Berharap
Presiden Jokowi Berlari Sekencang Kepala Negara Malaysia dan Singapura
OLeh:
Marjohan, M.Pd
Guru
SMAN 3 Batusangkar
Dalam kehidupan
ini sering kita melihat sekelompok kecil orang berbagi cerita- ngobrol- tentang
hal yang ada di seputar mereka. Paling sering ngobrol tentang anggota keluarga.
Membahas tentang kelebihan dan kekurangan anak- anak mereka, atau mungking
membahas tentang keunggulan pasangan hidup: suami atau istri mereka. Jauh di
sana juga ada kelompok lain yang mungkin mengupas tentang issue yang
berhubungan dengan negara, tentu itu semua dalam bentuk debat kusir. Sebuah
perdebatan yang tentu tidak perlu begitu sistematis sehingga tidak ada yang menang
dan tidak ada yang kalah.
Kita
ini adalah rakyat dari sebuah negara yang wilayahnya begitu luas dan
penduduknya begitu padat, termasuk terpadat ke empat di dunia, setelah Cina,
India dan Amerika Serikat. Dan negara ini, setelah merdeka sekitar 70 tahun,
telah dipimpin oleh 7 orang Presiden. Tentu saja figure mereka sangat menarik
buat diperbincangkan, sebagaimana kita memperbincangkan orangtua: ayah dan ibu
kita.
Presiden
BJ Habibi, sangat membanggakan, karena memiliki latar belakang pendidikan yang
sangat bagus di tingkat internasional. Beliau sangat intelektual dan sholeh. Konon
kabarnya ia senang berpuasa Senin- Kamis, jago dengan tekhnologi dirgantara,
menguasai bahasa Inggris dan Jerman dan terkenal di internasional.
Presiden Megawati juga membanggakan
kita. Karena ia membuktikan pada dunia internasional bahwa Perempuan dari
negara mayoritas Islam juga bisa menjadi pemimpin negara yang sangat luas.
Kemudian,
Presiden Abdul Rahman Wahid, atau popular dengan panggilan Gus Dur, juga
terkenal di dunia. Beliau memiliki wawasan yang luas, intelektual, jago bahasa
Inggris dan Bahasa Arab, dan sebagai penulis. Beliau adalah seorang ulama yang
moderat dan politikus ulung. Semasa pemerintahan Gus Dur, beliau memberi
kemerdekaan berekspresi kepada suku minoritas (Cina) dan agama minoritas Kong
Hu Cu. Sehingga suku minoritas dengan senang hati sudah memperlihatkan
eksistensi mereka. Setiap tahun baru Imlek, suku bangsa Cina telah bisa
mengucapkan Xong Chi Fa Chai. Suku bangsa Cina meski jumlah mereka minoritas
namun punya peran signifikan dalam kemajuan ekonomi bangsa.
Presiden
SBY, atau Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Suharto sangat membanggakan
kita. Mereka berdua sangat gagah dan berbibawa, dunia internasional cukup
menganggumi dan mereka mengerti dengan militer dan membuat kestabilan buat
bangsa yang luas ini.
Presiden
Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia adalah presiden yang sangat saya
kagumi. Agaknya banyak orang di Indonesia punya prinsip yang sama dengan saya.
Presiden Sukarno sangat popular, melebihi populernya dari presiden- presiden
yang telah saya sebutkan di atas.
Kepopuleran
Presiden Sukarno yang begitu dahsyat adalah karena ia memiliki kualitas SDM
yang lebih tinggi. Kualitas kepemimpinan Presiden Sukarno saat itu sama levelnya
dengan pemimpin dari negara- negara lain, dan mereka adalah pemimpin level
dunia atau level internasional. Presiden Sukarno berteman akrab dengan berbagai
kepala negara seperti: Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India), Gamal
Abdul Nasser (Presiden Mesir), John Fitzgerald Kennedy (Presiden Amerika
Serikat), Fidel Castro dan utusannya Che Guevara
(dari Cuba), Nikita Kruschev (Pemimpin Uni Soviet- Sekarang bernama Rusia), dan
Josep Broz Tito (dari Yugoslavia). Mereka itu semua merupakan kepala negara
bergengsi dari benua Afrika, Eropa, Asia dan Amerika.
Saya
merasa beruntung sempat membaca buku biografi Presiden Sukarno dalam bahasa
Inggris yang judulnya “Soekarno as retold
to Cindy Adam”. Isi buku tersebut sangat berbekas dalam memori. Di sana
dipaparkan tentang bagaimana seluk beluk dan sepak terjang kehidupan Presiden
Sukarno dari kecil hingga ia menjadi orang yang berpengaruh di Indonesia dan di
internasional. Dalam paragraf berikut akan saya paparkan serba sedikit tentang
beliau.
Banyak masyarakat sekarang yang belum mengenal bagaimana
proses belajar yang hebat itu. Paling sering mereka hanya terbiasa belajar
karena selalu diberi komando dalam belajar oleh orang tua dan guru. Atau mereka
pergi ke pusat Bimbel (bimbingan belajar) atau pergi belajar ke rumah guru agar
jadi pintar. Di pusat bimbinan belajar atau di rumah guru merekapun hanya
sebatas mengolah soal soal ujian matematika, fisika, kimia, biologi, dan bahasa
Inggris, pokoknya pelajaran yang menjadi acuan dalam ujian nasional. Namun
apakah ini yang dinamakan sebagai proses belajar yang kreatif ?
Belajar sebagaimana yang digambarkan di atas baru hanya
sebahagian kecil dari proses belajar, hanya sekedar menguasai konsep, dan belum
lagi disebut sebagai belajar yang sejati. Untuk melakukan proses belajar yang
hakiki atau belajar yang sejati maka kita bisa mengambil cermin diri dari tokoh
sejarah, misal bagaimana Presiden Sukarno (Bung Karno) pada waktu kecil belajar
dan melakukan proses kreatifitas yang lain (?).
Membaca adalah kebiasaan positif yang selalu dilakukan Bung
Karno sejak kecil. Apa alasan mengapa Bung Karno harus gemar membaca, rajin
belajar dan belajar tentang segala sesuatu ?
Didorong oleh ego yang meluap-luap untuk bisa bersaing dengan
siswa-siswa bule, maka Bung Karno sangat tekun membaca, dan sangat serius dalam
belajar. Ketika belajar di HBS- Hoogere Burger School Surabaya, dari 300 murid yang ada dan hanya
20 murid saja yang pribumi (satu di antaranya adalah Bung Karno) yang sulit
menarik simpati teman-teman sekelas. Mereka memandang rendah kepada anak
pribumi sebagai anak kampungan. Namun Bung Karno adalah murid yang hebat
sehingga satu atau dua guru menaruh rasa simpati padanya.
Rasa simpati gurunya, membuat Bung Karno bisa memperoleh
fasilitas yang lebih untuk
“mengacak-acak atau memanfaatkan” perpustakaan dan membaca segala buku, baik
yang ia gemari maupun yang tidak ia sukai. Umumnya buku ditulis dalam bahasa
Belanda. Problem berbahasa Belanda menghambat rasa haus ilmunya (membaca buku
yang ditulis dalam bahasa Belanda). Entah strategi apa yang ia peroleh secara
kebetulan, namun Bung Karno punya jalan pintas (cara cepat) dalam menguasai
bahasa Belanda. Bung karno menjadi akrab dengan noni Belanda sebagai
kekasihnya. Berkomunikasi langsung dalam bahasa asing (Bahasa Belanda) adalah
cara praktis untuk lekas mahir berbahasa Belanda. Mien Hessels, adalah salah
satu kekasih Bung Karno yang berkebangsaan Belanda.
Dalam usia 16 tahun, Bung Karno fasih berbahasa dan membaca
dalam Bahasa Belanda. Ia sudah membaca karya besar orang-orang besar dunia. Di
antaranya dalah Thomas Jefferson dengan bukunya Declaration of Independence. Bung Karno muda, juga mengkaji
gagasan-gagasan George Washington, Paul Revere, hingga Abraham Lincoln, mereka
adalah tokoh hebat dari Amerika Serikat. Tokoh pemikir bangsa lain adalah
seperti Gladstone, Sidney dan Beatrice Webb juga dipelajarinya. Bung Karno juga
mempelajari ‘Gerakan Buruh Inggris” dari tokoh-tokoh tadi. Bung Karno juga
membaca tentang Tokoh Italia, dan ia sudah bersentuhan dengan karya Mazzini,
Cavour, dan Garibaldi. Tidak berhenti di situ, Bung Karno bahkan sudah menelan
habis ajaran Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin. Semua tokoh besar tadi,
menginspirasi Bung Karno muda untuk menjadi maju dan smart.
Penelusuran atas dokumen barang-barang milik Bung Karno di
Istana Negara, yang diinventarisasi oleh aparat Negara yang ditemukan setelah
ia digulingkan. Dari ribuan item miliknya, hampir 70 persen adalah buku.
Sisanya adalah pakaian, lukisan, mata uang receh, dan pernak-pernik lainnya.
Harta Bung Karno yang terbesar memang buku.
Dari biografinya (Sukarno As
retold to Cindy Adams) diketahui bahwa betapa dalam setiap pengasingan
dirinya, baik dari Jakarta ke Ende, dari Ende ke Bengkulu, maupun dari Bengkulu
kembali ke Jakarta, maka bagian terbesar dari barang-barang bawaannya adalah
buku. Semua itu, belum termasuk buku-buku yang dirampas dan dimusnahkan
penguasa penjajah. Apa muara dari proses belajar sepanjang hidup yang sangat
kreatif adalah mengantarkan Bung Karno menjadi Presiden yang pernah memperoleh
26 gelar Doktor Honoris Causa.
Jumlah gelar doktor yang ia terima dari seluruh penjuru dunia, 26 gelar doktor
HC yang rinciannya, 19 dari luar negeri,
7 dari dalam negeri. Ia memperoleh gelar doctor HC dari Far Eastern University,
Manila: Universias Gadjah Mada,
Yogyakarta: Universitas Berlin: Universitas Budapest: Institut Teknologi
Bandung: Universitas Al Azhar, Kairo: IAIN Jakarta: Universitas Muhammadiyah
Jakarta: dan universitas dari negaralain seperti Amerika Serikat, Kanada,
Jerman Barat, Uni Soviet, Yugoslavia, Cekoslovakia, Turki, Polandia, Brazil,
Bulgaria, Rumania, Hongaria, RPA, Bolivia, Kamboja, dan Korea Utara.
Kemudian, bagaimana masa kecil dan proses kreatifitas Bung Karno yang lain? Agaknya Bung Karno
telah memiliki jiwa leadership
(kepemimpinan) sejak kecil, karena apa saja yang diperbuat Bung Karno kecil,
maka teman-temannya akan mengikuti. Apa saja yang diceritakan Bung Karno kecil,
maka teman-teman akan patuh mendengarkannya. Oleh teman-temannya, Bung Karno
bahkan dijuluki “jago”. karena gayanya yang begitu “pe de”. Itu pula yang
mengakibatkan ia sering berkelahi dengan anak anak Belanda.
Ada satu karakter yang tidak berubah selama enam dasawarsa
kehidupannya. Salah satunya adalah karakter pemuja seni. Ekspresinya disalurkan
dengan cara mengumpulkan gambar bintang-bintang terkenal. Karena kecerdasan dan
keluasan wawasannya sejak kecil maka pada usia 12 tahun, Bung Karno sudah punya
gang (pasukan pengikut yang setia). Kalau Bung Karno bermain jangkrik di tengah
lapangan yang berdebu, segera teman temanya mengikuti. Kalau Karno diketahui
mengumpulkan prangko, mereka juga mengumpulkannya. Kalau “gang” mereka bermain panjat pohon,
maka Bung Karno akan memanjat ke dahan paling tinggi. Itu artinya, ketika jatuh
Bung Karno pun jatuh paling keras daripada anak-anak yang lain. Dalam segala
hal, Bung Karno selalu menjadi yang pertama mencoba. “Nasib Bung Karno adalah
untuk menaklukkan, bukan untuk ditaklukkan”.
Bung karno menganut ideologi ‘berdiri di atas kaki sendiri’.
Saat menjadi presiden Bung Karno dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan
negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid.” Persetan dengan
bantuanmu. Ia mengajak negara-nega-ra sedang berkembang (baru merdeka) bersatu.
Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil mengge-lorakan semangat revolusi bagi
bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI. Bung Karno juga memiliki slogan yang
kuat yaitu “gantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya
menuju kehidupan sejahtera, adil makmur”.
Bung Karno adalah juga orator Ulung. Gejala berbahasa Bung
Karno merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang.
Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya berhubungan dengan
kepribadiannya dan latihan latihan berpidato yang ia lakukan. Ketika masih
belajar Bung Karno sering berlatih berpidato sendirian di depan kaca dan juga
berbicara di depan gang nya. Bung Karno
juga gemar menuliskan opini-opininya dalam bentuk artikel. Kumpulan tulisannya
dengan judul “Dibawah Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama boleh
dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno
sebagai Soekarno. Tulisanya yang lain dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme,
dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai
titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya.
Apa yang dapat kita jadikan I’tibar (pembelajaran) dari
uraian di atas (dari kehidupan Bung Karno) dan kita hubungkan dengan cara
belajar dan gaya hidupm kita ? Bahwa membaca adalah kebiasaan positif yang
perlu selalu dilakukan. Sebagaimana halnya Bung Karno membaca buku-buku
berbahasa asing (bahasa Belanda). Untuk membuat bahasa asingnya lancar adalah
dengan mempraktekan/menggunakan bahasa tersebut dengan orang yang mahir
(pribumi maupun orang asing). Setelah lancar berbahasa asing/ bahasa Belanda,
ia tidak cepat merasa puas dan berhenti belajar. Ia malah membaca biografi
tokoh tokoh besar di dunia dan juga buku buku berpengaruh di dunia sehingga ia
memiliki wawasan dan cara pandang yang luas.
Untuk menjadi sukses maka juga perlu punya prinsip hidup
“mandiri atau berdikari (berdiri pada kaki sendiri), jangan terlaku suka untuk
mencari bantuan. Kemudian juga penting untuk mengembangkan pergaulan/ teman
yang banyak untuk melakukan proses bertukar fikiran. Juga penting untuk melatih
jiwa pemimpin- bukan jiwa penurut, pasif atau pendengar abadi.
Selanjutnya bahwa juga penting
mengembang kemampuan berbicara/ berpidato lewat latihan sendiri dan berpidato
didepan kelompok. Kemampuan berbicara/ berpito perlu didukung oleh kemampun
menulis, karena membuat pidatio punya kharismatik an menarik. Ini dapat
dikembankan melalui latihan demi lathan. Untuk menjadi maju maka kita perlu
pula memiliki keterampilan berganda (menguasai seni, olah raga, dekat dengan
Manusia dan dengan Sang pencipta (Allah Azza Wajalla) serta mencari inspirasi
dari tokoh hebat. Maka salah satunya gaya belajar Bung Karno juga bisa menjadi
inspirasi bagi kita.
Nah
sekarang kita punya Presiden lagi, yaitu Presiden Joko Widodo. Presiden ini
terkenal dengan profile merakyatnya, karena suka blusukan dan tidak segan buat
loncat-loncat ke dalam got untuk menginvestigasi kerusakan lingkungan. Beliau
adalah figure Presiden yang merakyat banget.
Dalam
zaman cyber ini, semua orang bebas berekspresi dan tentu saja musti berekspresi
yang sangat bertanggung jawab. Saat saya membuka email Yahoo, terbaca pada
situs berita sebuah kritikan pedas Amin Rais yang mengatakan bahwa Presiden
Jokowi ibarat burung onta yang suka menunduk-nundukan kepala. Maksudnya bahwa
Presiden Jokowi suka mengundur-undur rencana untuk merombak kabinet (reshuffle cabinet). Karena kinerja
menteri, sebenarnya juga termasuk kinerja Pak Jokowi, yang di awal masa
kepemimpinan ini terkesan kurang berhasil Alasannya karena ia gagal dalam menstabilkan
harga Rupiah yang melemah, harga pasar yang anjlok, ekonomi yang kurang
bergairah dan angka pengangguran yang tinggi.
Dulu,
Presiden Sukarno punya teman- teman banyak dari pimpinan negara terkemuka di
dunia dan mereka saling berbagi, maka Pak Jokowi idealnya juga harus demikian, ia
perlu menimba ilmu kepemimpinan.
Bak kata pepatah
“Tuntutlah Ilmu ke Negeri Cina”. Tetapi pak Jokowi tidak perlu jauh- jauh dulu
ke cina, yang memang pemerintah dan masyarakatnya memiliki karakter yang
tangguh, bersungguh-sungguh dalam membidangi sesuatu. Presiden Jokowi cukup
belajar memimpin negara kepada Kepala Negara tetangga seperti Singapura dan
Malaysia yang perkembangan negara mereka sudah jauh- amat pesat- meninggalkan
negara Indonesia.
Negara
Singapura adalah sebuah negara yang sangat mungil. Andai negara pulau ini
digunting dan dijatuhkan pada geografi Indonesia, hanya hampir seluas Danau
Toba di Sumatera Utara, mungkin lebih kecil lagi. Benar, Singapura panjangnya
42 km dan lebanya sekitar 20 km.
Negara
kecil ini cukup miskin dengan sumber daya alam, tidak punya areal peternakan,
tidak ada danau buat kolam ikan atau tambak udang, tidak ada air terjun
besar dan areal perkebunan, sawah dan
ladang, namun penduduknya yang sangat padat tidak ada yang mati kelaparan.
Malah penduduknya tergolong terkaya di dunia, jauh lebih kaya dari bangsa kita
yang mayoritas banyak hidupnya yang sengsara.
Apa
kuncinya ? Pemerintah Singapura menciptakan pulau negara ini menjadi pusat
Industri. Manajemen negaranya memakai manajemen negara industri. Maka sekarang
berdiri cukup ramai pusat industri, bukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat
singapura tetap untuk tujuan memenuhi kebutuhan pasar dunia.
Singapura juga menyulap
lembaga pendidikan menjadi dunia industri. Mereka mendirikan sekolah dan
Universitas dan mendesai kurikulum untuk tujuan masyarakat internasional dan
mendesain dan mempromosikan industri pendidikan buat negara luar. Anak-anak
Indonesia yang bisa belajar di Singapura merasa bangga dan terhormat dengan
sendirian. Mereka benar-benar pintar merancang image.
Bayangkan
dari kebijakan menciptakan negara berbasis industri- industry oriented- maka bermunculan begitu banyak industri seperti:
industri parawisata, industri pendidikan, industri pasar, industri elektronika,
industri perdagangan, dll. Dari industri parawisata orang berdatangan hanya
sekedar berbelanja di pasar-pasar mereka yang serba sempit.
“Saya pernah makan pada
sebuah restoran yang tergolong besar di sana dan ternyata masih tergolong kecil
untuk ukuran Indonesia”.
Dari industri
pendidikan, maka berlomba-lomba para orang tua untuk menyekolahkan anak mereka
untuk bersekolah di sana. Apalagi orang tua yang berduit banyak lebih getol
menyekolahkan anak mereka di sana. Promosi Pendidikan adalah kekuatan mereka
dalam memajukan industri pendidikan tersebut. Promosi mereka adalah untuk
tujuan internasional, sehingga masyarakt internasional yang berduit berdatangan
ke sana. Mereka membawa valas (valuta asing) mereka dan menukarkannya dengan
valuta Singapura dan dampaknya hasil Dollar Singapura menjadi sangat stabil dan
sangat kuat di internasional.
“Salah satu kelemahan
manajemen pendidikan kita adalah, lembaga pendidikan kita hanya punya promosi
berskala lokal, buat masyarakat lokal, membawa mata uang lokal (Rupiah),
sehingga mata uang Rupiah menjadi bertebaran, berserak-serak, akhirnya nilainya
rendah”.
Presiden Jokowi, dan
kita semua, juga patut belajar dari Kepala Pemerintahan Malaysia. Sepuluh atau
dua puluh tahun yang lalu, kondisi negara Malaysia hampir mirip dengan kondisi
negara Indonesia saat itu. Dan saat Pimpinan Pemerintahan dibawah kendali Doktor
Mahatir Muhammad, maka terjadilah perubahan yang sangat dahsyat.
Kuala lumpur yang
sembrawut ibarat kota Jakarta dibenahi. Disamping kota Kuala Lumpur diciptakan
sebuah kota satellite yang bernama “Puta Jaya”. Kota ini disulap, semua wilayah
didesain dalam bentuk sebuah taman yang maha luas dan di dalamnya berdiri
gedung-gedung megah buat pusat pemerintahan. Dan Kuala Lumpur sengaja menjadi
Ibu Kota negara dan pusat perekonomian.
Di kota Putra Jaya
didirikan juga gedung-gedung yang artistik. Ada gedung yang mnyerupai objek
wista di Mesir, Iran, Amerika Serikat, India, dll. Kemudian ini semua dirancang
buat industri parawista. Malaysia memang pintang membuat label wistaa, yaitu “Malaysia is truly Asia”. Anda belum
betul-betul berkunjung ke benua Asia, kecuali kalau sudah mampir di Putra Jaya
Malaysia”.
Wah promosi mereka
dahsyat, dibandingkan dengan promosi
parawista di kampung saya yang sangat tertinggal. Suatu ketika saya mendapat
telephone dari grup wisata warga Singapura. Mereka ingin melihat Pesta Pacu
Jawi namun menerka tidak tahu bagaimana cara pergi ke sana. Mereka menelpon
saya karena memoperoleh nomor HP saya melalui blogger saya di internet.
“Encik Marjohan…, we are a group of tourist from Singapore and want to
see Program Pacu Jawi in your country, could you explain us how we go
there..???.Masya Allah kenapa mereka menelpon saya ???”
Dan ternyata informasi
parawista di kampung saya memang minus dan kurang update dan informasi dirancang hanya buat konsumsi masyaraksat lokal.
Saat itu saya memandu perjalan mereka lewat telepon hampir satu hari hingga
akhirnya kami berjumpa dan sayapun juga ikut menikmati attraksi pacu jawi
tersebut.
Balik ke judul topik
bahwa berharap Pak Jokowi bisa berlari sekencang Kepala Negara Singapura dan
Malaysia. Sebetulnya Mahatir Muhammad, yang sudah membuat gebrakaan dahsyat
buat Malaysia, adalah seorang ahli ekonomi. Presiden kita juga seorang ekonom
atau pengusaha- yaitu kabarnya memiliki usaha meubel di kota Solo.
Bedanya adalah Mahatir
Muhammad adalah ahli ekonomi berkelas internasional dan Pak Jokowi masih belum,
beliau adalah praktisi ekonom hanya untuk seukuran kota Solo saja baru. Karena figur
dan kehangatan pribadi Pak Jokowi belum terasa betul sampai ke Ujung pulau
Sumatra, bida jadi nggak begitu terasa keberadaanya di Kalimantan, Sulawesi,
dll. Seharusnya figure dan popular pengaruh Pak Jokowi harus terasa ke negara
tetangga Australia, Malaysia, Thailand, dan kapan perlu hingga ke Eropa dan
Amerika.
Gebrakan yang dilakukan
oleh Perdana Menteri Malaysia saat itu, Mahatir Muhammad, untuk memajukan
perekonomian dan peradaban Malaysia mirip seperti yang dilakukan noleh negara
Singapura yaitu “State industry oriented”.
Apa saja bentuk sektor negara berbasis industri: industri parawista, industri
perdagangan, industri transportasi, hingga pendidikan juga berbasis industri.
Lagi lagi pengalaman
saya saat berkunjung ke sebuah Perguruan Tinggi di Malaysia, di kawasan daerah
biasa-biasa saja di kota Nilai, yang namanya “Nilai College”. Pemerintah telah
merancang lembaga pendidikan ini buat konsumsi masyarakat internasional. Lagi-lagi
Badan Promosi Pendidikan Internasional, yang belum dimiliki oleh mayoritas
Perguruan Tinggi di Indoinesia, telah mampu mengundang warga internasional
seperti dari negara Timur Tengah, Cina, India, Srilangka, Myanmar, Pakistan,
Thailand, Eropa dan juga Indonesia untuk belajar di sana.
Anak anak yang belajar
di sana terlihat tidak begitu hebat dan cerdas namun yang jelas mereka semua
sudah menjadikan kampus itu menjadi komunitas internasional. Tentu saja akan ada
kunjungan orang tua dari siswa dan mahasiswa asing tersebut untuk melihat anaknya belajar di Malaysia.
Kunjungan warga internasional yang begitu signifikan ke negara Malaysia membuat
valuta asing berlimpah di negera jiran ini, hingga mata uang Ringgit tetap
berkualitas di dunia internasional.
Begitu banyak yang bisa
kita petik dari “best practice”,
praktek terbaik dalam menjalankan pemerintahan oleh Kepala Negara Malaysia dan
Singapura. Kita berharap agar Kepala Negara kita yang sekarang. Pak Joko
Widodo, bisa merombak kabinet. Namun yang jelas kita berharap agar Presiden
Jokowi bisa berlari sekencang pimpinan pemerintah Singapura dan Malaysia agar
negara kita bisa Berjaya seperti mereka. Hingga mata uang Rupiah bisa berdiri
dengan gagahnya, industry bermunculan, perekonomian bergairah dan pengangguran
menurun.
(Marjohan, M.Pd- Guru
SMA 3 Batusangkar- Peraih Predikat I Guru Berprestasi Nasional. Email:
marjohanusman@yahoo.com)