Tersandung
Popularitas
Sejak
memperoleh predikat sebagai guru berprestasi satu di nasional, aku memiliki
banyak teman. Suatu hari
aku memperoleh undangan untuk menjadi pembicara dalam sebuah seminar
tingkat propinsi di Hotel Axana Padang. Pesertanya adalah para utusan MGMP
(Musyawarah Guru Mata Pelajaran) semua
bidang studi sepropinsi Sumatera Barat.
Salah
seorang temanku yang juga ketua MGMP memberi tahu kepada ku bahwa ia harus ke
Padang untuk mengikuti seminar tingkat Propinsi dan pembicaranya adalah dari
nasional. Tiba-tiba pada suatu pagi aku hadir di Hotel Axana dimana tempat
teman ku mengikuti seminar, ternyata akulah yang dikatakan sebagai pembicara
nasional. Tahu-tahu aku hadir di depan dan temanku menjadi pendengar. Aku mohon
maaf kepadanya dan juga semua audiens agar dalam ceramah ku, aku tidak bernada
menggurui.
Saat
istirahat, aku senang untuk duduk membaur dengan para peserta seminar. Kami
beramah tamah dan dengan demikian aku tidak punya celah atau gap dengan
peserta. Aku merasakan kedekatan dengan peserta dan aku merasa nyaman sekali
menjadi dekat dengan mereka.
Aku
juga pernah memberi seminar buat guru-guru di kota Palembang. Keberangkatan kesana
melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang untuk menuju Palembang dan aku transit di
Jakarta. Begitu datang di bandara Palembang aku segera menelpon panitia dan
dalam beberapa menit kemudian panitian seminar menjemputku dan memberiku
akomodasi pada sebuah hotel (Hotel Max One) di dalam kota Palembang.
Keesokan
pagi aku dijemput menuju aula IAIN Raden Fatah Palempang. Ternyata di sana
ada 3 orang pembicara nasional. Aku merupakan
salah satu dari tiga pembicara seminar tersebut. Kami merasa gembira dan media
masa kota Palembang meliput kegiatan kami.
Lagi-lagi
aku menyampaikan pengalaman pribadi menuju menjadi guru nasional atau bagaimana
perjalananku menjadi teacher of the year.
Aku memaparkan bahwa menulis itu gampang, menulis itu ibarat mengerumpi atau
ibarat bergossip saja. Menulis novel ibarat mendeskripsikan pengalaman hidup
seseorang dari sebuah awal, menuju konflik dan hingga ada akhirnya. Agar tidak
bermasalah dalam menulis, maka lupakanlah berbagai teori, karena bisa
jadi teori-teori itu sebagai pengganggu kreatifitas kita.
Dalam
sesi tanya jawab merupakan saat yang sangat menyenangkan. Bagi peserta yang bertanya akan aku beri sebuah buku karanganku. Ini aku
rasa sangat penting juga untuk menyebarkan pemikiranku tentang pendidikan. Beberapa
buku ku berisi tentang motivasi dalam meraih sukses.
Usai
seminar abangku datang menjemputku. Kunjungan ke Palembang cukup penting, disamping
berbagi pengalaman tentang berprestasi dan juga buat silaturahmi menemui adik
dan kakakku di sana.
Seminar
yang lain aku berikan adalah di kota Bukittinggi. Lokasinya pada sebuah SMA Negeri yang
berlokasi dekat Ngarai Sianok. Yang sangat mengesankan pada saat itu adalah
bahwa aku tampil sebagai pembicara berbareng dengan tokoh sastra nasional yaitu Taufik Ismail. Pengalaman
berbagi kisah sukses dalam seminar di berbagai tempat membuat teman-temanku
jadi banyak.
Mengapa Aku Menjadi Tua
Ahhh mengapa aku
kemudian merasa aneh. Tiba-tiba aku
tidak menyukai penampilanku, mengapa aku sekarang terlihat lebih jelek, ubanku
sudah mulai bermunculan. Pasti orang-orang pada kurang suka bergaul denganku.
Apa solusinya ?
“Maka
aku memutuskan pergi ke toko pakaian, aku lempar jauh-jauh celana- celana yang
telah membuat aku terlihat menjadi tua. Aku juga menyingkirkan semua pakaian
yang membuat aku menjadi tua. Aku lebih asyik melihat pakaian para model yang
membuat aku terlihat lebih muda dan lebih gaul”. Itulah bisik hatiku yang
selalu berteriak tidak suka menjadi tua. Kalau begitu prinsip keserhanaan dalam
hidupku sudah jadi berobah (?).
Memang
benar bahwa prinsip-prinsip hidupku yang dahulu penuh dengan kesederhanaan dan bersahaja
kini berubah dan harus berubah.
Aku yang pada mulanya tidak terbiasa bercermin kemudian menjadi seseorang yang
senang berdiri berlama-lama di depan kaca. Aku merasa seseorang yang lupa dengan kodrat diri.
“Gejala
apa ini.....fenomena apa ini yang sedang aku alami, haaa haaa !!” Aku
menertawakan.
Aku
memang menyenangi prinsip
hidup kesederhanaan.
Aku pernah diberi ayah arloji, namun aku tolak. Sejak
dari semula aku tidak terbiasa memakai arloji dan juga cicin. Arloji yang
bermerek rolex dan juga cincin emas dengan permata intan tidak begitu menarik
buatku.
Ini sebagai tanda bahwa aku memilih hidup sederhana dan bersahaja. Inilah gaya hidupku.
Ya
aku ingin hidup bersahaja
saja dan hidup terasa jadi mudah. Dan aku juga
berprinsip untuk menerima hidup ini apa adanya. Sejak usiaku merangkak lebih dewasa aku nggak begitu
bersahabat dengan cermin. Kecuali
setelah itu, aku memang
begitu
peduli dengan penampilan, terutama ingin
memiliki wajah
yang cakep.
Walau sebelumnya aku berprinsip bahwa hidup sederhana dan
bersahaja membuat hidup ini
terasa
selalu cukup.
Ha..haa, ada ada saja. Sejak aku
memperoleh penghargaan sebagai guru berprestasi terbaik se-Indonesia, kondisi keuanganku lebih membaik. Prestasi membaik dan rezki juga membaik. Jadinya kami
bisa memperbaiki rumah dan sempat
mampu
merenovasi rumah di kota lain (kota
Payakumbuh).
Masih
ada sedikit prinsip hidupku yang sederhana. Yaitu aku
tetap mengendarai sepeda motor butut
untuk pergi ke sekolah. Ini sebagai lambang kesederhanaanku.
Sebanyak kawan bersimpati dan mengagumi penampilanku- sebagai lambang kerendahan hati, dan sebanyak itu pula kawan meledek:
“Wah
kamu sudah jadi guru terbaik se-Indonesia, penampilan masih kere. Mengapa
penampilan kamu juga belum
berubah ??? Ayooo segera
beli mobil dong !!!!”
Beberapa
tahun lalu aku terbiasa melakukan puasa senin kamis. Apalagi pada saat aku lagi dilanda
masalah, maka puasa
sunnahku lebih banyak. Akhirnya roda kehidupanku lagi berada di atas, aku merasa lebih nsukses
dan berkecukupan. Hati dan fikiranku merasa lega, namun, maaf ya...., kebiasaan positifku
buat melakukan puasa sunnah dan juga sholat tahajjud juga terhenti.
Seharusnya ini tidak boleh terjadi,
sebab kalau demikian seolah-olah aku hanya butuh pertolongan Allah saat aku dilanda
susah. Sebaliknya saat
aku merasa terlepas dari masalah,
maka juga lupa buat berpuasa sunnah dan banyak beribadah- wah aku seolah-olah sudah melupakan agama, yaaa melupakan Allah SWT.
Apalagi
sejak itu.....sejak aku aku pun sempat memperoleh prestasi sebagai
guru terbaik di Indonesia dan aku merasa popularitas ku naik. Aku punya banyak
teman dan banyak orang memujiku. Seharusnya semua pujian itu aku serahkan kembali pada Allah, dengan mengatakan hamdallah (alhamdulillahirabbil
‘alamin) lebih sering. Namun aku saat itu merasa terlena
dengan kilauan dunia. Diam diam aku jadi rajin memperhatikan penampilanku.
“Haaa....haaa
aku
menjadi senang bergaya, aku tampak
muda. Ya benar aku merasa terlahir
muda kembali, namun siapa aku sebenanrnya ?”.
Ya
itulah aku juga mengalami
periode lagi
dilanda lupa diri. Aku sangat peduli dengan penampilan diri. Aku benci kalau orang mengatakan aku ini tua dan aku
sangat menghargai (memberi respon yang juga hebat) bagi orang yang memberi aku seribu
pujian>
“Pak
guru....mister...kamu sekarang tampak lebih cakep dan lebih muda”. Aku senang
dan merekalah yang aku anggap sebagai teman sejatiku.
Aku menjadi remaja
kembali, tetapi usiaku
tidak lagi berusia belasan. Haaa haa aku merasa sebagai
remaja kedua. Dan mungkin
inilah yang disebut sebagai remaja kedua atau pubertas ke dua. Fenomena ini konon kerap melanda
pria-pria yang sudah berada dalam usia separoh baya. Yahh persis seperti yang lagi aku alami sekarang.
Mengapa
aku mengalami gejala goncangan jiwa..???
Aku benar- benar tidak menyadari siapa diriku, ya benar..benar aku nggak kenal
dengan diriku lagi. Oh Tuhan tampaknya aku lagi dilanda oleh
kehilangan jati diri, pada hal
sebelumnya aku adalah seorang
guru yang sederhana, sebagai seorang ayah yang dekat dengan dua orang anak dan
sebagai seorang suami yang selalu sangat
bersahabat
dengan istrinya.
Aku lagi dilanda puberitas kedua dan lagi-lagi di
rumah aku rajin mensortir pakaian. Pakaian yang yang terasa nggak pas lagi
karena membuat aku terlihat tua maka segera aku singkirkan. Aku juga jadi doyan
membeli parfum, itu nggak masalah, tapi kali ini parfum tersebut buat membuat
aku tercium harum dan membuat pribadiku jadi mempesona.
Haaaa ....akhh, menyebalkan sekali
penampilanku saat itu. Rambut yang
berwarna putih mulai muncul di sana-sini pada kepalaku. Akhhh....aku benci, itu semua membuat
aku jadi lebih tua dan aku merasa jadi kurang nyaman. Apalagi ada orang orang
memanggil aku “kakek atau grandpa” untuk mengajarkan balitanya mendekat padaku- dan aku tidak suka..!!”
Dalam
hati aku protes dan aku menolak untuk dipanggil “kakek atau grandpa”. Aku masih
muda dan nggak pantas dipanggil “kakek atau grandpa”. Demikian jeritan hatiku sepanjang hari:
“I don’t like to look older..!!” Aku
menjerit meski aku tidak memperlihatkan protesku secara terang-terangan. Aku tetap
tersenyum ramah seperti biasa namun aku harus merubah penampilanku segera.
Aku memutuskan untuk menghilangkan ubanku. Diam-diam
malam itu, aku memakai baju hitam yang agak usang dan aku lapisi dengan baju bagus.
Tujuannya adalah aku menuju salon rambut, buat merapikan rambutku dan setelah
itu meminta pada tukang salon buat menghitamkan semua rambutku. Setelah rapi
dan bersih aku berdiri di depan cermin dan aku berdiri dengan senyum lebar, dan
aku mengagumi diri sendiri:
“Terima
kasih...terimakasih...ha ha kini aku bisa terlihat muda
dan sangat ganteng”. Aku sangat
memuji diri dan senang sekali. Aku jadi lupa diri dan aku jadi
senang memfoto diri sendiri atau selfie, ada beberapa foto yang aku ambil. Yang
terbaiknya aku simpan dan malah aku upload di media jejaring sosial seperti
pada facebook dan juga aku beri sedikit
deskripsi di bawah fotoku yang sudah aku edit dan terlihat ganteng. Setelah
beberapa detik atau beberapa jam muncul belasan hingga puluhan pujian dan
sapaan, paling kurang dalam bentuk ceklist “like” yang berarti:
“Uncle
Joe aku
suka dengan statusmu. You look
younger now !!!”. Anehnya setelah aku terlihat muda aku menjauhi diri orang orang yang
terlihat tua dan senang berbagi cerita dengan anak- anak muda. Haaa haaaa..!!!
Mengapa
aku jadi tidak suka ngobrol bareng dengan orang yang terlihat tua, pada hal
usia mereka mungkin sama denganku dan hanya sedikit lebih tua dariku. Aku merasa sangat muda dan
membenci menjadi tua. Pada hal dalam suasana fikiran yang sadar aku malah
bangga menjadi tua, aku bangga dengan kilatan putih uban yang mulai menyembul di antara rambut yang berwarna hitam.
“Iyaaa
aku
masih muda dan aku nggak suka berteman dengan orang yang lebih tua !”.
Jadinya
aku lebih senang
bertukar pikiran dengan para remaja, dalam kondisi sekarang ini tidak mengapa,
namun dalam kondisi mental sehatku jadi hancur maka aku ingin
dikagumi oleh anak-anak muda. Aku tidak ingin tua…aku tidak ingin menjadi tua.
Demikian jeritan hati kecilku.
Aku paling tidak sudi
kalau ada yang berkata “Anda
terlihat sudah tua,..bapak
terlihat tua” Maka mendengar kata kata itu aku segera menutup telinga. Aku
segera berlari menuju cermin untuk membuktikan bahwa aku selalu tetap muda
sepanjang masa.
Aku
mulai dendam dengan orang orang yang mengatakan aku tua. Aku malas ngobrol dengan mereka dan aku suka menjauhi
mereka. Maka
aku mewarnai rambut lagi hingga
jadi hitam dan aku kemudian melemparkan
celana dan baju yang memberi aku attribute terlihat tua. Aku pergi ke toko butik.
Sebarapa mahal harga pakaian bakal aku
beli. Nyatanya setelah penampilanku
berubah maka aku terlihat
lebih
muda sekitar 10 atau 15 tahun. Jadinya aku selalu memuja dan memuji tubuh
sendiri dan menjunjung diri sendiri setinggi
langit. Dan aku senang orang yang mengatakan aku masih muda.