Sabtu, 03 Oktober 2015

Menjadi Orang Indonesia Dengan Level “World Class People”



Menjadi Orang Indonesia Dengan Level “World Class People”
Oleh: Marjohan, M.Pd
Guru SMA Negeri 3 Batusangkar

            Dalam zaman sekarang, dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang didukung oleh perkembangan tekhnologi informasi komunikasi maka orang mulai berfikir bagaimana mendorong pertumbuhan institusi mereka, yang semua berada pada kualitas level kecamatan, kabupaten, propinsi hingga menjadi kualitas nasional. Dan sekarang berlomba untuk menempati kualitas level dunia. Untuk lembaga perguruan tinggi kita mendengar istilah world class university- universitas kelas dunia, yang lain adalah world class school, world class business, dll.
Untuk perusahaan juga cukup banyak yang sudah menjadi “world class company”, seperti Boeing, Toyota, Exxon, Samsung, IBM, General Electric. Ini adalah segelintir daftar perusahaan – perusahaan kelas dunia yang selama ini acap menjadi acuan dalam memahat best management practices. Apa factor yang membuat perusahaan-perusaan ini bisa menjadi perusahaan kelas dunia ? Ya tentu saja karena perusahaan ini memiliki orang-orang hebat yang selalu berbuat untuk membuat kualitas perusaan tersebut menjadi kelas dunia
Selanjutnya kenapa orang-orang itu menjadi kategori great people ? Ya tentu saja karena kinerja mereka dikelola dengan sistematis dan efektif. Penuh dengan perencanaan yang matang. Sarat dengan perhitungan yang seksama. Toh demikian, meski semua perusahaan kelas dunia berangkat dari latar industri yang berbeda, ada satu hal yang menyamakan mereka : ketika melakukan pengukuran kinerja SDM, mereka fokus pada dua elemen kunci, yakni elemen kinerja (performance results) dan elemen perilaku/sikap kerja/budaya kerja.
Untuk ukuran personal atau orang, maka para kepala  negara seperti Joko Widodo, Barrack Obama. Orang-orang yang berkualitas tinggilah yang bisa melangkah maju menuju manusia kualitas dunia. Sebetulnya seseorang yang kualitasnya berkaliber nasional dan internasional, saat terlahir ke dunia persis sama kondisinya dengan orang yang berkualitas biasa-biasa saja. Kenapa kemudian mereka bisa berbeda, salah satunya karena mereka berbeda dalam memanfaatkan waktu.
Ya betul bahwa ketika terlahir ke dunia, manusia datang tanpa membawa bekal apapun. Namun semua manusia diberikan modal yang sama yaitu waktu. Allah Swt juga mengingatkan umat manusia dalam hal waktu, Allah bersumpah dengan waktu, seperti yang dapat kit abaca pada al-Quran (surat 103:1-3):
“Demi masa (waktu). Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Jadi seberuntung-beruntung manusia adalah mereka yang bisa memanfaatkan waktunya untuk berbuat kebaikan dan juga saling berbagi nasehat. Secelaka-celakanya manusia adalah mereka yang menyia-nyiakan waktunya untuk berbuat keburukan dan bagi yang suka berbuat keburukan dan pelanggaran di dunia.
Ada apa dengan “waktu”? Bahwa Bill Gate, Presiden Jokowi, Zainuddin MZ (alm), Najwa Shihab, seorang Satpan hingga seorang tukang jual bubur sama-sama mempunyai waktu 24 jam dalam 1 hari. Dan kuantitas di dalam waktu ini tidak bisa ditawar dan tidak bisa dilebihkan. Sehingga ada yang sukses sebagai enterpreneur, ada yang suksesnya jadi presiden, ada yang jadi Da’i kondang, Presenter TV, hingga menjadi seorang Satpam dan tukang jual bubur. Mereka semua sukses dan semua dibutuhkan. Lantas bagaimana dengan nasib para pengangguran dan pengemis ?
Apakah waktu di dalam hidup mereka berbeda? Ya tentu saja sama! Pengemis dan pengangguran juga hidup 24 jam sehari. Tapi mengapa nasib mereka begitu berbeda. Back to the original statement kitab suci Al-Quran yang mengupas tentang waktu atau masa : Seberuntung-beruntung manusia adalah mereka yang bisa memanfaatkan waktunya dengan baik untuk berbuat kebaikan.
Manusia yang mampu menjadi manusia kelas dunia tentu saja lebih mampu berbuat dengat sangat prima. Orang orang Indonesia juga cukup banyak yang menjadi orang kelas dunia. Amin Rais, Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan banyak lagi, juga Salim Said, Syafii Ma’arif dan Azyumardi Azra adalah juga orang Indonesia kelas dunia. Kita berharap akan banyak bermunculan manusia kelas dunia. Untuk itu kita perlu bercermin dari perjalanan hidup Salim Said, Syafii Maarif dan Azyumadi Azra menuju pentas dunia.
1) Salim Said, lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan. Salim Said bisa dibilang sebagai kritikus perfilman di Indonesia, ketajamannya dalam mengulas film membuat dirinya tidak disukai oleh para produser. Hingga akhirnya dengan keahliannya tersebut, ia diangkat sebagai Kepala Urusan (desk) Film & Luar Negri majalah Tempo. Jabatannya yang juga pernah sebagai ketua dewan kesenian Jakarta telah menerbitkan beberapa buku seperti Profil Dunia Film Indonesia, Pantulan Layar Perak, dan Dari Festival ke Festival.
Ia menempuh pendidikannya pada SMA, ATNI (1964-1965), Fakultas Psikologi, Fakultas Sosial & Politik UI Jakarta. Lulus doktor ilmu politik di Ohio State University (Amerika) ini semula dikenal sebagai wartawan/penulis. Ketajaman penanya dalam mengulas film (Indonesia) menyebabkan dia kurang disukai produser-produser. Hingga awal 1980-an ia menjadi Kepala Urusan (desk) Film & Luar Negeri majalah Tempo. Tetap bergiat di bidang film, meski ia juga dikenal sebagai pengamat politik dan militer. Anggota

 Dewan Film Nasional selama 2 periode 1989-1995, disamping sebagai Ketua Bidang Luar Negeri Pantap FFI (1988-1992). Pada 1990 dipilih sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta, dan terpilih lagi pada 1993. Sebelum itu menerbitkan pula buku kumpulan tulisan Profil Dunia Film Indonesia (1989), Pantulan Layar Perak (The Shadow on the Silver Screen) dan Dari Festival ke Festival.
2) Ahmad Syafii Ma'arif lahir di Minangkabau pada 31 Mei 1935. Ia bersaudara dengan 15 orang yang seayah namun tidak seibu. Sewaktu ia berusia satu setengah tahun, ibunya meninggal hingga ia kemudian dititipkan oleh ayahnya ke rumah bibinya yang bernama Bainah. Tahun 1942, ia dimasukkan ke Sekolah Rakyat di Sumpur Kudus dan kemudian ia melanjutkan ke Madrasah Muallimin di Balai Tengah, Lintau. Saat ia berusia 18 tahun, ia memutuskan untuk merantau ke Jawa, tepatnya ke Yogyakarta. Di sana ia ingin meneruskan sekolahnya ke Madrasah Mualimin di kota itu. Namun keinginan tersebut tidak terwujud dengan alasan bahwa kelas sudah penuh. Malahan ia direkrut menjadi guru pengajar di sekolah itu.
Setelah ayahnya meninggal pada 5 Oktober 1955, kemudian ia tamat dari Muallimin pada 12 Juli 1956, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya, terutama karena masalah biaya. Dalam usia 21 tahun, tidak lama setelah tamat, ia berangkat ke Lombok memenuhi permintaan Konsul Muhammadiyah dari Lombok untuk menjadi guru. Sesampai di Lombok Timur, ia disambut oleh pengurus Muhammadiyah setempat, lalu menuju sebuah kampung di Pohgading tempat ia ditugaskan sebagai guru. Setelah setahun lamanya mengajar di sebuah sekolah Muhammadiyah di Pohgading, sekitar bulan Maret 1957, dalam usia 22 tahun, ia mengunjungi kampung halamannya, kemudian kembali lagi ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Surakarta. Sesampai di Surakarta, ia masuk ke Universitas Cokroaminoto dan memperoleh gelar sarjana muda pada tahun 1964. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya untuk tingkat doktoral pada Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) dan tamat pada tahun 1968.Selama kuliah, ia sempat menggeluti beberapa pekerjaan untuk melangsungkan hidupnya. Ia pernah menjadi guru mengaji dan buruh sebelum diterima sebagai pelayan toko kain pada 1958. Setelah kurang lebih setahun bekerja sebagai pelayan toko, ia membuka dagang kecil-kecilan bersama temannya, kemudian sempat menjadi guru honorer di Baturetno dan Solo.https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Syafii_Maarif - cite_note-FOOTNOTEMaarif2009111.E2.80.93140-8 Selain itu, ia juga sempat menjadi redaktur Suara Muhammadiyah dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia.
Selanjutnya bekas aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini, terus meneruskan menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti Program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Sementara gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS, dengan disertasi : Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.
Selama di Chicago inilah, anak bungsu dari empat bersaudara ini, terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan dari seorang tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman. Di sana pula, ia kerap terlibat diskusi intensif dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang sedang mengikuti pendidikan doktornya.Penulis Damiem Demantra membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi'i Maarif, yang berjudul “Si Anak Kampung”. Novel ini telah difilmkan dan meraih penghargaan pada America International Film Festival (AIFF).
Setelah meninggalkan posisnya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, kini ia aktif dalam komunitas Maarif Institute. Di samping itu, guru besar IKIP Yogyakarta ini, juga rajin menulis, di samping menjadi pembicara dalam sejumlah seminar. Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam, dan dipublikasikan di sejumlah media cetak. Selain itu ia juga menuangkan pikirannya dalam bentuk buku. Bukunya yang sudah terbit antara lain berjudul : Dinamika Islam dan Islam, Mengapa Tidak?, kedua-duanya diterbitkan oleh Shalahuddin Press, 1984. Kemudian Islam dan Masalah Kenegaraan, yang diterbitkan oleh LP3ES, 1985. Atas karya-karyanya, pada tahun 2008 Syafii mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina.
3). Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE (lahir di Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat, 4 Maret 1955; umur 60 tahun adalah akademisi Muslim asal Indonesia.[butuh rujukan] Ia juga dikenal sebagai cendekiawan muslim. Azyumardi terpilih sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 1998 dan mengakhirinya pada 2006. Pada tahun 2010, dia memperoleh titel Commander of the Order of British Empire, sebuah gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris. Dengan gelar ini, maka Azyumardi adalah orang pertama di luar warga negara anggota Persemakmuran yang boleh mengenakan Sir di depan namanya.
Azyumardi memulai karier pendidikan tinggginya sebagai mahasiswa sarjana di Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta pada tahun 1982, kemudian atas bantuan beasiswa Fullbright, ia mendapakan gelar Master of Art (MA) pada Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah, Columbia University tahun 1988. Ia memenangkan beasiswa Columbia President Fellowship dari kampus yang sama, tapi kali ini Azyumardi pindah ke Departemen Sejarah, dan memperoleh gelar MA pada 1989.
Pada 1992, ia memeroleh gelar Master of Philosophy (MPhil) dari Departemen Sejarah, Columbia University tahun 1990, dan Doctor of Philosophy Degree dengan disertasi berjudul The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama ini the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Tahun 2004 disertasi yang sudah direvisi diterbitkan secara simultan di Canberra (Allen Unwin dan AAAS), Honolulu (Hawaii University Press), dan Leiden, Negeri Belanda (KITLV Press).
Kembali ke Jakarta, pada tahun 1993 Azyumardi mendirikan sekaligus menjadi pemimpin redaksi Studia Islamika, sebuah jurnal Indonesia untuk studi Islam. Pada tahun 1994-1995 dia mengunjungi Southeast Asian Studies pada Oxford Centre for Islamic Studies, Oxford University, Inggris, sambil mengajar sebagai dosen pada St. Anthony College.
Azyumardi pernah pula menjadi profesor tamu pada University of Philippines, Philipina dan University Malaya, Malaysia keduanya pada tahun 1997. Selain itu, dia adalah anggota dari Selection Committee of Southeast Asian Regional Exchange Program (SEASREP) yang diorganisir oleh Toyota Foundation dan Japan Center, Tokyo, Jepang antara tahun 1997-1999.
Sejak Desember 2006 menjabat Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sebelumnya sejak tahun 1998 hingga akhir 2006 Azyumardi Azra adalah Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ia pernah menjadi Wartawan Panji Masyarakat (1979-1985), Dosen Fakultas Adab dan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1992-sekarang), Guru Besar Sejarah Fakultas Adab IAIN Jakarta, dan Pembantu Rektor I IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1998). Ia juga merupakan orang Asia Tenggara pertama yang di angkat sebagai Professor Fellow di Universitas Melbourne, Australia (2004-2009), dan anggota Dewan Penyantun (Board of Trustees) International Islamic University Islamabad Pakistan (2004-2009). Ia juga masih menjadi salah satu anggota Teman Serikat Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan.
Azyumardi Azra dikenal sebagai Profesor yang ahli sejarah, sosial dan intelektual Islam. Ketika menjadi Rektor pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ia melakukan terobosan besar terhadap institusi pendidikan tersebut. Pada Mei 2002 IAIN tersebut berubah nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini merupakan kelanjutan ide Rektor terdahulu Prof.Dr. Harun Nasution, yang menginginkan lulusan IAIN haruslah orang yang berpikiran rasional, modern, demokratis dan toleran. https://id.wikipedia.org/wiki/Azyumardi_Azra - cite_note-az-1

Sekolah Perlu Menghasilkan Siswa Yang Mandiri



Sekolah Perlu Menghasilkan Siswa Yang Mandiri
Oleh: Marjohan, M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar
            Fenomena penggangguran intelektual perlu sorotan lebih tajam dari arah atas dan bawah. Dari atas, yaitu tentang kebijakan pemerintah, dan dari bawah akibat gagalnya proses mendidik yang kita lakoni (oleh masyarakat: orang tua dan juga pihak sekolah). Terlihat bahwa pendidikan yang telah kita praktekan seolah-olah sekedar mendorong seorang anak untuk menjadi pegawai, dan belum mendorongnya untuk menjadi orang yang mandiri.
“Lebih spesifik, sampai dimana pedulinya lembaga pendidikan formal, utamanya SLTA dan Perguruan Tinggi untuk mengurangi angka pengangguran yang telah mewabah ibarat virus yang menggerogoti tubuh ?”
Ini adalah pernyataan yang sudah diulang-ulang dan diperbincangkan oleh banyak kalangan. Bahwa angka pengangguran terhadap kelompok Warga Negara Indonesia berusia sangat produktif selalubertambah. Mereka adalah para pengganggur terdidik, lulusan perguruan tinggi. Jadinya Perguruan Tinggi bisa dicibirkan karena hanya jago melahirkan banyak sarjana sekedar jago berteori dan mencari IPK yang tinggi mungkin, namun kemampuan untuk “mandiri” sangatminus.
Mereka hanya menciptakan diri mereka sebagai manusia cerdas yang bermental “sub ordinate”- bermental bawahan yang hanya tertarik menjadi buruh, pegawai atau anak buah pada sebuah perusahaan. Kalau tidak ada peluang kerja ya menjadi PENGANGGURAN.
Dahulu saat dunia pendidikan belum begitu berkembang pesat, kakek dan nenek (nenek moyang kita), mereka belum tahu dengan istilah “jobless, unemployment atau penggangguran”. Yang mereka tahu adalah bahwa mereka harus bisa berusaha menghidupi diri sendiri atau mandiri. Pada saat awal kemerdekaan Presiden Sukarno memang selalu mengkampanyekan agar warga negara harus menjadi warga yang BERDIKARI. Istilah ini dibikin Presiden Sukarno sebagai singkatan dari kata “Berdiri di atas kaki sendiri”.
Dampak dari seruan tersebut, semua warga meresponnya. Termasuk nenek moyang kita, mereka segera membuka usaha sendiri: membuka lading baru, membuka sawah baru, membuka perkebunan, bertenak unggas, bertenak ikan, juga ada yang menjadi tukang rumah. Atau menjadi tukang kecil- kecilan, seperti tukang patri, tukang jahit, menjahit sepatu, tambal ban, tukang jahit paying. Semuanya disebut sebagai pekerjaan wong kecil, pekerjaan wong desa.
Ya ropopo, yang penting mereka bekerja dan bisa makan. Tidak ada istilah gengsi- gengsian, yang penting halal. Dan setelah mereka bisa menghidupi diri merekapun akhirnya menikah dan memiliki anak”.
Cita-cita anak anak mereka saat saat itu tidak begitu muluk-muluk. Ya ingin melanjutkan usaha ayah mereka, atau menjadi Tuanku, Kyai, Ulama, guru pesantren, guru di sekolah lokal, menjadi guru ngaji. Pokonya cita cita yang amat mulia saat itu.
Seorang Ulama adalah tokoh yang amat berpengaruh saat itu. Namun kasihan, mengapa dewasa ini amat jarang terdengar anak-anak muda yang ingin menjadi seorang Ulama ? Mungkin ini akibat gaya mendidik dan kehidupan kita yang penuh dengan aura kapitalis dan hedonis. 
Pada saat itu, bagi beberapa orang yang punya keberanian kuat, maka mereka pergi merantau buat belajar menjadi saudagar. Saudagar adalah istilah yang ngetop untuk karir sebagai perdagangan. Mula-mula mereka jadi anak buah, belajar hidup dari induk semang (bos). Mmemang melalui proses hidup yang bersusah payah. Itu ibarat bentuk praktek kerja nyata dan akhirnya lahir begitu banyak saudagar tangguh. Mereka bersaudagar untuk bidang tekstil, mesin, bahan makanan dan lain- lain.
Zaman bergulir dan kebijakan baru pun muncul. Kemudian dunia pendidikan tumbuh dan tumbuh. Anak- anak didik yang duduk dibangku sekolah rakyat atau sekolah dasar diajar buat bermimpi. Kamu kalau udah gede nanti mau jadi apa ?
Tahukah anda apa mimpi yang banyak diungkapkan oleh anak sekolah dari dulu hingga sekarang ? Rata- rata mimpi mereka adalah seperti: ingin jadi dokter, guru, insinyur, polisi, tentara, camat, penyuluh lapangan, mantri kesehatan, bidan, perawat dan lain-lain. Karir ini memang dibutuhkan untuk melayani warga negara dan mereka semua tercatat sebagai karir PNS dan juga Pegawai militer.
Kebutuhan akan tenaga PNS dibuka lebar, rekruitmen PNS setiap tahun cukup tinggi sejak itu. Jumlah PNS mencapai jutaan orang. Malah hampir setiap rumah di Indonesia hampir selalu ada tenaga PNS. Mereka yang bekerja sebagai PNS membisikan dan menyarankan kepada keluarganya dan lingkungannya agar belajar dan kuliah setinggi agar kelak bisa menjadi PNS yang bergaji tinggi pula. Banyak celotehan yang terdengar: “Lebih enak jadi PNS, gajinya memang sederhana namun masa depan terjamin”.
Dampaknya adalah lahirlah ribuan atau jutaan manusia yang bermimpi untuk jadi PNS. Jumlah PNS memang sangat membludak dan untuk menggaji mereka negara kesulitan mencari anggaran. Negara harus berutang pada pihak luar seperti pada Bank Dunia, IMF- Internasional Monetary Fund, dll. Tahu apa efek jeleknya ? Yaitu utang Indonesia jadi membengkak dan nilai rupiah merosot. Nilai rupiah anjlok sampai 1000 Persen. Angka nol pada uang Rupiah sampai “Lima Digit”. Tidak ada angka mata uang negara lain yang kayak begini. Akibatnya warga dunia internasional kurang melirik mata uang kita, enggan menyimpannya dalam dompet mereka.
Difikir-fikir cukup menyedihkan. Tetangga kita Singapura, negaranya kecil, tetapi mata uangnya- dollar Singapura-  sangat kuat. Sekuat mata uang raksasan dunia internasional. Mata uang Ringgit dari Malaysia juga cukup disegani dunia internasional. Dan mata uang rupiah, maaf gimana ?
“Mata uang Rupiah dipandang sebagai “Rubbish Currency” atau mata uang sampah. Sebuah kotak donasi (kotak sumbangan) buat UNICEF yang bersandar di dinding ruang tunggu di bandara Tullamarine- Melboune. Saya ingin menyelipkan uang kertas seratus ribu, namun seperi yang saya saksikan, hanya menerima mata uang Dollar, Yendaka dan Euro, dan tidak berlaku buat rupiah. Air mata saya jadi menetes.
TEntang jumlah PNS yang membludak, setelah puluhan tahun, akhirnya pemerintah menyadari bahwa jumlah PNS yang banyak dan tidak terkendalikan adalah biang kerok yang ikut mengambrukan perekonomian negara. Fenomena di lapangan adalah bahwa banyak PNS yang tidak bekerja dan mereka PNS yang tidak punya pekerjaan tetap makan gaji buta.
Pemerintah mengambil kebijakan. Sekarang pintu buat menjadi PNS sudah tertutup  cukup kecil dan malah ditutup rapat. Anak anak muda cukup banyak yang terlanjur kuliah dengan impian ingin menjadi “Abdi Negara” atau PNS. Calon guru dan calon petugas kesehatan yang jumahnya melimpah ruah menjadi bengong dan separoh frustasi- mungkin juga frustasi. Bengong menganggur maka mereka ikhlas menjadi tenaga honorer atau pegagai kontrak dengan bayaran Rp. 800. Ribu perbulan. Saat ini nilai rupiah anjlok. Honor Rp. 800 ribu hanya cukup untuk menghidupi diri buat satu minggu.
Beberapa anak muda- mahasiswa- yang berada di Universitas, terutama dari Universitas Favorite, berseru bahwa mereka tidak tertarik menjadi PNS dan mereka bakal menjadi “Entrepreur atau Penguasa”. Bagaimana bisa menjadi PNS, karena keran PNS juga sudah amat kecil.
Ah menjadi seorang Entrepreneur ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Malah kursus-seminar, workshop dan training motivasi yang mereka ikuti selama kuliah tidak mebawa hasil. Karena pada umunya mereka tidak punya background entrepreneur dan mereka umumnya  berasal dari rumah tangga yang orang tuanya adalah PNS, atau pegawai kecil lainnya. Mereka juga mendapat dogmatis bahwa “Enak lho jadi PNS, masa depan cerah !!!”.
Pintu PNS sudah amat kecil dan sementara itu mereka miskin dengan pengalaman berwirausaha. Ya apalagi pengalaman wirausaha nyaris di bangku SLTA tidak ada. Kecuali bagi yang dulu belajar di SMK. Mereka diberi pengalaman dan mata pelajaran tentang vokasional dan wirausaha. Namun itupun juga tidak mantap, akhirnya mereka jadi linglung juga.
Bukankah bahwa mayoritas lulusan SLTA adalah dari jenjang SMA dan Madrasah, dengan arti kata miskin dengan ilmu dan pengalaman berwirausaha. Ada sekitar 15.000 sekolah SMA dan Madrasah di Indonesia dan lulusan mereka tiap tahun adalah lebih dari setengah juta orang. Sebagai catatan bahwa mereka semua buta dengan pengalaman wirausaha dan juga sekolah tidak memberi pengalaman buat berdikari. Dapat disimpulkan bahwa mereka adalah sebagai angkatan muda penyumbang angka pengangguran.
“Meski mereka terus kuliah ke Perguruan Tinggi, mereka diperkirakan lulus menjadi sarajana bermental buruh, karena pengalaman berwirausaha di Perguruan Tinggi juga tidak memberi pengaruh atau kesan yang kuat buat mereka”.
Kualitas Indek SDM manusia Indonesia sangat rendah, malah jauh lebih rendah dari negara tetangga seperti Thailand, Singapura, Malaysia dan Australia. Kualitas pendidikan yang rendah dan pengangguran terdidik harus mendapat perhatian dari masyarakat, lembaga pendidikan sejak di tingkat SLTP hingga Perguruan Tinggi.
Juga sudah saatnya pemerintah kita mengubah proposi, perimbangan, antara SMA dan SMK. Negara kita perlu meniru kebijakan pendidikan di negara maju, misalnya negara Jerman, yang mana jumlah sekolah SMK lebih banyak dari pada jumlah SMA. Sekolah SMK tentu saja siswanya dibekali dengan ilmu dan pengalaman berwirausaha, sementara di SMA yang siswanya hanya disuguhi teori, dan mungkin hampa dengan pengalaman berwirausaha hingga diperkirakan kelak mereka bila telah menjadi sarjana bakal jadi sarjana yang bermental pegawai bawahan, atau kalau kalah bersaing sebagai job seeker akan menjadi pengangguran.
Nggak apa-apa buat sementara, karena di SMA siswa juga bisa diberi pengalaman berwirausaha. Seperti yang dilakukan oleh stake-holder di negara Jerman. Di Sekolah Menengah (Secondary School) di Jerman yang namanya adalah “Gymnasium, High School dan Sekolah Internasional”. Untuk di Indonesia sama dengan sekolah SMA, MAN dan SMK. Mereka pada bersemangat memberikan lomba entrepreurship (kewirausahaan). Judul perlombaanya adalah “Entrepreur of Tomorrow”. Para pelajar berlomba dalam menyiapkan “business plans on business modeling they develop themselves”.
Para pemenang lomba kemudian diberi dukungan oleh Frankfurt School of Finance and Management. Lembaga ini memberi fasilitas dan bantuan tekhnik secara gratis. Para pemenang lomba juga akan memperoleh mentor yang punya pengalaman dalam bidang bisnis.
Pengalaman wirausaha harus dimantapkan sejak usia dini. Sebagai catatan bahwa bagi sekolah SMK juga perlu mendatangkan tokoh wirausaha untuk memberi motivasi wirausaha bagi siswa-siswi mereka. Meski di SMK ada mata pelajaran wirausaha, namun para gurunya tentu tidak memiliki naluri berbisnis, kecuali hanya sekedar memompakan teori wirausaha yang mungkin kurang membekas pada fikiran siswa.
Mengingat angka pengangguran lulusan Perguruan Tinggi selalu meningkat, maka Pemerintah kita juga perlu belajar pada kebijakan pendidikan di negara maju yaitu tentang pentingnya memberikan pengalaman wirausaha sejak dini. Pendidikan Eropa, sebagai contoh, sangat giat memperkenalkan pendidikan wirausaha pada semua sekolah dini.
Di Belanda istilah wirausaha adalah “ondernemer” dan istilah di Jerman adalah “unternehmer”. Entrepeneur sudah diperkenalkan sejak dari bangku SMP hingga Perguruan Tinggi sejak tahun 1950-an. Sementara di negara kita kewirausahaan baru jadi fenomena, diperkenalkan, di Perguruan Tinggi, ya sejak Perguruan Tinggi gagal menghasilkan sarjana. Pada hal seorang sarjana sudah bangga  sebagai agent of social change ,  ternyata hanya sebagai penggangguran terdidik yang miskin nyalinya. Pengangguran begini bertambah dalam jumlah ribuan orang tiap tahun.
Sebagai penutup bahwa idealnya kewirausaan ini juga mutlak harus diberikan sejak bangku SMP, karena pengalaman berwirausaha di masa kecil, lebih banyak bekasnya dari pada diberikan hanya setelah dewasa. (Marjohan, M.Pd- Guru SMA 3 Batusangkar- Peraih Predikat I Guru Berprestasi Nasional. Email: marjohanusman@yahoo.com)



Selasa, 08 September 2015

Wirausaha, Teknokrat atau Leadership, Pilih Yang Mana ?



Wirausaha, Teknokrat atau Leadership, Pilih Yang Mana ?
Oleh: Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

            Salah satu ciri-ciri organisasi dalam masyarakat kita sudah modern adalah karenamemiliki visi dan misi. Visi adalah tujuan dan misi adalah langkah- langkah untuk mencapai tujuan. Sebagian besar organisasi atau lembaga telah memajang visi dan misi kegiatannya agar bisa dikenal oleh public dan utama harus dipahami dan dilakukan/ diikuti oleh anggotanya.
            Visi dan misi sebetulnya sudah kita kenal dalam hidup kita. Saat kitakecil, masih bayi hingga balita, orang tua kita sering membisikan ketelinga kita agar kita kelak bila dewasa menjadi orang yang baik. Mereka mendidik dan merawat kita agar kita bisa menjadi orang yang berguna bagi orang tua, bangsa dan agama. Ya itulah misi di awal kehidupan kita.
Kemudian ketika kita duduk di Sekolah Dasar kita mempunyai visi kehidupan atau yang kita beri istilah dengan “cita-cita” yang ukurannya adalah setinggi langit. Saat itu ada yang mau jadi pilot, dokter, duta besar, jadi gubernur hingga jadi presiden dan lain-lain. Tetapi semakin kita beranjak dewasa rasanya kita butuh kerja keras untuk mencapai itu semua. Cita- cita yang kita sebutkan untuk menggapainya tidak segampang yang kita pikirkan sewaktu kita kecil. Mungkin ada beberapa orang yang bisa mewujudkan apa yang telah menjadi cita-citanya.
Kemudian kita diarahkan untuk membuat cita-cita yang lebih realistic. Maka cita-cita kita selanjutnya adalah ingin untuk menjadi polisi, tentara, guru, perawat, pramugari, pegawai bank dan lain-lain. Pokoknya cita-cita kita lebih realistis dan lebih bisa dijangkau. Maka kemudian banyak yang bisa untuk menjangkaunya. Terutama bagi yang ingin berkarir sebagai PNS melalui pekerjaan guru, dosen, perawat, insinyur, dan lain-lain.
Namun di saat pintu PNS sudah mulai tertutup maka kita diharapkan sangat banyak untuk mencari karir sendiri atau menciptakan karir agar kita bisa menyerap tenaga kerja. Sejak itu kita dimotivasi agar memiliki “leadership dan entrepreneurship”. Di Perguruan Tinggi para mahasiswa juga dimotivasi untuk memilki jiwa wirausaha dan kemandirian. Mahasiswa yang hanya sekedar aktif untuk mengejar nilai yang tinggi tidak begitu banyak berhasil dalam mencari karir yang mereka harapkan.
Dikatakan bahwa kalau sebelumnya nilai yang tinggi dan IPK (indeks prestasi akademik) yang tinggi adalah sebagai pertanda nasib baik berpihak padanya. Bila seorang mahasiswa memperoleh IPK tinggi maka setelah wisuda sebuah pekerjaan telah siap menunggunya. Tapi itu tidak berlaku lagi. Nilai atau IPK hanya salah satu syarat buat bisa lulus atau syarat buat bisa mendaftar, selanjutnya bahwa faktow wawasan, kemampuan berkomunikasi, kualitas pribadi lebih menentukan. Sekarang mereka lebih diharapkan agar memiliki kemampuan entrepreneurship dan leadership.
1) Enterpreneur
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, kita bisa tahu tentang entrepreneur atau wirausawan. Wirausahawan  adalah orang yang melakukan aktivitas wirausaha yang dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun manajemen operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
            Seorang wirausahawan akan mempunyai kesempatan untuk mewujudkan cita-cita dan menciptakan perubahan. Ia juga punya kesempatan dalam mencapai potensinya secara  penuh dan menuai keuntungan yang mengesankan. Tentu saja ia memberikan kontribusi kepada masyarakat dan mendapatkan pengakuan untuk usahanya.
Bila seseorang ingin menjadi seorang wirausawan, maka ia tentu saja perlu memiliki sikap positif untuk berwirausaha. Sikap-sikap yang umum ditemui pada pribadi para usahawan, yaitu punya rasa tanggung jawab atas risiko atas usahanya. Tentu saja  wirausahawan tidak mengambil risiko secara liar melainkan memperhitungkan terlebih dahulu risiko yang akan diambil. Oleh karena itu mereka punya keyakinan akan kemampuan mereka untuk berhasil dan keinginan untuk segera berhasil. Mereka punya energi yang tinggi, jadinya mereka bersikap energik.  Ya tentu saja mereka lebih energik daripada rata-rata orang kebanyakan.
Seorang wirausahawan memiliki orientasi terhadap masa depan. Agar orientasinya bagus maka mereka perlu memiliki wawasan yang kaya. Sebagaimana tokoh sukses berbuat, diharapkan para usahawan banyak bercermin padawirausawan sukseslainnya, perlu membaca biografi mereka sebanyak mungkin, dan kemudian merancang impian mereka ke depan. Juga wirausahawan perlu memiliki keahlian dalam pengorganisasian. Jadinya  wirausahawan adalah juga organizer.
Mereka memiliki sejumlah orang yang ikut beraktivitas bersama mereka. Dengan demikian mereka perlu tahu bagaimana menempatkan the right man on the right place , orang yang tepat di tempat yang tepat. Para wirausawan juga perlu memiliki pengetahuan bagaimana secara efektif menciptakan sinergi antara orang dan pekerjaan, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk mewujudkan visi mereka menjadi kenyataan.
Seseorang perlu menggali diri apakah dia seorang wirausahawan atau tidak. Juga seorang wirausawan, kemampuan dan bakatnya tidak jatuh dari langit, namun bisa dilatih lewat belajar. Kunci untuk mengidentifikasi jiwa pengusaha adalah dengan cara melihat karakter seseorang, khususnya pada hal-hal yang menjadi kebiasaan yang alami dan dilakukan dengan baik. Wirausahawan memiliki enam tema karakter utama yang membentuk akronim “FACETS”, yaitu: F (Focus) untuk fokus, A (Advantage) untuk keuntungan, C (Creativity) untuk kreativitas, E (Ego) untuk ego, T (Team) untuk tim, dan  S (Social) untuk sosial. Selanjutnya bahwa ada empat kategori menjadi wirausahawan yaitu penemu, innovator, marketer dan oportunis. Penjelasannya sebagai berikut:
1). Penemu, mendefinisikan konsep, unik, baru, penemuan atau metodologi.
2). Inovator, menerapkan sebuah teknologi baru atau metodologi untuk memecahkan masalah baru.
3) Marketer, mengidentifikasi kebutuhan di pasar dan memenuhinya dengan produk baru atau produk substitusi yang lebih efisien.
4). Oportunis, pada dasarnya sebuah broker, pialang, yang menyesuaikan antara kebutuhan dengan jasa diberikan dan komisi.
2) Leadership
Di saat fenomena pengangguran makin merebak dan juga tidak ketinggalan dengan adanya pengangguran intelektual, yaitu tamatan Perguruan Tinggi yang tidak berdaya karena tidak kunjung memperoleh pekerjaan, maka sejak dini, minimal pada jenjang Perguruan , juga diperkenalkan perlunya semangat leadership bagi mahasiswa.
Bagi orang tua, suatu hari anak-anak yang mereka cintai akan menjalani kehidupannya sendiri. Tentu saja akan ada tantangan dalam hidup ini, maka dibutuhkan jiwa leadership (pemimpin) untuk menghadapi tantangan jaman yang tiap hari semakin berat. Orang tua yang selama ini membantu mereka, mau tidak mau harus merelakan anak menjadi mandiri.
Oleh karena itu, pembentukan karakter yang baik harus ditanamkan sejak dini- utamanya bagaimana anak bisa mandiri.  Orangtua biasanya menginginkan punya anak yang mandiri dan punya jiwa kepemimpinan demi masa depan sang buah hati. Namun, untuk mencapai ini tentu saja tidak mudah. Oleh karena itu sangat penting untuk bisa mengenalkan kebiasaan yang bisa membantu menumbuhkan jiwa kepemimpinan anak.
Proses pembentukan jiwa pemimpin harus dilakukan pada semua aspek kehidupan anak. Selain guru di sekolah, orangtua juga dituntut aktif menjaga agar proses ini berjalan maksimal. Alangkah merepotkan jika pondasi kuat yang susah payah dibangun di sekolah, kemudian hilang ketika si anak menginjak rumah. Misalnya kebiasaan bersikap positif dan proaktif. Untuk sikap positif, di sekolah anak didik untuk bersikap bersih, di rumah orang tua tidak begitu merespon. Di sekolah anak dilatih buat rajin membaca sementara di rumah malah anak disuguhi banyak tontonan yang tidak terkendali.
Untuk sikap proaktif berarti sang anak tidak boleh sekadar menerima perintah dari sekeliling “jangan mau asal diperintah”. Anak harus juga mempunyai niat kuat utuk mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan kesadaran penuh akan tanggung jawab.
Anak juga harus dibiasakan membuat prioritas kegiatan. Pada usia sekolah, ada banyak sekali kegiatan menyenangkan yang bisa dikerjakan selain belajar. Prioritas diperlukan agar semua tugas dikerjakan secara maksimal dan selesai pada waktunya. Setelah itu, anak bisa mengerjakan pekerjaan lain sesuka hatinya.
Berikutnya, berikan kesempatan kepada anak untuk memikirkan solusi terbaik untuk semua pihak. Lakukan negosiasi, diskusi dan musyawarah terbuka. Penting bagi para orang tua untuk mendengarkan pendapat anak dan mempertimbangkan sudut pandang mereka. Proses ini juga akan membentuk pemahaman yang baik tentang pentingnya kebebasan berbicara. Hasilnya, anak akan menjadi pribadi yang terbuka dan mampu mengemukakan pendapatnya secara cerdas.
Selanjutnya adalah megajarkan anak untuk lebih banyak mendengar. Contohnya, biasakan untuk membiarkan anak bereksplorasi dengan caranya sendiri dahulu. Koreksi yang tergesa-gesa akan menimbulkan rasa enggan dalam diri anak. Sebaliknya, waktu yang tepat akan menumbuhkan toleransi yang besar dan pemahaman bahwa mereka dimengerti. 
Benar bahwa jiwa pemimpin juga bisa tumbuh berkembang jika anak berada di lingkungan yang positif. Perlu juga diketahui bahwa semua orang mempunyai peran penting masing-masing dalam kehidupan. Anak harus belajar bekerjasama dengan banyak orang untuk bekalnya bersosialisasi.
Proses ini akan mudah diadaptasi anak jika orang tua memperkenal bentuk tanggung jawab, prilaku positif dan proaktif sejak usia dini. Namun, jika baru mengenalnya di usia remaja, tantangannya tentu berbeda. Anak kecil mudah menyerap hal-hal baru karena belum banyak pengalaman hidup yang mempengaruhi cara berpikir dan berprilaku. Mereka masih mudah diarahkan oleh orang-orang yang mereka patuhi. Beberapa hal lain yang juga perlu untuk ditanamkan dalam rangka membentuk jiwa leadership adalah:
a)  Hindari Kebiasaan Mengkritik dan Mengomel
Mengkritik orang lain (termasuk mengkritik anak dan siswa yang berlebihan)  tidak saja mengganggu harga diri seseorang, tetapi membuat orang tidak menyukai kita. Pilihlah cara untuk menyampaikan kritik secara positif dan hindari kritik yang dapat menyinggung perasaan seseorang.
b) Berikan penghargaan yang jujur dan tulus
Sekecil apapun kontribusi seseorang terhadap keberhasilan kita selayaknya mendapatkan perhatian dan penghargaan. Perlihatkan bahwa kita bersungguh-sungguh menghargai usaha mereka. Usaha mereka memberi kontribusi pada keberhasilan kita sama seperti kita juga berkontribusi pada keberhasilan mereka.
c) Bangunlah kemauan untuk berhasil dalam diri orang lain
Dalam kehidupan personal maupun professional, kita sering berada dalam situasi menjual ide kepada orang lain. Ingatlah bahwa seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu karena ada hubungannya dengan kepentingan mereka, bukan kepentingan kita. Bila kita jelaskan bahwa ide kita dapat membuat mereka berhasil, kita akan terkejut melihat betapa banyak kerjasama dapat kita bangun dalam organisasi kita.
d) Beri perhatian yang sungguh kepada orang lain
Sebesar apapun aset finansial ataupun fisik dalam suatu perusahaan, orang-orang yang bekerja di dalamnyalah yang membuatnya berhasil. Mengenal orang-orang yang ada dalam organisasi kita sama pentingnya dengan mengenal aspek teknis pekerjaan kita, Kuncinya adalah dengan memberikan perhatian yang sungguh. Jangan berpura-pura dengan mencoba mengenal orang lain demi keuntungan kita sendiri. Mengenal orang lain seharusnya selalu menjadi proses yang saling menguntungkan.
e) Senyum
Sebuah senyuman yang kita berikan dengan tulus akan sangat berdampak positif bagi kita dan orang lain. Bahkan senyuman adalah ibadah, yang dapat menularkan aura positif kepada orang lain. Selalu murah senyum, karena hubungan baik selalu dapat diciptakan dengan hal yang simpel, seperti perilaku ramah dan senyum yang bersahabat.
3) Jiwa Kreatif (Jiwa Tekhnik)
Kuliah atau bekerja dalam bidang tekhnik adalah pilihan akademik atau karir banyak para remaja. Utamanya bagi yang sedang sekolah di sekolah unggulan. Namun sebagian dari mereka hanya berkutat pada bidang kognitif, sehingga berpotensi melupakan unsure psikomotorik atau skill. Pada hal berkerja pada bidang tekhnik sangat membutuhkan mereka yang berjiwa kreatif. Maka dari sejak dini pembiasaan kreatif perlu untuk ditumbuhkan. Beberapa hal yang bisa menumbuhkan jiwa kreatif yaitu:
a) Bersikap rileks atau santai berguna  dalam menumbuhkan jiwa kreatif. Foto- foto para penemu semuanya memperlihatkan sikap yang rileks. Dalam kondisi yang rileks pikiran seseorang  akan jauh dari tekanan yang mungkin datang dari lingkungan nrumah dan sekolah. Seseorang yang banyak tertekan  akan mempersempit daya kreatifitasnya.
b) Milikilah hobi dan nikmati hobi tersebut, seperti berolah raga dan music. Dengan demikian ide-ide  segar akan mengalir kedalam fikiran seseorang.
c) Memberi tanggung jawab atau tugas-tugas kecil dan beri mereka waktu untuk menyelesaikannya. Ini berguna buat melatih mereka untuk bertanggung jawab.
d) Berilah tenggat waktu, dalam memberikan si anak tugas kecil berilah tenggat waktu untuk penyelesaian tugas yang anda berikan kepada si anak untuk membiasakan anak berusaha menyelesaikan semua tugas yang diberikan tepat pada waktunya, hal ini akan memancing dan memaksa si anak mengeluarkan kemampuannya.
e) Membantu pengembangan imajinasi anak. Imanjinasi adalah dunia yang umumnya identik dengan anak sehingga sesuatu yang mustahil atau tidak mungkin menjadi mungkin bagi anak usia dini. Dengan berimajinasi, anak selalu mencari cara untuk menemukan jawaban dari masalah yang dihadapinya.  Jadi upaya yang harus dilakukan oleh seorang pendidik dan orang adalah untuk selalu memahami, membimbing, dan mendukung imajinasi peserta didik serta mengajak mereka untuk belajar, membaca buku ilmu pengetahuan, melakukan penjelajahan, hingga mengunjungi museum, perpustakaan, dan objek wisata.
f) Menumbuhkan rasa ingin tahu, antusias yang tinggi selalu ada pada anak usia dini dengan benda-benda yang ada disekitarnya atau makhluk baru yang pertama kali dilihatnya. Anak-anak pasti akan memerhatikan, mengamati bagamana dan apa yang terjadi, melihatnya secara detail. Ajaklah anak mendekati sebuah traktor atau pesawat maka ia akan memperhatikannya sangat detail. Rasa ingin tahu yang tinggi seperti itu sering kali membuat anak tidak peduli dengan lingkungannya apakah akan membuatnya kotor, basah, panas, maupun merasa sakit. Hal seperti itu jelas bahwa keingingan anak usia dini dalam mengeksplorasi alam dan lingkungannya sangatlah kuat, dan sangatlah kuat keinginannya untuk mengetahui sesuatu, hal ini berarti betapa kuat semangatnya untuk belajar.
Rasa ingin tahu adalah sifat dasar kreatif, yang mendorong anak untuk menciptakan karya atau ide baru, diawali dengan sikap rasa ingin tahunya terhadap sesuatu, setelah sesuatu itu dieksplorasi secara mendalam barulah mereka menciptakan karya yang baru dan berbeda berdasarkan pengayaannya terhadap apa yang dihadapinya. Maka sekarang di saat kesempatan untuk meraih kerja butuh kompetisi dan persiapan mental anak. Maka selain mereka memantapkan kemampuan kognitif atau akademik, juga perlu bagi setiap anak untuk mengasah jiwa leadership, entrepreneur dan kreatifitasnya. Juga tidak lupa bagi mereka untuk selalu memantapkan ilmu agama mereka agar selalu menjadi manusia yang bertaqwa pada Allah Swt.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...