Reward
Sebagai Guru Inovatif
1. Keberangkatan
Tanggal 16 November 2011 kami berkumpul di
Aula Islamic Centre, pukul 13.00 siang peserta sudah datang dari seluruh
kecamatan. Aku sendiri tiba di Aula hampir pukul 14.00. Aku bergabung dengan peserta studi banding yang lain, setelah
ditelpon oleh beberapa orang tua siswa peserta studi banding. Aku menyusup
dalam kerumunan orang tua yang mau melepas keberangkatan anaknya. Dalam aula di gedung Islamic Center telah terpajang pamphlet:
“Selamat Jalan rombongan Studi Banding
Internasional Siswa/Siswi dan guru berprestasi
Tanah Datar ke Malaysia dan Singapura- Penghargaan bagi
yang berprestasi”.
Dikatakan bahwa kegiatan studi banding telah menjadi kegiatan rutin sejak
tahun 2006. Tanah Datar merupakan satu-satunya kabupaten di Sumatera Barat yang
memberikan reward buat warga yang
berprestasi, tentu saja sebagai cara terbaik dalam memotivasi warga. Program tersebut
juga sangat bermanfaat untuk menambah wawasan peseta tentang budaya, etos belajar dan etos kerja masyarakat Malaysia dan Singapura yang negara mereka sudah maju tersebut.
Jumlah peserta ada 137orang, yang terdiri atas 107 siswa dan 30 orang guru pembimbing. Ada dua kloter penerbagangan, peserta
nomor 1-95 ditambah dengan nomor 136, dan 137 musti bermalam di Islamic Centre. Mereka akan berangkat menuju BIM (Bandara Internasional Minangkabau) pada pukul 3.00 dini hari. Kemudian kloter kedua adalah nomor 96-135. Rencana perjalanan adalah pada tanggal 17-22 November. Esok hari kami terbang dari padang menuju Kuala Lmpur dan melakukan city
tour, mengunjungi Putra Jaya dan masjid Negara.
Thanks bahwa studi banding ini bisa terlaksana karena dukungan dana APBD (Anggaran Pengeluaran Belanja Daerah)
tahun 2011. Kabupaten Tanah
Datar tidak memiliki
pabrik dan tambang, maka SDM yang bagus juga merupakan aset berharga yang perlu
untuk ditingkatkan. Di Kabupaten Tanah Datar, motto ajaran Islam yang berbunyi “Man Jadda wa jadda”
yang berarti siapa yang
bersungguh-sungguh pasti berhasil diwujudkan oleh
pemerintah. Pemerintah memberikan respon dalam bentuk program yaitu reward
studi banding internasional ke Malaysia dan
Singapura. Tentu saja harapan dari program ini adalah pulang
dari Malaysia dan Singapura, maka etos kerja dan etos belajar mereka menjadi lebih baiklagi.
Rombongan yang jumlahnya 137 orang ini
bisa memberi citra Tanah Datar, andai kami punya citra yang jelek, maka tentu
orang akan berfikir “o…begini ya, karakter orang Batusangkar”. Oleh sebab itu kami perlu selalu menjadi warga
yang sopan santun selama berpergian.
Bupati Tanah Datar, Bapak Shodiq
Pasadigoe, mengatakan bahwa 60% dari APBD tersedot buat kebutuhan belanja pegawai. Anggaran studi banding juga termasuk ke
dalam APBD, dimana setiap peserta diberi dana Rp. 3,7 juta, termasuk uang saku. Ia mengatakan tour ke luar negeri berbeda dengan tour dalam negeri, misalnya tour ke Jakarta. Tentu saja tour
ke Jakarta tanpa pemeriksaan imigrasi, sementara tour
ke Singapura dan Malaysia tentu melalui pemeriksaan.
Melalui program studi banding ke luar negeri tentu saja akan
ada pembelajaran yang bisa diperoleh. Harapan dari pemerintah “agar guru pembimbing memberi pengalaman
buat siswa secara langsung”.
Setelah Bupati meninggalkan aula Islamic
Centre, kegiatan masih ada yaitu penyelesaian administrasi. Pembagian
(pendistribusian) kokarde, pasport, buku petunjuk dan yang paling penting
adalah penyerahan uang saku buat siswa dan guru pembimbing. Kami kemudian pergi ke lantai atas untuk mencari kamar, rupanya
hanya ada dua kamar yang luas buat grup pria dan grup
wanita. Aku menuju ruangan 4, kamar besar buat grup pria.
Ternyata bermalam bersama peserta studi banding di Islamic Centre juga asyik. Kami semua
shalat di Masjid Nurul Amal yang terletak di samping Islamic Centre. Dinding masjid dicat putih, ruangannya luas dan bersih. Habis shalat kami merebahkan diri dan terasa
sangat rileks, anak-anak lain saling berkenalan dan berbagi cerita. Menjelang
tidur aku duduk di antara siswa
peserta. Aku berbagi cerita
tentang cara belajar, tentang motivasi hidup dan tentang kepribadian.
“Wah kita jam 3.00 dini hari harus bangun
dan bertolak menuju Bandara Internasional Minangkabau di Padang, untuk itu harus tidur”, kataku pada anak-anak. Mereka harus tidur dan ternyata tidur yang mudah
adalah dikamar sendiri, dirumah sendiri. Namun aku melihat bahwa sebagian masih sibuk dengan kebiasaan
sendiri, otak atik HP, mendengar MP3, sampai ada membaca komik dan berbagi
cerita.
Anak-anak pasti sibuk dengan pikiran
mereka. Mereka tentu berfikir tentang bagaimana kegiatan
selanjutnya, aku sendiri juga tidak tidur dengan pulas, telinga
dengan jelas mendengar percakapan demi percakapan orang-orang yang berada dalam
ruangan tidur besar tersebut. Aku sengaja menutup mata agak lama agar bisa memperoleh
rasa istirahat yang lebih lama, meskipun tidak tertidur lelap. Paling kurang
melalui cara tersebut aku masih bisa memperoleh tidur atau istirahat yang
lebih berkualitas.
Anak-anak peserta studi banding ini tentu
saja anak-anak pilihan di sekolah atau di Kecamatan mereka. Mereka amat mudah
termotivasi untuk melakukan hal-hal positif, saat aku berada
di dalam aula Islamic Centre kemaren, aku sibuk menuliskan pengalaman pada buku catatan
dan sambil berbagi cerita pada anak-anak yang duduk dekatku bahwa “menuliskan
pengalaman adalah cara yang terbak buat menyelesaikan pengalaman”. Lagi pula nanti setelah acara “comparative study” selesai
maka kita akan diminta untuk menulis laporan. Tentu saja kita akan dengan mudah
dapat menyelesaikan laporan perjalanan.
Mendengar penjelasan ini maka dengan serta
merta beberapa siswa pergi ke luar ruangan Islamic Centre untuk mendapatkan
(membeli) buku catatan dan pulpen. “Betapa mudah memotivasi anak-anak pilihat
buat berhasil dalam hidup mereka, tinggal lagi kualitas pemberian motivasi dan
mengarahkan mereka untuk melakukan aktivitas selanjutnya untuk menggenjot SDM
(Sumber Daya Manusia) mereka”.
Siswa peserta ternyata mampu mengurus diri
dalam memanfaatkan waktu. Islamic Centre hanya memiliki dua kamar mandi, namun
semua peserta mampu membersihkan diri. Di malamm itu (dini hari) aku turun agak lambat dan ternyata orang-orang
sudah siap berpakaian rapi. Mereka bisa mandi meski
kamar mandi hanya dua, tidak sebanding dengan jumlah peserta yang lebih dari
seratus orang.
Perjalanan menuju Padang pada waktu dini,
pukul 3.00 pagi terasa nyaman, mobil
melaju dengan mulus. Tidak ada kendaraan dan transportasi lain yang mengganggu
perjalanan kami. Cuaca pagi dini hari juga sejuk membuat semua
penumpang ingin untuk menikmati tidur, apalagi mata pun masih mengantuk. Aku sendiri
juga enggan membuka mata, lebih enak untuk memejamkan mata, tidak merasa rugi untuk melihat
pemandangan apalagi pemandangan yang akan dilihat sudah bisa dilalui sepanjang
waktu.
Tak lama kemudian, ada kumandang azan
subuh, rombongan kami berhenti pada sebuah masjid di pinggir jalan di
Kayu Tanam. Kami shalat subuh, dan rombongan
kami segera membuat jamaah masjid menjadi ramai pada pagi subuh itu. Kami selanjutnya menuju Padang Airport- BIM (Bandara Internasional Minangkabau).
Mata kami tidak lagi mengantuk. Hari juga sudah mulai menyingsing, berkas sinar matahari mulai membersit di cakrawala.
Memang masih terasa letih rasanya. Aku menikmati pemandangan menuju BIM kembali.
Kami semua turun, aku sendiri membantu menurunkan bagasi para
penumpang. Kami selanjutnya harus cek in,
direncanakan kami akan terbang menuju Kuala Lumpur dengan pesawat Air Asia
pukul 8.30 wib. Kami duduk-duduk sesaat. Ada yang menggunakan waktu ini untuk mengobrol ringan, juga untuk
mengambil foto buat sweet memory nanti. Kami kemudian cek in, pemeriksaan barang-barang.
“Tentu saja itu sebuah
pengalaman yang baru dan menarik bagi anak-anak untuk menjadi warga internasional”.
Beberapa anak laki-laki barangkal belum
memiliki valuta asing (ringgit Malaysia dan Singapura Dolar), mereka berdiri di
depan money changer, “Oh masih pagi, tentu saja belum buka untuk money
changer”. Akhirnya money
changer, pukul 7.15 wib sudah open, namun peserta studi banding tampak bengong
– mau tukar uang apa-. Apalagi pada billboard tidak ada tertulis mata uang
Malaysia.
Aku mengambil inisiatif dan mulai menukar uang, pada mulanya mau beli 200
ringgit dan harganya lebih dari Rp. 500.000,- “Wah kalau begitu 100 ringgit
saja, dan aku harus bayar Rp. 295.000,-. Setelah itu anak-anak juga tertarik mengikutiku , mereka
juga menukarkan mata uang Rupiah dengan Ringgit Malaysia atau Dollar Singapura.
Rombongan kami cukup banyak, jadi kami
agak lama berada di depan pemeriksaan imigrasi untuk terbang menuju Kuala Lumpur. Hingga
akhirnya pihak travel biro menyerahkan tiket dan kartu keberangkatan, kami
antri dan menyerahkan kartu ini pada petugas imigrasi, kami masuk satu per satu dan ada lagi
pemeriksaan terakhir.
“Tubuh
kita harus dilepaskan dari benda-benda logam untuk pemeriksaan metal detector.
Ya akhirnya kami berada di ruangan tunggu pesawat”.
Di belakangku duduk ada satu grup warga
asing, mereka ngobrol tentang Mentawai. Agaknya Mentawai menjadi tempat
favorite bagi warga asing untuk berlibur. Pemerhati wisata
perlu berfikir untuk mengembangkan pariwisata Mentawai yang juga memiliki ombak
tinggi seperti ombak di Hawaii. Maklum ada ombak dari samudera lepas- Samudera
Hindia yang sangat luas
Aku duduk pada bangku 16 F Pesawat
Air Asia, AK 1371 dekat jendela, jadi aku dapat melihat
pemandangan di bawah. Tentu saja terbang ke Kuala Lumpur,
berarti kami melewati Sumatara Barat menuju timur, jadi aku bisa melihat Danau Singkarak dari ketinggian, begitu pula
dengan Gunung Sago.....atau mungkin juga
gunung yang lain.
“Wah aku tidak kenal gunungnya”.
Matahari berada di sebelah kananku, cahayanya menyusup lewat jendela pesawat. Aku melihat
tebaran awan ibarat samudera luas di angkasa. Hamparan samudra
awan di angkasa tentu memberi kesejukan bagi warga yang
berada di bumi. Jauh di atas juga ada awan tipis menghiasi angkasa yang lebih tinggi
lagi. Wah penulis ingat dengan pelajaran geografi.
Flight attendant menginformasikan bahwa
suhu mendekati kota Kuala Lumpur adalah sekitar 290 C. Pesawat kami terbang melewati daerah Riau dan terus melintasi selat Malaka. Lautan awan tampak agak tipis. Itu berarti cuaca memang agak panas
di kawasan tersebut,
ketinggian pesawat berpengaruh pada telinga penulis karena saraf-saraf
pendengaran penulis sedikit sakit dan begitu pula
dengan lobang telinga. Akhirnya pesawat turun, berarti
kami akan mendarat di Kuala Lumpur. Menjelang mendarat penulis sempat melihat lalu
lintas kapal di Selat Malaka.