidak berani memperlihatkan bahwa air mataku keluar pada orang, namun orang-orang juga pada tahu. Hatiku juga berkeping-keping saat itu.

Akhirnya aku memilih karir sebagai guru- karir yang amat mudah aku peroleh. Padahal cita-citaku waktu kecil adalah ingin menjadi saintis atau dokter dan bekerja di luar negeri. Itulah yang memotivasiku dalam mempelajari banyak bahasa “Inggris, Perancis, Arab dan Spanyol”. Aku menjadi guru dan aku dengan tulus memberikan rasa simpati pada murid-muridku. Selama aku jadi guru aku tidak pernah marah-marah dan memang aku tidak bisa marah-marah. Aku punya filosofi “Terimalah  karakter siswa apa adanya”. Akhirnya aku menjadi  dekat sekali dengan mereka.

Lagi-lagi yang membuat aku sangat kehilangan adalah bila mereka tamat dan pergi jauh dariku. Tapi juga sama, aku pernah pindah sekolah dua kali. Dari sekolah ku yang pertama ke sekolah ku yang ke dua. Dan dari sekolahku yang ke dua ke sekolah ku yang baru “SMA Negeri 3 Batusangkar:. Saat aku pindah murid-murid ternyata juga kehilanganku dan aku juga. Aku sendiri saat menulis artikel ini juga sedang menderita merasa kehilangan dari orang-orang yang pernah dekat di hatiku. Maka aku sering berucap “I miss you dan I love you”. Moga moga para sahabat, sanak saudara dan murid-muridku  damai selalu di sana.  (http://penulisbatusangkar.blogspot.com).   

Senin, 13 Juni 2011

My Usual Life Story

                                                                       Oleh: Marjohan Usman
                                                          
Aku seorang guru dan aku juga jatuh cinta. Ayahku berasal dari padang dan ibu dari Lubuk Alung. Ayahku, Kamarruddin Usman, maka namaku juga menjadi Marjohan usman. Tentang jatuh cinta, rasanya ayah dan ibuku belum memberi   model yang pas menurut seleraku. Karena mereka hidup dalam kultur berbeda. Sebelum menikah dengan ibu, ayah pernah menikah dengan dua orang wanita dan memiliki anak. Begitu juga ibuku, sebelum menikah dengan ayah, ia juga pernah menikah dengan dua  orang pria dan juga punya tiga orang anak. Namun dari perkawinan ayah dan ibu, mereka memiliki enam orang anak- lima laki-laki dan satu perempuan. Kemudian adikku yang laki-laki meninggal dunia. Dan Aku yke dua.

Dapat dibayangkan bahwa saat aku lahir, ayah dan ibuku mungkin tidak begitu surprised, karena sebelumnya mereka sudah punya banyak anak dari perkawinan mereka yang terdahulu. Pasti pula mereka merawat tidak begitu prima, ya selain factor ilmu yang kurang, ekonomi yang lemah dan perhatian yang kurang. Tentu aku tidak memperoleh perawatan dan perhatian yang prima.

Ternyata rasa cinta- atau rasa kagum pada wanita- tumbuh saat aku duduk di kelas dua sekolah dasar. Saat itu murid-murid SD badanya besar-besar dan usia mereka juga lebih tua. Mereka berlarian dan aku tertabrak sehingga jatuh dan kepalaku terbentur ke lantai. Aku pusing dan berteriak. Namun tangisku reda saat kakak kelas ku yang cantik datang untuk menghibur dan menenangkan kesakitanku. Naluri keibuan gadis kecil tersebut mampu membuat aku tenang. Meskipun kesakitaku masih kuadukan kepada pada ayahku- seorang polisi di Payakumbuh, namun kebaikan dan kekagumanku pada perempuan kecil itu membuat aku mencintai semua kaum perempuan di dunia ini.

Usiaku terus bertambah, namun permainanku sebagai anak-anak banyak berada di seputar rumah. Rumahku tidak jauh dari sekolah, ya ada SMEP (SLTP)  dan SMEA ( SLTA). Bila sora tiba, aku selalu melihat para siswa pulang berjalan kaki atau naik sepeda, karena zamannya saat itu orang bersepeda. Namun cukup banyak yang berjalan bareng sambil menggandeng sepeda, ya bagi mereka yang sedang jatuh cinta. Saat itulah aku mengenal kata “cinta dan berpacaran” melalui karakter mereka.

Ada seorang siswa SLTP yang terbiasa pulang sendirian dengan sepeda mininya. Rambutnya sebatas bahu, punya sedikit jerawat pada pipi, bibirnya merah alami. Cara ia berjalan membuat aku kagum. Sering tiap sore aku sengaja berlari menuju pintu dan mengintipnya lewat dari balik gorden pintu. Aku tidak mencintainya, karena aku masih kecil, yaitu kelas 4 SD dan ia sudah kelas 2 SLTP. Aku juga tidak tahu nama gadis itu, namun ia adalah gadis ke dua yang aku kagumi.

Kemudian aku tumbuh dan berkembang. Aku mulai punya banyak teman dan juga melakukan banyak eksplorasi. Mencari burung pipit ke sawah, menangkap kumbang atau mengunjungi banyak tetangga hingga aku sekolah di SMP.
Di SMP proses sosialku berkembang, aku ingin terlihat paling gagah dan paling pintar. Aku mencari populeritas. Aku menemui gadis-gadis cantik dekat tetangga ku. Aku mulai belajar mengunjungi rumah gadis-gadis tetanggaku, aku bertukar cerita dengan Zulva efita, nit, nislan sari. Namun Nislan sari adalah gadis paling pintar dan paling cantik. Ia suka kucing dan menyukai figure Lady Di dari Inggris. Sering wajah nislansari hadir dalam kepalaku, tapi aku rasa Nislansari adalah TTM ku (teman tapi mesra ku) yang pertama.

Saat aku belajar di SMA, temanku makin luas. Aku suka berkoresponden dan di SMA aku sudah jago berbahasa Inggris. Tentu saja amat mudah memperoleh banyak temann kalau kita punya banyak kelebihan. Maka aku merasa bersimpati dan hampir mengatakan “I love you” pada seorang gadis amaaat cantik, mempunyai tahi lalat kecil pada sudut bibirnya. Gadis itu bernama Rozalena. Namun Herlina Tondang nampaknya juga senang pada ku dan aku juga simpati padanya. Ia manis, matanya bersih dan rambutnya lurus.

Namun aku sering pergi bareng- bukan berpacaran- dengan Yunarti Chandra, ia gadis hitam manis dan papanya bertugas di Caltex. Ia juga punya teman orang Amerika dan nama bekennya “Tican”, Tican atau Yunarti Pernah meminta aku untuk melamar cintanya. Dan aku respon dengan melakukan sering jalan bareng, makan bonbon bareng dan juga pernah saling berkunjungan rumah.

Di rumahpun TTM-ku, nislansari juga sering curhat dengan ku, hingga aku dan dia makin akrab. Namun aku tetap memposisikan nislansari sebagai adik, konon kabarnya orang tuanya dan orang tuaku punya hubungan kerabat.
Akhirnya aku belajar di perguruan tinggi, pada mulanya aku juga ingin kuliah pada fakultas kedokteran, IPB atau ITB. Karena saat belajar di SMA  Negeri 1 Payakumbuh, aku termasuk siswa yang rajin dan aku juga pernah juara kelas di sekolah yang cukup favorit tersebut. Namun seniorku yang berasal dari tetanggaku menyarankan agar aku masuk saja ke IKIP atau UNP. Aku rasa juga masuk akal, karena lebih mudah dan ayahku tidak kesulitan membiayaiku dan kakakku dengan banyak uang. Sejak kelas satu SD sampai kuliah aku satu kelas dengan kakakku, itulah yang membuatku berambisi untuk belajar dan mengalahkan nilainya.

Di UNP aku mulai jatuh cinta. Ada gadis cantik yang mulai aku cintai namanya “Meirita”, sampai sekarang buku catatannya masih aku simpan. Namun aku tidak tahu mengapa bunga cintaku hilang tanpa sebab, mungkin karena cinta monyet. Saat itu aku menyinta seorang gadis yang sangat manis dan lembut namanya “Indrakusuma Ningsih”. Di rumah aku suka memutar lagu “pretty lady” sambil membayangkan wajahnya nan mirip dengan Indira Gandhi, perdana Menteri India. Ternyata aku gigit jari, karena cintaku merasa ditolak. Atau karena peluru cintaku belum jitu untuk meluluhkan emosi cintanya.

Namun aku anggap itu sebagai cerita cinta yang indah. Aku aktif dalam kegiatan remaja mesjid Al-Azhar dan juga rajin di kampus. Kembali aku punya teman istimewa namanya “Marniliza”, ia cantik, cerdas dan anak tunggal. Hampir setiap sore aku berkunjung ke rumahnya dan baru pulang kalau sudah jam sembilan malam. Aku merasa Marniliza sebagai teman special dan ia juga, atau mungkin ia menunggu tembakan kata cinta dari ku. Namun aku tidak berani mengungkapkan cinta atau aku merasa lebih nyaman cukup sebatas teman tapi mesra saja. Hingga akhirnya aku punya kesibukan lain.
Aku melatih diri untuk tidak cengeng kalau aku kehabisan uang, apa lagi aku mencium hubungan perkawinan ayah dan ibu agak retak dan malah cenderung menuju kehancuran. Aku melamar menjadi pemandu wisata ke departemen parawisata, aku ikut seleksi dan aku lulus. Aku menjadi pemandu wisata dalam usia 19 tahun. Aku meniringi wisatawan dari Negara Benelux- Belgia, nedherland dan luxembur yang dating dengan kapal pesiar “Sholokov” dari ema haven atau teluk bayiur.  Aku kemudian juga jadi guru privat untuk seorang manager pada pabrik kain- sumatex subur, di indarung, aku juga memberi bimbingan bahasa inggris untuk anak-anak yang orang tuanya punya uang. Malah aku juga diberi kamar agar tinggal di rumah /tempat aku memberi private, baik sekali ibu itu. Ia senang andai aku bias menjadi kakak bagi anak-anaknya. Namun aku tetap tinggal bareng di tempat kost ku, karena aku punya keuangan yang cukup memadai, malah oleh orang tua aku dianjurkan untuk pulang kampung tiap minggu.

Aku masih mengembangkan naluri cintaku. Aku ingin jatuh cinta pada seorang gadis yang amaaaat menarik hati. Teman ku Edi yang berasal dari Pulau Dabo Singkep Kepulauan Riau. Memilihkan gadis yang dimatanya cocok untuk ku. Dari semula aku tidak mencintainya, namanya Evi Yumeri, namun ia Jago dalam menulis.
Maka kami saling bertukar surat. Suratku untuk Evi yumeri sampai 8 halaman kertas folio, dan surat nya untuk ku sampai 10 halaman kertas folio. Surat kami mirip cerpen, penuh goresan cerita dan cinta. Aneh bila membaca surat Evi yumeri aku jatuh cinta, tapi bila jumpa dia, ya saya biasa biasa saja.

Aku menikmati jatuh cinta ala zaman siti nurbaya, pakai surat suratan. Sebelumnya aku juga punya hubungan teman tapi mesra (TTM) dengan Anti, seorang  gadis Jakarta, juga dengan Siti Salbiah, gadis yang sekolah di Pondok Pesantren dan tinggal di kampong sumur Bekasi.

Aku bisa wisuda lebih cepat dan memperoleh SK dalam usia 22 tahun. Aku mengajar, namun aku menganggap siswaku ibarat teman ku, mungkin karena jarak usia mereka ibarat kakak dan adik. Aku mengajar pada sebuah SMA. Beberapa siswa perempuan menaruh simpati padaku, dari matanya ada kesan bahwa mereka pingin jatuh cinta pada ku.
Aku mulai serius mencari cinta, aku juga ingin nikah dini, kalau perlu usia 23 tahun. Aku berkenalan dengan Elvi Sukaesih, seorang mahasiswi yang sedang kuliah kerja nyata. Ya ampun sang gadis kelewat agresif dan aku takut. Ia datang ketempat kost ku dan tidak khawatir kalau ia kemalaman, atau dia punya maksud lain denganku. Akhirnya aku tahu, ia punya kekasih namanya Munzir, dan dalam waktu yang sama ia juga ada hati padaku, ya aku tolak secara baik-baik.
Aku mulai serius menjajaki siapa gadis yang cocok untuk menjadi ratu hatiku. Diam-diam juga ada orang tua yang datang melalui ayah-ibu ku untuk melamar aku jadi menantu nya. Aku punya kelemahan dalam bersikap, dan kurang tegas. Aku tidak berani mengatak “ya” atau “tidak”. Akhirnya ada orang tua yangkecewa dengan karakterku.

Suatu malam aku tidur dan pas tengah malam aku terbangun, namun kepala pusing, berat dan hendak berteriak-teriak histeris. Aku yakin, pasti ada guna-guna yang dihembuskan oleh Pak Ibrahim, seorang dukun yang punya ilmu dari Banten. Aku sadar juga, aku tahan diri dan aku kuasai emosiku. Tidak kubiarkan fikiranku kosong. Aku langsung menuju sumur, untuk berwudhuk dan sholat Tahajud.

Malam itu kepalaku terasa plong, dan aku yakin sang dukun, Pak Ibrahim, pasti terjungkal karena ilmu sihirnya, Alhamdulillah, tak mempan padaku. Malam itu juga aku laporkan pengalamanku  pa ibu. Dan ibu tentu saja marah kepada temannya yang memberi aku guna-guna.

Evi yumeri masih berkirim surat padaku, kadang-kadang dalam amplopnya juga ada uang, dengan harapan ongkos untuk menuju kampungnya di Bukittinggi. Namun aku tidak punya rasa cinta, dan aku sudah minta maaf. Walau surat surat cintanya sudah tinggi tumpukannya, namun aku tidak cinta padanya.

Akhirnya aku berkenalan dengan seorang guru gadis, kulitnya putih, hidungnya mancung dan pemalu, sehingga aku menjadi agresif melihat gadis pemalu tersebut. Dengan lembaran surat yang dikirim oleh siswa ku, ia terima cintaku. Surat-surat kami lewat melalui anak-anak murid kami. Aku ngajar di SMA dan ia, Emi Surya, ngajar di SMP. Aku baru tahu bahwa ternyata Devi Artikasari, seorang murid yang selalu menjadi pos bagi surat kami, sering membaca surat-surat cintaku sebelum ia berikan pada gadis pilihanku Emi Surya.

Aku menjadi akrab dan jatuh cinta dengan emi surya. Ada karakternya yang aku tidak suka, yaitu cara ia berbahasa. Aku aku sempat memutuskan/ mengakhiri cintaku secara sepihak denganya. Aku jadi pemarah dan semua siswa tahu kalau aku lagi broken dengan Emi surya. Guru-guru yang lain juga jadi tahu. Karakterku yang selalu ceria berubah menjadi pendiam, mudah ketus dan aku juga bersikap kurang ramah pada siswaku.

Namun aku sadar, buat apa aku cari gadis lain Cuma gara-gara masalah kecil. Kalau demikian kapan aku dewasanya. Akhirnya cintaku dilanjutkan lagi. Dan semua muridku jadi tahu kalau aku jatuh cinta lagi. Siswa ku jadi lebih senang belajar, bukan karena bahasa inggrisnya, tapi karena aku punya kisah kisah cinta.

Hari sabtu adalah hari yang indah. Karena aku bisa membuat janji untuk [ulang kampong bareng, dan kami naik mobil umum. Kami mengambil bangku paling belakang, aku membeli banayk jajan untuk kami konsumsi selama perjalanan. Selama pergi berdua- jalan berdua, aku menjaga kehormatanya. Tidak berani pegang-regang, kalau mau menyeberang jalan ya aku cuma pegang tasnya saja. Sehingga adikku tertawa terbahak bahak melihat kami jatuh cinta ala anak pesantren.

Akhirnya aku merasa mantap memilihnya menjadi calon istri, ya setelah ayah dan ibu ku juga telah berjumpa denganya. Akhirnya aku ajak abangku, saat itu baru saja wisuda, karena aku wisuda jauh lebih dulu, untuk melamar Emi Surya jadi istriku, meski kakakku abangku sendiri berfikir apa-apa. Benar seperti yang diperkirakan oleh seseorang bahwa aku bakal kawin lebih dulu dari abangku.

Ya akhirnya aku menikah, aku tidak memakai adat pariaman, dimana pria musti dibeli mahal oleh pihak wanita. Aku punya tabungan. Aku tidak menyusahkan siapa-siapa. Orangtua ku juga restu. Akhirnya datang jugalah hari dimana aku menjadi raja sehari atau pengantin. Ternyata setelah perkawinan, kami tidak langsung diberi baby. Pada mulanya aku berfikir kalau membuat istri hamil mudah. Istriku dan aku tiap bulan konsultasi ke dokter kandungan pada berbagai kota di Sumatera Barat. Selama berbulan bulan dan sudah puluhan pula buku aku baca dan aku praktekan petunjuknmya supaya istri bisa hamil. Akhirnya pada tahun ke empat diketahui bahwa istriku ada kista atau polip rahim. Ya dioperasi dan kami selalu jatuh cinta. Akhirnya istriku hamil, kami dapat baby ganteng yang aku beri nama “Muhammad Fachrul anshar”. Baru bayi berusia Sembilan bulan, istriku hamil lagi dan kehamilan kedua masuk usia delapan bulan bayi kami yang ke dua meninggal saat bersalin. Aku jadi sedih melihat bayiku yang perempuan meninggal. Namun saat itu aku masih muda, namun kami musti ikut program kelurga berencana. Setelah usia fachrul tiga tahun maka aku bisikan kembali kata “I love you” ke telinga istri, akhirnya ia hamil dan melahirkan dengan selamat, kmai punya bayi perempuan dan namany “Nadhila Azzahra’.

Kedua anak-anak ku memiliki nama islam dan punya makna. Posisi istriku adalah sebagai teman. Kami memutuskan tidak punya pembantu, biar anak-anak langsung melihat bahagaimana orangtuanya membesarkan mereka dan juga mengurus keluarga bersama-sama. Aku rajin membaca buku- buku psikologi dan buku paedagogi. Agar aku memahami perkembangan dan pertumbuhan anak, gunanya agar aku tidak salah didik.

Kini mereka mulai tumbuh Fachrul sudah kelas tujuh (kelas satu) di Mtsn dan Nadhilla kelas 4 SD. Mereka harus tahu tanggung jawab, bisa cuci gelas, bias menggoreng telur- ya tentu saja aku awasi dari jauh agar tidak terbakar api. Ia juga bias memilih sampah dan menyapu. Mereka bias mencuci kaus dan membersihkan sepatu. Mereka harus sholat ke mushola dan ikut mengaji, mereka juga harus membuat peer dan cinta membaca seperti ku. Malah aku juga mengembangkan bahasa Inggris dan bahasa Arab mereka, serta kemampuan mereka dalam menulisd dan dalam menceritakan gambar. Mereka diharapkan menjadi generasi yang santun dan memiliki multi talenta. Dulu ketika teman-teman ku dari Amerika, Perancis dan Australia datang, mereka harus ikut terlibat dalam berinteraksi bersama.  

Ada satu rasa bersalah yang masih tersisa dalam hati bahwa ku dengar sahabatku Evi Yumeri sampai sekarang belum menikah. Mengapa ia menutup hatinya untuk pria lain, apakah ia patah hati karena aku, aku mohon maaf. Ia sempat aku yakin bahwa masing-masing kita sudah punya takdir, aku berdoa agar ia damai selalu dan Allah Swt memaafkan aku, amiin.


Senin, 28 Juni 2010

Ilmuwan Hebat Yang Membangun Dasar Peradaban Dunia

Ilmuwan Hebat Yang Membangun Dasar Peradaban Dunia
Oleh: Marjohan, M.Pd
Guru SMA Negeri 3 Batusangkar

Dari zaman -500 sampai 1500 setelah masehi ada lebih kurang 26 ilmuwan hebat yang telah memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan, seperti filsafat, fisika, astronomi, matematika, biologi/ ilmu alam dan kedokteran. Mereka berasal dari Yunani, Roma, Cina, India, Turkey, Arab, Persia dan Inggris. Namun negara atau bangsa yang paling banyak menyumbang tokoh ilmuwan adalah Yunani (Greek) dan Islam (Arab, Persia dan Kordoba/Spanyol). Mereka semua adalah para ilmuwan yang hebat yang berjasa dalam membangun pilar ilmu dan peradaban dunia.

Ilmuwan dari Yunani adalah seperti Pythagoras, Hippocrates, Aristocrates, Euclid, Archimedes, Eratosthenes, Hipparchus, Ptolemy, Galen, dan Diophant. Sementara tokoh hebat dari Islam (Arab, Persia dan Spanyol) adalah seperti Al-Kindi, Al-Karismi, Al-Rasi, Al-Battani, Ibnu Sina, Al-Hassan, Abu Kasim, Al-Biruni, dan Al-Khayyami. Berikut profil mereka secara sekilas.

1. Ilmuwan dari Yunani
Pythagoras terkenal sebagai tokoh filsafat dan matematik. Ia menemukan teori matematik yang dikenal dengan “Teorema Pytagoras” yang menyatakan bahwa “kuadrat sisi miring pada segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kedua sisi lainnya”. Ia mengatakan bahwa susunan dunia ini dapat dipahami dengan bantuan matematika, fisika, akoustik dan astronomi.

Hippocrates dikenal sebagai “Bapak Kedokteran”. Ia mengatakan bahwa penyakit merupakan kasus dalam alam. Kemudian Aristocrates, ia adalah ahli astronomi pertama dan menyatakan bahwa bumi melakukan rotasi dan bumi bukanlah pusat jagat raya. Ia menulis buku tentang “jarak, ukuran bulan dan matahari”.

Euclid menulis buku klasik tentang “unsur”, yaitu kumpulan dari teorema geometri yang menjadi buku standar dan dipakai selama 2000 tahun atau 20 abad- luar biasa….!. Ia menemukan bilangan prima, yaitu bilangan yang tidak bisa dibagi kecuali dengan bilangan itu sendiri dan angka satu.

Archimedes adalah penemu matematik Yunani paling banyak menemukan teori atau ilmu. Ia menemukan kalkulus, hukum lever and pulleys- tuas dan katrol. Ia menemukan mesin perang, water screw, dan prinsip hukum Archimedes. Ia menemukan katapel dan cermin untuk memfokuskan sinar matahari.

Eratosthenes adalah sarjana sejarah alam, matematik dan geografi. Ia menghitung lingkaran bumi dengan tepat berdasarkan perbedaan sudut sinar matahari yang jatuh pada dua kota yang jaraknya 500 mil. Ia mengasumsikan bahwa jarak matahari menjadi begitu besar sehingga sinar praktis sejajar ketika mereka mencapai bumi.

Hipparchus adalah sarjana astronomi yang pertama kali melukis tentang katalog bintang. Ia juga menemukan trigonometri. Dia menemukan bahwa sementara bujur langit sedikit meningkat maka garis lintang tidak berubah.

Ptolemeus, ia melakukan observasi astronomi di Alexandria, Mesir. Dia mendirikan sistem astronomi matematika yang dipakai sampai abad ke-16. Ptolemeus menulis tentang geometri, sebuah risalah (lima-buku) tentang fenomena optik, sebuah risalah (tiga-buku) tentang musik, dan delapan buku teks geografis dan peta. Di dalamnya ia salah tafsir tentang ukuran laut, kesalahan ini yang kemudian mendorong Columbus melakukan pelayaran yang terkenal itu.

Galen, ia adalah seorang ahli anatomi dan fisiologi dan ahli medis yang paling berpengaruh sepanjang masa. Posisinya sebagai otoritas utama dalam teori medis dikenal selama seribu empat ratus tahun. Ia menemukan bahwa arteri berisi darah. Galen menulis lebih dari 400 buku dan pengaruhnya terhadap teori medis cukup dominan selama Abad Pertengahan.

Diophant, ia mengembangkan rumus-rumus matematika untuk perhitungan persamaan dan ia menulis buku pelajaran tentang aritmatika. Dari 13 buku karya utamanya “Arithemtica” hanya enam bertahan lama. Buku “Arithemtica” sebagian besar berbicara tentang aljabar. Diophantus adalah orang pertama yang memperkenalkan simbolisme dalam aljabar Yunani.

2. Ilmuwan dari dunia Islam

Al-Kindi berasal dari Iraq. Ia adalah seorang ahli filsafat sekaligus juga ahli matematika, astronomi, optik, kedokteran, musik dan psikologi. Selain itu ia bekerja sebagai ahli kimia, ahli kacamata, dan teori musik. Al-Kindi berpendapat bahwa logam dasar tidak dapat dikonversi menjadi logam mulia. Dia juga meneliti pada aspek ilmiah dari musik. Dia menyatakan bahwa saat suara dihasilkan maka gelombang di udara juga terbentuk. Dia membuat sumbangan penting bagi sistem angka Arab dan memberikan dasar bagi aritmatika modern.

Al-Karismi, juga sering disebut Al-Khwarizmi. Ia berasal dari Baghdad selama masa keemasan pertama dalam ilmu pengetahuan Islam. Al-Karismi mengembangkan sistem desimal dengan menggunakan gagasan India nol, dan ia menemukan istilah aljabar. Istilah algoritma '' berasal dari judul bukunya tentang angka Hindu-Arab. Karya-karyanya berperan penting dalam memperkenalkan mata pelajaran aljabar dan angka-angka Hindu ke dalam matematika Eropa.

Al-Rasi lahir di Teheran. Dia adalah ahli tak terbantahkan tentang obat hingga abad ketujuh belas. karya aslinya tentang cacar, campak dan penyakit menular masih dikutip oleh buku modern. Al-Rasi adalah orang pertama yang memperkenalkan penggunaan alkohol (Al-Kuhl) untuk tujuan medis. Dia juga seorang dokter bedah dan ahli pertama yang menggunakan opium untuk anestesi. Sebagai direktur rumah sakit dia menulis dalam bahasa Arab paling lengkap tentang ensiklopedi obat. Al-Rasi juga dikenal sebagai seorang filsuf dan ia mengembangkan teori atom dari filosof Yunani Democritus.

Al-Battani lahir di daerah Turki dan tinggal di Suriah, di mana ia melakukan pengamatan astronomi. Sebagai seorang ahli matematik. Dia juga menemukan perhitungan atas fungsi sinus..

Ibn Sina yang paling terkenal dari filsuf-ilmuwan Islam. Ibnu lahir di Bukhara sebuah kota terkemuka di Persia. Masa mudanya dihabiskan untuk belajar dan observasi sampai akhirnya ia memahami banyak ilmu pengetahuan dan seni. Ibnu Sina mengumpulkan lebih dari 100 buku tentang pengetahuan ilmiah, dan ia disebut sebagai "Prince of Science". Dia menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di Hamadan, di mana ia menyusun “Canon of Medicine", yang merupakan salah satu buku paling terkenal dalam sejarah obat-obatan.

Al-Hassan, dia lahir di Basra, Irak dan meninggal di Kairo. Dia adalah salah seorang fisikawan paling terkemuka dan ia membuat kontribusi penting dalam membuat teori optik sejak zaman Ptolemeus pada abad kedua Masehi. Dia membuat studi tentang optik, fisika dan astronomi, dan ia adalah orang pertama yang mengenali saraf optik di mata manusia.

Abu Kasim adalah seorang dokter di Cordoba, Spanyol, dan ia dianggap sebagai “Bapak Bedah Modern”. Abu Kasim adalah dokter paling terkenal pada masanya dan dia mengobat banyak pasien dari seluruh Eropa. Ia mengenal beberapa terobosan asli dalam bidang operasi, sebagai penemu beberapa instrumen bedah, dan terkenal karena menulis Ensiklopedia Medis. Dia bekerja dalam pembedahan dengan menggunakan makhluk hidup (binatang) untuk penelitiannya, dan menulis sebuah buku teks standar tentang operasi (bedah) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan banyak bahasa Eropa lainnya.

Al-Biruni, ia adalah salah satu ilmuwan yang paling terkenal dan ia juga berkorespondensi dengan Filosof besar, Ibnu Sina. Dia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Ghazni, Afghanistan. Pada tahun 1017 ia pergi ke India. Ia fasih dalam bahasa Turki, Persia, Sansekerta, Ibrani dan Arab. Al-Biruni menjadi penterjemah yang paling penting dari ilmu Islam di India. Dalam karya-karya tentang astronomi dia mendiskusikan tentang teori rotasi bumi pada porosnya. Dia sangat maju dalam bidang fisika yaitu hukum hidrostatik dan geografi. Ia memiliki pandangan visioner dan mengatakan bahwa lembah Indus pernah menjadi cekungan laut.

Al-Khayyami atau Omar Al-Khayyam adalah seorang astronom, matematikawan, dan filsuf dari Persia. Ia bekerja di istana Sultan Seljuk Turki. Berdasarkan pengamatan astronominya Al-Khayyam menciptakan kalender yang paling tepat sampai saat itu. Ia mengembangkan sebuah metode untuk solusi persamaan berdasarkan geometri dan ia memberikan kontribusi besar dalam bidang matematika, terutama di Aljabar. Di Barat, ia terkenal karena karya puitisnya “Rubaiyat” yang diterjemahkan oleh Edward Fitzgerald pada 1859. Meskipun seorang Muslim saleh, di kemudian hari, ia mengembangkan filsafat berpikir bebas.

3. Ilmuwan Hebat Lain
Ilmuwan hebat lain yang berjasa dalam membangun pilar ilmu adalah Pliny sebagai ahli ensiklopedi dari Rumania, Hua To (Ahli fisika berkebangsaan China), Arjabatta (Ahli astronomi India), Brahmagupta (Ahli matematika India), Bhaskara (ahli matematika India), Alexander (Ahli fisika dari Byzantium atau Turkey), dan Roger Bacon (Ahli filsafat Inggris).

Pliny adalah seorang penulis, naturalis, dan filsuf alam ahli kelautan dan komandan tentara Kekaisaran Romawi, juga teman pribadi kaisar Vespasianus. Menghabiskan sebagian besar waktu luangnya untuk belajar, menulis atau menyelidiki fenomena alam dan geografis. Ia menulis sebuah karya ensiklopedis “Naturalis Historia”. Ensiklopedi ini disebut sebagai salah satu buku yang paling berpengaruh yang pernah ditulis dalam bahasa Latin.

Hua-to adalah seorang dokter Cina dan ilmuwan yang menciptakan operasi (pembedahan) di bawah pembiusan melalui penggunaan teh hallucinegic yang disebut mafeisan (harfiah “ganja bubuk mendidih”) lebih dari 1600 tahun sebelum prakteknya diadopsi oleh Eropa. Dengan cara ini, Hua-To mampu melakukan operasi pada tengkorak dan usus.

Arjabatta, atau Aryabhata adalah matematikawan paling awal dari India. Dia tokoh yang pertama kali menggunakan aljabar. Dia membuat aturan dalam berhitung dan menulis tentang persamaan tak tentu dengan penerapan fraksi - metode yang digunakan hari ini. Sebagai astronom Arjabatta menemukan rotasi bumi dan menjelaskan alasan tentang matahari dan gerhana bulan.

Brahmagupta adalah astronom India kuno yang paling berhasil. Brahmagupta memperkenalkan aturan untuk perhitungan dengan nol, menulis persamaan tentang kuadrat, dan ia menulis sebuah tabel untuk perhitungan sinus. Dia juga menemukan teori tentang gerhana bulan, konjungsi planet, dan penentuan posisi planet-planet.

Bhaskara adalah matematikawan terkemuka abad ke-12 dari India. Dia menulis karya pertama tentang sistematis bilangan desimal. Bhaskara mengembangkan aturan tentang persamaan untuk menghitung trigonometri, dan ia menggunakan huruf untuk mewakili jumlah yang tidak diketahui, sama seperti dalam aljabar modern. Sebagai astronom ia mempopulerkan pengetahuan astronomi pada masanya.

Alexander lahir di Tralles (Turki). Dia berlatih dan mengajar di Roma, di mana ia menulis banyak buku tentang medis, sebuah karya besar tentang patologi dan terapi, sebuah risalah yang berfungsi sebagai dasar untuk akademi selama beberapa abad dalam bahasa Latin, Yunani, dan Arab.

Roger Bacon, seorang Fransiskan Oxford (keturunan Inggris dan Perancis), dianggap sebagai runner-depan dalam ilmu pengetahuan eksperimental modern. Roger Bacon membuat daftar penemuan, ia menjelaskan tentang kacamata, mesin terbang, kapal motor dan proses untuk membuat bubuk pistol.

4. Mengapa Mereka Bisa Jadi Ilmuwan Yang Hebat ?
Tentu saja fasilitas untuk mendapatkan ilmu pengetahuan pada zaman dahulu, yaitu pada zaman sebelu masehi dan beberapa abat sesudah masehi, begitu sulit atau terbatas, seperti dalam mencari buku, sekolah yang memiliki budaya belajar dan guru/ dosen yang hebat. Namun bagaimana rahasia mereka dalam membuat sukses dan menjadi orang hebat ?

Pythagoras dilahirkan di pulau Samos dan bermigrasi (hijrah) ke Selatan Itali untuk mencari pengalaman dan ilmu pengetahuan. Ia mendirikan sebuah sekolah di kota Croton dan tentu saja sekaligus menjadi guru. Menjadi guru atau dosen pada masa itu merupakan profesi yang sangat terhormat dan sangat langka. ajaran mistis-nya menerima migrasi jiwa. Phytagoras menjadi hebat karena hijrah ke daerah yang maju dalam pendidikan dan melakukan proses kreatif pendidikan.

Untuk bisa menjadi hebat, para ilmuwan zaman dahulu melakukan observasi (pengamatan), kemudian melakukan renungan dan mencari solusi atas problem sosial pada masa itu, mereka kemudian menuliskan ide-ide atas renungan mereka. Maka para calon cendekia sekarang (para siswa dan mahasiswa) juga perlu mengikuti kebiasaan intelektual mereka.

Lingkungan dan tempat belajar juga sangat menentukan kualitas intelektual seseorang. Ketika Euclid berusia muda ia belajar di Alexandria (Mesir) dan and Athena sebagai kota pelajar pada masa itu, ia kemudian menjadi direktur perpustakaan dan tentu ia telah membaca ratusan atau ribuan buku hingga bisa jadi hebat. Kesadaran untuk belajar di daerah yang berbudaya belajar juga tinggi sudah menjadi fenomena sekarang ini, misalnya ratusan dan malah ribuan pelajar tiap tahun berjuang untuk meraih kesempatan kuliah di universitas favorit di pulau jawa. Selain itu kebiasaan/ kebutuhan membaca perlu ditingkatkan.

Pliny menjadi ilmuwan kuno yang hebat karena ia menghabiskan sebagian besar waktu luangnya untuk belajar, menulis atau menyelidiki alam. Belajar seumur hidup (life long education) sudah dibuktikan oleh Pliny hingga menjadi orang yang hebat. Prinsip belajar seumur hidup yang didukung dengan kebiasaan senang menulis dan melakukan penyelidikan atau investigasi bisa membuat seseorang jadi ilmuwan hebat. Sementara itu memberikan ceramah atau berpidato juga bisa membuat seseorang menjadi hebat. Ini dibuktikan oleh Galen. Ia lahir di Pergamum, belajar di Smyrna, dan Alexandria, ia pergi ke Roma di mana ia memberi kuliah di teater umum.

Al-Kindi adalah bangsawan Arab yang suka belajar. Kunci kehebatannya adalah karena ia senang melakukan investigasi, menulis dan mempelajari berbagai macam disiplin ilmu. Ia mempelajari banyak ilmu seputar matematika, astronomi, optik, kedokteran, musik dan psikologi. Tokoh-tokoh hebat di masa lalu juga membaca dan mendalami buku orang orang hebat dari daerah asing. Ini sebagaimana dilakukan oleh Al-Rasi. Dia mengembangkan teori atom dari pemikiran filsuf Yunani Democritus.

Ibnu Sina, masa mudanya dihabiskan untuk belajar, menganalisa dan penyelidikan hingga ia menjadi hebat dalam banyak bidang ilmu pengetahuan dan seni. Seseorang bisa jadi hebat bukan karena belajar sendirian tetapi karena juga mencari inspirasi dan motivasi dari orang hebat lain. Al-Biruni menjadi hebat dan ia juga berkorespondensi dengan filsuf besar Ibnu Sina. Banyak orang menjadi hebat setelah melakukan banyak perjalanan/ penjelajahan (tidak menetap di rumah saja) dan menguasai banyak bahasa asing. Al-Biruni melakukan banyak perjalanan dan ia pergi ke India. Ia menguasai banyak bahasa seperti bahasa Turki, Persia, Sansekerta, Ibrani dan Arab. Al-Biruni menjadi penterjemah yang paling penting atas bahasa buku-buku atau ilmu pengetahuan dalam bahasa India. Moga-moga cara dan gaya hidup tokoh-tokoh hebat di atas dapat memberi kita semangat dalam belajar. Sejarah dan kisah mereka dapat dibaca pada: http://www.hyperhistory.com

Selasa, 06 Oktober 2009

My Mother Trapped and Saved from Sumatran Earth Quake

My Mother Trapped and Saved from Sumatran Earth Quake
By. Marjohan M.Ed

I was at home with family in Batusangkar. Suddenly on September 30, 2009, Wednesday at 17.16 pm, the great earth quake rocked my house and all people stomped outside of their house, picking their kids and cried fearfully. The neighbors were gathering to talk and to calm down each other, as well as sharing experiences how to confront the hard times. One said that the uncontrolled emotion makes him or her forget with danger- let the fired stove lit, or hit the heavy material and injured them.
Everybody was curiosity on the impact of earth quake, I tuned radio and listened the earth quake was very great, it was 7.6 Richter scale. It damaged Padang and Pariaman region. Several offices and luxurious hotels collapsed and as well the people houses. The worse things happened that some young students in learning trapped in three floors building collapsed at once, and as well as some people being in conference trapped under the collapsed of Ambacang Hotel. I remembered then, my home town is Lubuk Alung- Pariaman, and how are my mother, my sister, other families and relatives.
I contacted every body and as well other people of my family. Nevertheless there was no single response. The sudden quake interrupted the channel of telephone network. Few minute then came a single short message service- SMS from my brother, he said “our house is totally damaged at home…..”, and then I could not contact every body outside else. .
My brother from Payakumbuh rushed toward Lubuk Alung. I did not know how he could reach my home. All roads nearby the hills toward Padang and Pariaman were buried by land slides. Heavy rocks and tumbling trees scattered everywhere. He told me that he went home earlier by rental car through Singkarak Lake, Solok and Padang. From Padang he walked with heavy knapsack on the back home. He collected energy under the sun shine and perspiration body. He tried to catch taxi or motorist but all refused. Fuel was scarce dan difficult to be obtained. The city was full with ambulances glaring serine, delivering the dead and wounded people who trapped under the collapsed buildings- offices, hotels and super markets. Then, intercepted with the speed of rescue teams truck and cars. .
Padang has been a collapsed city. Electric and water were running out. Media informed that the great supermarket where the young citizen used to visit, Plaza Andalas, also collapsed. A great number of visitors- probably students and teenagers as the loyal visitors trapped inside. The greatest university in West Sumatra province- Andalas University and Padang State University” were in damaged. Many schools were in great damaged, too. All students were ordered to go to their hometown- Bengkulu, Jambi, Pekanbaru, Medan and several towns in Sumatra and West Sumatra. They caught and hiked buses or droved motorbike. The city felt as the site of mass wild road race. Hundred thousand of people had exodus outside of Padang and also ten thousands of people who were afraid loosing their children and family rushed toward this city for verification. They rushed on road on contra direction.
They passed on narrow roads and they were caught in landslide altogether. The traffic in suburb areas became totally jam for several hours and the length of it was 90 km on the road of Padang and Bukittinggi. Passengers and the road users were totally panic. Yes, it was true that the traffic was really difficult.
The local radio in Batusangkar then informed that the road toward Padang could be accessed. I was in hurry because of desire to see my home town. There was an event in my family, my brother wanted to handle his wedding party at one of convention halls in Padang. His planning must be delayed or cancelled since the natural disaster and the site has been changed as the rescue place for alive victims. More homeless people stayed there. I did not know if my brother could conduct his wedding party at other place even in a humble situation. I picked few casual wear and rushed toward Padang.
The bus drove normally and I sat at the back seat. There were no many busses brave to move and there were more bad mood passengers- worried their relatives and family safety in Padang. Entering the road of Silaing- the region of Anai Valley near Padang Panjang, the totally traffic jam happened, more and more buses, cars, trucks and motor bikes came and moving bumping in bumping. The air was full with carbon smoke emitted by thousand of car’s exhaust. Babies and young kids were really stressed. They cried and their parents were panic to soothe them down.
The rescue team passed bye in difficult situation. The great machines cleared the road from natural materials, the heavy rocks and falling trees. I was stressed, too and I disliked to talk with my seat mate in the bus. I looked out of the car’s window, stared at river, green forest and the ocean of people. I tried to forget my frustrated. After trapped in the traffic jam for six hours, my bus reached the end of bad road in Sub-district of Sicincin, part of Pariaman. I was relaxed because the bus could move normally.
From the village Sicincin I began to see the effect of earth quake. I saw many damaged road with cracked asphalt, cracked wall and totally collapsing houses. Many people with emptied sight were standing or stayed in their emergency tents set before their house. I only saw the damaged building along the road and of course there are ten thousand families loosing their places at the remote places or inland sites. Almost 300 person or more buried together with their house in the village or Kecamatan Pertamuan, Gunung Tigo on the side of Tandikek Mountain. A lot of houses which are built on the coatal line ruined, worse than the rest of places. Since they are closer to the epicenter of earth quake on offshore of West Sumatra.
What Padangnese fear recently is truly come. They were feared of great quake and tsunami. Fearing phenomenon among people grow after tsunami and heavy tremor in Aceh in 2004 and several other earthquakes in Sumatra and Java, Padangnese were feared of natural disaster then the scientific predicting that one day great tsunami also happens on offshore near Mentawai or near Padang, that many people moved to highland such as in Indarung and abandoned their home on the west coat of Padang. Government responded and designed the evacuation passage whenever the heavy quake with great tsunami happening. But no one knows when the exact disaster come and that was the great earth quake happened in sudden that afternoon. Anyhow this was still ok. Imagine if the earth quake with 7.6 Richter scale happened at night, possibly millions of people will die and trapped or buried in their homes.
After almost one day, on normally day it took us only two hours, I arrived in Lubuk Alung and got rented motorbike. Generally people look confused, no motivation and had no any activities. Some only stayed inside the emergency tents with broken house behind. I imagine on how was my mother “died or alive”. I walked the path toward direction where my mother stays. The situation was very lonely, I saw none except one or two young kids played themselves. I found my house (mother’s house) with broken wall and collapsed roof. I called her in humble voice “mother…., mother…..!!”. No answering, then I listened my old aged mother, walked difficulty with a wooden stick.
“Hi….you come. I almost die. I did not that it was quake”. Yes a young man with muscle body entered the ruined house. He found mother flanked between wall and ceiling. It was lucky that the house was not consisting of heavy material. He picked mother’s body outside. Then he listened another crying “help… help, my head is bloody”. As the quake happen my niece run toward kitchen instead of outside and the wood of roof broke and drop on her head side. Her head was hurt.
The night seemed very long and dark and we had poor food. There was no kitchen and stove to cook and fuel to lit the kerosene lamp, except two pieces of candles. I sat by my mother side and listened to her endless talk- she needed sympathy and then I shared sympathy. I was afraid with mother’s healthy- she was spook and walk bending because of osteoporosis. Being alone or live with a young grand daughter that she could not consume good and healthy food. I shared food that I took from Batusangkar with other relatives. I slept on the rough plastic mat and could not sleep. Mosquito flew severely around my side and ears. I could not contact other through my cell phone- no batteray and no phone coverage.
I remember my friends in Padang. They work as government civil servant. I contacted them and I until know I do not know whether they are alive or dead. Then I walked to my older sister and other relatives’ house “We have no house to live in and we live in the hut with old roof”. I do not know what to do, they do not need any advices or sermon. What they need is a slice of bread, a glass of water, a piece of tablet for her fever”. If not poor situation and poor sanitation will send diseases for my big family and the babies and young kids may get serious/ severe ilnesss But what I can do is showing my sympathy and empathy or I return out side and take my money, even it is not very much, that I have saved for several months. Send us a praying and hope for a better life again.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...