Jumat, 30 Oktober 2009

Mendidik dan Membina Karakter Anak Sejak Dini


Mendidik dan Membina Karakter Anak Sejak Dini
Oleh: Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar


Bagaimana karakter bangsa Indonesia di mata bangsa-bangsa di dunia ? Pasti umumnya mereka mengatakan bahwa bangsa Indonesia ramah-tamah dan suka tolong -menolong, gotong royong. Sekaligus bahwa adalah ciri khasnya. Namun coba baca dan ikuti berita yang ada pada elektronik dan media massa cetak dewasa ini. Ternyata banyak orang kita yang  suka berkelahi, korupsi dan saling memaki. Malah kadang-kadang ada siswa dan mahasiswa yang senang tawuran. Ini menandakan pendidikan dan pembinaan karakter di rumah dan di sekolah, prosesnya, kurang memperoleh perhatian penuh. Sebelum deteriorasi- pemburukan- karakter terjadi, maka guru dan orang tua musti peduli untuk mendidik dan membina karakter anak.
Membina dan mendidik karakter, dalam arti untuk membentuk “positive character” generasi muda bangsa ini. Agar positive character terbentuk, maka anak perlu dilatih melalui pembiasaan “mandiri, sopan santun, kreatif dan tangkas, rajin bekerja, dan punya tanggung jawab”.
Melatih anak mandiri perlu pembiasaan sejak usia dini. Ada anak yang sudah menunjukan tanda-tanda kemandirian saat usia kecil, misalnya mereka menolak untuk disuapi dan ingin makan sendiri. Tanda kemandirian yang lain  adalah seperti mencuci tangan, makan, dan memakai sepatu sendiri, sekali lagi bahwa ini adalah awal untuk mandiri dan itu perlu dipupuk. Namun karena orang tua ingin buru-buru dan ingin serba cepat, maka mereka cendrung mengambil alih aktivitas kemandirian anak tersebut.
Seharusnya, demi pendidikan masa depan anak, maka mereka musti melatih kemandirian. Untuk itu biarkan anak berbuat dan biarkanlah salah sampai batas tertentu. Kontrol yang berlebihan dari orang tua dan sikap yang membesar-besarkan kesalahan akan membuat anak jadi ragu dan malu. “Hei jangan begitu…., sandal terbalik terus….!”, Teriakan-teriakan begini berpotensi mematikan kemandirian mereka.
Bagaimana melatih anak agar tahu tentang sopan santun ? Guna mendorong anak supaya bertingkah laku yang penuh dengan kesopanan, maka  orang tua memberi model- uswathun hasanah terlebih dulu. Misalnya orang tua mulai dengan mengucapkan terima kasih dan mengekspresikan pujian dan berterima kasih pada siapa saja, “Terima kasih atas batuan mu telah memasukan sandal papa ke dalam rumah, ……kamu anak yang bagus….!”. Yang harus diingat dalam melatih anak adalah bahwa jangan berharap anak berusia empat tahun bertinggah seperti anak usia tujuh tahun.
Kreatifas dan ketangkasan anak juga perlu dipupuk- dimotivasi terus. Kreatifitas yang dimiliki seseorang/ anak sebenarnya  berasal dari imajinasi, sebagai kumpulan dari ide-ide mereka. Imajinasi dapat memuat mereka menjadi kreatif. Kreatifitas anak sangat tergantung pada kesempatan yang diberikan lingkungan. Kreatifitas harus dirangsang sedini mungkin- sejak usia kecil- usia dua atau tiga tahun dalam suasana bermain.  Orang tua perlu merangsang kreatifitas mereka lewat proses interaksi dan menyediakan fasilitas bermain. Untuk membuat anak kreatif, pendidik (guru dan orang tua) harus menerima eksistensi anak apa adanya dan tidak cepat memberikan kritik pada tingkah laku dan kebebasan mengungkapkan perasaan.
Membiasakan anak untuk rajin bekerja adalah cara lain untuk mendapatkan anak yang berkarakter positif. Untuk itu orang tua musti membolehkan anak untuk memilih pekerjaan atau tugas rumah yang paling disukainya dan jangan berharap agar ia bekerja sempurna. Agar pekerjaan anak meningkat kualitasnya, maka orang tua perlu memotivasi dan sering memberi penghargaan atas keberhasilan kerja yang mereka lakukan.
Tampaknya anak yang ideal, karena memiliki karakter positif, juga perlu menyukai olah raga. Mereka perlu diajar untuk berolah raga agar otot-otot, paru-paru dan jantungnya kuat. Anak-anak  yang gemar berolah raga, tubuh mereka tampak tegap dan kekar- tidak lemah atau lunglai.
Selanjutnya tentang melatih tanggung jawab pada anak.  Perlu kita ketahui bahwa tanggung jawab tidak terpasang sejak lahir. Ia perlu dilatih setiap hari, dan melibatkan anak-anak dalam kegiatan di rumah. Bentuk pelaksanaanya adalah dengan memberi mereka pekerjaan yang tetap. “menyiram bunga dan menyapu teras adalah tanggung jawab Nadilla, menyapu rumah dan membuang sampah adalah tanggung jawab Fakhrul, memasak nasi, membersihkan dapur dan kamar mandi adalah tugas Kak Hafiza……!”. Demikian cara orang tua menanamkan tanggung jawab melalui pembagian tugas. Barangkali pada mula memperkenalkan pembagian tugas atau tanggung jawab ini, sebagai disiplin kerja, mungkin terlihat sedikit dalam sikap yang agak otoriter  (agak tegas) agar anak bisa menurutinya.
Tiap anak berpotensi terjebak ke dalam karakter negative, maka orang tua pun perlu untuk memahaminya. Beberapa bentuk karakter negative seperti anak suka berbohong , pemalu, anak merasa minder, bersifat agresif, suka membangkang, dan kebiasaan bertengkar. Karakter negative tentu ada pemicunya dan orang tua tentu perlu bersikap bijak dalam menghdapinya..
Mengapa anak suka berbohong ? Penyebabnya adalah karena orang tua yang terlalu gemar memberikan hukuman, membentak anak, sehingga jadi berbohong. Berbohong karena mereka takut diberi hukuman atau sebagai strategi untuk menutupi rasa malu. Adalah sangat bijak bila orang tua lebih gemar memberi pujian- penghargaan- dari pada gemar menghukum dan membentak sang anak- kecuali memberikan hukuman yang lebih menyentuh/ bersifat educatif.
Bagaimana strategi orang tua dalam menghadapi anak yang penakut ? Maka terlebih dahulu orang tua musti memahami penyebab timbulnya rasa takut pada anak. Jangan remehkan perasaan takut anak kecil. Terimalah ungkapan takut anak, tetapi jangan membesar-besarkan ketakutan itu. Menghilangkan rasa takut dengan membujuk dan mendekatkan anak pada objek yang ditakuti perlahan-lahan. Orang tua perlu tahu bahwa rrasa takut dapat hilang berangsur-angsur, bukan dalam sekejap mata.
Dalam hidup ini selalu ada anak yang berani dan anak yang pemalu. Sifat pemalu timbul karena anak yang kurang suka bergaul dengan orang lain, tidak mudah mencari teman, pendiam dan dicap sebagai anak pemalu. Perlu untuk dipahami bahwa anak pemalu biasanya juga bersifat pendiam dan suka memilih-milih teman. Namun bila ia sudah terbiasa dengan teman atau lingkungan sosial tertentu maka karakter malunya akan tanggal/ lepas.
Rasa malu dapat diakibakan oleh kurangnya rasa Pe-de (percaya diri). Percaya diri terganggu karena kebiasaan orang tua yang suka membanding-bandingkan anak, anak kurang bergaul, atau orang tua terlalu melindungi anak sehingga anak jadi kurang mandiri dlam bergaul- mencari teman. Untuk mengatasi sikap malu- maka orang tua jangan menggelari anak-anak sebagai “pemalu” dan biasakan untuk menghargai anak, rangsang anak untuk mengekspresikan perasaan serta pendapatnya di rumah.
Ada anak yang suka minder- atau merasa rendah diri atau inferior complex. Perlu untuk diingat bahwa orang minder sulit untuk maju dan tidak suka untuk berbuat. Rasa minder timbuk setelah memasuki masyarakat.  Minder penyebabnya karena faktor biologis- cacat fisik- dan gangguan psikis. Faktor lain adalah karena kebiasaan orang tua dalam membandingkan anak yang inferior dengan anak yang superior, “lihat kakak mu cerdas, kamu kok blooon, terus”. Kebiasan seperti ini, sekali,  dapat menyebabkan anak menjadi minder. Untuk mengatasinya maka terimalah eksistensi anak apa adanya. Kalau anak belum berhasil, jangan dikritik, tetapi besarkanlah hatinya dan sekali lagi- jangan membandingkan anak.
Cukup banyak anak yang berprilaku agresif. Karakter agresif bisa merugikan eksistensi mereka dalam bergaul, karena banyak orang kurang menyukai karakter agresif. Dalam bahasa Minang anak agresif juga disebut sebagai “anak yang lasak”, atau terkesan suka mengganggu atau usil. Karakter agresif terbentuk pada mulanya karena anak dalam keadaan lelah atau sakit, dan mereka mudah jadi agresif.
Anak yang sedang bersedih atau sedang takut juga mudah agresif. Anak yang tidak punya permainan bisa menjadi bersedih dan selanjutnya menjadi agresif. Sebaiknya orang tua memberikan kesan yang tenang dan tidak emosi terhadap anak yang agresif. Untuk menyalurkan agresif anak, ya dengan melakukan olah raga dan olah otot.
Karakter suka membangkang, ini terbentuk karena orang tua suka bersikap keras dan mendikte. Untuk itu orang tua seharusnya menghadapi anak-anak yang pembangkang dengan tenang dan wajar saja.  Agar anak tidak membangkan maka tidak usah terlampau sering menyuruh anak mengerjakan ini dan itu. Biarkan ia mengenakan dan memakai baju dengan cara sendiri.
Bertengkar kadang kadang atau malah sering mewarnai kehidupan rumah, sekolah dan sosial. Kalau pertengkaran antar anak terjadi di rumah maka orang tua tidak perlu mengusut siapa yang salah atau benar. Lebh baik anjurkan anak supaya berdamai dan alihkan perhatikan mereka.
Bagaimana kalau yang bertengkar bukan anak, tetapi malah adaltah dan ibu itu sendiri ? Bila ada beda pendapat, pertengkaran,  antara ayah dan ibu maka tidak dibenarkan ayah dan ibu untuk menyalahkan pasangan di depan anak anak dan mereka harus menahan emosi. Membesar besarkan kekurangan anak, atau kekurangan seseorang hanya menimbulkan perselisihan belaka.
Pertengkaran juga bias disebabkan dari cara berkomunikasi yang tidak cocok, terlalu suka meledek, suka bercanda yang menyinggung pribadi, tidak menghiraukan pembicaraan orang. Pertengkaran ayah dan ibu di depan anak dapat mengganggu psikoseksuil dan watak anak.  Ibu yang sering menjelek-jelekan ayah didepan anak laki-laki, berpotensi membuat anak laki laki kurang maskulin, dan sukar jatuh cinta dengan lawan jenis.
Some do’s dan some don’t’s untuk orang tua, some do-s, berarti beberapa anjuran, dan some don’t’s, berarti beberapa larangan bagi orang tua terhadap anak dan berpotensi dalam menumbuh-kembangkan karakter positif mereka. Beberapa anjuran terhadap orang tua dalam membina karakter anak adalah seperti melowongkan waktu untuk melakukan traveling, berkomunikasi, menumbuhkan sikap ingin tahu dan meningkatkan aktivitas untuk menumbuhkan potensi kognitif anak. Sementara orang tua disarankan agar tidak terlalu memanjakan anak dan jangan terjebak dengan kebiasaan “asal serba melarang”.
Aktivitas traveling sangat bermanfaat untuk menumbuhkan kecerdasan anak dalam memahami alam dan lingkungan. Seharusnya bila keluarga melakukan kegiatan traveling maka jadikanlah anak bagian dari rencana traveling orang tua. Kalau melakukan traveling maka sediakan kesibukan untuk anak supaya mereka tidak rewel atau bosan; dengan menyediakan  mainan, bacaan, makanan dan minuman.
Komunikasi adalah sarana untuk menyatukan hati atau emosi semua anggota keluarga. Komunikasi harus dipelihara sejak anak-anak masih kecil, sampai mereka remaja dan dewasa. Disamping berkomunikasi, orang tua juga perlu untuk bekerja sama dengan anak. Komunikasi yang baik dimulai dengan menjadi pendengar yang baik. Orang akan terbuka kalau fikiran dan ide-ide mereka diperhatikan.
Agar memiliki anak yang cerdas dan punya karakter positif maka orang tua perlu untuk menumbuhkan sikap ingin tahu. Sikap tidak buru buru dalam mencampuri privacy- hak pribadi anak- adalah salah satu cara untuk menumbuhkan rasa ingin tahu mereka. Dalam menanamkan pengaruh pada anak, orang tua lebih efektif lewat contoh atau model langsung, daripada melalui ceramah, khotbah atau penjelasan secara lisan. Karena penjelasan secara lisan akan mudah dilupakan. Namun pengalaman yang nyata cendrung akan diingat sepanjang hayat.
Bermain juga bisa merangsang rasa ingin tahu anak. Oleh sebab itu tidak ada gunanya memarahi anak kecil yang tengah asyik bermain. Orang tua perlu menyediakan waktu untuk mengamankan benda kesayangan atau benda yang membahayakan dari jangkauan anak. Jika orangtua merangsang sifat ingin tahu anak, kemungkinan besar inteligensinya dan daya cipta mereka akan meningkat.
Rasa ingin tahu anak juga tumbuh melalui pergaulan. Pengalaman bergaul sangat besar pengaruhnya bagi proses perkembangan anak, baik pengalaman pahit maupun pengalaman yang manis, dan kedua-dua bentuk penglaman tersebut sama pentingnya.
Orang tua juga perlu untuk menumbuh kembangkan kognitif, otak, anak. Kecerdasan kognitif bisa memberi dampak pada pembentukan karakter positif  Aktifitas yng lain untuk kognitif seperti menggambar, musik, dan menyediakan buku bacaan.
Sejak usia kecil anak-anak suka coret coretan- namun orang tua yang gemar melarang, berpotensi membunuh kreatifitas anak. Beruntunglah anak yang punya orang tua menyalurkan aktifitas ini. Aktifitas lain yang disenangi anak adalah menggambar. Kegiatan menggambar dapat mebantu anak untuk memahami dunia sekitar mereka.
Musik merupakan konsumsi jiwa. Ia dapat memberikan perasaan tenang, rasa sedih, senang dan gembira. Bagi kehidupan anak dan remaja, tidak ada instrument yang lebih baik daripada musik. Akhirnya, anjuran yang patut untuk dilakukan orang tua pada anak adalah menyediakan buku bacaan untuk anak.
Betapa besarnya peran buku dalam kehidupan anak. Banyaknya seorang anak dibacakan buku atau diberi dongeng dalam usia dini/ atau usia muda sangat menentukan suksesnya kelak mereka di sekolah. Anak yang kurang suka buku karena buku tidak menarik, atau orng ua agak terlambat memperkenalkan buku, atau juga kurang memberi rangsangan untuk membaca pada anak. Bila kemampuan membaca anak sudah bagus, maka selipkanlah buku non fiksi. Buku adalah karcis untuk pergi ke mana-mana dan membaca adalah cara terbaik untuk mengisi jiwa dan otak.
Akhir kata ada dua hal yang perlu untuk ditinggalkan oleh orang tua, yaitu terlalu memanjakan anak dan kegemaran serba melarang. Anak terlalu manja- memenuhi segala keinginan anak dan serba dilindungi- akan sulit untuk melepaskan diri dari orang tua. Ia sudah merasa aman dalam perlindungan orang tua dan takut menghadapi dunia luar. Tidak perlu terlalu memenuhi perhatian anak yang butuh perhatian, cuekan saja. Ini berguna agar ia dapat mandiri dalam hal emosi. Sebab rasa sayang tidak berarti menuruti semua keinginan anak. Berjuta anak di dunia menjadi rusak karena dimanja dan terlalu dilindungi.
Jangan asal melarang, orang tua tidak perlu asal melarang anak. Tetapi tanpa melarang seorang anak mungkin kehilangan arah dan keseimbangan jiwa. Jangan melarang kegiatan yang dibutuhkan anak untuk perkembangan  dan pertumbuhannya. Dalam melarang orang tua tidak perlu mengomel atau memaki yang tidak karuan . Ini dapat membuat anak merasa benci pada orang tua. Maka kini agar bangsa Indonesia dan generasi muda Indonesia tetap memiliki karakter terpunyi maka guru dan orang tua perlu mendidik dan membina karakter mereka secara total,



Kamis, 22 Oktober 2009

Mengoptimalkan Pendidikan Di Rumah

Mengoptimalkan Pendidikan Di Rumah
Oleh: Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar


Pendidikan adalah kata yang amat sering diperbincangkan orang di seluruh dunia, Itu karena pendidikan sangat menyentuh dan menentukan nasib dan kualitas bangsa itu sendiri. Selama ini banyak orang beranggapan bahwa pendidikan itu adalah tanggung jawab sekolah. Maka kalau ada kata pendidikan, lantas yang terbayang adalah gedung sekolah- TK, SD, SMP, SMA, MAN, SMK, terus Akademi, Universitas dan perguruan tinggi lainnya. Anak-anak yang pintar di sekolah berasal dari rumah yang orang tuanya sangat peduli dengan pendidikan. Maka pendidikan di rumah dengan orang tua sebagai pendidik dan motivator sangat menentukan kualitas pendidikan bangsa yang besar ini.

Demikianlah, orang tua memegang peran yang sangat penting dalam memajukan bangsa lewat mendidik dan memajukan anak-anak mereka sendiri. Orang tua tidak perlu harus tahu dengan matematik, bahasa asing (Inggris, Arab, Jepang), akuntansi, fisika dan lain-lain, namun mereka mampu menciptakan generasi yang bernas melalui model, motivasi dan semangat yang mereka pompakan pada anak sepanjang waktu. Mereka juga perlu belajar bagaimana menjadi orang tua yang cerdas terhadap anak-anak mereka sendiri. Mereka perlu, terlebih dahulu memahami mengapa dan bagaimana anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Tidak memahami pertumbuhan dan perkembangan anak telah membuat jutaan orang tua di dunia ini menjadi salah didik. Maka agar tidak salah didik, carilah informasi tentang mendidik anak.

Alex Sobur (1986) menulis buku dengan judul “Anak Masa Depan”. Buku itui membahas banyak hal. Orang tua perlu memahami eksistensi anak dalam keluarga, tentang pendidikan moral dan agama anak, mendorong motivasi anak, tentang peran orang tua dan anggota keluarga yang lain dalam mendidik anak.

Eksistensi posisi urutan anak dan pendidikan moral.
Adalah sangat perlu memahami eksistensi perkembangan anak. Karakter anak adakalanya dipengaruhi oleh posisi urutan kelahiran anak. Urutan anak menurut kelahiran adalah seperti, anak sulung, anak bungsu, anak tunggal dan anak urutan yang ke sekian. Setiap urutan anak memperlihatkan karakter yang khas. Anak sulung memperlihatkan sikap ingin menguasai dan mengatur adik. Umumnya orang tua lebih santai terhadap anak yang ke dua atau urutan selanjutnya. Anak bungsu bisa berkembang tanpa banyak mengalami kesulitan, Ia banyak yang menolong. Namun orang tua secara tidak sadar biasanya memperlakukan anak bungsu sebagai anak kecil. Karakter anak bungsu kadangkala ingin menang sendiri dalam perhatian. Anak bungsu cenderung menjadi anak yang paling ambisius.

Barangkali anak tunggal adalah anak yang agak unlucky-kid karena ia tidak mengalami persaingan dengan saudaranya dan sukar untuk berbagi perasaan. Tetapi ia dapat bersaing dengan teman sebayanya. Plusnya buat anak tunggal adalah bahwa ia dianggap mampu belajar mandiri dan punya rasa percaya diri yang lebih besar. Kadang kala anak tunggal diperlakukan sebagai raja kecil, namun lain kali sebagai budak- bekerja sendirian. Anak tunggal penuh perlindungan dan ia pun mudah putus asa, lebih pemalu dan egois.

Orang tua juga punya peran besar dalam pengembangan pendidikan agama dan moral anak. Kuaitas agama anak (seseorang) ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihannya pada masa kecil dan saat iaremaja. Orang yang tidak pernah mendapat didikan agama pada waktu kecil (sampai remaja) maka ia tidak merasakan pentingnya beragama pada waktu dewasa.

Bagaimana dengan moral anak ? Moral anak perlu dikembangkan sejak usia dini. Eksistensi moral mereka saat masih kecil, misal pada masa prasekolah tergantung pada reward dan punishment. Kualitas reward dan punishment dari orang tua punya peran, perlu untuk dicatat bahwa dalam mengembangkan moral anak agar lebih banyak mengekspos “reward atau pujian”. Namun fenomena dalam mayarakat, ditemukan bahwa banyak orang tua lebih gemar memberi punishment atau hukman saat anak melakukan kesalahan dan kikir memberi pujian saat anak berkarakter terpuji. Adalah sangat tepat bila anak pandai menyapu rumah atau merapikan kamar, maka orang tua seharusnya buru buru memberi pujian “terimakasih , bapak/ ibu senang karena kamu anak yang rajin”, pastilah saat berkata demikian anak merasa sebagai orang yang sangat berarti.

Perkembangan moral anak juga ditentukan oleh kualitas interaksinya dengan sosial, terutama dengan teman-teman sebaya. Lewat interaksi atau pergaulan ia bisa membuat penilaian “mana karakter yang baik dan mana yang buruk”, cara berteman yang baik, cara mencurahkan kasih sayang, sopan santun dan tolong menolong.
Kemudian bagaimana tentang pemahaman anak tentang Tuhan ? Gambaran tentang Tuhan bagi anak sering bercampur dengan beberapa pengalaman. Pengalaman itu punya faedah untuk menanamkan kesan baik dalam fikiran mereka. Sangat penting untuk memperkenalkan dan menerangkan tentang Tuhan pada nya sejak usia kanak-kanak. Selain dari orang tua, anak juga memperoleh informasi tentang Tuhan dari orang-orang sekitar.

Ternyata tanpa kita sadari bahwa anak meniru karakter kita (orang tua mereka). Sejak usia dini, usia 3 – 6 tahun , anak mulai meniru orang tua, yaitu watak dan prilaku kita. Ini terlihat melalui bermain peran. Orang tua yang lembut, mengajarkan tentang Tuhan itu Maha Lembut, dan orang tua yang keras mengajarkan tentang Tuhan itu Maha Keras.Pandangan anak tentang konsep Tuhan dipengaruhi oleh figur ayah, yang meliputi unsur-unsur emosi seperti rasa cinta, kepercayaan, rasa kagum dan ketakutan. Anak yang sedikit atau jarang mendengar Tuhan dibahas dalam rumah maka tentu tidak memiliki konsep tentang Tuhan.
Peran orang tua dan anggota keluarga lain pada anak.

Ibu adalah orang yang utama dan pertama punya peran dalam mengukir kepribadian anak dan bagaimana gambaran mereka kelak. Peran ibu yang besar adalah dalam menanakan rasa cinta pada “sang buah hati”. Ibu perlu memperlihatkan rasa cinta dan tulusnya pada anak. Dalam hidup ini cukup banyak anak-anak yang menjadi rusak emosinya karena tidak merasakan cinta ibu dalam rumah, terutama bagi ibu egois yang sangat mementingkan karir dan jabatan dalam untuk mencari kehormatan yang kadang kala penuh kepalsuan. Bila anak merasa kurang perhatian orang tua, terutama dari sang ibu, maka ia akan menjadi gelisah dan kurang puas. Setelah ibu, maka dituntut peran dan tanggung jawab dari ayah.

Anak selalu butuh kualitas perhatian ayah dan ibu (orang tua) melalui kehangatan hubungan mereka. Hubungan orang tua dan anak yang kaku, penuh permusuhan maka kelak membuat anak suka melawan. Ini penyebab awal dari tipe individu dan anti sosial. Figur Ayah sangat penting dalam pembentukan pribadi anak. Ayah merupakan tokoh identifikasi disamping figur ibu. Pribadi ayah menjadi tolok ukur bagi pembentukan prilaku anak. Bila ayah punya peranan dalam keluargadan masyarakat maka anak akan punya kepribadian yang mantap. Sebaliknya bila ayah kurang berperan dalam keluarga, apalagi tidak aktif dalam masyarakat, serta dalam kehidupan anak, maka anak akan kehilangan pegangan atau figur ayah.

Idealnya ayah harus aktif dan puya agenda atau kegiatan hidup. Tidak pantas ayah menjadi raja kecil yang senang serba mengatur, bengong dan senang menganggur atau kongkow-kongkow, duduk membuang waktu. Sebab anak akan kurang pengalaman bila ayahnya kurang aktif. Apalagi bila anak tumbuh tanpa kehadiran ayah yang aktif dan kreatif disampingnya atau di rumah. Ayah musti melowongkan waktu untuk bermain dan bergaul dengan anak Ayah seharusnya juga menjadi pendidik, tidak hanya mengandalkan pada peran ibu, namun ayah tidak boleh menjadi pendidik yang keras atau otoriter.

Dlam masyarakat yang menganut system keluaga besar, extended family, dimana selain kehadiran kekuarga inti (ayah, ibu dan anak) juga ada kakek dan nenek. Tentu saja kakek dan nenek juga memberi peran dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Namun Kakek dan nenek harus ingat bahwa yang berkuasa atas anak adalah orang tuanya. Inilah kadang kala penyebab orang tua dan kakek-nenek agak cekcok. Gara-gara berebut lahan dalamm mempengaruhi sang cucu. Apalagi bila kakek-nenek merasa lebih pintar.

Pendidikan dan sekolah anak.
Di akhir masa balita (usia lima tahun) maka anak perlu mengenal lingkungan sekolah. Kalau anak punya kakak yang sudah bersekolah. Maka ia sudah punya bayangan tentang sekolah. Masa awal bersekolah, terutama di SD, merupakan masa penyesuaian diri yang cukup berat. Cukup banyak anak yang mulai mengenal stress pertama dalam hidupnya gara-gara berada di sekolah yang tidak bias memenuhi egosentrisnya sebagai raja kecil. Sehingga sang ibu atau yah terpaksa agak repot menenangkan emosi dan menemani mereka. Tetapi anak yang sudah bersekolah di TK akan tidak begitu canggung masuk sekolah yang baru (SD) karena ia sudah bisa berpisah dengan rumah. Ibu, ayah, dan anggota keluarga yang lain ada baiknya sebelum anak bersekolah, membawa anak main-main ke sekolah.

Kelas I SD merupakan loncatan dari dunia permainan ke dunia yang lebih komplek dan serius. Ia mulai berkenalan dengan tata tertib, disiplin , tugas dan tanggung jawab dan harus bisa untuk bangun pagi dan membuat PR yang teratur.

Sejak dari bangku TK, anak mulai tahu dengan kosakata baru, yaitu “Rapor”. Rapor yaitu catatan presrasi akademi anak secara kognitif, afektif dan psikomotorik (kecerdasan logika, sikap dan keterampilan). Rapor punya eksistensi yang pending dalam mencatat nilai atau perkembangan anak. Tanpa adanya rapor atau penilaian maka tidak akan ada rangsangan untuk mencapai keberhasilan.

Walaupun di sekolah anak memperoleh bimbingan dari guru namun anak lebih banyak belajar dari contoh (model langsung) dari pada petunjuk orang tua atau khotbah-khotbah . Orang tua perlu selalu memompakan semangat dan dorongan dalam belajar. Sekali lagi bahwa lebih pas kalau orang tua juga memberi model. “walaupun sudah tua ayah juga selalu belajar seperti kamu”, kata seorang ayah pada anaknya sambil membaca biografi atau buku tentang filsafat kehidupan.

Dalam membimbing anak agar dapat tumbuh dan berkembang, orangtua perlu punya hubungan dengan guru di sekolah. Kontak akrab dan hangat antara guru dan orang tua sangat besar manfaatnya bagi pertumbuhan, perkembangan dan prestasi anak. Guru dapat mengemukakan keluhan mengenai perkmbangan kemampuan anak. Kunjungan guru ke rumah orang tua juga penting, (dan tentu butuh pengorbanan dari pihakguru). Ini berguna untuk mengetahui latar belakang kehidupan siswa/ anak di rumah. “Lakukanlah komunikasi guru- siswa- orang tua di sekolah secara teratur”.

Membina motivasi dan prestasi belajar anak
Motivasi untuk berprestasi bagi anak perlu dikembangkan. Anak-anak orang yang berhasil dalam akademik dan non kademik adalah anak yang punya motivasi. Motivasi dapat tumbuh dalam suasana yang bebas, merdeka, tanpa ketegangan dan tuntutan yang berlebihan dan anak perlu merasa dihargai dan diterima apa adanya.

Anak perlu punya prestasi. Tingkah laku berprestasi adalah anak cenderung untuk selalu menyelesaikan tugas, dan punya rasa kompetisi terhadap diri. Prestasi yang baik adalah hasil dari belajar yang baik pula. Tetapi sering orang tua baru memberikan perhatian pada pelajaran anak, setelah rapor anak sangat jelek, banyak tinda merah atau angka mati. Orang menyebut dengan istilah rapor yang “kebakaran”. Prestasi buruk tidak berarti anak bodoh, untuk itu orang tua perlu introspeksi diri.

Sikap dan pribadi orang tua dapat mewarnai motivasi dan prestasi anak yang juga terrefleksi dalam kepribadiaannya. Agar orang tua bisa berpengaruh dalam menanamkan motivasi dan prestasi belajar, saratnya tentu musti ada keakraban, kehangatan dan komunikasi antara orang tua dan anak.

Prestasi dan motivasi anak juga ditentukan oleh bakat dan intelligent quotient (IQ) anak. Perlu diketahui bahwa anak berbakat merupakan interaksi – kemampuan di atas rata-rata, kreatif, cemerlang berfikir dan bertanggung jawab. Kemudian tentang IQ, bahwa anak yang ber IQ tinggi ada kalanya egois, namun ada kalanya mandiri, hangat dalam bergaul, imajinasi kreatif dan memiliki rasa humor. Kelemahannya adalah kadang kala malas, tak sabar, sering gelisah dan sering mengganggu.

Selain anak ber IQ tinggi, ada lagi istilah “anak berbakat”. Anak yang berbakat lebih suka bermain dengan anak yang lebih tua usianya, dan adakalanya menjadi pemimpin kelompok. Untuk merangsang potensi anak berbakat maka orang tua perlu menyediakan lingkungan yang kaya imajinasi, dan membiarkan anak untuk menyelidiki lingkungan tanpa banyak diusik.

Mendorong minat belajar anak.
Orang tua perlu menjaga semangat belajar anak agar tidak luntur dan rusak, karena belajar bukanlah proses jangka pendek. Ia perlu dorongan moral dan suasana, membiasakan anak membuat PR dan belajar di rumah.

Orang tua harus tahu bahwa anak perlu membuat jadwal belajar di rumah, tetapi berimbang antara belajar, membantu orang tua, hobi dan bermain. Anak tidak harus belajar terlalu lama sebab akan mengancam semangat belajar, biar belajar 30 menit untuk satu mata pelajaran, yang penting teratur dan sering. Orang tua sedapat mungkin menemani anak SD dalam belajar. Dan jangan membentak bentak anak-anak bila belum mengerti. Sikap kasar tidak akan membantu anak, sebab anak bias jadi gelisah dan takut.

Tentang PR (Pekerjaan Rumah), sebaiknya orang tua ikut melihat pelajaran yang telah diperoleh anak di sekolah dan ajaklah anak untuk belaja dengan teratur di rumah. Bila PR selesai, sebaiknya orang tua perlu untuk menelitinya lagi. Waktu mengerjakan PR anak tidak boleh diganggu oleh waktu bermain dan pergaulan sosial, agar PR tidak jadi masalah- bermainlah saat bermain dan belajar saat belajar. .

Konsentrasi anak,
Akhir kata adalah tentang konsentrasi anak. Untuk bisa berkosentrasi, anak perlu untuk punya motivasi. Hal-hal yang mengganggu konsentrasi anak anak adalah seperti faktor luar dan factor dalam. Rangsangan luar dapat mengganggu kosentrasi anak, demikian pula bila ada konflik dalam rumah tangga. Konflik antar anak-anak; anak- orang tua, dan orang tua-orang tua. Kosentrasi bisa buyar karena perhatian teralih oleh sesuatu yang lebih menarik.

Jangan mengganggu anak yang asyik bermain, asyik dengan hobi, dan sedang asyik membaca. Bila anak sering terganggu kosentrasi, ia mudah kehilangan gairah belajar. Kurangnya gerak badan dapat mempengaruhi konsentrasi. Berikan anak waktu untuk berkosentrasi dalam menyelesaikan pekerjaan.

Mengangkat harga diri bangsa ini kini tidak saja tanggung jawab sekolah, dengan unsure guru, dan lingkungan sekolah tetapi sekarang juga tanggung jawab rumah dengan ayah dan ibu sebagai guru utama anak. Yang sangat diperlukan untuk membuat anak cerdas dan terdidik dari pihak orang tua adalah dari segi atau sentuhan motivasi. Memaksimalkan peran dalam mndidik- menemani dan memfasiltasi anak dalam belajar adalah peran terpenting dari orang tua.

(Catatan: Alex Sobur. 1986. Anak Masa Depan. Bandung: Angkasa).

Sabtu, 17 Oktober 2009

Prinsip Percepatan Pembelajaran Untuk Mengejar Ketertinggalan

Prinsip Percepatan Pembelajaran Untuk Mengejar Ketertinggalan
Oleh : Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

Sikap kurang sabar dan suka terburu-buru adalah bahagian dari karakter anak muda secara umum. Termasuk karakter pelajar dan remaja. Di jalan raya prilaku ini terlihat dalam kebiasaan ngebut dan mengambil jalan pintas. Melihat prilaku yang agresif dan suka terburu buru ini mungkin ada orang nyelutuk dan berkata “wah anak muda sekarang, kalau di jalan suka ngebut tetapi kalau belajar suka lambat”.

Pelajar, guru, orang tua dan semua orang sudah tahu bahwa bahwa kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan kualitas pendidikan negara maju (Singapura, Jepang, Australia, Amerika Serikat, Perancis, dan lain-lain) masih jauh tertinggal. Maka agar bangsa ini bisa maju dan tidak tertinggal terus maka sudah saatnya semua warga Indonesia untuk memacu kualitas diri. Salah satu cara yang mungkin untuk diterapkan adalah dengan melakukan program percepatan pembelajaran.

Percepatan pembelajaran adalah terjemahan dari accelerated learning. Dave Meier (2002) menulis buku dengan judul “The Accelerated Learning Handbook”. Ia mengatakan bahwa untuk percepatan pembelajaran maka diperlukan keterlibatan total dalam pembelajaran itu sendiri. Belajar haruslah berpusat pada aktifitas dan bukan pada presentasi atau kehadiran semata.

Percepatan pembelajaran seharusnya tidak hanya konsumsi untuk siswa SMA dengan program akselerasinya. Apalagi kalau program akselerasi tersebut hanya berupa pemaksaan dari orang tua, memenuhi ego orang tua agar merasa bangga mempunyai anak yang dicap jenius dengan cara bergabung dalam program akselerasi. Apalagi program akselerasi atau percepatan untuk mempercerdas anak hanya untuk bidang sains dan matematika, pada hal kelak masa depan mereka yang pas belum tentu berada dalam koridor sains dan matematika, mana tahu pada bidang, olah raga, seni atau bahasa.

Suasana pembelajaran pada banyak sekolah, mulai dari tingkat SD sampai ke tingkat SLTA masih banyak bersifat teacher centered. Walaupun sudah banyak guru yang mengetahui jenis-jenis metode pembelajaran, namun mereka tetap merasa senang dengan metode konvensional atau metode beceramah, mencatatkan, mendiktekan atau metode bank- menyuruh siswa menghafal semua ucapan guru dan mengujinya pada hari berikutnya. Pemandangan umum adalah bahwa siswa selalu berkutat dengan kegiatan mencatat, menghafal dan mengerjakan lusinan latihan sehingga jari pegal-pegal. Sesungguhnya belajar bukanlah sejenis olah raga untuk ditonton, tetapi menuntut peran semua pihak.

Orang awam berpendapat bahwa belajar adalah aktivitas verbal dan kognitif. Namun yang lebih tepat untuk mengatakanya adalah bahwa belajar paling baik dengan melibatkan unsur emosional, seluruh tubuh, seluruh indera dan segenap pribadi. Untuk memantapkan daya serap saat belajar maka suasana belajar perlu bersuasana gembira. Ini bisa menjadi penentu utama dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas belajar.

Kegembiraan dalam belajar bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan hiruk pikuk. Kegembiraan dalam belajar berarti bangkitnya minat belajar anak. Maka guru dan orang tua perlu menjaga rasa dan suasana gembira pada saat anak belajar, karena rasa gembira bisa mempercepat proses pembelajaran. Sebaliknya orang tua dan guru perlu menghindari rasa negatif, kebiasaan marah-marah dan mengomel pada anak, karena rasa negatif dapat memperlambat dan menghentikan pembelajaran itu sendiri. Sekali lagi bahwa guru dan orang tua perlu untuk menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari stress dan menjadikan pembelajaran itu bersifat sosial.

Belajar yang baik adalah belajar dengan kontek atau belajar dengan mengerjakan pekerjaan itu sendiri. Misal, belajar berenang dengan berenang, belajar bernyanyi dengan bernyanyi , bukan dengan menyuguhkan sekeranjang teori melulu, kemudian belajar menjual dengan menjual, belajar bahasa asing dengan menggunakan bahasa. Dengan belajar dalam konteks maka akan diperoleh pengalaman kongkrit. Pengalaman kongkrit atau pengalaman nyata dapat menjadi guru terbaik- karena kita terjun langsung, mendapat umpan balik dan terjun kembali.

Pengalaman tentang cara terbaik, atau tentang pengalaman hidup, dapat diperoleh melalui pengalaman orang-orang sukses- mendatangi orang sukses yang ada di seputar kita- atau membaca biografi orang-orang sukses itu sendiri di perpustakaan atau di internet. Cara belajar yang terbaik bukanlah dengan mendengarkan ceramah atau memandang layar komputer melulu. Namun belajar yang terbaik adalah dengan mengalami dan melakukan pekerjaan itu sendiri.

Cara dan prilaku belajar anak laki dan perempuan juga perlu untuk dipahami. Anak laki-laki belajar dalam cara yang berbeda dengan karakter anak perempuan. Anak laki-laki atau pelajar laki-laki mungkin akan lebih sukses belajar dengan cara bersaing, menggunakan logika dan bersifat dominant-atau menguasai. Sementara itu anak perempuan dan juga pelajar perempuan merasa lebih cocok kalau belajar dengan cara kerja sama, melibatkan perasaan dan prilaku mereka bersifat mengasuh.

Colin Roze dan Malcolm (2003) juga berbicara tentang percepatan pembelajaran. Ia mengatakan dalam bukunya “Accelerated Learning For the 21st Century, Cara Belajar Cepat abad 21” bahwa belajar harus dimulai sedini mungkin dan tidak boleh berhenti sampai tua, atau sampai manusia meninggal dunia. Demi pendidikan maka tidak relevan lagi kalau kita bertanya pada siswa atau pada anak; “Ingin jadi apa kalau kamu besar nanti ?”. Tetapi pertanyaan Yang lebih tepat adalah, “Apa yang dapat kamu kerjakan kalau kamu sudah besar nanti ?”.

Berarti untuk menjadi maju dan untuk mengajak anak menjadi maju, maka tentu musti ada perubahan. Untuk menguasai perubahan maka diperlukan “cara belajar cepat” atau percepatan dalam pembelajaran. Percepatan pembelajaran sangat berguna untuk menyerap dan memahami informasi yang cepat. Percepatan pembelajaran , sekali lagi, tidak mutlak hanya untuk konsumsi sekolah sekolah mewah. Sekolah apa saja bisa menerapkan program percepatan pembelajaran. Percepatan pembelajaran dapat terjadi dengan cara mengubah ruang kelas secara total, gunakan permainan, rancang berbagai aktivitas, masukan suasana emosi, ada unsur musik, ada dekorasi dan proses belajar mengajar (PBM) yang bebas dari tekanan demi tekanan.

Percepatan pembelajaran juga perlu dukungan orang tua di rumah. Pada beberapa sekolah yang memiliki program akselerasi- anak dipacu belajar dan melahap semua mata pelajaran yang ada sekarang dan mata pelajaran untuk kelas yang lebih tinggi. Anak anak yang masuk dalam program akselerasi di sekolah, seharusnya juga memperoleh respond dan dukungan atas program percepatan pembelajaran tersebut. Namun orang tua dan kondisi rumah jarang yang memberi dukungan. Seharusnya orang tua menyediakan kondisi rumah yang kaya stimulasi dan bebas stress agar anak dapat tumbuh mandiri (bukan berarti anak tidak perlu mengenal stress, namun jangan memberi stress sepanjang hari). Dalam menerapkan percepatan pembelajaran, para pendidik- guru dan juga orang tua, dihimbau untuk melibatkan diri, memasukan unsur emosional (suasana yang hangat), keceriaan dan kebahagiaan, dan menggunakan latihan relaksasi.

Guru sebagai pendidik dan orang tua sebagai pengasuh harus memahami bahwa tidak guna terlalu mudah menjadi bad tempered, mudah marah-marah dan mencerca anak saat mendampingi mereka dalam belajar, walau tujuannya untuk membuat anak disiplin, “Hei… nanti ku jewer kuping mu, jangan banyak canda belajar sajalah … !!”. Ya demikianlah, cukup banyak orang tua dan guru terbiasa menggunakan kekuasaanya untuk membentak, memukul, menjewer anak atau anak didik. Pada hal belajar yang diikuti dengan cara-cara kekerasan, cercaan, dan bad mood (suasana hati guru dan orang tua yang jelek) akan membuat belajar itu sendiri menjadi beban dan mendatangkan stress. It is not good, maka cobalah belajar dan menemani anak belajar dengan cara yang baru ; pemberian pujian, hadiah atau reward. Sudah saatnya ada perubahan dalam mendorong anak belajar, sekali lagi, mendampingi anak belajar dengan tepuk tangan dan penghagaan.

Menyelenggarakan program percepatan pembelajaran, apakah untuk konsumsi diri, untuk anak di rumah, atau program akselerasi di sekolah, maka musti tahu dengan prinsip belajar yang menyenangkan. Prinsip-prinsip belajar yang menyenangkan, sekali lagi, adalah; ciptakan suasana rileks dan keceriaan, ada humor, ada unsur musik, ada dekorasi, ada reward atau upah dan menggunakan semua unsur indera yaitu mata, mulut, telinga dan gerakan. Ini memang mirip dengan pembelajaran di taman kanak-kanak (dalam arti mempertahankan suasana keceriaan dan motivasi dari guru). Bukan dengan suasana penuh tekanan, kekerasan, ancaman yang berpotensi membuat anak takut, dan kehilangan minat serta motivasi belajar.

Pertahankanlah prinsip pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan adalah dengan memperhatikan bagaimana anak anak kecil di Taman Kanak-Kanak belajar, bukan berarti kita harus kekanak-kanakan. Mereka adalah pembelajar yang hebat karena mereka mereka menggunakan seluruh unsur tubuh dan semua indera tubuh dalam belajar. Tanpa kita sadari bahwa ternyata anak kecil belajar dengan menggunakan unsur somatic- belajar dengan berbuat/ bergerak, auditory- belajar dengan berbicara dan mendengarkan, visual- belajar dengan mengamati dan melihat, dan intelektual- yaitu belajar dengan memecahkan masalah dan berdasarkan pengalaman.

Percepatan pembelajaran bisa jadi program yang penting untuk memacu ketertinggalan kita. Program ini tidak mutlak dikonsumsi oleh program sekolah dengan program akselerasi, namun bisa diterapkan untuk keperluan pribadi atau percepatan pembelajaran anggota keluarga di rumah. Belajarlah secara total, dengan melibatkan unsur panca indera dan belajarlah dengan kontek. Yang penting untuk diingat adalah bahwa suasana percepatan pembelajaran harus bersikap ceria dan terfokus pada siswa.

Catatan : 1) Colin Roze dan Malcom J. Nicholl. (2003). Accelerated Learning For the 21st Century, Cara Belajar Cepat abad 21. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia. 2). David Meier,(2002). The Accelerated Learning Handbook. Bandung: Kaifa.

Prinsip Percepatan Pembelajaran Untuk Mengejar Ketertinggalan

Prinsip Percepatan Pembelajaran Untuk Mengejar Ketertinggalan
Oleh : Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

Sikap kurang sabar dan suka terburu-buru adalah bahagian dari karakter anak muda secara umum. Termasuk karakter pelajar dan remaja. Di jalan raya prilaku ini terlihat dalam kebiasaan ngebut dan mengambil jalan pintas. Melihat prilaku yang agresif dan suka terburu buru ini mungkin ada orang nyelutuk dan berkata “wah anak muda sekarang, kalau di jalan suka ngebut tetapi kalau belajar suka lambat”.
Pelajar, guru, orang tua dan semua orang sudah tahu bahwa bahwa kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan kualitas pendidikan negara maju (Singapura, Jepang, Australia, Amerika Serikat, Perancis, dan lain-lain) masih jauh tertinggal. Maka agar bangsa ini bisa maju dan tidak tertinggal terus maka sudah saatnya semua warga Indonesia untuk memacu kualitas diri. Salah satu cara yang mungkin untuk diterapkan adalah dengan melakukan program percepatan pembelajaran.
Percepatan pembelajaran adalah terjemahan dari accelerated learning. Dave Meier (2002) menulis buku dengan judul “The Accelerated Learning Handbook”. Ia mengatakan bahwa untuk percepatan pembelajaran maka diperlukan keterlibatan total dalam pembelajaran itu sendiri. Belajar haruslah berpusat pada aktifitas dan bukan pada presentasi atau kehadiran semata.
Percepatan pembelajaran seharusnya tidak hanya konsumsi untuk siswa SMA dengan program akselerasinya. Apalagi kalau program akselerasi tersebut hanya berupa pemaksaan dari orang tua, memenuhi ego orang tua agar merasa bangga mempunyai anak yang dicap jenius dengan cara bergabung dalam program akselerasi. Apalagi program akselerasi atau percepatan untuk mempercerdas anak hanya untuk bidang sains dan matematika, pada hal kelak masa depan mereka yang pas belum tentu berada dalam koridor sains dan matematika, mana tahu pada bidang, olah raga, seni atau bahasa.
Suasana pembelajaran pada banyak sekolah, mulai dari tingkat SD sampai ke tingkat SLTA masih banyak bersifat teacher centered. Walaupun sudah banyak guru yang mengetahui jenis-jenis metode pembelajaran, namun mereka tetap merasa senang dengan metode konvensional atau metode beceramah, mencatatkan, mendiktekan atau metode bank- menyuruh siswa menghafal semua ucapan guru dan mengujinya pada hari berikutnya. Pemandangan umum adalah bahwa siswa selalu berkutat dengan kegiatan mencatat, menghafal dan mengerjakan lusinan latihan sehingga jari pegal-pegal. Sesungguhnya belajar bukanlah sejenis olah raga untuk ditonton, tetapi menuntut peran semua pihak.
Orang awam berpendapat bahwa belajar adalah aktivitas verbal dan kognitif. Namun yang lebih tepat untuk mengatakanya adalah bahwa belajar paling baik dengan melibatkan unsur emosional, seluruh tubuh, seluruh indera dan segenap pribadi. Untuk memantapkan daya serap saat belajar maka suasana belajar perlu bersuasana gembira. Ini bisa menjadi penentu utama dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas belajar.
Kegembiraan dalam belajar bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan hiruk pikuk. Kegembiraan dalam belajar berarti bangkitnya minat belajar anak. Maka guru dan orang tua perlu menjaga rasa dan suasana gembira pada saat anak belajar, karena rasa gembira bisa mempercepat proses pembelajaran. Sebaliknya orang tua dan guru perlu menghindari rasa negatif, kebiasaan marah-marah dan mengomel pada anak, karena rasa negatif dapat memperlambat dan menghentikan pembelajaran itu sendiri. Sekali lagi bahwa guru dan orang tua perlu untuk menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari stress dan menjadikan pembelajaran itu bersifat sosial.
Belajar yang baik adalah belajar dengan kontek atau belajar dengan mengerjakan pekerjaan itu sendiri. Misal, belajar berenang dengan berenang, belajar bernyanyi dengan bernyanyi , bukan dengan menyuguhkan sekeranjang teori melulu, kemudian belajar menjual dengan menjual, belajar bahasa asing dengan menggunakan bahasa. Dengan belajar dalam konteks maka akan diperoleh pengalaman kongkrit. Pengalaman kongkrit atau pengalaman nyata dapat menjadi guru terbaik- karena kita terjun langsung, mendapat umpan balik dan terjun kembali.
Pengalaman tentang cara terbaik, atau tentang pengalaman hidup, dapat diperoleh melalui pengalaman orang-orang sukses- mendatangi orang sukses yang ada di seputar kita- atau membaca biografi orang-orang sukses itu sendiri di perpustakaan atau di internet. Cara belajar yang terbaik bukanlah dengan mendengarkan ceramah atau memandang layar komputer melulu. Namun belajar yang terbaik adalah dengan mengalami dan melakukan pekerjaan itu sendiri.
Cara dan prilaku belajar anak laki dan perempuan juga perlu untuk dipahami. Anak laki-laki belajar dalam cara yang berbeda dengan karakter anak perempuan. Anak laki-laki atau pelajar laki-laki mungkin akan lebih sukses belajar dengan cara bersaing, menggunakan logika dan bersifat dominant-atau menguasai. Sementara itu anak perempuan dan juga pelajar perempuan merasa lebih cocok kalau belajar dengan cara kerja sama, melibatkan perasaan dan prilaku mereka bersifat mengasuh.
Colin Roze dan Malcolm (2003) juga berbicara tentang percepatan pembelajaran. Ia mengatakan dalam bukunya “Accelerated Learning For the 21st Century, Cara Belajar Cepat abad 21” bahwa belajar harus dimulai sedini mungkin dan tidak boleh berhenti sampai tua, atau sampai manusia meninggal dunia. Demi pendidikan maka tidak relevan lagi kalau kita bertanya pada siswa atau pada anak; “Ingin jadi apa kalau kamu besar nanti ?”. Tetapi pertanyaan Yang lebih tepat adalah, “Apa yang dapat kamu kerjakan kalau kamu sudah besar nanti ?”.
Berarti untuk menjadi maju dan untuk mengajak anak menjadi maju, maka tentu musti ada perubahan. Untuk menguasai perubahan maka diperlukan “cara belajar cepat” atau percepatan dalam pembelajaran. Percepatan pembelajaran sangat berguna untuk menyerap dan memahami informasi yang cepat. Percepatan pembelajaran , sekali lagi, tidak mutlak hanya untuk konsumsi sekolah sekolah mewah. Sekolah apa saja bisa menerapkan program percepatan pembelajaran. Percepatan pembelajaran dapat terjadi dengan cara mengubah ruang kelas secara total, gunakan permainan, rancang berbagai aktivitas, masukan suasana emosi, ada unsur musik, ada dekorasi dan proses belajar mengajar (PBM) yang bebas dari tekanan demi tekanan.
Percepatan pembelajaran juga perlu dukungan orang tua di rumah. Pada beberapa sekolah yang memiliki program akselerasi- anak dipacu belajar dan melahap semua mata pelajaran yang ada sekarang dan mata pelajaran untuk kelas yang lebih tinggi. Anak anak yang masuk dalam program akselerasi di sekolah, seharusnya juga memperoleh respond dan dukungan atas program percepatan pembelajaran tersebut. Namun orang tua dan kondisi rumah jarang yang memberi dukungan. Seharusnya orang tua menyediakan kondisi rumah yang kaya stimulasi dan bebas stress agar anak dapat tumbuh mandiri (bukan berarti anak tidak perlu mengenal stress, namun jangan memberi stress sepanjang hari). Dalam menerapkan percepatan pembelajaran, para pendidik- guru dan juga orang tua, dihimbau untuk melibatkan diri, memasukan unsur emosional (suasana yang hangat), keceriaan dan kebahagiaan, dan menggunakan latihan relaksasi.
Guru sebagai pendidik dan orang tua sebagai pengasuh harus memahami bahwa tidak guna terlalu mudah menjadi bad tempered, mudah marah-marah dan mencerca anak saat mendampingi mereka dalam belajar, walau tujuannya untuk membuat anak disiplin, “Hei… nanti ku jewer kuping mu, jangan banyak canda belajar sajalah … !!”. Ya demikianlah, cukup banyak orang tua dan guru terbiasa menggunakan kekuasaanya untuk membentak, memukul, menjewer anak atau anak didik. Pada hal belajar yang diikuti dengan cara-cara kekerasan, cercaan, dan bad mood (suasana hati guru dan orang tua yang jelek) akan membuat belajar itu sendiri menjadi beban dan mendatangkan stress. It is not good, maka cobalah belajar dan menemani anak belajar dengan cara yang baru ; pemberian pujian, hadiah atau reward. Sudah saatnya ada perubahan dalam mendorong anak belajar, sekali lagi, mendampingi anak belajar dengan tepuk tangan dan penghagaan.
Menyelenggarakan program percepatan pembelajaran, apakah untuk konsumsi diri, untuk anak di rumah, atau program akselerasi di sekolah, maka musti tahu dengan prinsip belajar yang menyenangkan. Prinsip-prinsip belajar yang menyenangkan, sekali lagi, adalah; ciptakan suasana rileks dan keceriaan, ada humor, ada unsur musik, ada dekorasi, ada reward atau upah dan menggunakan semua unsur indera yaitu mata, mulut, telinga dan gerakan. Ini memang mirip dengan pembelajaran di taman kanak-kanak (dalam arti mempertahankan suasana keceriaan dan motivasi dari guru). Bukan dengan suasana penuh tekanan, kekerasan, ancaman yang berpotensi membuat anak takut, dan kehilangan minat serta motivasi belajar.
Pertahankanlah prinsip pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan adalah dengan memperhatikan bagaimana anak anak kecil di Taman Kanak-Kanak belajar, bukan berarti kita harus kekanak-kanakan. Mereka adalah pembelajar yang hebat karena mereka mereka menggunakan seluruh unsur tubuh dan semua indera tubuh dalam belajar. Tanpa kita sadari bahwa ternyata anak kecil belajar dengan menggunakan unsur somatic- belajar dengan berbuat/ bergerak, auditory- belajar dengan berbicara dan mendengarkan, visual- belajar dengan mengamati dan melihat, dan intelektual- yaitu belajar dengan memecahkan masalah dan berdasarkan pengalaman.
Percepatan pembelajaran bisa jadi program yang penting untuk memacu ketertinggalan kita. Program ini tidak mutlak dikonsumsi oleh program sekolah dengan program akselerasi, namun bisa diterapkan untuk keperluan pribadi atau percepatan pembelajaran anggota keluarga di rumah. Belajarlah secara total, dengan melibatkan unsur panca indera dan belajarlah dengan kontek. Yang penting untuk diingat adalah bahwa suasana percepatan pembelajaran harus bersikap ceria dan terfokus pada siswa.

Catatan : 1) Colin Roze dan Malcom J. Nicholl. (2003). Accelerated Learning For the 21st Century, Cara Belajar Cepat abad 21. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia. 2). David Meier,(2002). The Accelerated Learning Handbook. Bandung: Kaifa.

Minggu, 11 Oktober 2009

Mengoptimalkan Potensi Otak Untuk Pendidikan


Mengoptimalkan Potensi Otak Untuk Pendidikan
Oleh. Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

Salah satu bagian tubuh yang paling penting dan sangat berharga dan bisa mengubah dunia adalah otak. Yahya Muhaimin (dalam Taufik Pasiak, 2004) mengatakan bahwa kemapuan otak merupakan potensi yang memungkinkan seseorang dalam mengembangkan diri untuk menjadi makhluk menuju eksistensi (wujud) yang sempurna di dunia ini. Dengan memggunakan otak maka seseorang akan mampu menghasilkan tiga macam bentuk fikiran, yaitu rasio-intuitif, emosional, dan fikiran spiritual.

Namun untuk membuat pemilik otak itu sebagai manusia yang berarti/berguna atau sebagai manusia yang kurang berguna bagi manusia lain adalah bagaimana ia memanfaatkan otaknya. Konsep manusia yang berguna menurut agama adalah “khairunnas anfahum linnas”, manusia yang baik adalah manusia yang berguna bagi orang lain. Agar bisa berguna bagi manusia lain, maka seharusnya kita mengoptimalkan penggunaan fungsi otak. Otak yang tidak dirangsang secara optimal tentu tidak akan membuat pemilik otak tersebut menjadi makhluk yang sempurna.

Namun ada kecendrungan sebagian masyarakat dan orang tua yang terlalu menganggungkan kecerdasan otak semata. Banyak orangtua yang tidak henti-hentinya memuji anak kalau kebetulan mempunyai anak yang cerdas, namun emosional dan spiritualnya kurang cerdas- kurang pergaulan dan kurang pula pengamalan agamanya, “wah percuma si Abton itu cerdas, tapi kuper- kurang pergaulan- dan sholat serta puasanya bolong- bolong”. Kita tidak akan menjadi manusia yang beradab kalau hanya menggunakan rasional- kecerdasan otak- dan mengabaikan unsur emosional dan spiritual.

Hampir semua orangtua tahu bahwa anak dengan otak yang terlatih dan terdidik, tanpa mengabaikan kualitas emosional dan spiritual, akan mampu membuat mereka menjadi bahagia, cerdas dan berakhlak. Tentu saja ini diperoleh oleh anak yang memiliki otak yang berkualitas dan pengembangan emosional dan spiritual yang mantap. Untuk mendapatkan generasi yang demikian maka orangtua, sekali lagi, perlu untuk membantu pengoptimalan penggunaan dan pertumbuhan otak anak sejak dini dan sampai remaja seperti memberi mereka makanan yang bergizi, memberi latihan dan pendidikan, memperkaya anak dengan informasi dan memperkaya pengalaman mereka.

Agar anak bisa menjadi cerdas maka orang tua, guru, baby sitter dan para pengasuh anak memiliki peran penting dalam mengembangkan potensi otak mereka. Cara-cara pengembangan potensi otak yang dapat dilakukan adalah melalui pembinaan bahasa anak, memberikan mereka kesempatan untuk memiliki kegiatan dan melibatkan mereka dalam kegiatan sosial. Taufik Pasiak (2004) mengatakan bahwa bahasa, latihan, pendidikan, pergaulan/sosial merupakan sarana untuk mengoptimalkan potensi otak kita.

Bahasa memungkinkan kita dalam merumuskan pengalaman mental. Apa yang kita lihat, dengar dan rasakan , atau apa yang diserap oleh indera, dialami oleh pengalaman hidup akan dapat diekspresikan melalui bahasa. Orang tua yang terbiasa membelenggu perkembangan dan pertumbuhan anak dengan cara banyak melarang untuk berbuat “anak tidak boleh melompat-lompat, tidak boleh memajat, mendorong, berlari, tidak boleh main air, tidak boleh main api, dan perbuatan serba melarang lainnya” berpotensi menciptakan anak menjadi manja dan miskin dengan pengalaman hidup. Sejak kecil otak mereka tidak berkembang secara optimal.

Mengisolasi seseorang untuk berbicara sejak bayi bisa membuat dia mengalami gangguan jiwa. Namun secara tidak sengaja ditemukan bahwa cukup banyak orang tua yang enggan mengajak bayi untuk ngobrol. Apa yang mereka lakukan adalah cuma menggendong tanpa berkata-kata. Kemudian cukup banyak orang tua yang juga egois dan malas untuk mengajak anggota keluarga/ anak-anak untuk bercengkerama. Mereka cuma sibuk dan tenggelam dalam urusan pribadi dan bisnis. Orang tua yang demikian juga berpotensi dalam menghancurkan perkembangan otak anak mereka sendiri.

Orang tua dan guru perlu tahu bahwa anak belajar bahasa lewat bermain. Proses belajar dalam bentuk “learning by doing, learning by playing, dan learning by using game” sangat bermanfaat dalam mengembangkan kecerdasan anak. Selanjutnya bahwa dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan otak, maka anak dan juga pelajar sangat membutuhkan sentuhan kasih sayang dari guru dan orang tua, makanan bergizi, dan lingkungan yang kaya dengan rangsangan (aktifitas yang edukatif).

Lingkungan belajar yang kaya dengan rangsangan atau suasana yang penuh emosional/ kehangatan dan aktifitas yang edukatif adalah kunci bagi perkembangan otak anak. Pelajaran akan mudah diingat jika melibatkan kehangatan emosional. Orang bijak mengatakan bahwa otak dan otot bersandar dekat orang yang banyak gerak (banyak aktifitas) dan pengalaman hidup. Maka betapa pengaruh pengalaman hidup (melalui banyak aktifitas) akan membuat seseorang menjadi lebih cerdas. Dengan kata lain bahwa orang yang miskin dengan pengalaman positif adalah orang yang paling miskin dalam hidupnya.

Kegiatan bersosialisasi juga mampu untuk membuat anak/ seseorang mejadi cerdas. Ada beberapa bentuk kegiatan bersosial seperti melakukan ngobrol, membuat catatan harian, mengikuti organisasi, bermain dan melakukan plesiran atau rekreasi.

Mengobrol dilakukan untuk menguatkan silaturrahmi atau human relation. Menulis catatan harian bermanfaat untuk introspeksi diri. Mengikuti kegiatan organisasi berguna dalam mencari teman, melatih manajerial, dan mengelola konflik. Aktifitas bermain juga berguna untuk membuat dunia ini ceria, maka pilihlah permainan untuk anak yang memiliki dimensi motorik, sensorik, kognitif dan kehangatan emosional. Kemudian, mengikuti kegiatan rekreasi seperti outbond training yaitu kegitan yang memadukan olah raga dan bersantai di alam bebas sangat berguna untuk kesehatan rohani, jasmani dan mempererat hubungan sosial.

Untuk meningkatkan potensi otak agar anak bisa menjadi cerdas, ditentukan pula oleh kapasitas ingatan, jumlah informasi dan kualitas pendidikan anak. Markowitz (2002) dalam bukunya “otak sejuta gigabyte: buku pintar membangun ingatan super” juga membahas tentang proses ingatan, mengelola informasi, dan strategi untuk sukses di sekolah.

Proses berkomunikasi orangtua dan anak di rumah dan proses belajar mengajar (PBM) oleh guru dan murid di sekolah seharusnya bersifat interaktif atau hubungan timbal balik- komunikasi dua arah. Pola pembelajaran yang interaktif adalah juga cara yang tepat untuk meningkatkan system ingatan. Orang tua dan guru seharusnya juga sering berbagi cerita atau kisah nyata, karena kisah nyata juga bisa membantu anak dalam mengelola emosi dan untuk meningkatkan proses ingatan mereka.

Ingatan seseorang memberikan rujukan pada masa lalu dan prediksi untuk masa yang akan datang. Ingatan yang menyentuh emosi, penuh kehangatan atau penuh trauma, umumnya tersimpan untuk waktu yang lama. Semua pengalaman yang dilalui dan dimiliki oleh seseorang akan tersimpan dalam otak dan dengan pengulangan, pengistirahatan serta sentuhan emosi, maka ingatan yang kuat akan terbentuk.

Ingatan anak akan tumbuh karena seringnya pemakaian dan semakin banyaknya anak belajar. Untuk itu anak perlu dikondisikan agar terbiasa belajar dengan teratur dan frekuensi yang tinggi, menjadikan belajar sebagai kebutuhan hidup anak. Ada beberapa strategi untuk mengingat informasi yang penting yaitu seperti menumbuhkan skap ingin tahu, pengamatan yang cermat seperti banyak mengamati, banyak mendengar, dan banyak memikirkan. Maka dengan melakukan cara-cara yang demikian ingatan anak/ kita bisa makin kuat.
Guru dan siswa, demikian pula orang tua dan anak, perlu tahu bahwa pertumbuhan kecerdasan otak akan lebih optimal bila tahu cara mengelolanya. Pengelolaan atau manajemen intelektual yang perlu untuk dilakukan adalah seperti:

1). Jangan suka menunda waktu, lakukan sekarang juga. Seperti ungkapan yang mengatakan bahwa “don’t wait till tomorrow, do what you can do”, jangan tunggu sampai besok, kerjakan apa yang dapat dikerjakan hari ini.
2). Bersikap rileks, hindari stress, dan lakukan cukup istirahat tapi jangan terlalu banyak istirahat atau kurang istirahat.
3). Kita perlu mengembangan keterampilan mengamati atau observational skill.
4). Biasakan melakukan kegiatan menulis dan mencatat.
5). Banyak minum air putih, mengkonsmsi buah segar dan sayur dan melakukan olah raga. Kegiatan ini demi untuk mensuplai oksigen (O2) dan kelancaran sirkulasi darah dalam tubuh.
6). Kita juga harus sering mencari perubahan suasana, seperti pergi ke tempat baru, menambah teman baru, mencari hobi positif yang baru, membaca hal-hal yang baru, dan lain-lain.

Potensi otak juga bisa meningkat melalui cara kita belajar. Kita dan anak harus mengenal cara-cara belajar yang tepat. Beberapa strategi agar sukses dalam belajar adalah sebagai berikut:
1) Belajar secara rileks
2) Cukup tidur
3) Banyak minum air, agar darah dan otak kaya dengan oksigen.
4) Cukup olah raga, agar darah lancer beredar.
5) Menjaga kosentrasi dan meningkatkan pengamatan
6) Belajar dan selang selingi dengan istirahat, ibarat berlari sejauh 15 km tentu musti ada lari, istirahat dan lari. Istirahat diperlukan untuk mengembalikan stamina tubuh.
7) Gunakan catatan dan tempelan-tempelan pada dinding
8) Belajarlah di ruangan yang nyaman dan segar.

Sekali lagi bahwa dalam mengoptimalkan potensi otak demi untuk pendidikan, maka pemilik otak itu harus memperhatikan pertumbuhan dan pengembangan otak mereka. Namun yang bertanggung jawab dalam pertumbuhan dan perkembangan otak mereka dalah orang tua, guru, pengasuh, masyarakat dan pemerintah. Yang diperlukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan otak mereka adalah, memperkaya pengalaman hidup mereka (anak), memberi pendidikan dan pengalaman hidup, memberi makanan dan minumab yang bergizi, cukup gerak badan dan istirahat. Dan hal lain yang juga penting adalah memberi model dan sentuhan kasih sayang. Kemudian yang perlu dihindari karena bisa membelenggu pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak/ siswa adalah kebiasaan yang asal serba melarang, terlalu suka campur tangan dan serba membatu. Akhirul kalam bahwa untuk mendapatkan generasi yang cerdas dan punya akhlak memang ditentukan oleh sentuhan dan peran orangtua, guru, masyarakat dan pemerintah.

Note: 1) Markowitz, Karen.(2002). Otak Sejuta Gigabyte: Buku Pintar Membangun Ingatan Super. Bandung:Kaifa,2) Pasiak, Taufik. (2004). Membangun Raksasa Tidur, Optimalkan Kemampuan Otak Anda Dengan Metode ALISS. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

Selasa, 06 Oktober 2009

My Mother Trapped and Saved from Sumatran Earth Quake

My Mother Trapped and Saved from Sumatran Earth Quake
By. Marjohan M.Ed

I was at home with family in Batusangkar. Suddenly on September 30, 2009, Wednesday at 17.16 pm, the great earth quake rocked my house and all people stomped outside of their house, picking their kids and cried fearfully. The neighbors were gathering to talk and to calm down each other, as well as sharing experiences how to confront the hard times. One said that the uncontrolled emotion makes him or her forget with danger- let the fired stove lit, or hit the heavy material and injured them.
Everybody was curiosity on the impact of earth quake, I tuned radio and listened the earth quake was very great, it was 7.6 Richter scale. It damaged Padang and Pariaman region. Several offices and luxurious hotels collapsed and as well the people houses. The worse things happened that some young students in learning trapped in three floors building collapsed at once, and as well as some people being in conference trapped under the collapsed of Ambacang Hotel. I remembered then, my home town is Lubuk Alung- Pariaman, and how are my mother, my sister, other families and relatives.
I contacted every body and as well other people of my family. Nevertheless there was no single response. The sudden quake interrupted the channel of telephone network. Few minute then came a single short message service- SMS from my brother, he said “our house is totally damaged at home…..”, and then I could not contact every body outside else. .
My brother from Payakumbuh rushed toward Lubuk Alung. I did not know how he could reach my home. All roads nearby the hills toward Padang and Pariaman were buried by land slides. Heavy rocks and tumbling trees scattered everywhere. He told me that he went home earlier by rental car through Singkarak Lake, Solok and Padang. From Padang he walked with heavy knapsack on the back home. He collected energy under the sun shine and perspiration body. He tried to catch taxi or motorist but all refused. Fuel was scarce dan difficult to be obtained. The city was full with ambulances glaring serine, delivering the dead and wounded people who trapped under the collapsed buildings- offices, hotels and super markets. Then, intercepted with the speed of rescue teams truck and cars. .
Padang has been a collapsed city. Electric and water were running out. Media informed that the great supermarket where the young citizen used to visit, Plaza Andalas, also collapsed. A great number of visitors- probably students and teenagers as the loyal visitors trapped inside. The greatest university in West Sumatra province- Andalas University and Padang State University” were in damaged. Many schools were in great damaged, too. All students were ordered to go to their hometown- Bengkulu, Jambi, Pekanbaru, Medan and several towns in Sumatra and West Sumatra. They caught and hiked buses or droved motorbike. The city felt as the site of mass wild road race. Hundred thousand of people had exodus outside of Padang and also ten thousands of people who were afraid loosing their children and family rushed toward this city for verification. They rushed on road on contra direction.
They passed on narrow roads and they were caught in landslide altogether. The traffic in suburb areas became totally jam for several hours and the length of it was 90 km on the road of Padang and Bukittinggi. Passengers and the road users were totally panic. Yes, it was true that the traffic was really difficult.
The local radio in Batusangkar then informed that the road toward Padang could be accessed. I was in hurry because of desire to see my home town. There was an event in my family, my brother wanted to handle his wedding party at one of convention halls in Padang. His planning must be delayed or cancelled since the natural disaster and the site has been changed as the rescue place for alive victims. More homeless people stayed there. I did not know if my brother could conduct his wedding party at other place even in a humble situation. I picked few casual wear and rushed toward Padang.
The bus drove normally and I sat at the back seat. There were no many busses brave to move and there were more bad mood passengers- worried their relatives and family safety in Padang. Entering the road of Silaing- the region of Anai Valley near Padang Panjang, the totally traffic jam happened, more and more buses, cars, trucks and motor bikes came and moving bumping in bumping. The air was full with carbon smoke emitted by thousand of car’s exhaust. Babies and young kids were really stressed. They cried and their parents were panic to soothe them down.
The rescue team passed bye in difficult situation. The great machines cleared the road from natural materials, the heavy rocks and falling trees. I was stressed, too and I disliked to talk with my seat mate in the bus. I looked out of the car’s window, stared at river, green forest and the ocean of people. I tried to forget my frustrated. After trapped in the traffic jam for six hours, my bus reached the end of bad road in Sub-district of Sicincin, part of Pariaman. I was relaxed because the bus could move normally.
From the village Sicincin I began to see the effect of earth quake. I saw many damaged road with cracked asphalt, cracked wall and totally collapsing houses. Many people with emptied sight were standing or stayed in their emergency tents set before their house. I only saw the damaged building along the road and of course there are ten thousand families loosing their places at the remote places or inland sites. Almost 300 person or more buried together with their house in the village or Kecamatan Pertamuan, Gunung Tigo on the side of Tandikek Mountain. A lot of houses which are built on the coatal line ruined, worse than the rest of places. Since they are closer to the epicenter of earth quake on offshore of West Sumatra.
What Padangnese fear recently is truly come. They were feared of great quake and tsunami. Fearing phenomenon among people grow after tsunami and heavy tremor in Aceh in 2004 and several other earthquakes in Sumatra and Java, Padangnese were feared of natural disaster then the scientific predicting that one day great tsunami also happens on offshore near Mentawai or near Padang, that many people moved to highland such as in Indarung and abandoned their home on the west coat of Padang. Government responded and designed the evacuation passage whenever the heavy quake with great tsunami happening. But no one knows when the exact disaster come and that was the great earth quake happened in sudden that afternoon. Anyhow this was still ok. Imagine if the earth quake with 7.6 Richter scale happened at night, possibly millions of people will die and trapped or buried in their homes.
After almost one day, on normally day it took us only two hours, I arrived in Lubuk Alung and got rented motorbike. Generally people look confused, no motivation and had no any activities. Some only stayed inside the emergency tents with broken house behind. I imagine on how was my mother “died or alive”. I walked the path toward direction where my mother stays. The situation was very lonely, I saw none except one or two young kids played themselves. I found my house (mother’s house) with broken wall and collapsed roof. I called her in humble voice “mother…., mother…..!!”. No answering, then I listened my old aged mother, walked difficulty with a wooden stick.
“Hi….you come. I almost die. I did not that it was quake”. Yes a young man with muscle body entered the ruined house. He found mother flanked between wall and ceiling. It was lucky that the house was not consisting of heavy material. He picked mother’s body outside. Then he listened another crying “help… help, my head is bloody”. As the quake happen my niece run toward kitchen instead of outside and the wood of roof broke and drop on her head side. Her head was hurt.
The night seemed very long and dark and we had poor food. There was no kitchen and stove to cook and fuel to lit the kerosene lamp, except two pieces of candles. I sat by my mother side and listened to her endless talk- she needed sympathy and then I shared sympathy. I was afraid with mother’s healthy- she was spook and walk bending because of osteoporosis. Being alone or live with a young grand daughter that she could not consume good and healthy food. I shared food that I took from Batusangkar with other relatives. I slept on the rough plastic mat and could not sleep. Mosquito flew severely around my side and ears. I could not contact other through my cell phone- no batteray and no phone coverage.
I remember my friends in Padang. They work as government civil servant. I contacted them and I until know I do not know whether they are alive or dead. Then I walked to my older sister and other relatives’ house “We have no house to live in and we live in the hut with old roof”. I do not know what to do, they do not need any advices or sermon. What they need is a slice of bread, a glass of water, a piece of tablet for her fever”. If not poor situation and poor sanitation will send diseases for my big family and the babies and young kids may get serious/ severe ilnesss But what I can do is showing my sympathy and empathy or I return out side and take my money, even it is not very much, that I have saved for several months. Send us a praying and hope for a better life again.

Rabu, 30 September 2009

Foto Foto memori















foto foto Marjohan dan teman











Suasana Pendidikan Di Rumah Yang Hiruk Pikuk

Suasana Pendidikan Di Rumah Yang Hiruk Pikuk
Oleh: Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

Program Parenting
Parenting adalah program yang dilaksanakan oleh lembaga sosial untuk mempersiapkan para pemuda dan pemudi untuk menjadi orang tua. Pesertanya adalah orang-orang yang berusia muda yang ikhlas mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua karena sudah punya niat/ rencana untuk menikah dan mendirikan rumah tangga yang bahagia. Kelak bila mereka melangsungkan pernikahan dan memilki anak-anak, diharapkan bisa membina rumah tangga yang bahagia.
Di negara-negara maju banyak organisasi sosial yang menyelenggarakan program parenting dan banyak calon-calon orang tua yang berpatisipasi dalamnya, sehingga mereka bisa menjadi orang tua yang bertanggung jawab dan berkualitas. Namun di negara-negara yang Sumber Daya Manusia (SDM) belum begitu membanggakan, dan termasuk negara Indonesia, maka program parenting belum begitu popular. Kecuali program parenting swakarsa yang dilakukan oleh segelintir orang lewat otodidak atau belajar sendiri dengan membaca buku, majalah, kliping artikel dan mengikuti seminar. Untunglah ada program screening diberikan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) yang wajib diikuti oleh sepasang pengantin sebelum menyelenggarakan ritual akad nikah dan pesta perkawinan.
Kegiatan skrining (screening) yang diberikan oleh petugas nikah, wali hakim, dari Kantor Urusan Agama (KUA) dapat dipandang sebagai kegitan parenting dalam bentuk crash program (program cepat) menjadi orang tua yang mengerti tentang peran orang tua. Tapi apakah hasil screening bisa tahan lama terhadap pasangan pengantin ? Screening yang diberikan oleh petugas nikah dari kantor KUA hanya bersifat formalitas. Hanya calon orang tua yang mantap ilmu dan amalnya yang mampu mengamalkan pesan-pesan dari kegiatan screening tadi. Sementara itu bagi calon suami istri/ calon orang tua yang miskin ilmu agama, ilmu pendidikan dan miskin wawasan, kegiatan screening atau parenting ala kantor KUA cendrung bersifat “masuk telinga kiri –keluar telinga kanan” atau garbage in- garbage out. Kenapa demikian ? Ya cukup banyak mereka yang telah mengikuti screening dan pernikahan , punya anak setelah itu, mereka bingung apa yang akan diperbuat sebagai orang tua. Sehingga mereka membina rumah tangga dengan cara meraba-raba atau meniru prilaku generasi sebelumnya. Untung kalau yang ditiru itu sesuai dengan konsep ilmu pendidikan dan norma hidup- jauh dari unsur kekerasan dan kezaliman (bersikap sadis terhadap anggota keluarga dan gemar dengan kata-kata penuh carut marut).
Fenomena dalam masyarakat bahwa cukup banyak orang tua yang kurang mengerti dengan konsep parenting- bagaimana menjadi orang tua yang ideal bagi keluarga. Banyak orang tua yang mendidik dan membesarkan anak dengan “konsep coba-coba” atau trial and error, sehingga berpotensi melahirkan generasi penuh ragu-ragu dan mental yang mudah terombang ambing (plin-plan). Bila mendidik dan membina keluarga tanpa persiapan diri- tanpa memiliki ilmu pengetahuan, maka hasilnya adalah akan lahir generasi yang kurang mengenal potensi diri dan kurang tahu/ gamang menghadapi masa depan.
Visi Keluarga Kontra Dengan Misi Keluarga
Visi (atau pandangan) dapat diartikan sebagai arah atau tujuan ke depan. Misi adalah strategi atau langkag-langkah untuk mewujudkan visi tadi. Kalau begitu, visi keluarga dapat diartikan sebagai tujuan yang hendak dicapai oleh ayah dan ibu dalam membina rumah tangga mereka. Ayah dan ibu perlu bekerja sama untuk menerapkan strategi untuk menuju rumah tangga yang bahagia sebagai harapan atau visi orang tua secara umum.
Begitu seorang bayi lahir ke dunia, maka saat itu eksistensi sebuah keluarga terasa makin utuh. Visi keluarga yang terselib dalam hati atau yang terucap dalam lisan sungguh sangat mulia dan sempurna; “kami ingin rumah tangga ini menjadi rumah tangga yang damai dan harmonis”. Yang lain ingin memiliki anak yang yang sehat, cerdas dan sholeh. Dalam koridor agama Islam, semua pemeluk Islam ingin memiliki rumah tangga yang bahagia di dunia dan bahagia di akhirat, atau memiliki keluarga yang “mawadah wa rahmah”, keluarga bahagia dan penuh dengan rahmat.
Seperti yang telah dijelaskan tadi bahwa untuk mendapatkan rumah tangga yang bahagia dan penuh rahmat, maka diperlukan usaha dengan langkah-langkah kongkrit untuk mencapai misi keluarga. Ada beberapa fokus yang perlu jadi prioritas dalam menciptakan suatu keluarga yang bahagia dan rahmah yaitu memperoleh pendidikan yang berkualitas, kesehatan yang berkualitas, pergaulan dan bentuk aktifitas keluarga yang juga berkualitas. Namun, sekali lagi, sebahagian rumah tangga cendrung tanpa konsep, salah konsep atau meraba-raba dalam bertindak- in action.
Pendidikan keluarga merupakan unsur pertama yang perlu untuk diperhatikan setiap keluarga. Ada beberapa versi orang tua dalam mendidik anak. Ada orang tua yang tidak mengenal tentang cara mendidik. Yang mereka lakukan cuma meniru apa-apa yang diperbuat oleh generasi sebelumnya. Ada yang cuma menyerahkan urusan pendidikan pada instansi sekolah, surau/ mesjid atau lembaga sosial lainnya. Ada pula yang cukup peduli dalam mendidik anak, tapi cuma sampai pendidikan anak di PAUD (pendidikan anak usia dini), TK dan di SD kelas satu atau kelas dua. Selanjutnya mereka tidak mau tahu lagi atau berhenti mengikuti perkembangan pendidikan anak dari kelas tiga SD, terus ke tingkat SLTP,dan SLTA apalagi untuk tingkat perguruan tinggi.
Pintarnya orang tua stelah itu hanya sebatas meyuruh, melarang dan berteriak-teriak “belajar lah naaaak…, jangan main-main… buat PR….jangan merokok…baca buku….!!!”. Selanjutnya dorongan orang tua cuma sebatas berharap “usahakan juara satu… usahakan nilai mu seratus….!!”. Harapan orang tua ini tidak salah namun kalau orng tua ikut berbangga bahwa anak jadi juara lewat usaha yang penuh kepalsuan, juara lewat contekan atau juara kelas karena (factor) berkenalan dengan guru di sekolah anak. Maka tumbuhlah anak jadi generasi cerdas yang penuh bohong. Dalam mendidik yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah bagaimana agar anak selalu aktif dalam proses belajar dengan penuh kesadaran dan kemandirian, walaupun mereka tidak begitu juara di kelas, namun juara bukan karena rekayasa.
Kesehatan keluarga merupakan prasyarat yang lain untuk mendapatkan keluarga bahagia. Masalahnya sekarang bahwa banyak keluarga yang gemar memupuk gizi anak dengan makanan dan minuman yang bersifat cepat saji (fast food and fast drink), makanan yang yang kaya dengan kandungan kolesterol, zat-zat additive, zat-zat pewarna dan zat-zat kimia yang berpotensi untuk mempersingkat umur dan penyakit degeratif (proses merosotnya kesehatan) lainnya dan bahan bahan penyedap lainnya.
Mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat yang dibungkus dengan kemasan dan label, tampaknya sudah menjadi gaya masyarakat kita. Rasanya tidak gaul dan tidak moderen kalau berpergian membawa “pisang goreng, godok ubi, kue lapis, onde-onde, kue lopi dan penganan lain yang lebih alami”. Makanan dan minuman yang dibawa bila naik mobil dan kendaraan lain adalah makanan dan minuman yang dibungkus kemasan plastic, berlabel, kaya dengan zat. Begitu selesai dikonsumsi maka dengan seenak isi perut dilemparkan saja ke jalan raya.
Ada jutaan orang yang melemparkan bungkus makanan dan minuman setiap saat sepanjang hari. Coba lihat jalan-jalan raya di kota dan di propinsi kita, kotornya sudah luar biasa. Pemuka masyarakat, pemuka agama, tokoh intelektual dan sampai kepada professor sudah terbaisa melihat pemandangan yang demikian. Kenapa sampai saat ini belum ada seruan agar “pemilik mobil melengkapi mobil dengan tong sampah “ atau “yang membuang sampah lewat jendela mobil akan kena denda”. Ini mungkin lebih efektif dalam menjaga kebersihan jalan raya. Atau kurangi saja kuota penerimaan CPNS andai kelak mereka Cuma cenderung menjadi PNS yang senang makan gaji buta, dialihkan saja untuk merekrut pasukan kuning (petugas kebersihan) untuk kebersihan jalan raya di luar kota.
Sangat mengkhawatirkan dan memalukan karena volume sampah bungkus makanan dan minuman di sepanjang jalan jalan propinsi hingga jalan kecamatan, sudah berlipat ganda. Sementara untuk memungut sampah tersebut entah siapa yang bertanggung jawab. Kepala pemerintah, tokoh spiritual dan intelektual entah peduli dengan fenomena jelek ini entah tidak. Apakah ada kecendrungan Indonesia menjadi republik penuh sampah ?. Undang-undang tentang kebersihan lingkungan perlu untuk melibatkan pemilik kendaran agar peduli terhadap kebersihan jalan raya dan ikut memberikan sanksi atas kejahatan, mengotori lingkungan ini.
Tentang kebutuhan hiburan keluarga, banyak orang tua yang berfikir bahwa melengkapi rumah dengan sarana hiburan sebagai usaha membuat warga rumah menjadi bahagia dan terhibur. Banyak ayah dan ibu menjanjikan fasilitas hiburan sebagai rewad. “Kalau kamu juara kelas, papa belikan play station…. Kalau kamu jago dalam ujian mama belikan HP kamera….. kalau kamu suka membuat PR nanti om belikan TV 24 inch”. Reward seperti ini tidak salah bila bisa effektif untuk menggenjot minat dan motivasi belajar anak.
Fenomena Rumah Tangga
Fenomena di lapangan bahwa banyak orangtua sangat peduli membeli produk elektronik buat sarana hiburan keluarga meskipun harganya demikian mahal seperti TV berwarna ukuran jumbo, VCD player, antene parabola, loud speaker dengan beat keras, play station, sampai kepada sarana hiburan berukuran kecil seperti HP kamera, TV portable, MP3, dan jenis jenis digital elektronik yang lain. Yang jadi masalah atas fasilitas hiburan ini adalah apakah orang tua dan anak tahu atau tidak tentang aturan menggunakan alat-alat hiburan ini.
Sekarang yang terpantau pada banyak rumah adalah bahwa semua fasilitas hiburan ini hidup sepanjang waktu sehingga membuat suasana rumah jadi hiruk pikuk. Sering gangguan suara dan tayangan hiburan mengganggu acara kebersamaan keluarga. Kini dipertanyakan bahwa apakah masih ada acara kebersamaan yang cukup menyentuh untuk makan bersama, dan shalat berjamaah. Yang ada cuma duduk bersama sambil menonton presenter, artis, iklan dan konten hiburan yang banyak mengandung hura-hura, kekerasan, percekcokan dan miskin nilai sopan santun/ nilai moral.
Sekali lagi, bahwa banyak rumah tangga sekarang gara-gara diisi oleh berbagai fasilitas hiburan telah menjadi hiruk pikuk. Hiruk pikuk oleh suara presenter dan iklan dari stasiun TV, dentuman musik dari speaker pada belahan rumah yang lain. Anak-anak ABG (Anak Baru Gede= remaja) yang sengaja menyisipkan headset loudspeaker MP3 telah membuat lobang telinga mereka juga menjadi hingar bingar, ini berpotensi membuat mereka tidak kenal lagi bagaimana cara berbicara dan berbahasa yang santun dan lemah lembut pada orang lain. Beginilah orang tua sekarang yang membesarkan dan mendidik anak-anak mereka dengan penuh kegaduhan dan suara yang hiruk pikuk.
Ada suatu keluarga yang tiba-tiba memperoleh tambahan bayi baru dan membesarkannya dalam rumah yang penuh suara fasilitas hiburan yang tak terkontrol. Sang bayi menangis dan resah sepanjang waktu sehingga membuat orang tua sangat cemas. Dokter mengatakan bahwa si bayi cukup sehat dan yang membuat bayi resah dan rewel adalah karena sejak kelahirannya “telinganya yang sensitif terganggu oleh kondisi suara yang penuh dengan suasana yang hiruk pikuk tersebut”. Suasana menjadi semakin parah manakala setiap anggota keluarga berbicara dengan volume suara keras untuk mengalahkan suara elektronik dan akhirnya berbicara dengan suara lembut dan santun sudah menjadi sesuatu yang mahal.
Suasana pendidikan di rumah dengan suasana yang hiruk pikuk agaknya dapat ditemukan pada puluhan, ratusan, ribuan dan malah jutaaan rumah tangga di Indonesia. Bila orang tua dan masyarakat kita masih ingin memiliki anak anak yang shaleh, santun dan cerdas, kemudia memperoleh rumah tangga yang bahagia dan penuh rahmah maka mereka perlu untuk menata diri dan rumah tangga. “Benahilah cara mendidik keluarga, benahi cara mengkonsumsi fasilitas hiburan agar tidak mengganggu proses pendidikan, pertumbuhan dan perkembangan keluarga”. Seperti kata ungkapan “better late than never”, biarlah terlambat dari pada tidak pernah melakukan penataan pada pendidikan keluarga sama sekali.
(Marjohan M.Pd, Guru SMAN 3 Batusangkar)

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...