Menyingkirkan
Sejuta Alasan Buat Maju
Oleh:
Marjohan, M.Pd
Umumnya orang ingin menjadi maju dan
mereka senang untuk dimotivasi. Namun motivasi yang diberikan pada seseorang
ada yang bertahan lama dan cukup banyak tidak begitu dipedulikan. Motivasi yang
diberikan oleh orangtua pada anak atau dari guru buat murid banyak yang kurang
mujarab. Banyak orang yang ingin sukses namun ketika mau melangkah mereka
buru-buru berarguen dengan seribu alasan.
“Saya ingin maju tetapi..., saya
ingin pandai tetapi..., saya ingin seperti anda tetapi..., tetapi saya nggak
punya waktu”. Demikianlah bagaimana banyak orang gemar berlindung dibalik kata
“tetapi”. Kata-kata penuh alasan selalu membenamkan banyak orang dalam
kemunduran dan ketidak berdayaan. Pada hal untuk bisa sukses dan berjaya kita
harus mampu menyingkirkan seribu satu alasan yang telah menjadi kerikil
penyandung pada langkah kaki kita.
Benar
sekali bahwa untuk bisa maju kita harus menyingkirkan semua alasan yang
membelenggu mental dan semangat kita. alasan yang bertumpuk tumpuk ini telah
membuat kita untuk memilih jalan yang stagnan- jalan di tempat.
Kondisi
secara umum bahwa orang yang berasal dari keluarga besar dan didera oleh
kemiskinan yang berkepanjangan akan susah untuk sukses. Namun tidak semuanya
yang demikian, sebagian juga ada yang mampu untuk melompati kondisi ini. Juga
menjadi fenomena bahwa orang-orang yang berasal dari daerah terpencil dan jauh
dari sentuhan teknologi akan susah buat menjadi maju. Juga sebagian ada yang
mampu melompati kondisi ini.
Saya
memperoleh wawasan baru setelah membaca artikel yang ditulis oleh Alison Bert, editor in chief dari www.elsevier.com. Dia memaparkan tentang perjuangan
lima ilmuwan wanita yang merangkak untuk menggapai sukses dalam artikelnya yang
berjudul: five women scietis tell their stories of hard-earned success.
Para
wanita tersebut berasal dari negara-ngara yang tidak begitu tersohor di dunia,
yaitu Vietnam, Sudan dan Nigeria. Mereka membuktikan bahwa sukses bisa datang
dari mana saja, tidak harus datang dari Jepang, Eropa, Amerika atau Australia,
namun juga bisa dari Vietnam, Sudan dan Nigeria.
Para
wanita yang yang diekspos oleh Alison Bert adalah Rabia Sa’id, Mojisola Usikalu
dan Mojisola Adeniyi yang berasal dari Nigeria, Nashwa Eassa dari Sudan, dan
Dang Thi Oanh dari Vietnam. Mereka semua berasal dari dunia ketiga- alias dari
negara yang sedang berkembang. Secara terperinci bahwa mereka tidak berasal
dari kota besar. Mereka malah berasal dari daerah pinggiran atau kota kecil,
berasal dari keluarga besar, juga ada yang berasal dari keluarga broken home. Dengan keadaan ekonomi
pas-pasan dan malah cenderung mendekati garis kemiskinan.
The
Elsevier Foundation merupakan yayasan di bidang kemanusiaan dengan tujuan non
profit, dan setiap tahun menyelenggarakan kompetisi untuk menjaring ilmuwan
wanita terkemuka di dunia. Yayasan ini lebih mengutamakan untuk menyeleksi para ilmuwan wanita dari dunia ke tiga,
seperti negara- nagara dari Asia dan Afrika. Profil ilmuwan yang terpilih akan
diekspos guna memotivasi para wanita lainnya di dunia untuk bisa bangkit dan
berperan lebih banyak.
Para
wanita pemenang yang telah diseleksi oleh The Elsevier Foundation untuk tahun
2015 yaitu seperti yang telah kita paparkan di atas (Alison Bert adalah Rabia
Sa’id, Mojisola Usikalu dan Mojisola Adeniyi yang berasal dari Nigeria, Nashwa
Eassa dari Sudan, dan Dang Thi Oanh dari Vietnam). Berikut profil sikat mereka
yang berguna buat menginspirasi kita:
1).
Dang Thi Oanh, Ph.D (Vietnam)
Sebagaimana
banyak orang yang tumbuh dan dibesarkan dalam kesusahan, ini juga dialami oleh
Dang Thi Oanh. Ia dibesarkan di sebuah di pedalaman Vietnam. Ia dan orangtuanya
hidup dalam rumah yang sangat bersahaja. Atap rumah terbuat dari anyaman daun
kelapa dan tanpa ada penerangan listrik. Motivasinya tumbuh oleh semangat
belajar yang tinggi, meskipin di malam hari ia belajar hanya dengan penerangan
lampu minyak tanah. Buat memasak makanan, keluarganya belum mengenal bahan
bakar minyak, apalagi tabung gas, namun menggunakan kayu bakar yang ia
kumpulkan dari hutan di belakang rumahnya untuk memasak.
“Saya
harus berjuang agar lolos dari kelaparan dan kemiskinan”. Demikian tekad Dang
Thi Oanh, dan sering kesusahan hidup, sebagai uncomfort zone, membuat orang memiliki semangat dan motivasi hidup
yang tinggi. Sebaliknya banyak orang yang bearasal dari keluarga sangat
berkecukupan- comfort zone- namun
memiliki motivasi dan semangat belajar yang rendah. Ya karena mereka kurang
merasakan adanya tantangan dalam hidup, sebab apa saja yang mereka mau, semua
tersedia dalam lingkungan rumah.
Dang Thi Oanh dibesarkan di Vietnam Utara dari
suku masyarakat Tay. Dia bersaudara 12 orang dan 7 orang yang masih hidup. Dia
mengatakan bahwa dalam meraih sukses ada mentor dalam kehidupannya. Mentor itu
adalah seseorang yang selalu memberinya semangat dan bimbingan hidup. Maka
mentornya Dang Thi Oanh adalah kakak perempuannya yang berprofesi sebagai guru
matematika di sebuah SMA. Dang Thi Oanh memperoleh pendidikan dalam bidang
teknologi informatika di sebuah universitas di kota Hanoi.
2).
Nashwa Eassa, Ph.d
Nashwa
Eassa lahir dan dibesarkan di luar kota Khartoum, ibukota Sudan. Ayahnya
seorang guru dengan 6 orang anak, dan semuanya lulus perguruan tinggi. Sering
cita-cita nyata seseorang lebih terbentuk saat dia bersekolah di tingkat SLTA.
Nashwa minatnya dalam bidang sains tumbuh karena rasa ingin tahunya tentang
dunia saat belajar di sebuah SLTA. Ia tertarik dengan alam semesta. Di sekolah
dia termasuk siswa yang cerdas, namun untuk pilihan karir ia memilih jurusan
yang berbeda dari teman-temannya.
‘Dimana-mana
di dunia ini sama saja, terutama di negara berkembang. Kalau seseorang memiliki
nilai yang bagus, maka ia akan memilih jurusan kedokteran atau engineering (teknik). Kalau nilai agak
rendah maka mereka memilih bidang sains. Banyak yang memilih kedokteran dan
teknik karena memberikan pekerjaan yang lebih baik”, kata Nashwa.
Ia
sendiri mendalami bidang fisika dan memperoleh pendidikan master dalam bidang
sains untuk bidang fisika material dan nano teknologi dari Universitas
Linkoping di Swedia. Kemudian ia meraih pendidikan doktoral dalam bidang dari
Universitas Metropolitan Nelson Mandela di Afrika Selatan.
3).
Mojisola Usikalu, Ph.D
Mojisola
Usikalu dilahirkan di kota kecil di daerah barat daya Nigeria. Dia seorang anak
yatim karena saat berusia 6 tahun ayahnya meninggal dunia. Dia dibesarkan oleh
ibunya seorang guru dengan gaji yang sangat kecil, sehingga perlu dukungan
keuangan dari saudaranya yang lain.
Mojisola
Usikalu menjadi tertarik dalam bidang sains ketika ia belajar di SLTA. Dia
memperoleh untuk meraih sukses dari mentornya, yaitu gurunya sendiri- seorang
guru fisika yang memotivasinya untuk mendalami bidang fisika. Hampir semua
orang sukses terjadi karena mereka puya mentor dalam belajar dan bekerja.
“Saya
yakin bahwa apa yang ita berikan kepada lingkungan kita adalah apa yang kita
peroleh”, kata Mojisola Usikalu. Untuk menopang kuliah dan kehidupan maka ia
juga bekerja sambilan, yaitu sebagai tenaga guru honorer.
Angka
putus sekolah cukup tinggi di negara-negara yang SDMnya tergolong rendah,
demikian pula halnya dengan Nigeria. Sehingga Mojisola Usikalu sering berbagi
motivasi (sebagai seorang motivator) terutama buat pelajar perempuan dan juga
bagi siswa/ mahasiswa perempuan yang berniat untuk berhenti bersekolah/ kuliah.
“Begitu
kita berjumpa dengan seorang tokoh yang sukses, maka nasehat-nasehat yang ia
tuangkan sangat berpengaruh untuk membangkitkan kesuksesan kita”, demikian
papar Mojisola Usikalu.
4).
Rabia Sa’id, Ph.D
Rabia Sa’id dibesarkan dalam sebuah keluarga
polygami dan ini dilegalkan di Nigeria. Ayahnya yang berkarir sebagai tentara
punya dua orang istri dengan 10 orang anak, namun meninggal 3 orang. Pada
mulanya Rabia Sa’id sempat bersekolah di tingkat SLTA saja. Dia kemudian
menikah, namun setelah punya 3 orang anak ia terpikir lagi untuk melanjutkan
pendidikan. Saat dia jadi mahasiswi baru di sebuah universitas, teman-temannya
sudah pada bekerja dan ia hanya berstatus sebagai mahasiswi dan seorang ibu
rumah tangga. Dia memotivasi dirinya sehingga dia mampu memperoleh prestasi
terbaik di kampus.
Bila
ingin sukses maka semua rintangan tentu harus dilalui. Untuk itu motivasi diri
yang kuat adalah modal untuk memacu diri. Sekarang Rabia Sa’id menjadi dekan
pada Universitas Bayero, di Kano- Sudan.
5).
Mojisola Oluwayemisi Adeniyi, Ph.D
Mojisola Oluwayemisi Adeniyi dibesarkan
dalam keluarga di kota kecil Iwo di Nigeria Tenggara. Dia anak kedua dari 8
bersaudara. Dia menyenangi pelajaran sains. Salah seorang guru SMA-nya
membuatnya tertarik dengan mata pelajaran fisika.
Great
teacher makes great student. Seorang guru yang baik dan bisa memberi
inspirasi akan mempengaruhi masa depan para muridnya. Mojisola Oluwayemisi
Adeniyi menemukan guru yang hebat, yang mampu membuat pelajaran fisika menarik
dan terasa lebih mudah.
Dalam memilih cita-cita atau karir
buat anak, umumnya orangtua mengarahkan anak agar mereka menjadi dokter saja.
Kedua orangtua Mojisola juga demikian, menyarankan dia untuk bisa jadi dokter,
karena gajinya lebih banyak. Nilainya terlalu bagus untuk mata pelajaran
fisika, sehingga ia memutuskan untuk kuliah pada bidang fisika di Universitas
Ibadan. Ia juga memperoleh pendidikan dari Universitas Birmingham Inggris.
Demikian cuplikan profil lima
ilmuwan wanita dalam menggapai karirnya. Bahwa lokasi daerah yang jauh dari ibu
kota dan kondisi keluarga, sekalipun dari keluarga kurang berada juga bisa
meraih cita-cita mereka. Malah orang yang demikian juga dikatakan sebagai orang
yang berasal dari keluarga uncomfort zone- wilayah atau rumah yang kurang
nyaman, biasanya memiliki tekad dan motivasi yang jauh lebih tinggi dari orang
yang dibesarkan dalam keluarga comfort zone-
yaitu keluarga yang berada.