Oleh: Marjohan Usman
Aku seorang guru dan aku juga jatuh cinta. Ayahku berasal dari padang dan ibu dari Lubuk Alung. Ayahku, Kamarruddin Usman, maka namaku juga menjadi Marjohan usman. Tentang jatuh cinta, rasanya ayah dan ibuku belum memberi model yang pas menurut seleraku. Karena mereka hidup dalam kultur berbeda. Sebelum menikah dengan ibu, ayah pernah menikah dengan dua orang wanita dan memiliki anak. Begitu juga ibuku, sebelum menikah dengan ayah, ia juga pernah menikah dengan dua orang pria dan juga punya tiga orang anak. Namun dari perkawinan ayah dan ibu, mereka memiliki enam orang anak- lima laki-laki dan satu perempuan. Kemudian adikku yang laki-laki meninggal dunia. Dan Aku yke dua.
Dapat dibayangkan bahwa saat aku lahir, ayah dan ibuku mungkin tidak begitu surprised, karena sebelumnya mereka sudah punya banyak anak dari perkawinan mereka yang terdahulu. Pasti pula mereka merawat tidak begitu prima, ya selain factor ilmu yang kurang, ekonomi yang lemah dan perhatian yang kurang. Tentu aku tidak memperoleh perawatan dan perhatian yang prima.
Ternyata rasa cinta- atau rasa kagum pada wanita- tumbuh saat aku duduk di kelas dua sekolah dasar. Saat itu murid-murid SD badanya besar-besar dan usia mereka juga lebih tua. Mereka berlarian dan aku tertabrak sehingga jatuh dan kepalaku terbentur ke lantai. Aku pusing dan berteriak. Namun tangisku reda saat kakak kelas ku yang cantik datang untuk menghibur dan menenangkan kesakitanku. Naluri keibuan gadis kecil tersebut mampu membuat aku tenang. Meskipun kesakitaku masih kuadukan kepada pada ayahku- seorang polisi di Payakumbuh, namun kebaikan dan kekagumanku pada perempuan kecil itu membuat aku mencintai semua kaum perempuan di dunia ini.
Usiaku terus bertambah, namun permainanku sebagai anak-anak banyak berada di seputar rumah. Rumahku tidak jauh dari sekolah, ya ada SMEP (SLTP) dan SMEA ( SLTA). Bila sora tiba, aku selalu melihat para siswa pulang berjalan kaki atau naik sepeda, karena zamannya saat itu orang bersepeda. Namun cukup banyak yang berjalan bareng sambil menggandeng sepeda, ya bagi mereka yang sedang jatuh cinta. Saat itulah aku mengenal kata “cinta dan berpacaran” melalui karakter mereka.
Ada seorang siswa SLTP yang terbiasa pulang sendirian dengan sepeda mininya. Rambutnya sebatas bahu, punya sedikit jerawat pada pipi, bibirnya merah alami. Cara ia berjalan membuat aku kagum. Sering tiap sore aku sengaja berlari menuju pintu dan mengintipnya lewat dari balik gorden pintu. Aku tidak mencintainya, karena aku masih kecil, yaitu kelas 4 SD dan ia sudah kelas 2 SLTP. Aku juga tidak tahu nama gadis itu, namun ia adalah gadis ke dua yang aku kagumi.
Kemudian aku tumbuh dan berkembang. Aku mulai punya banyak teman dan juga melakukan banyak eksplorasi. Mencari burung pipit ke sawah, menangkap kumbang atau mengunjungi banyak tetangga hingga aku sekolah di SMP.
Di SMP proses sosialku berkembang, aku ingin terlihat paling gagah dan paling pintar. Aku mencari populeritas. Aku menemui gadis-gadis cantik dekat tetangga ku. Aku mulai belajar mengunjungi rumah gadis-gadis tetanggaku, aku bertukar cerita dengan Zulva efita, nit, nislan sari. Namun Nislan sari adalah gadis paling pintar dan paling cantik. Ia suka kucing dan menyukai figure Lady Di dari Inggris. Sering wajah nislansari hadir dalam kepalaku, tapi aku rasa Nislansari adalah TTM ku (teman tapi mesra ku) yang pertama.
Saat aku belajar di SMA, temanku makin luas. Aku suka berkoresponden dan di SMA aku sudah jago berbahasa Inggris. Tentu saja amat mudah memperoleh banyak temann kalau kita punya banyak kelebihan. Maka aku merasa bersimpati dan hampir mengatakan “I love you” pada seorang gadis amaaat cantik, mempunyai tahi lalat kecil pada sudut bibirnya. Gadis itu bernama Rozalena. Namun Herlina Tondang nampaknya juga senang pada ku dan aku juga simpati padanya. Ia manis, matanya bersih dan rambutnya lurus.
Namun aku sering pergi bareng- bukan berpacaran- dengan Yunarti Chandra, ia gadis hitam manis dan papanya bertugas di Caltex. Ia juga punya teman orang Amerika dan nama bekennya “Tican”, Tican atau Yunarti Pernah meminta aku untuk melamar cintanya. Dan aku respon dengan melakukan sering jalan bareng, makan bonbon bareng dan juga pernah saling berkunjungan rumah.
Di rumahpun TTM-ku, nislansari juga sering curhat dengan ku, hingga aku dan dia makin akrab. Namun aku tetap memposisikan nislansari sebagai adik, konon kabarnya orang tuanya dan orang tuaku punya hubungan kerabat.
Akhirnya aku belajar di perguruan tinggi, pada mulanya aku juga ingin kuliah pada fakultas kedokteran, IPB atau ITB. Karena saat belajar di SMA Negeri 1 Payakumbuh, aku termasuk siswa yang rajin dan aku juga pernah juara kelas di sekolah yang cukup favorit tersebut. Namun seniorku yang berasal dari tetanggaku menyarankan agar aku masuk saja ke IKIP atau UNP. Aku rasa juga masuk akal, karena lebih mudah dan ayahku tidak kesulitan membiayaiku dan kakakku dengan banyak uang. Sejak kelas satu SD sampai kuliah aku satu kelas dengan kakakku, itulah yang membuatku berambisi untuk belajar dan mengalahkan nilainya.
Di UNP aku mulai jatuh cinta. Ada gadis cantik yang mulai aku cintai namanya “Meirita”, sampai sekarang buku catatannya masih aku simpan. Namun aku tidak tahu mengapa bunga cintaku hilang tanpa sebab, mungkin karena cinta monyet. Saat itu aku menyinta seorang gadis yang sangat manis dan lembut namanya “Indrakusuma Ningsih”. Di rumah aku suka memutar lagu “pretty lady” sambil membayangkan wajahnya nan mirip dengan Indira Gandhi, perdana Menteri India. Ternyata aku gigit jari, karena cintaku merasa ditolak. Atau karena peluru cintaku belum jitu untuk meluluhkan emosi cintanya.
Namun aku anggap itu sebagai cerita cinta yang indah. Aku aktif dalam kegiatan remaja mesjid Al-Azhar dan juga rajin di kampus. Kembali aku punya teman istimewa namanya “Marniliza”, ia cantik, cerdas dan anak tunggal. Hampir setiap sore aku berkunjung ke rumahnya dan baru pulang kalau sudah jam sembilan malam. Aku merasa Marniliza sebagai teman special dan ia juga, atau mungkin ia menunggu tembakan kata cinta dari ku. Namun aku tidak berani mengungkapkan cinta atau aku merasa lebih nyaman cukup sebatas teman tapi mesra saja. Hingga akhirnya aku punya kesibukan lain.
Aku melatih diri untuk tidak cengeng kalau aku kehabisan uang, apa lagi aku mencium hubungan perkawinan ayah dan ibu agak retak dan malah cenderung menuju kehancuran. Aku melamar menjadi pemandu wisata ke departemen parawisata, aku ikut seleksi dan aku lulus. Aku menjadi pemandu wisata dalam usia 19 tahun. Aku meniringi wisatawan dari Negara Benelux- Belgia, nedherland dan luxembur yang dating dengan kapal pesiar “Sholokov” dari ema haven atau teluk bayiur. Aku kemudian juga jadi guru privat untuk seorang manager pada pabrik kain- sumatex subur, di indarung, aku juga memberi bimbingan bahasa inggris untuk anak-anak yang orang tuanya punya uang. Malah aku juga diberi kamar agar tinggal di rumah /tempat aku memberi private, baik sekali ibu itu. Ia senang andai aku bias menjadi kakak bagi anak-anaknya. Namun aku tetap tinggal bareng di tempat kost ku, karena aku punya keuangan yang cukup memadai, malah oleh orang tua aku dianjurkan untuk pulang kampung tiap minggu.
Aku masih mengembangkan naluri cintaku. Aku ingin jatuh cinta pada seorang gadis yang amaaaat menarik hati. Teman ku Edi yang berasal dari Pulau Dabo Singkep Kepulauan Riau. Memilihkan gadis yang dimatanya cocok untuk ku. Dari semula aku tidak mencintainya, namanya Evi Yumeri, namun ia Jago dalam menulis.
Maka kami saling bertukar surat. Suratku untuk Evi yumeri sampai 8 halaman kertas folio, dan surat nya untuk ku sampai 10 halaman kertas folio. Surat kami mirip cerpen, penuh goresan cerita dan cinta. Aneh bila membaca surat Evi yumeri aku jatuh cinta, tapi bila jumpa dia, ya saya biasa biasa saja.
Aku menikmati jatuh cinta ala zaman siti nurbaya, pakai surat suratan. Sebelumnya aku juga punya hubungan teman tapi mesra (TTM) dengan Anti, seorang gadis Jakarta, juga dengan Siti Salbiah, gadis yang sekolah di Pondok Pesantren dan tinggal di kampong sumur Bekasi.
Aku bisa wisuda lebih cepat dan memperoleh SK dalam usia 22 tahun. Aku mengajar, namun aku menganggap siswaku ibarat teman ku, mungkin karena jarak usia mereka ibarat kakak dan adik. Aku mengajar pada sebuah SMA. Beberapa siswa perempuan menaruh simpati padaku, dari matanya ada kesan bahwa mereka pingin jatuh cinta pada ku.
Aku mulai serius mencari cinta, aku juga ingin nikah dini, kalau perlu usia 23 tahun. Aku berkenalan dengan Elvi Sukaesih, seorang mahasiswi yang sedang kuliah kerja nyata. Ya ampun sang gadis kelewat agresif dan aku takut. Ia datang ketempat kost ku dan tidak khawatir kalau ia kemalaman, atau dia punya maksud lain denganku. Akhirnya aku tahu, ia punya kekasih namanya Munzir, dan dalam waktu yang sama ia juga ada hati padaku, ya aku tolak secara baik-baik.
Aku mulai serius menjajaki siapa gadis yang cocok untuk menjadi ratu hatiku. Diam-diam juga ada orang tua yang datang melalui ayah-ibu ku untuk melamar aku jadi menantu nya. Aku punya kelemahan dalam bersikap, dan kurang tegas. Aku tidak berani mengatak “ya” atau “tidak”. Akhirnya ada orang tua yangkecewa dengan karakterku.
Suatu malam aku tidur dan pas tengah malam aku terbangun, namun kepala pusing, berat dan hendak berteriak-teriak histeris. Aku yakin, pasti ada guna-guna yang dihembuskan oleh Pak Ibrahim, seorang dukun yang punya ilmu dari Banten. Aku sadar juga, aku tahan diri dan aku kuasai emosiku. Tidak kubiarkan fikiranku kosong. Aku langsung menuju sumur, untuk berwudhuk dan sholat Tahajud.
Malam itu kepalaku terasa plong, dan aku yakin sang dukun, Pak Ibrahim, pasti terjungkal karena ilmu sihirnya, Alhamdulillah, tak mempan padaku. Malam itu juga aku laporkan pengalamanku pa ibu. Dan ibu tentu saja marah kepada temannya yang memberi aku guna-guna.
Evi yumeri masih berkirim surat padaku, kadang-kadang dalam amplopnya juga ada uang, dengan harapan ongkos untuk menuju kampungnya di Bukittinggi. Namun aku tidak punya rasa cinta, dan aku sudah minta maaf. Walau surat surat cintanya sudah tinggi tumpukannya, namun aku tidak cinta padanya.
Akhirnya aku berkenalan dengan seorang guru gadis, kulitnya putih, hidungnya mancung dan pemalu, sehingga aku menjadi agresif melihat gadis pemalu tersebut. Dengan lembaran surat yang dikirim oleh siswa ku, ia terima cintaku. Surat-surat kami lewat melalui anak-anak murid kami. Aku ngajar di SMA dan ia, Emi Surya, ngajar di SMP. Aku baru tahu bahwa ternyata Devi Artikasari, seorang murid yang selalu menjadi pos bagi surat kami, sering membaca surat-surat cintaku sebelum ia berikan pada gadis pilihanku Emi Surya.
Aku menjadi akrab dan jatuh cinta dengan emi surya. Ada karakternya yang aku tidak suka, yaitu cara ia berbahasa. Aku aku sempat memutuskan/ mengakhiri cintaku secara sepihak denganya. Aku jadi pemarah dan semua siswa tahu kalau aku lagi broken dengan Emi surya. Guru-guru yang lain juga jadi tahu. Karakterku yang selalu ceria berubah menjadi pendiam, mudah ketus dan aku juga bersikap kurang ramah pada siswaku.
Namun aku sadar, buat apa aku cari gadis lain Cuma gara-gara masalah kecil. Kalau demikian kapan aku dewasanya. Akhirnya cintaku dilanjutkan lagi. Dan semua muridku jadi tahu kalau aku jatuh cinta lagi. Siswa ku jadi lebih senang belajar, bukan karena bahasa inggrisnya, tapi karena aku punya kisah kisah cinta.
Hari sabtu adalah hari yang indah. Karena aku bisa membuat janji untuk [ulang kampong bareng, dan kami naik mobil umum. Kami mengambil bangku paling belakang, aku membeli banayk jajan untuk kami konsumsi selama perjalanan. Selama pergi berdua- jalan berdua, aku menjaga kehormatanya. Tidak berani pegang-regang, kalau mau menyeberang jalan ya aku cuma pegang tasnya saja. Sehingga adikku tertawa terbahak bahak melihat kami jatuh cinta ala anak pesantren.
Akhirnya aku merasa mantap memilihnya menjadi calon istri, ya setelah ayah dan ibu ku juga telah berjumpa denganya. Akhirnya aku ajak abangku, saat itu baru saja wisuda, karena aku wisuda jauh lebih dulu, untuk melamar Emi Surya jadi istriku, meski kakakku abangku sendiri berfikir apa-apa. Benar seperti yang diperkirakan oleh seseorang bahwa aku bakal kawin lebih dulu dari abangku.
Ya akhirnya aku menikah, aku tidak memakai adat pariaman, dimana pria musti dibeli mahal oleh pihak wanita. Aku punya tabungan. Aku tidak menyusahkan siapa-siapa. Orangtua ku juga restu. Akhirnya datang jugalah hari dimana aku menjadi raja sehari atau pengantin. Ternyata setelah perkawinan, kami tidak langsung diberi baby. Pada mulanya aku berfikir kalau membuat istri hamil mudah. Istriku dan aku tiap bulan konsultasi ke dokter kandungan pada berbagai kota di Sumatera Barat. Selama berbulan bulan dan sudah puluhan pula buku aku baca dan aku praktekan petunjuknmya supaya istri bisa hamil. Akhirnya pada tahun ke empat diketahui bahwa istriku ada kista atau polip rahim. Ya dioperasi dan kami selalu jatuh cinta. Akhirnya istriku hamil, kami dapat baby ganteng yang aku beri nama “Muhammad Fachrul anshar”. Baru bayi berusia Sembilan bulan, istriku hamil lagi dan kehamilan kedua masuk usia delapan bulan bayi kami yang ke dua meninggal saat bersalin. Aku jadi sedih melihat bayiku yang perempuan meninggal. Namun saat itu aku masih muda, namun kami musti ikut program kelurga berencana. Setelah usia fachrul tiga tahun maka aku bisikan kembali kata “I love you” ke telinga istri, akhirnya ia hamil dan melahirkan dengan selamat, kmai punya bayi perempuan dan namany “Nadhila Azzahra’.
Kedua anak-anak ku memiliki nama islam dan punya makna. Posisi istriku adalah sebagai teman. Kami memutuskan tidak punya pembantu, biar anak-anak langsung melihat bahagaimana orangtuanya membesarkan mereka dan juga mengurus keluarga bersama-sama. Aku rajin membaca buku- buku psikologi dan buku paedagogi. Agar aku memahami perkembangan dan pertumbuhan anak, gunanya agar aku tidak salah didik.
Kini mereka mulai tumbuh Fachrul sudah kelas tujuh (kelas satu) di Mtsn dan Nadhilla kelas 4 SD. Mereka harus tahu tanggung jawab, bisa cuci gelas, bias menggoreng telur- ya tentu saja aku awasi dari jauh agar tidak terbakar api. Ia juga bias memilih sampah dan menyapu. Mereka bias mencuci kaus dan membersihkan sepatu. Mereka harus sholat ke mushola dan ikut mengaji, mereka juga harus membuat peer dan cinta membaca seperti ku. Malah aku juga mengembangkan bahasa Inggris dan bahasa Arab mereka, serta kemampuan mereka dalam menulisd dan dalam menceritakan gambar. Mereka diharapkan menjadi generasi yang santun dan memiliki multi talenta. Dulu ketika teman-teman ku dari Amerika, Perancis dan Australia datang, mereka harus ikut terlibat dalam berinteraksi bersama.
Ada satu rasa bersalah yang masih tersisa dalam hati bahwa ku dengar sahabatku Evi Yumeri sampai sekarang belum menikah. Mengapa ia menutup hatinya untuk pria lain, apakah ia patah hati karena aku, aku mohon maaf. Ia sempat aku yakin bahwa masing-masing kita sudah punya takdir, aku berdoa agar ia damai selalu dan Allah Swt memaafkan aku, amiin.