13. West Sumatera...I Come
Selain aku, juga banyak
pihak yang senang atas kemenangan yang
baru saja aku raih. Aku ingat bahwa aku harus mengirim pesan singkat (SMS) bahwa “Alhamdulillah aku memperoleh nomor satu guru berprestasi tingkat
Indonesia” kepada Kepala Sekolah SMAN 3 Batusangkar- Bapak Drs. Rosfairil, MM
dan kepada keluarga/ istri di Batusangkar dan pada beberapa orang yang aku sempat kirimi SMS. Kemudian secara serempak aku
memperoleh puluhan atau ratusan ucapan
selamat lewat telepon dan SMS dan lebih lebih lagi lewat FaceBook.
“Selamat atas
prestasi yang Pak Marjohan peroleh sebagai guru berprestasi nomor satu
Indonesia...!!!”
Masih ada hari
tersisa 3 hari menurut agenda kegiatan. Pihak Dinas Pendidikan Propinsi
Sumatera Barat mengajurkan agar aku segera pulang karena akan ada upaca
penyambutan buatku dan juga buat
Suyetmi- juara 2 guru berprrestasi Indonesia kategori Guru SMP.
“Kegiatan kecil yang masih tersisa adalah
seperti wisata budaya ke Taman Mini, penutupan dan ramah tamah dengan Dirjen
Dikmen yaitu Bapak Surya Dharma”.
Malam itu malam penutup dan aku juga ikut memaksa diri berdansa sesuai dengan kemampuan.
Kami semua berdansa dan bernyanyi,
termasuk lagu dari masing- masing daerah. Istimewanya lagi malam itu (Sabtu, 8
September 2012) semua peserta yang meraih nomor satu memperoleh bingkisa sebuah
laptop dari perusahaan Intel- komputer Jakarta. Laptop tersebut sangat
diidamkan oleh istriku untuk mengganti
laptopnya yang sedang rusak.
Besoknya adalah acara bebas- aku meluangkan waktu untuk mengunjungi famili dan
setelah itu aku kembali ke Hotel
Millenium buat menyelesaikan urusan administrasi, sertifikat dan penyerahan
dokumen-dokumen dan termasuk menerima uang hadiah dalam bentuk uang tunai.
“Satu malam yang tersisa aku gunakan buat
membalas semua ucapan selamat lewat phonecell dan juga lewat facebook. Aku
membalas ucapan selamat hingga larut malam, itupun dalam bentuk ungkapan :
terimakasih...thank you, merci beaucoup”.
Senin- 10 September, aku dijemput dan aku memperoleh
perlakuan istimewa sejak dari hotel, ke bandara Sukarno Hatta hingga terbang
lagi dengan pesawat Garuda. Aku tahu
bahwa bakal ada penyambutan buatku dengan
kalungan bunga di Bandara Internasional Minang Kabau- Padang.
Ternyata benar, aku disambut seperti sang superstar, alasannya
karena aku memperoleh juara satu guru
berprestasi tingkat Indonesia, yang telah mengangkat citra dan nama baik
Propinsi Sumatera Barat dan juga Kabupaten Tanah Datar. Dalam sambutan itu aku diberi reward yaitu:
“Kesempatan untuk pergi Hajji ke Makkah untuk
tahun 2013 atau 2014. Alhamdulillah...wayukurillah, dan juga ada penghargaan
atau reward oleh Pemda Kab. Tanah Datar”.
Hari berikutnya aku kembali berada di sekolah SMAN 3 Batusangkar
dan teman-teman guru melaksanakan beberapa kegiatan seperti acara syukuran buat
prestasi siswa dan prestasi yang baru saja aku raih. Aku meluangkan waktu buat wawancara dan liputan
berita dengan berbagai wartawan.
“Aku merenung bahwa aku bisa begini...bukan karena usaha pribadiku,
namun itu karena ridho Allah Swt, dukungan dan doa dari teman-teman, famili dan
juga semua anak didikku. Moga moga aku memperoleh berkah dan berkahnya
bermanfaat bagi orang lain amiiin ya
rabbal ‘alamin”.
E. Wawancara
dengan Jurnalis
Seleksi guru berprestasi
telah dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 3 – 10 September 2012 kemaren.
Sumatra Barat mengirim 13 orang dari setiap jenjang pendidikan (guru, kepala
sekolah dan pengawas) untuk mewakili propinsi ini dan berkompetisi dengan 33
propinsi lain di tingkat nasional. Marjohan, M.Pd- guru SMA Negeri 3
Batusangkar- berhasil meraih peringkat
Pertama (1) guru berprestasi tingkat nasional, sekaligus menyisihkan guru guru
hebat lain yang berasal dari 32 propinsi. Berikut percakapan antara salah satu
jurnalis dari suatu media massa dengan
Marjohan M.Pd di rumahnya- Komplek Griya Alam Segar, Bukitgombak, Batusangkar.
“ Apa yang
membedakan anda dengan guru lainnya ?”
Saat remaja- waktu sekolah di SMA- saya sibuk
mencari-cari karir masa depan yang pas buat saya. Saat itu belum lagi zamannya
internetan, maka untuk mencari info pekerjaan ya lewat banyak orang- tanya
sini- tanya sana. Kadang- kadang guru di sekolah bercerita tentang
pengalamannya dan itu adalah info karir bagi saya. Tentang prospek dan bentuk
karir lain saya peroleh dari lingkungan. Saat lulus SMA, saya bingung mau
kuliah di mana ?. Ya pilihan yang mantap adalah menjadi guru. Maka saya ikut
test masuk Perguruan Tinggi- saat itu bernama Sipenmaru (Sistem Penerimaan
Siswa Baru). Saya lulus pada jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Padang-
sekarang bernama UNP.
Saya mengikuti perkuliahan dengan tekun. Saya
paling senang duduk di depan agar bisa
berinteraksi dan mendengar suara dosen lebih jelas. Namun saya tidak suka
menjadi mahasiswa pasif- bertipe rumahan atau mahasiswa 4D (duduk, datang,
dengar, diam). Saya ikut kegiatan di kampus dan di luar kampus- sebagai remaja
mesjid. Malah saya juga ikut mendaftar sebagai guide (pemandu wista)
Sumatra Barat, memandu bule-bule keliling Sumatra Barat. Ada manfaatnya buat
saya “memperlancar bahasa Inggris dan sekaligus bisa peroleh dollar buat
menambah uang jajan. Manfaat lain adalah untuk melatih keberanian dan
menumbuhkan karakter mandiri- tidak menjadi mahasiswa yang cengeng- ini berguna
buat menghadapi masa depan.
Untuk menambah wawasan tentang profesi sebagai
pendidik- paedagogik dan kualitas bahasa Inggris- maka tidak cukup hanya
menghafal catatan kuliah, namun saya juga banyak membaca buku referensi dan
membaca koran dan majalah berbahasa Inggris. Saya juga mencari kesempatan agar
bisa bertukar fikiran dengan dosen-dosen bahasa Inggris warga asing atau
langsung berkomunikasi dengan native speaker.
Saya tidak suka menunda-nunda pe-er perkuliahan.
Ada tugas ya langsung kerjakan dengan baik- tidak asal-asalan. Saya menjadi
mahasiswa yang aktif- saya digelari teman saat itu sebagai “kamus berjalan”
karena kosa kata (vocabulary) saya sangat banyak, itu berguna bagi mereka untuk
lomba scrabble. Saya bisa wisuda tepat waktu...langsung ikut tes PNS untuk menjadi
guru melalui beberapa tahapan. Saya lulus dan saya ditempat menjadi guru di di
SMA Negeri 1 Lintau- Kabupaten Tanah Datar, sekarang menjadi guru di SMA Negeri
3 Batusangkar.
Saya berprinsip bahwa saya harus menjadi guru
yang berbeda dari guru lain- guru yang pintarnya berganda- “multiply-
inteligence” seperti menurut De Porter. Saya perlu tahu dan menguasai empat
kompetensi guru- yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi profesional. Jadi, saya harus belajar lagi- bukan berarti
setelah tamat kuliah harus tutup buku- ya saya perlu meminjam buku dari
perpustakaan, dari teman atau beli sendiri buku-buku psikologi perkembangan dan
psikologi pendidikan. Juga buku tentang dunia sekolah, tentang lingkungan dan
sosial. Saya banyak membaca buku berbahasa Inggris dan berbahasa indonesia,
juga berbahasa Perancis dan Arab.
Saya membaca 100 halaman per hari, saya
targetkan membaca buku pagi- siang- sore dan sebelum tidur, masing masing 25
halaman. Tetapi itu juga bukan target
yang kaku. Yang penting saya bisa menamatkan baca satu buku per-minggu. Bukan
berarti kutu buku- saya juga bergaul dengan teman teman, masyarakat dan orang
tua murid.
“Bagaimana sistem yang anda pakai
dalam mengajar ?”
Wow ada banyak teori dalam mengajar, seperti
kontektual, teori direct method, namun saya perlu ingat bahwa dalam
mengajar kita harus melaksanakan prinsip “pengajaran terfokus pada siswa, bukan
teacher centered juga bukan plesetan dari CBSA- catat buku sampai habis.
Yang penting guru itu bukan lagi sebagai sumber ilmu satu satunya namun lebih
berperan sebagai motivator, facilitator, counselor buat anak didiknya di
sekolah.
Saya tertarik mengajar dengan pendekatan PAKEM
(pembelajaran aktif kreatif efektif dan menyenang). Agar pembelajaran itu
menyenangan maka guru dan siswa perlu punya jembatan hati. Guru harus membuka
diri terlebih dahulu dan perlu memberikan excellent service- pelayanan
prima selama mengajar. Agar siswa senang dalam belajar maka guru perlu sering say
hello, memuji, minta maaf “very good....very excellent”. Guru perlu
hafal nama siswa dan menyebut namanya agar siswa merasa dirinya sangat spesial
bagi gurunya.
InsyaAllah selama menjadi guru- sudah 23 tahun-
rasanya saya tidak ada membentak siswa. Buat apa siswa dibentak dan apa gunanya
melukai hati mereka. Membentak anak didik bisa membuat hati mereka terluka,
jembatan hati antara kita dan mereka bisa ambruk. Sebaik apapun kita
mengajar...namun kalau jembatan hati rusak...mereka akan menolak kehadiran kita
atau mereka terpaksa mengikuti PBM kita.
Kalau ada siswa yang bandel ? Itu pertanda
mereka butuh menjadi nomor satu, butuh touching- sentuhan hati....datang
saja pada mereka say hello....sapa nama mereka dan ajukan bantuan “what
can I do for you” Biasanya mereka berubah baik...bandel itu cuma sekedar
cari perhatian.
“Bagaimana motivasi anda
dalam mengajar, menulis dan lainnya yang membuat anda
bisa menjadi guru teladan. Apakah anda berniat menjadi guru teladan, atau
karena kebetulan ?”
Memilih profesi
sebagai guru adalah sangat mulia, karena guru bisa mengubah orang jadi kurang
pintar hingga menjadi pintar, dari mkurang berdaya hingga menjadi orang yang
berdaya. Sebelum dan sesudah menjadi guru saya membaca banyak biografi para
pendidik ulung, termasuk biografi Kihajar Dewantoro, Paul Freire, Mohammad
Syafei- pendiri INS Kayu Tanam, juga Dorothy Law.
Bukankah Kihajar
Dewantoro memperkenalkan pada kita tentang prinsip menjadi guru yaitu “Ing
madya mangun karso, ing ngarso sung tulodo, tut wuri handayani”, atau konsep
pendidikan ala Mohammad, Syafei agar guru bisa membantu anak didik memiliki “Head,
heart and hand” maksudnya otaknya cerdas, hatinya beriman dan tangannya
terampil. Maka saya termotivasi untuk bisa berperan menjadi sebuah sekerup
dalam bangsa ini untuk ikut memajukan dan menjerdasan generasi muda bangsa
Indonesia.
Motivasi dalam
menulis......bahwa populasi bangsa Indonesia sangat besar di dunia. Mereka
semua butuh bacaan dan mereka adalah para pembaca dan kalau boleh musti ada
segelintir orang Indonesia yang sudi jadi penulis- menulis ide-ide untuk
mencerahkan hati dan pikiran orang orang kita. Saya sering merasa sedih
“mengapa buah pikiran bangsa Indonesia belum begitu dikenal luas di dunia, itu
karena kita jarang menulis dan malah malas menulis. Orang luar malah menjadi
tahu setelah ada tokoh hebat yang tersembunyi dibalik awan Indonesia diekspos
ke luar. Sebetulnya ada hal yang dahsyat kalau kita-kita bersemangat dalam
menulis. Maka menulis dalam bahasa-bahasa dunia (bahasa Inggris, Arab, Perancis,
dll) agar orang tahu dengan kita dan Indonesia bisa mendidik dunia.
Inilah obsesi saya dalam menulis. Untuk menambah
inspirasi menulis, saya butuh energi dan itu bisa saya peroleh melalui membaca
biografi penulis hebat dunia, bertukar fikiran dengan teman-teman penulis dan
menambah wawasan setiap hari. Menulis butuh latihan dan pembiasaan. Kini saya
lebih fokus untuk menulis seputar masalah pendidikan yang meliputi tema tentang
motivasi, semangat hidup, kisah sukses dan hal- hal yang menginspirasi.
Menjadi guru berprestasi nomor satu di Indonesia
(dahulu disebut dengan guru teladan) ya...tidak bisa diperoleh dalam sekejap
mata namun melalui proses dan jalan yang sangat panjang. Saya pada mulanya
tidak bermimpi untuk menjadi seorang Teacher of The Year. Itu terjadi
hanya diawali oleh prinsip untuk menjadi guru yang berbeda dan melakukan proses
“longlife education- belajar sepanjang masa”.
Bagi guru di Sumatera Barat dan juga di
Indonesia yang perlu mereka lakukan adalah pengembangan diri, salah satunya melalui
menulis. Saya sendiri melakukan dan membuktikanya. Saya menulis dan menulis,
pada mulanya menulis artikel yang banyak dan dipublikasi pada koran-koran
daerah (Sumbar dan Sumsel). Kemudian saya tingkatkan- memberanikan diri- untuk
menulis naskah buku. Entah bagus-entah tidak...saya tawarkan ke penerbit dan
ternyata direspon. Saya tulis lagi buku- buku yang lain. Selain menulis saya
juga aktif dalam kemasyarakatan- sebagai nara sumber bagi MGMP (Musyawarah Guru
Mata Pelajaran), mengurus mushola/ mesjid dan juga membimbing siswa dalam
perlombaan hingga bisa meraih juara tingkat propinsi dan nasional, dokumen
mereka menjadi portofolio bagi saya.
Dari kumpul berbagai aktifitas di sekolah, di
rumah dan dalam masyarakat, ditambah dengan pengalaman lain- menulis, menjadi
pemandu wisata dan kemampuan berbahasa asing yang agak lebih (Perancis dan
Inggris) membuat portofolio saya semakin
berarti.
Ada 3 bentuk penilaian dalam seleksi guru
berprestasi, mulai dari tingkat Kecamatan hingga tingkat Nasional, yaitu test
tertulis (tentang kepribadian, wawasan dan tentang empat kompetensi guru),
kemudian presentasi karya tulis ilmiah atau best practice, serta
penilaian portofolio. Presentasi karya ilmiah saya dalam bahasa Inggris dan
campur bahasa Perancis, kemudian kualitas portofolio yang saya persiapkan cukup
memdai. Kekuatan saya saat berkompetisi dengan guru-guru hebat dari propinsi
lain adalah dalam hal menulis dan penguasaan bahasa serta wawasan. Namun
menjadi guru teladan nasional bukan disebab oleh unsur itu saja, namun juga
oleh faktor kebaikan lingkungan, doa dan restu dari famili, teman dan siswa
saya, juga berkah dari Allah Swt.
Pada mulanya tidak ada niat untuk menjadi guru
teladan, dan menjadi guru teladan juga bukan secara kebetulan. Namun menjadi
guru teladan adalah akibat akumulasi dari proses hebat melalui jalan yang
sangat panjang.
“Sekarang ini banyak yang
menuding sistem pendidikan di Indonesia kacau dan gagal. Setiap tahun ganti
kebijakan yang tak jelas ujung pangkalnya. RSBI, SBI, sertifikasi, dan
kebijakan lainnya tidak berhasil mengubah wajah pendidikan Indonesia dan
meningkatkan mutu pendidikan. Bagaimana pandangan anda tentang
hal ini- Siapa yang salah? Pemerintah, guru, siswa,
orangtua, sistem, atau memang waktu yang masih berjalan?”
Saya rasa konsep pendidikan Indonesia sudah
benar. Namun fenomena yang terjadi adalah bahwa bangsa kita (baca: orang tua)
terlalu menyerahkan urusan mendidik anak pada pemerintah- pada sekolah. Maaf-
bahwa banyak orang tua yang berlepas tangan dalam urusan mendidik.
“Mendidik anak itu urusan sekolah dan urusan
mesjid”. Itu berarti yang perlu dikembangkan adalah “Program Parenting-
yaitu menciptakan program pelatihan bagaimana menjadi orang tua yang benar bagi
putra-putri mereka”.
Sekarang banyak orang tua yang belum paham
bagaimana menumbuh kembangkan anak. Dalam mendidik mereka cenderung meniru
generasi sebelumnya. Kalau mereka dulu sering dibentak, dihardik...maka mereka
juga akan membentak dan menghardik dalam mendidik anak. Yang diperlukan oleh
generasi muda adalah “reward atau penghargaan” bukan punisment
yang berkepanjangan.
Saya menghimbau pada orang tua dan guru agar
banyak mengucapkan “Thank you......., very good......dan I am very sorry..!”Pada
anak anak dan siswa mereka. Maksudnya mereka musti mampu menjadi model untuk
bisa mengucapkan “terima kasih, memuji dan minta maaf- bukan lagi menunggu
terima kasih, mencela dan kikir untuk minta maaf”. Ini agar generasi muda kita
tidak menjadi bangsa yang kehilangan karakter.
“Setiap
tahun ganti kebijakan...”, ohhh tentu perlu, inikan bentuk dari revisi untuk perbaikan
suatu program dan para stakeholder yang mengambil kebijakan adalah orang-orang
hebat tentu demi kebaikan bangsa yang besar ini.
Kebijakan
membentuk RSBI, dan SBI itu bagus, karena sekolah sekolah
di Indonesia tidak seharusnya lagi berskala lokal dan terfokus pada
pemikiran lokal. Dalam pelaksanaan tentu
butuh orang yang bisa berlari dengan cepat- yaitu ikut mendukung program ini.
Namun apa yang terjadi bahwa ada sebagian yang suka hanya sekedar mengeritik
tanpa memberi way- out. Tentu saja setelah program RSBI dan SBI ini launching
(berjalan) tentu saja butuh evaluasi dan revisi bersama sama.
Kebijakan tentang
sertifikasi itu juga bagus yaitu
untukm menilai seberapa jauh persiapan dan kompetensi guru- apakah sudah layak
sebagai guru profesioinal (?). Kalau sudah layak yang perlu diberi label
sertifikasi. Lagi lagi dalam pelaksanaanya perlu dukungan dan bimbingan dari
semua pihak, maklum kita kan bangsa yang besar- banyak manusianya dan banyak pula
ulah (prilaku) nya.
“Seperti apa sebaiknya guru,
siswa, orangtua dan pemerintah agar mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan
membentuk manusia berilmu dan berkarakter”.
Oh ya....tentu
saja guru dan orang tua sebaiknya menjadi motivator sejati buat
membangkit semangat hidup dan semangat belajar anak- anak (juga anak didik)
mereka. Bukankah pada sekolah sekolah yang hebat dan berkualitas...itu bisa
terbentuk oleh energi motivasi yang hebat, dimana di sana terdapat ungkapan
penghargaan dan dorongan. Selanjutnya orang tua dan guru juga harus jadi model
(atau uswatul hasanah). Tidak ada gunanya kalau orang tua dan tua hanya pintar
menyuruh dan berceramah namun tidak melakukan action yang hebat dalam
hidup.
Kalau bagi
pemerintah...tentu saja sebagai penyedia fasilitas (facilitator)-
membuat program pelatihan dan pengembangan diri bagi guru, siswa, kepala
sekolah dan pengawas sekolah. Namun kalau boleh juga ada program parenting-
bagaimana menjadi orang tua yang ideal bagi anak. Negara negara maju punya
banyak program parenting, sehingga orang tua dan guru mereka bisa bersinergi
dalam mendidik. Kalau bagi kita peran orang tua
terlihat pasif dan guru terlihat merasa lebih tahu dari orang tua.
“ Banyak juga pihak yang
menuding bahwa pendidikan indonesia saat ini hanya mementingkan hasil (nilai),
bukan proses, bukan nilai-nilai usaha, kerja keras dan kejujuran untuk
mendapatkan nilai itu? Menurut anda ?”
Dalam konsep yang
dibikin oleh stake-holder pastilah sangat bagus. Namun dalam pelaksanaannya
(dalam menterjemahkan kebijakan) bagi praktisi pendidik di lapangan
ya.....memang terlihat mengejar nilai. Maka terjadilah kerjasama bimbel dengan
sekolah untuk melatih anak didik dalam memahami konsep lewat sistem cepat
(belajar dengan sistem karbitan) dan kemudian memberi latihan....
latihan...mengolah soal soal...membuat passing grade dan meramalkan karir yang
cocok bagi mereka. Kadang kadang karir atau jurusan/ Perguruan Tinggi yang
direkomendasikan oleh pemilik bimbel terhadap anak didik bertolak belakang dengan
keinginan orang tua.
Bukankah setiap
semester genap untuk kelas 12 bagi sekolah sekolah SMA, dan kelas 9 bagi
tingkat SMP berubah menjadi “SMA Negeri
bimbel dan SMP Negeri bimbel” dan mata pelajaran yang diajarkan hanya mata
pelajaran yang masuk dalam UN. Sebagai konsekuensi anak anak amat menghormati
dan menghargai mata pelajaran (dan guru guru) yang di-UN-kan. Memang membina
dan mengembangkan mutu pendidikan tidak semudah membalik telapak tangan. Ini
butuh kiontribusi semua pihak, jangan hanya sebatas pintar mengeritik tetapi
juga ikut memberi problem solving.