Senin, 13 Juni 2011

My Usual Life Story

                                                                       Oleh: Marjohan Usman
                                                          
Aku seorang guru dan aku juga jatuh cinta. Ayahku berasal dari padang dan ibu dari Lubuk Alung. Ayahku, Kamarruddin Usman, maka namaku juga menjadi Marjohan usman. Tentang jatuh cinta, rasanya ayah dan ibuku belum memberi   model yang pas menurut seleraku. Karena mereka hidup dalam kultur berbeda. Sebelum menikah dengan ibu, ayah pernah menikah dengan dua orang wanita dan memiliki anak. Begitu juga ibuku, sebelum menikah dengan ayah, ia juga pernah menikah dengan dua  orang pria dan juga punya tiga orang anak. Namun dari perkawinan ayah dan ibu, mereka memiliki enam orang anak- lima laki-laki dan satu perempuan. Kemudian adikku yang laki-laki meninggal dunia. Dan Aku yke dua.

Dapat dibayangkan bahwa saat aku lahir, ayah dan ibuku mungkin tidak begitu surprised, karena sebelumnya mereka sudah punya banyak anak dari perkawinan mereka yang terdahulu. Pasti pula mereka merawat tidak begitu prima, ya selain factor ilmu yang kurang, ekonomi yang lemah dan perhatian yang kurang. Tentu aku tidak memperoleh perawatan dan perhatian yang prima.

Ternyata rasa cinta- atau rasa kagum pada wanita- tumbuh saat aku duduk di kelas dua sekolah dasar. Saat itu murid-murid SD badanya besar-besar dan usia mereka juga lebih tua. Mereka berlarian dan aku tertabrak sehingga jatuh dan kepalaku terbentur ke lantai. Aku pusing dan berteriak. Namun tangisku reda saat kakak kelas ku yang cantik datang untuk menghibur dan menenangkan kesakitanku. Naluri keibuan gadis kecil tersebut mampu membuat aku tenang. Meskipun kesakitaku masih kuadukan kepada pada ayahku- seorang polisi di Payakumbuh, namun kebaikan dan kekagumanku pada perempuan kecil itu membuat aku mencintai semua kaum perempuan di dunia ini.

Usiaku terus bertambah, namun permainanku sebagai anak-anak banyak berada di seputar rumah. Rumahku tidak jauh dari sekolah, ya ada SMEP (SLTP)  dan SMEA ( SLTA). Bila sora tiba, aku selalu melihat para siswa pulang berjalan kaki atau naik sepeda, karena zamannya saat itu orang bersepeda. Namun cukup banyak yang berjalan bareng sambil menggandeng sepeda, ya bagi mereka yang sedang jatuh cinta. Saat itulah aku mengenal kata “cinta dan berpacaran” melalui karakter mereka.

Ada seorang siswa SLTP yang terbiasa pulang sendirian dengan sepeda mininya. Rambutnya sebatas bahu, punya sedikit jerawat pada pipi, bibirnya merah alami. Cara ia berjalan membuat aku kagum. Sering tiap sore aku sengaja berlari menuju pintu dan mengintipnya lewat dari balik gorden pintu. Aku tidak mencintainya, karena aku masih kecil, yaitu kelas 4 SD dan ia sudah kelas 2 SLTP. Aku juga tidak tahu nama gadis itu, namun ia adalah gadis ke dua yang aku kagumi.

Kemudian aku tumbuh dan berkembang. Aku mulai punya banyak teman dan juga melakukan banyak eksplorasi. Mencari burung pipit ke sawah, menangkap kumbang atau mengunjungi banyak tetangga hingga aku sekolah di SMP.
Di SMP proses sosialku berkembang, aku ingin terlihat paling gagah dan paling pintar. Aku mencari populeritas. Aku menemui gadis-gadis cantik dekat tetangga ku. Aku mulai belajar mengunjungi rumah gadis-gadis tetanggaku, aku bertukar cerita dengan Zulva efita, nit, nislan sari. Namun Nislan sari adalah gadis paling pintar dan paling cantik. Ia suka kucing dan menyukai figure Lady Di dari Inggris. Sering wajah nislansari hadir dalam kepalaku, tapi aku rasa Nislansari adalah TTM ku (teman tapi mesra ku) yang pertama.

Saat aku belajar di SMA, temanku makin luas. Aku suka berkoresponden dan di SMA aku sudah jago berbahasa Inggris. Tentu saja amat mudah memperoleh banyak temann kalau kita punya banyak kelebihan. Maka aku merasa bersimpati dan hampir mengatakan “I love you” pada seorang gadis amaaat cantik, mempunyai tahi lalat kecil pada sudut bibirnya. Gadis itu bernama Rozalena. Namun Herlina Tondang nampaknya juga senang pada ku dan aku juga simpati padanya. Ia manis, matanya bersih dan rambutnya lurus.

Namun aku sering pergi bareng- bukan berpacaran- dengan Yunarti Chandra, ia gadis hitam manis dan papanya bertugas di Caltex. Ia juga punya teman orang Amerika dan nama bekennya “Tican”, Tican atau Yunarti Pernah meminta aku untuk melamar cintanya. Dan aku respon dengan melakukan sering jalan bareng, makan bonbon bareng dan juga pernah saling berkunjungan rumah.

Di rumahpun TTM-ku, nislansari juga sering curhat dengan ku, hingga aku dan dia makin akrab. Namun aku tetap memposisikan nislansari sebagai adik, konon kabarnya orang tuanya dan orang tuaku punya hubungan kerabat.
Akhirnya aku belajar di perguruan tinggi, pada mulanya aku juga ingin kuliah pada fakultas kedokteran, IPB atau ITB. Karena saat belajar di SMA  Negeri 1 Payakumbuh, aku termasuk siswa yang rajin dan aku juga pernah juara kelas di sekolah yang cukup favorit tersebut. Namun seniorku yang berasal dari tetanggaku menyarankan agar aku masuk saja ke IKIP atau UNP. Aku rasa juga masuk akal, karena lebih mudah dan ayahku tidak kesulitan membiayaiku dan kakakku dengan banyak uang. Sejak kelas satu SD sampai kuliah aku satu kelas dengan kakakku, itulah yang membuatku berambisi untuk belajar dan mengalahkan nilainya.

Di UNP aku mulai jatuh cinta. Ada gadis cantik yang mulai aku cintai namanya “Meirita”, sampai sekarang buku catatannya masih aku simpan. Namun aku tidak tahu mengapa bunga cintaku hilang tanpa sebab, mungkin karena cinta monyet. Saat itu aku menyinta seorang gadis yang sangat manis dan lembut namanya “Indrakusuma Ningsih”. Di rumah aku suka memutar lagu “pretty lady” sambil membayangkan wajahnya nan mirip dengan Indira Gandhi, perdana Menteri India. Ternyata aku gigit jari, karena cintaku merasa ditolak. Atau karena peluru cintaku belum jitu untuk meluluhkan emosi cintanya.

Namun aku anggap itu sebagai cerita cinta yang indah. Aku aktif dalam kegiatan remaja mesjid Al-Azhar dan juga rajin di kampus. Kembali aku punya teman istimewa namanya “Marniliza”, ia cantik, cerdas dan anak tunggal. Hampir setiap sore aku berkunjung ke rumahnya dan baru pulang kalau sudah jam sembilan malam. Aku merasa Marniliza sebagai teman special dan ia juga, atau mungkin ia menunggu tembakan kata cinta dari ku. Namun aku tidak berani mengungkapkan cinta atau aku merasa lebih nyaman cukup sebatas teman tapi mesra saja. Hingga akhirnya aku punya kesibukan lain.
Aku melatih diri untuk tidak cengeng kalau aku kehabisan uang, apa lagi aku mencium hubungan perkawinan ayah dan ibu agak retak dan malah cenderung menuju kehancuran. Aku melamar menjadi pemandu wisata ke departemen parawisata, aku ikut seleksi dan aku lulus. Aku menjadi pemandu wisata dalam usia 19 tahun. Aku meniringi wisatawan dari Negara Benelux- Belgia, nedherland dan luxembur yang dating dengan kapal pesiar “Sholokov” dari ema haven atau teluk bayiur.  Aku kemudian juga jadi guru privat untuk seorang manager pada pabrik kain- sumatex subur, di indarung, aku juga memberi bimbingan bahasa inggris untuk anak-anak yang orang tuanya punya uang. Malah aku juga diberi kamar agar tinggal di rumah /tempat aku memberi private, baik sekali ibu itu. Ia senang andai aku bias menjadi kakak bagi anak-anaknya. Namun aku tetap tinggal bareng di tempat kost ku, karena aku punya keuangan yang cukup memadai, malah oleh orang tua aku dianjurkan untuk pulang kampung tiap minggu.

Aku masih mengembangkan naluri cintaku. Aku ingin jatuh cinta pada seorang gadis yang amaaaat menarik hati. Teman ku Edi yang berasal dari Pulau Dabo Singkep Kepulauan Riau. Memilihkan gadis yang dimatanya cocok untuk ku. Dari semula aku tidak mencintainya, namanya Evi Yumeri, namun ia Jago dalam menulis.
Maka kami saling bertukar surat. Suratku untuk Evi yumeri sampai 8 halaman kertas folio, dan surat nya untuk ku sampai 10 halaman kertas folio. Surat kami mirip cerpen, penuh goresan cerita dan cinta. Aneh bila membaca surat Evi yumeri aku jatuh cinta, tapi bila jumpa dia, ya saya biasa biasa saja.

Aku menikmati jatuh cinta ala zaman siti nurbaya, pakai surat suratan. Sebelumnya aku juga punya hubungan teman tapi mesra (TTM) dengan Anti, seorang  gadis Jakarta, juga dengan Siti Salbiah, gadis yang sekolah di Pondok Pesantren dan tinggal di kampong sumur Bekasi.

Aku bisa wisuda lebih cepat dan memperoleh SK dalam usia 22 tahun. Aku mengajar, namun aku menganggap siswaku ibarat teman ku, mungkin karena jarak usia mereka ibarat kakak dan adik. Aku mengajar pada sebuah SMA. Beberapa siswa perempuan menaruh simpati padaku, dari matanya ada kesan bahwa mereka pingin jatuh cinta pada ku.
Aku mulai serius mencari cinta, aku juga ingin nikah dini, kalau perlu usia 23 tahun. Aku berkenalan dengan Elvi Sukaesih, seorang mahasiswi yang sedang kuliah kerja nyata. Ya ampun sang gadis kelewat agresif dan aku takut. Ia datang ketempat kost ku dan tidak khawatir kalau ia kemalaman, atau dia punya maksud lain denganku. Akhirnya aku tahu, ia punya kekasih namanya Munzir, dan dalam waktu yang sama ia juga ada hati padaku, ya aku tolak secara baik-baik.
Aku mulai serius menjajaki siapa gadis yang cocok untuk menjadi ratu hatiku. Diam-diam juga ada orang tua yang datang melalui ayah-ibu ku untuk melamar aku jadi menantu nya. Aku punya kelemahan dalam bersikap, dan kurang tegas. Aku tidak berani mengatak “ya” atau “tidak”. Akhirnya ada orang tua yangkecewa dengan karakterku.

Suatu malam aku tidur dan pas tengah malam aku terbangun, namun kepala pusing, berat dan hendak berteriak-teriak histeris. Aku yakin, pasti ada guna-guna yang dihembuskan oleh Pak Ibrahim, seorang dukun yang punya ilmu dari Banten. Aku sadar juga, aku tahan diri dan aku kuasai emosiku. Tidak kubiarkan fikiranku kosong. Aku langsung menuju sumur, untuk berwudhuk dan sholat Tahajud.

Malam itu kepalaku terasa plong, dan aku yakin sang dukun, Pak Ibrahim, pasti terjungkal karena ilmu sihirnya, Alhamdulillah, tak mempan padaku. Malam itu juga aku laporkan pengalamanku  pa ibu. Dan ibu tentu saja marah kepada temannya yang memberi aku guna-guna.

Evi yumeri masih berkirim surat padaku, kadang-kadang dalam amplopnya juga ada uang, dengan harapan ongkos untuk menuju kampungnya di Bukittinggi. Namun aku tidak punya rasa cinta, dan aku sudah minta maaf. Walau surat surat cintanya sudah tinggi tumpukannya, namun aku tidak cinta padanya.

Akhirnya aku berkenalan dengan seorang guru gadis, kulitnya putih, hidungnya mancung dan pemalu, sehingga aku menjadi agresif melihat gadis pemalu tersebut. Dengan lembaran surat yang dikirim oleh siswa ku, ia terima cintaku. Surat-surat kami lewat melalui anak-anak murid kami. Aku ngajar di SMA dan ia, Emi Surya, ngajar di SMP. Aku baru tahu bahwa ternyata Devi Artikasari, seorang murid yang selalu menjadi pos bagi surat kami, sering membaca surat-surat cintaku sebelum ia berikan pada gadis pilihanku Emi Surya.

Aku menjadi akrab dan jatuh cinta dengan emi surya. Ada karakternya yang aku tidak suka, yaitu cara ia berbahasa. Aku aku sempat memutuskan/ mengakhiri cintaku secara sepihak denganya. Aku jadi pemarah dan semua siswa tahu kalau aku lagi broken dengan Emi surya. Guru-guru yang lain juga jadi tahu. Karakterku yang selalu ceria berubah menjadi pendiam, mudah ketus dan aku juga bersikap kurang ramah pada siswaku.

Namun aku sadar, buat apa aku cari gadis lain Cuma gara-gara masalah kecil. Kalau demikian kapan aku dewasanya. Akhirnya cintaku dilanjutkan lagi. Dan semua muridku jadi tahu kalau aku jatuh cinta lagi. Siswa ku jadi lebih senang belajar, bukan karena bahasa inggrisnya, tapi karena aku punya kisah kisah cinta.

Hari sabtu adalah hari yang indah. Karena aku bisa membuat janji untuk [ulang kampong bareng, dan kami naik mobil umum. Kami mengambil bangku paling belakang, aku membeli banayk jajan untuk kami konsumsi selama perjalanan. Selama pergi berdua- jalan berdua, aku menjaga kehormatanya. Tidak berani pegang-regang, kalau mau menyeberang jalan ya aku cuma pegang tasnya saja. Sehingga adikku tertawa terbahak bahak melihat kami jatuh cinta ala anak pesantren.

Akhirnya aku merasa mantap memilihnya menjadi calon istri, ya setelah ayah dan ibu ku juga telah berjumpa denganya. Akhirnya aku ajak abangku, saat itu baru saja wisuda, karena aku wisuda jauh lebih dulu, untuk melamar Emi Surya jadi istriku, meski kakakku abangku sendiri berfikir apa-apa. Benar seperti yang diperkirakan oleh seseorang bahwa aku bakal kawin lebih dulu dari abangku.

Ya akhirnya aku menikah, aku tidak memakai adat pariaman, dimana pria musti dibeli mahal oleh pihak wanita. Aku punya tabungan. Aku tidak menyusahkan siapa-siapa. Orangtua ku juga restu. Akhirnya datang jugalah hari dimana aku menjadi raja sehari atau pengantin. Ternyata setelah perkawinan, kami tidak langsung diberi baby. Pada mulanya aku berfikir kalau membuat istri hamil mudah. Istriku dan aku tiap bulan konsultasi ke dokter kandungan pada berbagai kota di Sumatera Barat. Selama berbulan bulan dan sudah puluhan pula buku aku baca dan aku praktekan petunjuknmya supaya istri bisa hamil. Akhirnya pada tahun ke empat diketahui bahwa istriku ada kista atau polip rahim. Ya dioperasi dan kami selalu jatuh cinta. Akhirnya istriku hamil, kami dapat baby ganteng yang aku beri nama “Muhammad Fachrul anshar”. Baru bayi berusia Sembilan bulan, istriku hamil lagi dan kehamilan kedua masuk usia delapan bulan bayi kami yang ke dua meninggal saat bersalin. Aku jadi sedih melihat bayiku yang perempuan meninggal. Namun saat itu aku masih muda, namun kami musti ikut program kelurga berencana. Setelah usia fachrul tiga tahun maka aku bisikan kembali kata “I love you” ke telinga istri, akhirnya ia hamil dan melahirkan dengan selamat, kmai punya bayi perempuan dan namany “Nadhila Azzahra’.

Kedua anak-anak ku memiliki nama islam dan punya makna. Posisi istriku adalah sebagai teman. Kami memutuskan tidak punya pembantu, biar anak-anak langsung melihat bahagaimana orangtuanya membesarkan mereka dan juga mengurus keluarga bersama-sama. Aku rajin membaca buku- buku psikologi dan buku paedagogi. Agar aku memahami perkembangan dan pertumbuhan anak, gunanya agar aku tidak salah didik.

Kini mereka mulai tumbuh Fachrul sudah kelas tujuh (kelas satu) di Mtsn dan Nadhilla kelas 4 SD. Mereka harus tahu tanggung jawab, bisa cuci gelas, bias menggoreng telur- ya tentu saja aku awasi dari jauh agar tidak terbakar api. Ia juga bias memilih sampah dan menyapu. Mereka bias mencuci kaus dan membersihkan sepatu. Mereka harus sholat ke mushola dan ikut mengaji, mereka juga harus membuat peer dan cinta membaca seperti ku. Malah aku juga mengembangkan bahasa Inggris dan bahasa Arab mereka, serta kemampuan mereka dalam menulisd dan dalam menceritakan gambar. Mereka diharapkan menjadi generasi yang santun dan memiliki multi talenta. Dulu ketika teman-teman ku dari Amerika, Perancis dan Australia datang, mereka harus ikut terlibat dalam berinteraksi bersama.  

Ada satu rasa bersalah yang masih tersisa dalam hati bahwa ku dengar sahabatku Evi Yumeri sampai sekarang belum menikah. Mengapa ia menutup hatinya untuk pria lain, apakah ia patah hati karena aku, aku mohon maaf. Ia sempat aku yakin bahwa masing-masing kita sudah punya takdir, aku berdoa agar ia damai selalu dan Allah Swt memaafkan aku, amiin.


Kamis, 26 Mei 2011

Jalan jalan Ke SMAN 8 Pekanbaru dan SMAN Plus Riau

Jalan Jalan FUN dan ENJOY:
Comparative Visit of  English Club SMAN 3 Batusangkar to Excellent School in Pekanbaru


Departure:

               Tanggal 19 sampai 22 Mei (Kamis sampai Minggu ) adalah saat yang ditunggu. Buat apa ? Siswa kelas X SMAN 3 Batusangkar atas nama English club telah membuat rencana untuk melakukan studi banding. Kata Mr Ai (Arjus Putra) bahwa ternyata Pekanbaru memiliki SMA yang sangat berkualitas, yaitu SMA Negeri 8 Pekanbaru dan SMA Negeri Plus Riau di Pekanbaru. 

Mr Ai sebagai tour leader jauh jauh hari sudah merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatu. Ia sudah mengurus segala sesuatu mulai dari hal hal kecil sampai ke pada hal-hal yang lebih gede. Ia sudah menyiapkan hadiah atau cendera mata buat sekolah tamu, sampai mengurus akomodasi kami di sana. 
Saya (Joe) juga ikut bagian atas nama juri dari English drama performance. Pasti tiap yang mau berangkat sudah menyiapkan akomodasi untuk keperluan diri. “Wah buat apa harus membawa travelling bag yang gede, di sana kan Cuma beberapa hari dan pecan baru suhunya panas. Maka saya memilih palkain buat tiga hati, keperluan harian dan mandi. Saya juga membawa beberapa biji bacaan (Majalah dan buku pencerahan) buat dibaca di sela-sela waktu selama di Pekanbaru.

Kami harus berkumpul di depan Indo Jolito. Kamis itu saya saya tiba di pasar jam 6 sore. Saya numpang sholat (untuk sholat jamak Magrib dan Isya) di Q-net. Buat beberapa menit menunggu jam 8.00, saya browsing di internet, mengedit you tube, blogger saya, membalas email dan face book. Saya Cuma menyandang sebuah tas punggung, sengaja tidak makan dan tidak minum banyak. Khawatir kalau saya butuh toilet di tengah jalan, kan bisa barabe.
Jam 8 malam anak-anak sudah berkumpul di depan Indo Jolito, diantarin oleh papa dan mama mereka. Ya lumayan ramai dan juga terjadi saling silaturrahmi. Kami masih menunggu satu bus lagi. Kami butuh tiga bus untuk tiga kelasw, X.1, X.2, dan X.3. Sambil menunggu bus anak anak menggunakan saat indah untuk jepret-jeprat lewat HP, Kamera digital atau kamera pinjam ala paparazzi (Kamera untuk melihat focus yang lebih jauh).

Akhirnya bus datang dan Mr Ai member pengarahan. Guru guru yang ikut juga saling bersilaturrahmi dengan orang tua dan juga berbagi tebar pesona- ada Pak Yal, Pak Datuk, Sense Ayu, Bu Yani, dan Mr Joe. Akhirnya bus berangkat menuju Payakumbuh. Anak-anak berbagi kegembiraan. Pak Supir ngerti sekali, ia mematikan Stereo bus dan anak anak menyanyikan tembang tembang heroic sampai kepada tembang-tembang cintang. Maklum usia remaja kan usia narsis- usia memuja dan merindu.

Dalam perjalanan ada dua kali bus berhenti dan berhenti memang sengaja agak lama. Kalau dihitung jarak Batusangkar dan pecan baru hanya 220 Km dan kalau berjalan normal kami bisa sampai 5 jam dan tentu akan tiba di sana pukul 3.00 dini hari, wah di mana mau istirahat. Itu;lah kami sedikit berlama lama pada dua restoran. Di sana bisa beli snack, beli pop mie, atau antrian ke toilet karena sebelumnya beberapa siswa sudah ada yang menghabiskan banyak soft drink dan ampas biologinya tentu harus dibuang ke toilet. Perhentuian pertama di restoran milik Sederhana di daerah Ketinggian Tanjung Pati, 13 KM dari Payakumbuh, dan perhentian ke dua di Simpang Rangkiang ya sudah masuk wilayah provinsdi Riau. “Ayo....semua masuk, dan mobil harus berangkat....coba hitung temannya, ada yang tinggal...?”
Arrive in Pekanbaru:
Pas waktu subuh bus masuk ke kota Pakan Baru. Tentu saja kami harus menjangkau mesjid buat sholat subuh. Kami sholat dan istirahat sejenak di mesjid Arrahman Kota Pekanbaru. Mesjidnya cukup megah. Pada dinding depanterdapat running text dengan tulisan “selamat beribadah di masjid arrahman pekanbaru”. Sebelum kami datang, jemaah sedang sholat subuh namunh kami bisa bergabung karena imam membaca bacaan yang panjang yaitu surat sajjadah pada subuh jum’at itu. Mesjid bagus namun jamaah cukup sepi, masing masing kurang satu saf. Penyebabnya karena rumah penduduk jauh dari sana.
Usai sholat subuh kami menikmati suasana damai dalam mesjid. Saya mengambil moment untuk berfoto dengan Pak datuk dan Arief Rizaldi juga bergandu. Sambil bercanda berkata “Pak datuk ariefr berfoto bareng mr Joe untuk memanfaatkan kengetopan Mr Joe”. “Mr joe malah yang memanfaatkan ke-ngetopan Anak Indonesia...”, kata Pak Datuk Edi Maizul.
Beberapa menit setelah itu, kami sampai di Hotel Nilam milik SMK negeri 3, Pekanbaru (SMK Parawisata) yang berlokasi di Jalan Dr. Sutomo. Tour leade, MR Ai, kemali member pengarahan dan juga tentang some do-s dan some don’t-s (beberapa suruhan dan beberapa larangan). Saya mencuri waktu untuk napping (tidur sekejap). Ya bangun dan mandi kemudian mencari makanan di cafe depan hotel. Nasi gorengnya biasa biasa saja dan harga dua kali lipat nasi goring lezat di Batusangkar. Nah bagi yang punya naluri bisnis bisa buka usaha kuliner di kota Bertuah ini.
Pak datuk sedang menyelesaikan sarapannya, Pak Yal masih tidur bergelung di kamar, damn mr Ai udah membuka acara penampilan drama. Saya dan pak datuk jadi dewan juri dan mr Ai juga. Ada tiga drama yang musti kami amati kualitas penampilan tokohnya, ide cerita, kekompakan dan nilai menghiburnya. Ada drama “Cinderella, school deterctive dan summer breeze”. Si Mercusi membacanya “Sammer Braiz....”

Drama performance diskors karena hari jum’ata maka kami harus makan siang dan sholat Jumat. Anak perempuan tentu boleh otak astik HP di kamar. Kami sholat Jumat di Masjid Mukhlisin. “Mr...mesjid di sini megah megah ya..”, kata Hidayat Beetoven. Sepatu sepatu bagus berjejer di tangga luar dan tidak ada penitipan dan kemungkin sepatu sepatu tidak akan hilang. Mesjidnya bagus dan jaman- ventilasi banyak, kipas angin banyak dan sound system cukup sempurna. Dalam imej saya bahwa Pakanbaru sedikit sekuler dan dalam kenyataan Susana malayu dan islam lebih terasa. Di kota ini nama-nama jalan, instansi memakai huruf arab melayu di bawah nama aslinya.
Usai sholat saya juga berfoto buat sweet memory dan kami kembali ke hotel. Kami mencuri waktu buat tidur buat sesaat, rencananya jam 2 siang English performance akan diteruska. Dalam kenyataan tidur siang saya jadi lebih lama dan pak datuk lebih lama lagi “Pak datuk bangun kan juri kita kan sudah tekan MoU dengan Mr ai. Saya biarkan pak datuk. Ya ampuin saya tertidur lebih lama dan tak sempat melihat dua penampilan terdahulu. Saya hanya bisa melihat penampilan Dream High. Namun saat ada adengan romantic ya saya rekan dengan HP Nokia e63 saya, kemudian bakal saya unduh di youtube. Akhir akhir ini saya senang mendokumentasikan event evenyt kecil di youtube. 5 atau 10 tahun ke depan bakal jadsi sweet memory. Aktivitas anak anak saya di rumah dengan suaranya yang masih belum baligh juga saya rekan dan saya unduh. Nanti kalau suaranya udah gede kan saya atau mereka bisa mendengar suara dan fil jadul mereka. Hidup kan Cuma sekali dan sweet memory sangat berguna buat membentuk karaktar.
Lewat sedikit jam 5.00 sore ketua team juri (Mr Ai) mengumumkan the best actor, the actress, the best drama dan the best sutradara. Wah semua jadi dapat kebagian. Pokoknya semua siswa harus kita bikin fun dan enjoy.        
Sight seeing:
            Kegiatan kami di penghujung hari jum’at ini adalah jalan-jalan di Pekanbaru downtown. Kami semua menuju mesjid paling gede di kota bertuah ini. Seperti biasa saya senang merekam moment-moment menarik dengan HP saya, Nokia E63, HP royalty buku ha...ha..ha. Kemudian saya unduh di youtube. Nama saya udah beken di google sekarang.  Saya juga mencatat hal-hal kecil lewat note pada layar hape.
            Usai sholat maghrib kami menyebar. Buat sementara saya dan juga anak-anak berfoto foto dalam tebaran cahaya lampu merkuri, wahyu mercuri juga senang dengan lampu mercuri. Wah aku juga lupa diri dan anak-anak juga. Mr Ai...udah berteriak teriak dari samping mobil mata air. “Copek lah....katingga kalian....” Pak Yal juga memanggil kami. Nah lagi-lagi indiscipline dan kami melanggar janji. Mobil melaju hingga sampai pada sebuah persimpangan dan anak anak diturunkan , mereka main main ke mall SKA. Ya mungkin beli novel, beli buku, beli jus....atau mejeng.

            Jam 10.00 masih terasa senja. Anak anak yang tepat waktu undah pada tiba dan mereka disuruh pulang. Saying mobil mata air pecah ban. Beberapa anak lagi laki yang indiscipline terpaksa menunggu mobil mat air sampai baik bannya. Saya lihat “Arif, Irfan, Dedet, si Abank, Pahlevi..udah pada mengantuk, namun harus tabah menunggu perbaikan ban mobil. Akhirnya jam 11.00 kami sampai di tempat rendezvous lagi.



Saturday:
SMA Negeri Plus Riau
            Sabtu adalah hari yang indah, hari untuk bersenang-senang. Kami sudah punya re3ncana untuk mengunjungi dua sekolah: SMA Negeri Plus Riau dan SMA Negeri 8 Pekan Baru. Sengaja Pak Yal membawa mobil bagus bercat hitam melaju di depan dan diikuti oleh dua mobil pemda yang sudah berumur tua dan juga bus mata air. Jadi ada kesan untuk jaga citra. “Bayangkan kalau pergi dengan mobil carry yang di depan. Tentu akan tidak ada sambutan.

            Kami sampai di SMA Negeri plus jam 8.00 pagi dan kami bergabung dengan English avtivity. Sebelumnya kami disambut dengan music rebana ala melayu. Siswa kami juga bergabung dengan English day dan juga sempat menang dan memperoleh 3 bungkus reward, mungkin isinya kerupuk Palembang- but oke..for spirit dan persahabatan.  Bentuk acara englisg activity nya adalah ada English performance, sshort drama, quiz, song. Semua dikelola oleh siswa. Microphone siswa yang memegang dan guru serta kepsek hanya sekedar pemberi support saja. Kebiasaan ini sangat bagus untuk melatih kemandirian, tanggung jawab, saling menghargai, menumbuhkan keberanian siswa dan kerjasama semua siswa.
            Usai kegiatan English day, kami disambut lagi untuk meeting di ruang serba guna. Sebelum liputan profil sekolah, siswa juga  menyuguhkan puisi dan drama bahasa inggris. Untuk pelepas dahaga dan lapar, tuang rumah telah menyediakan snack dalam kotak. Siswa plus dengan lokasi cukup luas hanya mendidik sekitar 200 siswa kelas X dan kelas XI. SMA ini langsung dikoordinir oleh Dinas Pendidikan Propinsi. Sebagai sekolah RSBI , ia sudah punya sekolah partnership di Jakarta dan juga di Tomohon, Sulawesi Utara. Visi sekolah ini adalah : Memiliki mindset internasional tanpa meninggalkan dasar melayu”.
            Sekolah ini memiliki ekskul akademik dan non akademik. Untuk discipline maka semua siswa memotong rambut cukup pendek dan juga dibina oleh seorang anggota TNI. Untuk mempertahankan prestasi, maka sejak awal rekruitmen, berdasarkan potensi awal anak anak dikelompokan atau dibuat pemetaan kemampuan akademik mereka. Selanjutnya setiap minggu ada program pengayaan dan pelatihan olimpiade hingga mereka sering memperoleh prestasi tingkat nasional dan internasional. Malah juga bekerjasama dengan universitas riau dan dengan alumni  untuk menjaga mutu.
            Habis melihat lihat beberapa lokasi dan bincang bincang dengan guru dan siswa akhirnya acara kami usai. Saya masih asyik ngobrol dengan siswa dari sekolah sana “Afdal Ghifari, Muhammad Ihsan dan Regi Andrean”. Memang di sana jumlah siswa laki-laki lebih banyak, karena asrama untuk laki laki juga lebih banyak.
            “Oh where is my bus...” Saya buru buru ke luar. Astaga saya hamper tinggal, karena mobil avanza pak datuk udah meluncur dan tiga bus yang lain sudah stand bye mau ke luar. Saya masuk ke dalam bus yang di tengah aja....good bye, au revoir.

SMA Negeri 8 Pekanbaru
            Perut kenyang siang itu dan yang enak adalah tidur, tapi kami ke sana bukan untuk tidur tapi untuk studi tour. Kami sudah diberi aba-aba oleh tour leader bahwa sore ini ada kunjungan sekolah SMA Negeri 8, dan tuan rumah sudah bersiap siap. Malah dua orang gurunya sudah datang ke hotel kami, persis saat siswa- afdal dan dua orang temannya latihan debat. Hurry up....semua naik mobil, kita menuju SMA Negeri 8 Pekan baru.
            Sekolah ini hanya beberapa menit saja dari hotel dan akhirnya mobil berhenti. “Wah sekolah apaan ini” Celetuk saya, “Kalau Cuma seperti sekolah wah ramai di Batusangkar”. Kami melangkah ke dalam. Rupanya sekolah sedang berbenah diri dan dekat aula ukuran kecil, mulai terasa suasana kehijauan sekolah dan taman sekolah.
            Sekolah ini berdiri tahun 1975 dan sudah berganti nama beberapa kali. Mulai dari SMPP 49, SMAN 6, SMAN 8, SMUN 8 dan kembali menjadi SMAN 8 Pekanbaru. Luasnya 4.8 hektar. Dengan 27 rombongan belajar. Semua peraturan siswa dibuat oleh siswa dan headmaster tinggal ACC saja lagi. Orang tua berpartisipasi menyumbang dalam bentuk barang, bukan uang. Pukul 6.45 pagar sekolah sudah ditutup. Guru dan siswa yang terlambat segera pulang (dilarang masuk).  

            Kalau SMAN 3 Batusangkar mulai PBM jam 7.15, itu sudah diklaim sebagai PBM paling cepat mulainya di Tanah Datar. Namun SMAN 8 Pekanbaru mulai beraktifitas jam 6.45 dan pagar sudah tutp. Guru terlambat ....pulang , siswa terlambat juga pulang saja. Hasil komitmen bersama. Bentuk disiplin yang lain terlihat dari cara berpakaian dan model rambut.
            Dikatakan oleh Kepala Sekolah dari sekolah tersebut bahwa kalau ada terjadi tawuran, yang paling bertanggung jawab adalah guru dan kepala sekolah. “Coba lihat....penampilan siswa yang senang tawuran, penampilannya pasti seperti preman: cara berpakaian, model rambut dan disiplin waktu. Maka segera ini ditertibkan sejak dari sekolah.
            Sekolah ini punya program kerja untuk taraf nasional dan juga taraf internasional. Program dibentuk dan dilaksanakan oleh tim kerja. PSB (penerimaan siswa baru) juga lebih awal. Saat ini (sebelum ada tahun ajaran baru) mereka sudah memiliki siswa baru dari siswa SMP yang terseleksi dan para siswa sedang mengikuti program martikulasi. Anak-anak perlu diajari disiplin dan tanggung jawab sebab hancur atau majunya peradaban tergantung dari ini. SEkarang yang membentuk karakter seorang anak/siswa adalah : Program TV yang dipilih, Majalah/bacaan, ICT, internet dan baru interaksi dengan lingkungan.

Kalau dahulu pembentuk karakter nasih sederhana. Pagi di sekolah, siang/ sore di rumah, sore di TPA dan malam di surau. Untuk memajukan karakter maka sekolah ini punya semboyan: buka mata, buka hati dan jaga amanah. Lingkungan sekolah penuh dengan poster poster dan pesan pesan moral yang dibuat oleh kelompok siswa.
Prestasi yang paling banyak di miliki oleh SMAN 8 ini adalah prestasi untuk level internasional. Apa rahasianya ? Ya lakukan kebersamaan, mencari informasi dan apa saja lomba mereka ikuti. Ini melibatkan kerja sama dengan orang tua dan orang tua di sana tidak memikirkan bagaimana kegiatan bisa gratis alias harus perbanyak ikhlas.
Dipesankan bahwa jangan memulai pekerjaan dengan masalah (Ambo ingin ikut...tapi....) jauhkan kata kata “takut dan tapi”. Namun mulailah pekerjaan dan kegiatan dengan solusi. Info tentang sekolah ini bisa diperoleh pada www.sman8.org
SMAN 8 dibantu 99 % oleh orang tua. Kalau demikian sekolah ini lebih baik lepas dari status negeri dan menjadi swasta aja (kata kepala sekolahnya). SPP di sekolah ini, untuk kelas X (sepuluh) sebesar Rp. 200 ribu, dan kelas XI dan XII (sebelas dan dua belas) sebesar Rp. 150 ribu. Dan ternyata guru guru dan kepala sekolah di SMA unggullan berkarakter sabar, ikhlas, suka berbagi pengalaman dan ilmu, penuh senyum dan ceria selalu.

Untuk sparing partner, diadakan debat bahasa Inggris antara SMAN 8 Pekanbaru dan SMAN 3 Batusangkar. Di batusangkar para siswa SMAN 3 Batusangkar tentu saja merasa the best. Namun ternyata di atas langit ada lagi langit. Selama debat siswa dari pecan baru tampak bersemangat, bukan karena mereka sebagai tuan rumah, namun karena mereka lebih percaya diri, punya wawasan luas dan jam terbang berlatihnya lebih lama.
Pembinaan bahasa Inggris oleh David (berasal dari Amerika Serikat), mungkin bantuan tenaga ahli dari aminef yaitu kerja sama Indonesia dan amerika, telah berkontribusi dalam peningkatan kualitas bahasa Inggris anak anak di sana. David mengatakan bahwa kegiatan debate sangat bagus dalam mempertajam cara berfikir kita. Kegiatan positif untuk bahasa Inggris dsana adalah “kegiatan menggubah lagu berbahasa Inggris dan juga musikalisasi berbahasa inggris.
Wah tidak terasa, tiga hari terasa pendek untuk melihat pengalaman pengalaman sukses dari orang. Saya kira melihat dan bertukar pikiran tentang bagaimana cara sukses lebih baik dari  membaca satu kilo buku motivasi tapi tanpa aksi. Aktivitas berakhir, kami kembali menuju hotel dan malamnya ada kesempatan terakhir untuk sight seeing. Satu dua siswa dan juga guru memanfaatkan kesempatan untuk silaturahmi dengan handaitolan mereka. Saya juga mengunjungi family dan bermalam di jalan Cik ditiro.
Au Revoir Kota Bertuah:
            Saya sarapan pagi dengan sepiring nasi goring di tempat family. Memanfaatkan moment yang sempit untuk menjepret jempret foto. Soalnya esok tak muingkin bisa mengabadikan event yang akan berlalu lagi. Jam 7.30 pagi saya diantar kembali ke hotel. Wow...aku terlambat, anak anak sudah pada menenteng tas mereka kea rah bis. Saya buru-buru berkemas. Dan setelah menit juga bisa beres.
            Tour leader mengajak kami untuk istirahat sejenak ke lokasi mesjid raya – masjid Annur- di pusat kota Pekan Baru, katanya Zahratul aina belum tiba dari rumah familinya. Kami sholat dan juga membuat acara perpisahan kelas. Dari tigas kelas tersebut, Buk yani Jago sekali menyentuh kalbu siswanya..anak anak perempuan air mata mereka mudah tumpah ke bumi. Habis iitu mereka tertawa kembali.

            Nah itu....zahratul sampai dengan taxi roda dua, dan semua naik bis melaju menuju daerah luak nan tuo nan tercinta. Cuma ada acara beli oleh oleh di Kampar, yaitu membeli keripik nenas dan nenas. Saya cuga mencicipi kerupuk nenas....habis beberapa keeping. Namun perut terasa mules (mungkin saat itu kurang pas untuk selera) dan pingin mencari toilet. Saya masuk obil lagi untuk menenangkan perut. Ternyata tubuh kita bisa ditenangkan hingga bis berhenti di pool. Saya Cuma membeli oleh oleh “pias kacang, kerupuk- wah zat pewarnanya banyak. Dimakan tiap hari bisa rusak ginjal”.
            Habis makan malam dan juga setelah sholat maghrib (dijamak dengan isya) mobil meluncur menuju Kabupaten limo puluh kota, Payaklumbuh. Dan saya dengar anak anak dan juga guru sudah kontak lagi dengan orang orang tercinta yang akan menjemput mereka.

Sense Ayu...berfikir dalam berbicara dalam bahasa Jepang dialek Ibaraki. Saya tidak mengerti namun diperkirakan berarti “Jemput aku bang di simpang piladang aja, mobil ku mobil pemda...ya tigabelas kilometre lagi”. Pas dekat simpang Piladang saya lihat sudah ada seorang Pria dengan tubuh tegap, tingginya sama dengan Ade Ray dan juga atletis. “Itu kakak ayu...uncle”. booooom...bis melaju dibawah guyuran hujan. Untung memasuki Sungai Tarab dan Kota Batusangkar hujanpun reda. Bis kami berhenti dan sebagian orang tua menyambut anak mereka. Anak anak kost disambut oleh doa sahabat dan doa orang tua mereka dari rumah. Saya juga pulang bareng dengan bis mata air hingga pukul 12.00 mid night saya juga sampai di GAS- Griya Alam Segar. Alamnya memang segar dan sejuk. Perjalanan studi tour kali ini pasti telah membuat kenangan termanis dalam diri kami terutama dalam sweet memory siswa siswi SMA Negeri 3 Batusangkar. Sweet memory....sweet memory. (Ditulis oleh; Marjohan Usman, M.Pd     http://penulisbatusangkar.blogspot.com) 

Kamis, 19 Mei 2011

Pemberian Label Untuk Membentuk Kualitas Bangsa Kita (Label kota-kota di Sumbar mungkin perlu direvisi ?)


Pemberian Label Untuk Membentuk Kualitas Bangsa Kita  
(Label kota-kota di Sumbar mungkin perlu direvisi ?)
Oleh: Marjohan
Guru SMAN 3 Batusangkar

            Saat kecil kita semua sudah diberi nama. Kemudian selama bergaul dengan teman-teman sebaya, melalui gurauan, mereka memberi kita “label” atau gelar “sang jagoan, si ganteng, si play boy, si unyil, si kerdil, si centil” dan seterusnya. Label yang diberikan teman-teman tadi ada yang terasa menyenangkan, menyakitkan atau memberi kesan-kesan khusus. Sering seorang anak yang sudah punya nama bagus di rumah, namun memiliki nama keren lainnya.
            Label–label yang diberikan sering menggambarkan karakter fisik atau karakter kepribadian seseorang, “Si unyil atau si supermen”. Dahulu karakter fisik sering terasa menyakitkan, coba dengar pemberian label pada seseorang dengan karakter fisik “si lumpuh, si buta, si unyil, si gendut,si layu, si langsing”. Kemudian label dengan karakter kepribadian seperti “si Tomboy, sang macan, si kuat, si penakut, si pengecut, si playboy”, dan seterusnya.        
            Ternyata tidak hanya teman-teman, keluarga dan termasuk orang tua juga kerap kali memberi anak label sebagai panggilan harian “si bungsu...si gemuk..”. Oleh sebab itu ada anak yang lain namanya, lain pula panggilannya. Terlahir bernama Harpen, setelah besar bernama kote- alasannya karena tubuhnya agak kerdil. Atau terlahir bernama Naser, setelah besar bernama “gadang kapalo atau kepala”. Juga tidak dapat dipungkiri bahwa gelar adat dalam masyarakat Minangkabau juga punya label berhubungan dengan karakter fisik “Datuk Panjang lidah (karena pintar ngobrol), mak anjang (paman bertubuh panjang), mak itam (paman bertubuh hitam), Datuk garang (datuk yang pemarah).
Ternyata label juga dikaitkan untuk produk alam (hewan dan tanaman). Label “Bangkok” berarti kualitas hebat, seperti “ayam Bangkok, papaya Bangkok, atau durian Bangkok”. Label “unggul” juga diserbu oleh konsumen karena berkualitas bagus, seperti ‘jagung unggul, sapi unggul, atau bibit unggul  lainnya. Label unggul juga dikaitkan dengan institusi pendidikan seperti “SMP unggul, SD unggul atau SMA unggul”. Maka orang tua berduyun-duyun menyerahkan anak agar bisa  didik  menjadi unggul.
            Selanjutnya “label” juga dikaitkan dengan geografi- nama negara, daerah atau kota. Negara tirai bambu adalah label untuk Cina. Negara gajah putih untuk Thailand, mata hari terbit untuk Jepang, Ke dalam negeri, maka Sulawesi diberi label dengan daerah “nyiur melambai” dan  Papua atau sebagai daerah kepala burung atau mutiara dari timur.
            Di Sumatera Barat,dan tentu juga di propinsi lain, kota-kota juga punya label. Kota batiah untuk Payakumbuh, kota hujan untuk Padang Panjang, kota jam gadang atau kota wisata untuk Bukittinggi, kota budaya untuk Batusangkar, kota beras untuk Solok  dan kota batubara untuk Sawahlunto. Sekarang kota-kota punya label sesuai dengan visinya. Coba lihat contoh berikut:
            Padang kota tercinta- kujaga dan kubela. Semarang kota Atlas (aman, tertib, lancar, asri, sehat). Bandung kota berhiber (bersih, hijau, bermartabat). Palembang sebagai kota wong kito. Slogan atau label ini kesannya biasa-biasa saja. Malah ada kesan bahwa labelnya terlalu dipaksakan. Bukan maksud merendahkan negara sendiri, negara lain kok enak label atau semboyannya . Malaysia is truly Asia, Paris est luminous ville (Paris kota bermandikan cahaya). Atau, Madinah al-Munawarah- Madinah kota bermandikan cahaya. Kota-kota besar di Eropa tubuh menjadi kota popular di dunia gara-gara menggunakan nama atau merek (Brand of city).
            Sekarang beberapa kota besar di Indonesia juga sudah menggunakan label baru. Label tersebut terkesan puitis dan memakai bahasa Internasional (Bahasa Inggris). “Enjoy Jakarta, Jogja: Never ending Asia, Semarang: The beauty of Asia, Makassar: Great expectation city”.  Sehingga kata kuncinya juga mudah diakses pada google, jadi menjadi kota yang juga eksis di dunia cyber. Namun bagaimana dengan kota-kota di Propinsi kita seperti: Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, Solok dan kota lainnya. Apakah masih bertahan denghan label lama ?
            Pemberian label yang pas di telinga dan selera menimbulkan imej positif. Paris yang diibaratkan sebagai tempat yang terang benderang telah membuat hati banyak pengunjung dari penjuru dunia untuk bergerak ke sana. Bali sebagai pulau sorga telah mendorong minat wisatawan manca negara untuk bertandang ke sana. Orang Eropa akan merasa benar-benar berada di Asia kalau telah bermalam di Malaysia, sebagaimana labelnya adalah Malaysia is truly Asia.
            Kecendrungan orang adalah selalu mencari label atau merek. Diceritakan oleh seseorang bahwa tatkala ada businessman Singapur datang ke Bukittinggi. Secara kebetulan menemukan konveksi pakaian berkualitas sangat bagus namun belum punya merek/ label dan harganya pun cukup murah menurut mata uang dollar Singapore. Produk tadi diborong dan dibawa ke Singapore. Di sana pakaian atau garment tadi diberi label/ merek “made in Singapore”. Pakaian berlabel “made in Singapore” tadi dipasarkan ke Jakarta dan termasuk ke tempat asalnya. “luar biasa pakaian tersebut malah menjadi sangat laris- label bisa bikin laris”. Cerita tersebut menggambarkan bahwa betapa banyak orang yang demam dengan produk berlabel.
            Pemberian label juga dikaitkan dengan karakter orang-orang populer. Margaret Thacher (Mantan PM Inggris) disebut sebagai wanita bertangan besi. Mc Tyson (mantan Petinju dunia) disebut juga sebagai ‘Si Leher Beton”. Diego Maradona diberi label ‘Tangan Tuhan”, gara –gara tangannya membuat bola gol ke gawang namun tidak terlihat oleh wasit. Presiden Suharto diberi label dengan “The Smiling General”, HB Yasin labelnya adalah Paus Sastra, dan lain-lain.
            Pemberian gelar atau label juga terdapat dalam ajaran agama kita (Islam). Orang-orang Kuraisy memberi Rasulullah SAW gelar (label) sebagai “Al Amin” atau orang yang terpercayai. Salah seorang sahabat Rasul yang penyayang dengan kucing diberi gelar “Abu Hurairah”. Al-Quran (surat Al-Hujurat:1) mengatakan bahwa janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, bisa jadi yang diperolokan tersebut lebih baik, jangan mencela diri dan juga jangan memanggil dengan gelar (label) yang buruk.
            Pemberian label harus bersifat positif. Seperti yang dijelaskan oleh Al Quran- jangan memanggil dengan panggilan jelek. Lagu “burung kakak tua, hinggap di jendela, nenek kusudah tua, giginya tinggal dua” dahulu sempat popular di semua sekolah Taman Kanak-kanak, ternyata memberi citra negative terhadap label sang nenek: yaitu “nenek tua giginya tinggal dua”. Syukur lagu dan label sudah dihentikan, kalau tidak sang cucu akan memperolok-olokan nenek dan memanggilnya “Nenek ompong”.
            Pemberian label positif bisa memberikan  efek yang sangat dahsyat. Beberapa siswa di sekolah diberi label sebagai “siswa unggulan- siswa berkualitas” akan selalu menjaga citra, jati diri dan bersemangat dalam belajar. Seorang remaja yang sudah diberi gelar adat dengan sebutan “malin atau orang siak/ orang sholeh” telah menjaga pencitraan dirinya- cara berpakaian, cara bertindak dan cara berkomunikasinya. Ya sesuai dengan label gelar adatnya “malin atau orang sholeh”. Kemudian, Sang motivator Mario Teguh yang sering tampil setiap Senin malam di Metro Tv dalam acara golden ways selalu menyapa penotonnya dengan label “para sahabat yang super” sehingga sang penonton merasa dimuliakan, dinomorsatukan hingga  selalu khidmat mengikuti acaranya sampai selesai.
            Pemberian label tentu juga harus diikuti dengan pembentukan karakter. Pemberian label yang pas di telinga seperti “Bali a paradise island, Jogja Never Ending Asia, Enjoy Jakarta, Palembang Wong Kito” telah membuat pertumbuhan pesat untuk daerah ini dan dikunjungi oleh banyak orang.
            Pemberian label pada siswa oleh guru dengan pribadi yang hangat seperti “hallo anak rajin, sang juara, pemuda super, si cantikku..!!!” telah membuat para siswa merasa begitu berarti, hingga mereka terpiju belajar penuh semangat. Sementara pemberian label negative oleh orang tua pada anak atau oleh guru pada siswa, seperti “anak pemalas, anak keras kepala, si blo-on, sib ego, si letoy, sang pembohong...” telah membuat sang anak atau sang siswa membenci orang-tuanya, membenci rumahnya sendiri, membenci pelajaran, membenci guru hingga membenci sekolah dan lari dari sekolah.
Aku malas pulang.... ibu memberiku dengan label negative, aku malas ke sekolah...percuma saja karena aku sudah memperoleh label negative”. Pemberian label negative punya potensi besar menghancurkan masa depan seseorang. Untuk itu patut untuk  diingat oleh pendidik (guru dan orang tua) “Stop untuk memberi anak dengan label negative”.
Nenek moyang orang Minangkabau memberi label Luhak Tanah Data “buminyo nyaman, aienyo janiah ikannyo banyak. Luhak Limo Puluah Koto  buminyo sajuak, aienyo janiah, ikannyo jinak”. Bisa dijadikan Bahasa Inggris juga bisa keren kedengarannya. “Tanah Datar Regenty- a Peaceful land, clear water with plentiful fishery. Lima Puluh Kota Regency- a green Earth, clear water with delicateful fish”.
 Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa pemberian label sangat penting, karena bisa membentuk citra diri dan kualitas. Yang harus dihindarkan adalah pemberian label yang bercita negative. Propinsi Sumatera Barat juga butuh label yang harus bersifat “go internasional”. Khusus untuk kota-kota di Sumatera Barat, terasa bahwa labelnya biasa-biasa saja. Bila kota-kota tersebut ingin dikenal orang secara internasional maka tentu baru label atau merek yang pas di telinga dan di hati warga internasional. (marjohanusman@yahoo.com)

Senin, 16 Mei 2011

Tidak Zamannya Lagi Kalau Hanya Sebatas Cerdas Akademis

Tidak Zamannya Lagi Kalau Hanya Sebatas Cerdas Akademis
Oleh: Marjohan
Guru SMAN 3 Batusangkar 
(http://penulisbatusangkar.blogspot.com )
            Memperhatikan segemen berita di media massa yang sering berisi tentang tawuran, pertengkaran, kekerasan, pembakaran dan sampai pada perbuatan kriminal lain, membuat hati ini jadi teriris. Kita harus berfikir dan bertanya “apakah penyebab ini semua ?”. Apa masih terjadikah proses pembelajaran akhlah dan kebaikan di rumah, dalam masyarakat dan di sekolah (?). Fenomena yang dari kehidupan bahwa proses pendidikan, terutama pengajaran akhlak, dari sebagian orang tua pada anak tampaknya tidak sehebat zaman dahulu lagi.

Dalam zaman generasi dahulu, strategi pendidikan karakter/ akhlak adalah lewat pemodelan dan melibatkan anak secara langsung- anak terlibat langsung dan ikut berperan untuk berproses. Anak anak bisa mengurus rumah, meringankan beban orang tua, ikut aktivitas sosial dan mampu menerapkan tatakrama (bersopan santun) seperti yang dimodelkan oleh orang yang berumur lebih tua dan lingkungan sosial.

Agus Listiyono (2011) menyatakan bahwa fenomena pendidikan sekarang hanya sebatas membuat anak-anak cerdas secara akademik. Semua bentuk ujian yang diberikan oleh sekolah-sekolah hanya untuk melahirkan siswa untuk mengukur pintar secara akademik. Untuk menjadi cerdas secara akademik juga sudah diarahkan oleh SKL (standard kelulusan). “Belajarlah sesuai dengan SKL maka niscaya anda jadi hebat”. Namun kadang-kadang kecerdasan akademik tidak relevan dengan kehebatan menguasai nilai-nilai hidup yang lain, seperti “nilai sportivitas, senang kerja keras, sopan santun, suka kerja keras dan sikap heroik yang lain”. Ada anak yang jagoan dalam mata pelajaran (jago akademik) namun berkarakter egois. Orang tua sendiri perlu menumbuhkan kecerdasan nilai-nilai kehidupan buat sang anak.
Kita (para orang tua) dituntut oleh Sang Khalik (Allah Swt) agar bila meninggal dunia kelak, tidak meninggalkan anak-anak yang lemah: lemah akhlaknya, lemah ekonominya, lemah imannya dan lemah pendidikanya. Untuk merespon peringatan ini maka kita perlu melakukan antisipasi (menjawabnya) lewat pemberian pendidikan keluarga yang efektif. Oleh sebab itu para orang tua perlu untuk saling bercermin bagaimana menjadi orangtua yang efektif dan  peduli pada pendidikan keluarga.

Majalah Swa Sembada (22 Januari-4 Februari 2009) muncul dengan edisi yang cukup spesial karena ia mengungkap perjalan sukses beberapa orang tua/ keluarga hingga sukses dalam membimbing anak-anak mereka. Majalah ini, misalnya, memaparkan bagaimana orang tua Sri Mulyani (mantan menteri keuangan RI tahun 2010) membesarkan anak- anaknya. Begitu pula dengan Sutan Takdir Alisjahbana (tokoh sastra pujangga baru), dan Soemarno (mantan Gubernur DKI tahun 1960).

Orang tua Sri Mulyani sangat menjunjung tinggi pendidikan. Untuk urusan profesi mereka menganjurkan pura-putrinya menjadi dokter, insinyur dan dosen. Alasanya bahwa ketiga profesi itu pada masa lalu sangat dihormati secara sosial. Mereka membesarkan anak-anak secara biasa-biasa saja, namun menekankan pendidikan keluarga atas tiga poin yaitu:
“Anak-anak didik untuk selalu bersama dan bersatu. Selain diajurkan jempolan dalam mata pelajaran di sekolah, anak-anak diarahkan untuk aktif dalam kegiatan di luar sekolah, seperti voli, basket, hiking, pramuka, palang merah remaja dan paduan suara. Kemudian membaca dijadikan sebagai kebiasaan atau hobi”.

Bacaan Sri Mulyani pada waktu kecil dan remaja adalah majalah Bobo, Si Kuncung, Gadis dan buku-buku non mata pelajaran. Orang tuanya juga memberi petuah agar anak-anak menjadi manusia yang tinggi tepo sliro (peka atau memahami lingkungan sekitar) dan juga hidup sederhana. Meja makan menjadi ajang menghangatkan keluarga dengan cara berkumpul dan berkomunikasi akrab. “Setiap anak menceritakan apa yang dialami dan orang tua juga menceritakan pengalaman mereka: soal rekan-rekan yang bermasalah, mahasiswa pintar atau yang bego, hingga anak anak secara tak langsung belajar tentang nilai moral”. Orang tua juga menjadi tempat bagi anak-anak untuk berdiskusi.
Children learn what they live- anak anak belajar melalui cara ia hidup. Jika mereka dibesarkan dalam permusuhan maka mereka belajar menjadi tukang berkelahi. Bila mereka diberi dorongan, maka mereka belajar menjadi percaya diri. Ya anak anak belajar pada kehidupannya. Dan kehidupan awal mereka adalah dalam keluarga, ini berarti bahwa melalui keluarga proses pendidikan berawal.

Sutan Takdir Alisyahbana (STA) sangat peduli dengan pendidikan keluarganya. Ia mengatakan bahwa anak anak harus bercita-cita menjadi orang yang luar biasa, dan orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sutan Takdir sendiri adalah guru (orangtua) yang hebat di mata anak- anak nya karena ia sebagai orang tua dengan multidimensi (memiliki banyak posisi) atau multi talenta (memiliki banyak kepintaran) bukan orang tua yang minim dengan wawasan dan mudah bersikap santai.

Dikatakan bahwa Sutan Takdir sebagai orang tua yang multi dimensi karena ia seorang sastrawan, seorang rektor, ketua himpunan filsafat, pemimpin pusat penerjemah nasional dan mendirikan sejumlah mass media. Ia memiliki keinginan yang sangat kuat untuk belajar banyak hal, mulai dari bahasa sampai pertanian. Ia selalu memacu semangat anak- anak untuk selalu berprestasi. Tidak boleh menjadi orang average (orang rata-rata atau orang kebanyakan). Anak tidak boleh bersantai-santai dan anak juga diajar menabung sejak kecil, ia sering berbagi cerita tentang kisah-kisah sukses dari tokoh hebat.

Kemudian, Hendarman Supandji juga menjadi sukses (dan menjadi Jaksa Agung RI , tahun 2009) karena didikan orang tuanya. Ia memegang teguh ajaran orang tuanya dan selalu menjaga kekompakan. Ayahnya paling tidak suka melihat orang yang pemalas dan perokok. Jam lima pagi anak anak harus bangun, sholat dan mandi. Meski orang tua punya fasilitas mobil, namun anak-anak harus mandiri dengan membawa sepeda kalau pergi sekolah. Orang tuanya selalu menekankan agar anak mengisi waktu dengan kegiatan positif- olah raga, musik dan melakukan hobi yang lain.

Soemarno (mantan Gubernur DKI tahun 1960) juga melahirkan anak-anak yang sukses di bidang masing-masing. Ia mengajar anak-anak untuk hidup sederhana, jujur, dan tidak memanfaatkan fasilitas untuk kepentingan sendiri, pendidikan juga harus dalam kerangka agama. Anak-anak diajar untuk tidak buang-buang waktu, pemalas, santai, harus suka kerja keras, tidak mudah minta tolong pada orang lain dan juga tidak membebani orang lain “Jangan menjadi beban bagi orang lain”.

Berdasarkan paparan tentang pengalaman orang tua sukses di atas, maka sekarang bagaimana dengan kondisi/ fenomena yang terjadi pada banyak sekolah dan praktek mendidik keluarga di rumah mereka ? Apakah anak-anak ada didik untuk selalu bersama dan bersatu ? Masihkan mereka dipacu agar selalu  jempolan dalam mata pelajaran di sekolah ? Apakah anak-anak diarahkan untuk aktif dalam kegiatan di luar sekolah, seperti voli, basket, hiking, pramuka, palang merah remaja dan paduan suara ?. Kemudian, apakah  membaca dijadikan sebagai kebiasaan atau hobi”. Pertanyaan tersebut patut menjadi referensi bagi rumah tangga dan bagi pendidik serta kepala sekolah di negeri ini.

Namun dalam kenyataan bahwa  kita sering kurang peduli pada kualitas pendidikan anak, tidak pernah melihat catatan pelajaran anak. Penulis sendiri juga jarang melihat buku catatan dan buku pelajaran anak-anaknya. Tentu saja para orang tua perlu melakukan kebersamaan bersama anak dan berbagi cerita/ pengalaman melalui meja makan. Bukan malah menebar cercaan, kemarahan dan mengungkit- ungkit kesalahan anak serta menghunjani mereka dengan khotbah yang panjang.

Kalau selama ini sekolah dan orang tua cenderung bersikap berat sebelah dalam membentuk kecerdasan anak- maksudnya terlalu banyak menggiring anak-anak dalam menekuni bidang akademik. Maka kecerdasan social, emosi dan keterampilan (life skill) juga harus dikembangkan. Walau selama ini Kepala sekolah, atas anjuran stake holder pendidikan, cuma tahu berlomba untuk mengejar prestrasi akademik anak agar tinggi (kalau perlu dikurung dari pagi hingga sore agar belajar dan belajar- walau otot dan tubuh mereka selalu layu). Namun sekarang juga sediakan kesempatan bagi mereka untuk  kegiatan “voli, basket, hiking, pramuka, palang merah remaja dan paduan suara”.  Karena pada hakekatnya ini adalah untuk mencerdaskan bangsa secara utuh.

Kalau selama ini mayoritas Sekolah Dasar di negeri kita tidak memiliki perpustakaan atau tidak memanfaatkan perpustakaan, kini sekarang perlu untuk diperdayakan. Stake holder pendidikan harus mengerti dengan manfaat sebuah perpustakaan sekolah bagi kecerdasan dan pengembangan wawasan anak didik. Mereka harus sadar bahwa banyak anak-anak sekarang kurang mengenal nama-nama majalah, nama-nama pengarang dan tokoh-tokoh hebat lain, ya karena guru tidak memperkenalkannya. Pembenahan pendidikan di sekolah janganlah hanya terfokus pada sector fisik: membangun gerbang, mencat pagar, membuat merek- pokoknya sebatas merawat infrastruktur, tapi juga untuk pembangunan mental dan karakter siswa yang optimal.

Orang tua yang kita bicarakan tadi  adalah orang tua yang multidimensi dan memiliki multi talenta. Mereka pantas melahirkan keluarga jempolan. Implikasinya bagi kita bahwa kita juga harus menjadi guru, orang tua yang memiliki multidimensi- paling kurang dalam mendidik keluarga.  (Note: Agus Listiyono (2011) Pintar Akademik, Catatan Untuk Hardiknas 2011. Jakarta: Sekolah Islam (http://aguslistiyono.blogspot.com)

Selasa, 10 Mei 2011

Komunikasi Seorang Pemimpin: Bukan Memerintah Tetapi Bermohon



Komunikasi Seorang Pemimpin: Bukan Memerintah Tetapi Bermohon

Oleh : ROSFAIRIL
Kepala SMAN 3 Batusangkar
Peranan seorang pemimpin sangat penting untuk keharmonisan suatu tatanan social atau organisasi. Seorang pemimpin memiliki banyak peran dan dua di antaranya adalah untuk : 1) menyelesaikan tugas untuk bisa mencapai target atau perencanaan, 2) memelihara hubungan yang efektif dengan bawahan dan juga membina hubungan baik sesama bawahan.
Berdasarkan poinh di atas terlihat bahwa seorang pemimpin perlu memiliki “kiat” dalam menjalankan perannya. Ia harus cerdas dalam menyelesaikan harapan/ tugas sesuai dengan target yang ditetapkan. Ia juga perlu memiliki kemampuan untuk membangun “jembatan hati” inter personal dalam organisasi yang dipimpinnya.
Pemimpin yang hanya pandai untuk menuntut target lebih tepat untuk hidup kembali di masa lalu (pemimpin yang otoriter). Sementara seorang pemimpin yang pro dengan kehidupan modern (pemimpin bergaya humanistik) perlu memiliki kemampuan untuk  “merangkai keterpautan hati” dengan sesama dalam zona kepemimpinannya. Ia perlu menjaga suasana sehati atau “one heart situation”.
Mengapa sering terjadi konflik internal dalam suatu organisasi ? Konflik tersebut dapat menghambat percepatan pencapaian target yang diinginkan. Adalah fenomena di lapangan bahwa sering suatu organisasi sulit untuk mewujudkan tujuannya. Penyebabnya adalah ketidaksamaan paham di antara masing-masing personal. Kondisi awal pemicu adalah karena tidak tersambungnya jembatan hati satu sama lain. Kemudian mem dengan munculnya rasa “tidak senang” dengan  sesama anggota  dan selanjutnya berkembang rasa “saling mencurigai, saling menyalahkan, dan saling menjatuhkan”. Ini kemudian akan bermuara pada kehancuran suatu organisasi itu sendiri. Jika sampai pada titik klimaks, maka tamatlah riwayat peranan seorang pemimpin.
Seorang ahli tentang kemimpinan, Hildan Carol (1977), berpendapat bahwa seorang pemimpinan adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mendorong sejumlah orang untuk  bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan yang terarah (mencapai tujuan bersama). Dari pengertian ini dan berdasarkan implementasinya di lapangan akan terlihat dua dimensi fungsi yaitu: pertama, dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan dalam mengarahkan (direction ability), dan kedua, berkenaan tingkat dukungan atau support atau keterlibatan orang yang dipimpin.
Dimensi dalam direction ability dapat dilihat pada kemampuan pemimpin untuk mendorong orang lain agar  bekerja. Sementara dimensi support bawahan (dukungan dari orang yang dipimpin) sangat berguna dalam melaksanakan tugas pokok- terlihat dari bentuk kerjasama dalam melaksanakan kegiatan yang terarah demi mencapai tujuan bersama.
Dalam operasionalnya bahwa dimensi kepemimpinan akan terlihat dalam bentuk fungsi dari seorang pemimpin. Beberapa fungsi pokok dari kepemimpinan adalah: 1) fungsi instructif (memberi perintah), 2) fungsi konsultatif ( tempat bertukar pendapat), 3) fungsi partisipatif (pemberian kontribusi untuk mencapai tujuan), 4) fungsi delegasi (pelimpahan beberapa kewenangan pada anggota) dan, 5) fungsi pengendalian.
Strategi adalah langkah-langkah khusus untuk mencapai sasaran. Seorang pemimpin perlu memiliki strategi untuk mencapai sasarannya. Sekali lagi bahwa seorang pemimpin perlu peduli untuk  membangun “keterpautan( jembatan ) hati” antar sesama anggota. Seorang pemimpin perlu memiliki strategi yang tepat untuk mewujudkan tujuan organisasi. Kesalahan dalam menempatkan strategi akan menimbulkan kegagalan dalam memimpin.
Dari pengalaman berorganisasi, bahwa “pemimpin yang lebih dominan menggunakan” fungsi instructif- yaitu serba gemar memerintah “tolong kerjakan ini…, tolong kerjakan itu, jangan lakukan ini…dan jangan lakukan itu” ketimbang menggunakan fungsi konsultatif, fungsi partisipatif serta fungsi delegatif, cendrung membuat dia menjadi pemimpin bergaya otoriter.
Tentu saja ada penekanan- penekanan sari setiap fungsi kepemimpinan tersebut. Pada fungsi intructif,  pemimpin menitik beratkan kepada pencapaian tujuan, namun sering mengabaikan rasa humaniora (penghargaan rasa kemanusiaan). Pada hal kunci utama untuk mencapai tujuan yang diinginkan terletak bagaimana seorang pemimpin mampu membangun semangat (memotivasi) anggotanya untuk bekerja.
Pemimpin perlu memperlakukan karyawannya (anggota) sesuai dengan porsi dari tingkat keberadaannya. Pemimpin perlu untuk pandai menghargai orang lai- bawahannya. “Ya, hargailah sekecil apapun jasa dan hasil  kerjanya. Sebab dengan cara demikian, orang akan melipatgandakan potensinya demi kepentingan bersama”.
Perlu diingat bahwa ini pula yang akan membawa pemimpin menjadi sukses dan hebat, Sukses, hebat dan pentingnya seorang pemimpin, sebenarnya bukan karena mengatakan dia orang hebat dan penting, namun karena ia mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan hebat dan juga mampu menjadikan orang/ anggotanya menjadi hebat. “Kesuksesan baru ada, kalau juga ada pengakuan aktualisasi kita sebagai pemimpin yang hebat”. Seyogiyanya seorang pemimpin harus memperlihatkan kepada orang yang dipimpin bahwa dia tetap berada dalam kontek “berpikir positif” dan “pro-aktif” dengan kemampuann yang dimilikinya. Hal ini dalam pandangan bawahannya akan memberikan kontribusi lebih positif. Citra positif pemimpin perlu di jaga agar ia selalu tetap berada di hati bawahan.
Tidak menjadi persoalan apapun bentuk lini kepemimpinannya dan apapun pekerjaan yang dikelola. Kesuksesan pemimpin sangat tergantung pada kemampuan untuk menjaga interaksi dengan orang lain (bawahan) secara efektif dan harmonis. Berkaitan dengan paparan tentang kepemimpinan, maka sebetulnya ada satu aspek atau skill seseorang yang belum mendapat perhatian penuh selama ini. Yaitu aspek assertiveness.
Assertivenes (keasertifan) maksudnya adalah kemampuan berbicara dan bertindak bertindak seseorang yang akan membuat orang lain   merespon secara atentif (penuh perhatian) dan positif. Aspek- aspek ini sangat esensial dalam system kepemimpinan, namun sering terabaikan. Kunci pokok keberhasilan memimpin sebenarnya terletak pada aspek keasertifan. Pemimpin yang kurang mampu memancing respontif dari karyawannya akan mustahil dapat mengaktualisasikan diri dalam pekerjaannya.
Maksudnya bahwa pemimpin (top leader) harus mampu menggelitik sumber energi kerja dari karyawan/anggotanya sehingga mereka bisa terangsang untuk  berpartisipasi- memberikan respon atas apa yang diinginkan oleh pemimpin. Sumber kekuatan tersebut pada hakikatnya terletak pada hati. Maka intinya adalah “jagalah ketersambungan hati” dan jangan buat jarak.
Beberapa “some do-s” dan “some don’t-s” atau beberapa suruhan dan larangan dari pemimpin terhadap karyawannya. “Selalulah membentengi hati karyawan dengan semangat yang menggebu-gebu. Sekali-sekali jangan sakiti hati mereka, buatlah karyawan menjadi rindu karena tidak bertemu dengan kita dalam satu hari. Jadikan ketersangkutan hati melekat dengan hati kita. Buatlah diri kita menjadi kebutuhan bagi mereka untuk berinovasi serta berimprovisasi dalam pekerjaannnya dan dengan keberadaan kita biarkan mereka berkembang sesuai dengan kodratnya sehingga mereka merasa tersanjung dan terhargai dengan demikian akan dilihat tumpukan energi pembangunan yang anya terselubung disudut hati yang paling dalam, ini  akan membludak dengan dahsyat dalam bentuk produk sebuah pekerjaan”.
Terkadang pada saat tertentu, perasaan tidak mendapat perlakuan adil dari karyawan/angota yang tampil dengan pura-pura jatuh. Maka intinya adalah mohon berikan perhatian yang agak lebih padanya, seolah-olah ia berkata “ tolong bangkitkan saya…!”. Di sinilah kepiawaian seorang pemimpin dalam mencermati secara bijak prilaku berpura-pura tersebut. Hal yang juga sangat penting untuk dijaga adalah “hati dan perasaan bawahan jangan sampai terluka oleh perbuatan dan tindakan kita sebagai pemimpin, ini berguna agar bawahan selalu bersikap loyal”.
Jelas sudah bahwa keberhasilan seorang pemimpin bukan terletak pada banyak orang yang ikut dibawah kepemimpinannnya tetapi terletak pada berapa banyak orang loyal dengan yang dinginkannya. Keberhasilan pimpinan terletak pada berapa banyak orang yang loyal bukan pada banyak orang yang ikut, maka ini  berarti bahwa keberhasilan kepemimpinan seseorang adalah seberapa jauh ia mampu memancing respon para anggota. Juga seberapa lama ia dapat  menjaga interaktif secara harmonis.
Mengakhiri tulisan ini bahwa kepemimpinan secara hakiki adalah bukanlah memerintah namun menyembah- ibarat alur sembah yang diperankan oleh ninik mamak dalam masyarakat Minangkabau, yaitu memohon pada orang agar mau berbuat  untuk kita. Dalam hukum social bahwa setiap permintaan berarti posisi tangan selalu berada di bawah, bukan di atas. Maka untuk itu para pemimpin harus pandai-pandai dalam menempatkan diri, yaitu jangan meminta dengan kesombongan, karena kesombongan tidak akan mengantarkan kita pada harapan. Sebaliknya akan membuat jarak lebih jauh dari keinginan.
Sebuah filosofi “alfatihah (surat alfatihah) bahwa untuk mengakses kepemimpinan dalam kehidupan sehari-hari, dengan jelas bahwa Allah Azza Wajalla telah menggambarkan dalam surat alfatiha “untuk sampai kepada permohonan, ada empat pujian yang dilakukan terlebih dahulu”. Kalimat “Ihdinasshirathal Mustaqiim- tunjukilah kami jalan yang lurus”, adalah didahului dengan beberapa pujian antara lain:
“Alhamdulillahirabbul Alamin, Arrahmanirahim, malikiyaumiddin dan iya kana’budu waiya kanast’iin”.
Semua kalimat tersebut adalah pujian pada Allah- Sang Khalik, padahal tanpa dipuji Sang Khalik tetap esa dan tetap mulia. Namun manusia yang sangat miskin dengan kasih sayang jika memohon “ya pandailah memuji terlebih dahulu” supaya apa yang diminta akan terkabul/ terbantu. Kepemimpinan yang dilandasi dengan gaya “membentak dan menghardik” akan membuat para anggota tidak menjadi hormat, melainkan akan bersikap tidak baik.
Pendapat ahli bahwa seorang pemimpin  diterima oleh masyarakat, “80 % ditentukan oleh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya”. Porsi kecerdasan intelektual hanya 20 %. Malah di Amerika Serikat fenomena tersebut mengalami sedikit pergeseran, yaitu bahwa “90 %  kegagalan seorang pemimpin” dipengaruhi oleh perilaku buruk sang pemimpin.
Akhir kata, jadilah pemimpin yang amanah, sesuai dengan sunnatullah. Sebab siapapun yang kita pimpin (dalam kontek bagaimanapun) maka pertanggung jawaban akan tetap diminta oleh sang Khalik di Yaumil Mahsyar nanti. Nabi Muhammad Saw bersabda: “setiap kamu adalah pemimpin dan setiap apa yang kamu pimpin akan diminta pertanggung jawaban disisi Allah. Dalam memimpin jadikanlah Alquran sebagai tuntunan”. Moga moga para pemimpin  member kontribusi untuk keharmonisan hidup masyarakat, amiin. 

Berani Punya Keluarga, Berani Mendidi Mereka

Berani Punya Keluarga, Berani Mendidi Mereka

Oleh: Marjohan

Guru SMAN 3 Batusangkar

Dunia sekarang penuh dengan label, ada label “smart, cerdas, pintar, hebat, berkualitas dan termasuk label unggul”. Label unggul, dahulu dikaitkan dengan produk hewan atau tanaman. Kita dulu mendengar istilah “sayur unggul, jagung unggul, padi unggul, sapi unggul”. Sekarang malah ada istilah “sekolah unggul, anak unggul dan keluarga unggul.

Ada kesan bahwa siapa saja bisa dan punya kesempatan untuk menciptakan “keunggulan” apakah untuk produk atau untuk keluarganya. Label unggul tidak lagi menjadi dominasi para ahli. Dalam bidang pendidikan, maka setiap kepala keluarga (ayah dan ibu) mempunyai kesempatan untuk menciptakan anak-anak unggul melalui sentuhan pendidikan yang juga unggul.

Benar, bahwa lingkungan keluarga menjadi tempat utama untuk menempa anak-anak menjadi manusia unggul. Apa yang harus dilakukan orang tua ? Ya tentu saja terlebih dahulu membentuk karakter (sikap). Orang tua tentu menjadi model secara langsung. Anak-anak unggul biasanya juga mempunyai orang tua dengan karakter unggul. Orang tua unggul tidak identik dengan orang tua yang memiliki kantong tebal, tetapi orang tua yang memiliki prinsip hidup. Namun cukup banyak orang berkomentar “Wah...pantas saja ia berhasil dan sukses, karena orang tuanya termasuk orang terpandang dan punya posisi tinggi”. Namun mereka juga perlu tahu bahwa cukup banyak anak pejabat yang jangankan kariernya tumbuh, malah sekolah anak mereka saja tak selesai. Bahkan pendidikan/ kehidupan anak-anak mereka juga kacau.

Seorang ahli psikologi, bernama John B. Watson, mengatakan “beri saya seribu bayi dan saya akan jadikan mereka seribu manusia yang anda inginkan”. Pendapat ini menyatakan bahwa betapa besar pengaruh lingkungan- terutama lingkungan rumah dan sekolah- terhadap perkembangan hidup seseorang. Tentu saja sangat beruntung seseorang yang memiliki lingkungan rumah dan sekolah yang kondusif (factor yang mendukung) untuk pertumbuh dan perkembangan kualitas seorang anak. “Bila anda adalah orang tua yang sedang mencari lingkungan baru, maka pilihlah lingkungan rumah dan lingkungan sekolah yang berkualitas buat sang anak”.

Selain faktor lingkungan, latar belakang dan bakat seseorang juga ikut menentukan keberhasilan seorang anak. Andai lingkungan rumah sebagai penentu keberhasilan anak, maka betapa pentingnya peran orang tua dalam mengantarkan masa depan anak. Untuk itu orang tua harus memandang anak sebagai manusia dengan eksistensi yang utuh. Sudah saatnya setiap orang tua punya ilmu tentang mendidik anak, “jangan hanya berlepas tangan dan terlalu menyerahkan urusan pendidikan kepada pihak sekolah”. Bila anak gagal maka tidak layak melemparkan kegagalan pada pihak orang lain “ Wah anakku jadi jelek karena pengaruh lingkungan atau pengaruh sekolah”. Seharusnya juga bisa berucap “Wah anak ku gagal karena peran mendidikku dari rumah kurang maksimal”.

Sekali lagi, bahwa selain pengaruh lingkungan sosial, kualitas perkembangan anak juga ditentukan oleh tingkat kecerdasan, minat, bakat, dan orientasi kehidupannya. Seorang anak yang masuk ke fakultas kedokteran karena orientasi (ambisi) orang tuanya hanya sebatas lulus menjadi dokter. Setelah menjadi dokter tidak ada lagi penambahan kepintarannya, karena orientasinya hanya sebatas bagaimana bisa mencari banyak uang dari pasien yang kaya. Kebanggaan orang tua sendiri hanya berorientasi kearah kantong semata. Namun sekarang karir dokter tak senyaring zaman dahulu, karena banyak masyarakat yang mengerti dengan penyakit dan menemui obat alternative secara mandiri. “Wah kalau demam, batuk, sakit kepala obatnya paracetamol, antibiotic, dan minum multivitamin saja”.

Kurangnya wawasan orang tua, guru dan siswa itu sendiri membuat sang anak menjadi pribadi yang selalu kebingungan. Juga akibat miskin pengalaman, miskin model dan miskin dalam menjelajah kehidupan ini telah membuat banyak anak/ remaja kebingungan: tidak tahu hendak kemana dan bagaimana setelah dewasa. Banyak yang berkomentar : “Aku tidak tahu hendak jadi apa setelah dewasa ?”. Ungkapan frustasi dan ungkapan kebingungan ini muncul akibat anak banyak terkurung dan terkungkung dalam lingkungan rumah dan sekolah. Saat liburan pun mereka masih berkurung dalam rumah, sehingga kurang mengenal betapa bervariasinya dunia kerja ini.

“Mengapa begitu banyak sarjana dilahirkan oleh pergruan tinggi di negeri ini namun negeri kita masih saja tertinggal di berbagai bidang kehidupan”, celetuk seseorang yang bersedih melihat fenomena sosial. Memang, dan kalau di negara maju- kemajuan ekonomi juga didukung oleh kemajuan dalam bidang lain- maju olah raga, maju sastra, maju seni dan juga maju filsafatnya. Sementara kalau bagi kita “aktivitas atau karir dalam bidang seni, budaya, olah raga dan filsafat” kerap dipandang sebagai karir yang kurang favorit.

Kalau pendidikan kita ingin maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa yang maju di dunia, maka kita (Indonesia) masih membutuhkan banyak sekali orang hebat pada berbagai bidang kehidupan. Maka pemberian pendidikan yang benar untuk generasi mendatang menjadi semakin krusial. Maksudnya adalah pendidikan buat mereka bukan hanya sekedar ilmu, melainkan juga sarat dengan unsur seni. Idealnya para generasi muda kita bisa mengerti dengan pengetahuan dunia, pengetahuan agama dan seni, sehingga ada orang yang berfilsafat “Dengan ilmu hidup mudah, dengan agama hidup terarah dan dengan seni hidup indah”.

Dalam malpraktek pendidikan di rumah bahwa yang belajar itu cuma kalau anak bisa membuat PR. Sementara kalau ada anak yang mengerjakan hobi menggambar atau bermain gitar itu dianggap buang-buang waktu. Demikian pula pengalaman penulis mengajar pada sebuah boarding school yang mana guru pengasuhnya (pembina asrama) tidak mengenal ilmu mendidik (paedagogi) dan psikologi. Semua santri dilarang bergitar, dilarang memutar music walau lewat MP3 karena itu diasumsikan berhura-hura, buang-buang waktu, mengganggu pembelajaran dan juga bisa mencemari budaya pesantren oleh budaya asing. Namun anak/ santri tidak diberi solusi, akibatnya semua siswa/ santri merasa gersang tinggal di lingkungan sekolah dan akhirnya banyak yang pindah ke sekolah luar.

Ternyata seni itu penting, dan seni itu terletak pada kepekaan orang tua membaca dan memahami kecerdasan, talenta, bakat-bakat khusus, minat, antusias dan orientasi sang anak. Semua ini mesti dicermati sejak anak usia dini, kemudian dipupuk dan ditumbuhkembangkan (disediakan fasilitasnya). Dengan demikian ketika anak memasuki usia remaja, sudah tergambar bidang apa yang kelak paling cocok untuk ditekuni anak- karakter seni anak akan terlihat.

Dengan demikian bahwa pembentukan karakter itu penting. Menjadi tugas orang tua untuk mengarahkan anak untuk memilih karakter yang kuat. Dalam hal ini keteladanan orang tua adalah segala-galanya. Sebetulnya anak selalu memperhatikan karakter orang tua, misalnya ketika menghadapi situasi sulit, akankah orang tua menghadapi dengan gagah berani atau justru menghindari, tekun dan disiplin dalam pekerjaan ataukan gemar mencari jalan pintas.

Seorang remaja, ketika kecil terlihat begitu cerdas dalam berkomunikasi dan tekun dalam belajar. Namun setelah menginjak bangku SMA sang remaja berumah menjadi orang yang pasif, mudah putus asa dan senang dibantu. Ternyata lingkungan rumah telah merobek karakter positif yang saat kecil: anak tidak dilibatkan dalam kegiatan rumah, anak banyak dilarang, anak kurang dikondisikan untuk memiliki banyak pengalaman. Lingkungan rumah perlu membentuk karakter kuat pada diri anak.

Pria-pria dewasa yang tidak punya tanggung jawab- dari pagi hingga malam cuma banyak bengong, secara kasar bahwa pintarnya cuma “mancilok atau akronim dari Mandi Cirit (beol) dan Lalok (tidur)” nyaris menciptakan anak anak yang juga bingung menghadapi dunia. Pelajar-pelajar yang malas dan keluyuran disekolah, begitu ditelusuri ke rumah, ternyata mereka punya ayaj yang tidak tahu dengan peranannya. Sebaliknya ayah yang punya karakter- rajin, jujur, dan hidup bersemangat juga akan memiliki ansak anak yang punya prinsip hidup yang juga terarah. Karakter yang kuat akan menopang sukses jangka panjang bersama orang lain. Ternyata memang lingkungan keluargalah yang berperan penting dalam menempa dan membangun karakter sejumlah tokoh sukses di negeri kita.

Sudarmadi dalam majalah Swa Sembada (22 Januari 2009) menulis bahwa tidak sedikit keluarga yang berhasil mendidik anak-anaknya sehingga sebahagian besar punya karier dan prestasi di bidang yang mereka geluti. Bagaimana mereka melahirkan generasi seperti itu dan apa gizi yang diberikan ?

Orang orang unggul sebenarnya bukan produk langsung dari sekolah (SMA dan Universitas) yang mereka lalui, jauh sebelumnya mereka telah tumbuh dari keluarga yang memiliki prinsip hidup. Tentu ada prinsip atau aturan yang mereka kerjakan dan prinsip atau aturan yang mereka hindari.

Yang harus dilakukan keluarga agar anak tumbuh berkualitas adalah:

1. Memberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakat.

2. Menciptakan suasana agar anak bisa fun dan enjoy dalam pengembangan diri.

3. Menanamkan nilai-nilai positif (kerja keras, disiplin, dan sadar waktu).

4. Membekali anak dengan pendidikan formal memadai.

5. Menumbuhkan keterampilan social dan intelektual.

6. Mendorong semangat berkompetisi dan berprestasi.

7. Membiasakan anak berjuang dulu dalam meminta sesuatu

8. Memberi anak tanggung jawab (tugas rumah)

Kemudian prinsip (aturan) yang tidak boleh dilakukan adalah :

1. Mengarahkan anak tanpa melihat konteks lingkungan dan zamannya.

2.Memaksakan minat anak sesuai dengan kehendak orang tua.

3. Menuruti semua permintaan anak.

4. Menganggap anak tidak berpotensi sehingga lebih banyak mendidik dengan

memerintah.

5. Banyak menuntut kepada anak sementara orang tua tidak mengimbangi dengan

pengorbanan.

Namun cukup aneh bahwa fenomena yang sering ditemui dalam praktek mendidik anak di rumah adalah melaksanakan prinsip yang seharusnya ditinggalkan. Sering anak-anak protes dan berkata “wah mama terlalu cerewet atau papa terlalu banyak campur”. Ini merupakan indikator negative bahwa orang tua terlalu banyak mengarahkan anak sampai hal-hal detail, akibatnya suasana fun dan enjoy (suasana menyenangkan) menjadi hilang. Yang timbul adalah suasana serba diatur, dicampuri dan didikte.

Orang tua berusia muda, yang kurang memiliki ilmu parenting (bagaimana menjadi orang tua) sering terjebak dalam menuruti semua permintaan anak. Seringkali anak kadang- kadang asal minta saja, setelah dibelikan, ternyata benda tadi tidak bisa dimanfaatkan. Begitu pula bagi mereka yang ambisi agar anak cerdas, sering terkesan memaksakan anak. “Wah kamu kalau sekolah di SMA, idealnya ambil saja jurusan IPA, nanti bakal bisa jadi dokter”. Sementara bakat dan minat anak adalah pada seni dan sastra, “wah pilih seni dan sastra...mau jadi apa kamu kelak, mau ngamen...!!”. Sering orang tua memandang jurusan ini dengan sebelah mata.

Penulis sendiri sering terjebak terlalu banyak memaksa dan menuntut anak. “Hei membaca,...hei ...kembangkan hobbi mu...”. Namun perlu disadari yang diperlukan anak bukan banyak menuntut tetapi sediakan fasilitas belajar dan berkarya buat mereka dan setelah itu memberi pemodelan buat anak- model dalam belajar dan berkarya. Memang benar, hidup makin susah, tapi jangan menyerah dan perlu perjuangan. Bagi yang sudah punya keluarga dan punya anak, maka mereka harus member model- tahu dengan parenting atau seni menjadi orang tua. Secara berseloroh dapat dikatakan bahwa : Berani punya keluarga ya tentu juga berani mendidik mereka sejak dini.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...