Selasa, 23 Januari 2018

Kriteria Memilih Profesi

Kriteria Memilih Profesi

Memilih Profesi
            Memilih profesi merupakan salah satu topik pembicaraan yang hangat di kalangan remaja. Kata lain dari profesi adalah “pekerjaan atau karir”. Selanjutnya mencari profesi juga telah terjadi sejak masa anak-anak. Bila diajukan sebuah pertanyaan pada sekelompok anak-anak:
“Bila tumbuh dewasa kelak, kalian mau jadi apa?” Maka pasti dengan berebutan dan suara lantang akan menyebutkan lusinan profesi yang bakal mereka raih bila dewasa kelak. Ada yang menjawab ingin menjadi presiden, menteri, pilot, dokter, polisi, perawat, tentara, dan beberapa profesi yang klasik lainnya yang terlintas di depan mata mereka.
            Saya juga punya profesi klasik. Saya dan saudara saya sewaktu kecil ingin menjadi “penjual ayam” dan abang saya ingin menjadi “penjual jeruk”. Kalau dijadikan dengan istilah kerennya bahwa kami berdua ingin menjadi “enterpreneur dalam bidang peternakan dan pertanian”. Kenapa demikian?
            Sewaktu kecil ayah saya sering mengajak kami pergi eksplorasi (rekreasi) ke luar kota Payakumbuh- mengunjungi temannya. Beberapa orang teman ayah begitu baik pada kami. Kami diajak ngobrol dan melihat-lihat ternak ayam dan juga memetik jeruk di kebun mereka. Ketika mau pulang teman ayah menyelipkan oleh-oleh (bingkisan) ke dalam kantong kami. Betapa baiknya teman ayah itu kepada anak kecil, sehingga kami berdua mengidolakan mereka dan kami ingin memilih profesi kelak seperti profesi yang mereka geluti.
            Seiring bergulirnya waktu saya mencari profesi buat masa depan saya. Saya ingin menjadi dokter karena saya terkesan dengan penampilan dokter yang menangani saya saat dianatar berobat ke rumah sakit oleh ibu. Sementara abang saya yang yang mengagumi profesi ABRI dan Polisi ingin menjadi polisi atau tentara. Ya dia mungkin mengikuti profesi ayah saya sebagai seorang polisi.
Setelah tamat dari bangku SMA profesi kami jadi tidak jelas. Namun saya ingin melanjutkan studi ke IPB karena ingin menjadi ahli dalam bidang pertanian, sementara abang saya ingin masuk pendidikan taruna AKABRI. Namun cita-cita kami tidak bisa kami wujudkan. Akhirnya saya memilih studi pada jurusan Bahasa Inggris dan abang saya pada teknik bangunan. Kami berdua sama-sama kuliah di IKIP Padang dan sekarang berganti nama menjadi UNP (Universitas Negeri Padang). Ya demikianlah proses pencarian profesi bagi kami berdua.
Setiap awal tahun, saya sering ikut menjadi tim rekruitmen untul menseleksi siswa baru di sekolah tempat saya berkarir (SMAN 3 Batusangkar). Ada serangkaian kegiatan yang harus dilalui para siswa baru agar bisa diterima di sekolah ini, seperti test tertulis, test pskilogi dan kegiatan wawancaa. Saya ikut mewawancarai mereka dan mengajukan sejumlah pertanyaan, seperti:
“Coba sebutkan dan jelaskan tentang cita-cita anda? Atau kelak bila sudah dewasa, anda mau jadi apa?”
Mereka memberi jawaban yang beragam. Mayoritas calon siswa menjawab bahwa mereka  ingin menjadi dokter, guru, perawat, dan lusinan profesi lain, serta sangat banyak yang ingin jadi pegawai (PNS).
“Mengapa begitu banyak yang ingin jadi PNS?”.
Setelah membalik-balik dokumen ternyata ayah dan ibu mereka mayoritas berprofesi sebagai PNS. Ada PNS sebagai guru, PNS di bidang kesehatan, perdagangan, dll. Ya beginilah jadinya kalau banyak orangtua murid yang berprofesi sebagai PNS. Sehingga anak-anak mereka juga ketularan ingin menjadi PN. Memang sebelumnya populasi PNS di negeri ini begitu berlimpah ruah, sehingga anak-anak  dan cucu mereka juga ingin menjadi PNS atau bekerja sebagai orang kantoran.
            Cita-cita ingin menjadi pegawai atau PNS lebih banyak diungkapkan oleh anak perempuan. Sementara calon siswa pria memberikan jawaban sedikit lebih bervariasi. Ada juga yang ingin menjadi dokter, juga ada yang ingin berprofesi dalam bidang teknik. Ada yang ingin berprofesi di teknik perminyakan. Dalam imajinasi mereka bahwa kalau bekerja di perusahaan perminyakan maka akan menyembur sangat banyak uang. Disamping itu juga ada yang ingin berprofesi sebagai pengusaha.
“Pengusaha di bidang apa? Namun kata pengusaha itu sendiri masih luas dan cukup abstrak.”
Mereka protes saat saya klarifikasi apakah mereka ingin berprofesi sebagai pengusaha tempe, pengusaha ayam potong, atau pengusaha bahan bangunan. Semua klarifikasi tersebut memperoleh bantahan, karena itu semua adalah pengusaha rendahan dan murahan dalam  pandangan mereka.
Terkesan dari wajah mereka bahwa pekerjaan yang hebat itu adalah pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan mata pelajaran yang mereka anggap sangat bergengsi, mata pelajaran yang disangkut-pautkan dengan UN. Beberapa mata pelajaran yang masuk ke dalam UN adalah seperti: Kimia, fisika, matematik, biologi, akutansi, dan ekonomi.
Bahwa pilihan profesi siswa yang saya wawancarai cenderung bersifat klasik atau konvensional dan berorientasi pada akademik. Atau kalau ditanya lebih detail, maka mereka sendiri juga kebingungan untuk mendeskripsikan profesi  yang lebih spesifik (cita-cita yang lebih jelas).
Saat saya melakukan konfirmasi ulang maka lagi-lagi mereka menyebutkan profesi (cita-cita) yang masih konvensional:
“Saya ingin menjadi dokter, spesialis anak, spesialis jantung, dosen, insinyur, direktur bank,” ya.....ya.... yang ujung-ujungnya ingin menjadi  PNS, pegawai BUMN atau orang bekerja di kantoran.
Pada hal dalam kebijakan pemerintah sekarang, yaitu menghentikan buat sementara penerimaan PNS. Terhitung mulai tahun 2015 (Merdeka.com, 31 Oktober 2014). Untuk itu diharapkan para remaja untuk mencari tahu tentang bimbingan karir. Mereka musti punya self determination- ketetapan karir untuk masa depan. Buat para mahasiswa bila telah wisuda kelak harus mencari profesi selain PNS. Sangat bagus kalau mereka mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
Penerimaan (rekruitmen) pegawai PNS beberapa tahun-tahun sebelumnya (sekitar 20 tahun lalu) masih mudah, mahasiswa yang punya IPK tinggi akan punya kesempatan yang kuat  buat jadi PNS. Sehingga banyak mereka yang punya IPK tinggi bermimpi buat menjadi dosen. Namun sekarang tidak lagi, kalau ada yang menjadi dosen, ya tentu menjadi dosen honorer.
Maka sekarang bahwa  IPK- Indeks Prestasi Kumulatif- yang tinggi atau biasa-biasa saja hanya sebagai hiasan pada ijazah. Secara berseloroh ada yang berkomentar bahwa bahwa  IPK hanya berguna sebagai persyaratan untuk  wisuda. Jadinya semangat berwirausaha dan leadership jauh lebih berharga, namun belajar keras agar bisa memperoleh IPK yang tinggi tetap sangat mulia.

Memiliki Self Determination
            Suatu ketika saya berjumpa dengan wisatawan Malaysia- satu keluarga. Dimana salah seorang dari mereka punya ayah yang masih keturunan Indonesia, yaitu dari Kabupaten Tanah Datar (kota Batusangkar), Sumatera Barat. Ia memiliki anak laki-laki yang sangat ekspresif. Saya tertarik ngobrol dengan anak lelakinya bernama Raihan. Ia tergolong anak cerdas dan masih sekolah di Primary School di Kuala Lumpur.
Saya ingin mencari tahu tentang self determination-nya, cita-citanya di masa depan. Ternyata dia sudah punya cita-cita yang lebih spesifik tentang apa yang akan dia lakukan kelak bila sudah dewasa. Berarti dia sudah punya self determination- atau ketetapan karir. Ya karirnya tidak begitu muluk-muluk, atau sebatas  ikut-ikutan orang lain.
I want to do bussiness in culinary and I want to have my own restaurant”
“Why....???”
“Because I like to help my mom cooking and I like cooking.
 Pada mulanya saya berpikir mungkin ia bakal tertarik menjadi seorang dokter, apoteker, seorang pilot. Ya sebagaimana cita-cita anak-anak Indonesia, menyebutkan lusinan cita-cita yang klasik.
Ternyata Raihan ingin bercita-cita dalam bidang kuliner. Ia ingin memiliki restoran yang besar di kota Kuala Lumpur dan menyediakan kebutuhan kuliner berbasis masakan Asia, seperti masakan Jepang, Korea, Indonesia dan India. Restoran yang bakal dia punya juga memiliki rest area.
Mengapa ia tertarik berprofesi dalam bidang resto dengan kuliner internasional? karena Raihan suka membantu ibunya memasak masakan lezat di rumahnya di Kuala Lumpur. Cukup beda dengan cita-cita yang diungkapkan oleh para siswa negeri kita, hanya mampu menyebutkan profesi yang konvensional, atau profesi yang muluk-muluk yang mereka pungut dari sana-sini, yang mungkin jauh dari jangkauan mereka.
Memang benar, bahwa cukup banyak remaja di Indonesia, hanya mampu bercita-cita dalam illusi, yang tidak jelas, kurang spesifik dan terkesan di luar jangkauan. Satu atau dua semester setelah mereka bersekolah sebagai siswa di SMA Unggulan, saya kembali mencari tahu tentang profesi mereka.
Dan kali ini dari jawaban mereka mayoritas ingin kuliah di perguruan tinggi favorit. Dan mereka hanya mampu menyebutkan perguruan tinggi yang bertengger di pulau Jawa. Kalau ditanya mau mengapa setelah tamat dari perguruan tinggi favorit tersebut(?). Umumnya mereka terdiam, tidak tahu apa pekerjaan yang spesifik setelah itu.
Meskipun mereka termasuk  para siswa dari sekolah unggulan, namun hanya sebatas tahu untuk memburu tempat kuiah di perguruan tinggi favorit saja. Dalam pikiran mereka bahwa dibalik perguruan tinggi tersebut akan terbentang sukses dan perguruan tinggi akan memberi mereka sebuah pekerjaan yang mudah. Sehingga ada yang bercita-cita kuliah hebat dengan deretan gelar yang panjang dan gaji yang berlipat. Ya demikian pencarian cita-cita atau profesi dari banyak siswa yang selalu nggak jelas.
Suatu ketika saya berjumpa dengan grup student-exchange, ada rombongan siswa dari Jerman datang ke Batusangkar. Saya sempat bertukar cerita yang panjang dengan salah seorang siswa yang bernama Lewin Gastrich. Lewin menjelaskan tentang profesinya di masa depan. Ternyata dia sudah punya self determination atau pilihan karir di masa depan.
Ia memberi perincian atau strategi karir yang bakal dia kejar sejak dini hingga dewasa kelak. Bahwa selepas dari Secondary School di Jerman ia akan mendaftarkan diri di Akademi Penerbangan, karena ia suka terbang dan senang dengan tantangan ketinggian. Dan lebih ke depan ia akan bekerja di Badan Penerbangan Luar Angkasa.
Teknologi penerbangan luar angkasa yang sudah ia baca adalah seperti di Jerman, Perancis, NASA- di Amerika Serikat,Rusia, dan China. Ia memperkirakan bahwa yang lebih mudah untuk ia akses kelak adalah Badan Luar Angkasa dari Rusia. Namun ia terkendala dengan bahasa. Maka dari sekarang ia sangat rajin belajar Bahasa Rusia secara otodidak dengan memanfaatkan Google Rusia dan situs belajar bahasa Rusia di internet. Saya memahami bahwa cita-cita yang dipaparkan oleh Lewin Gastrich lebih jelas dan lebih terperinci untuk menggapainya.
Saya tidak bermaksud menyanjung dan memuji siswa dari Malaysia, Jerman dan dari negara lain, yang ternyata memiliki self determination. Self Determination adalah  rasa percaya bahwa individu itu bisa atau dapat mengendalikan nasibnya sendiri. Self Determination atau Penentuan Nasib sendiri adalah kombinasi dari sikap dan kemampuan yang memimpin orang – orang untuk menetapkan tujuan untuk diri mereka sendiri, dan untuk mengambil inisiatif untuk mencapai tujuan tersebut. Self Determination juga tentang bagaimana seseorang bisa menjadi lebih berwenang atau bertanggungjawab atas masa depannya (Dian Wirawan Noeraziz, 2013).
Kita berharap agar para remaja di Indonesia, apalagi dari sekolah berlabel unggul, mampu untuk mendesain cita-cita mereka. Cita-cita itu adalah tujuan dan perlu perencanaan yang lebih jelas dan lebih terarah. Mengapa siswa luar negeri memiliki cita-cita yang jelas dan para siswa di sekitar kita bingung dalam mencari profesi masa depan mereka?
            Faktor wawasan, informasi atau ilmu pengetahuan adalah sebagai faktor penentu seorang siswa bisa memiliki cita-cita atau memiliki visi dan misi di masa depan. Adalah fenomena bahwa membaca yang intensif belum menjadi budaya di kalangan masyarakat kita. Coba lihat berapa betul orang yang terbiasa membaca- berlangganan koran dan majalah. Ya betul berlangganan koran adalah sesuatu yang amat langka dalam masyarakat kita, apalagi buat berlangganan majalah.
Selanjutnya bahwa tidak begitu banyak masyarakat kita yang terbiasa membaca buku. Buku yang berkualitas menjadi hal yang langka buat kita temui di rumah-rumah masyarakat. Jadinya masyarakat kita adalah masyarakat yang minim ilmunya. Kalau kita cari tahu tentang peringkat SDM negara kita di dunia, ternyata belum begitu menggembirakan.
Sudah jadi fenomena, karena lemahnya konsep literasi. Banyak anak-anak sekolah  sejak dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi juga tidak terbiasa membaca, mereka belum merasakan betapa indahnya bersahabat dengan buku.
Kalau di Sekolah Dasar, seorang anak harus menguasai kemampuan tiga R, yaitu Reading, wRiting dan aRismetic. Untuk reading atau membaca, para siswa hanya sebatas mampu membaca satu huruf, satu kalimat, atau sebatas tahu A-Be-Ce dan De. Belum lagi sebatas mampu membaca dan menamatkan lusinan buku. Itulah jadinya anak didik tidak banyak yang memahami tokoh-tokoh kehidupan lagi. Karena mereka tidak terbiasa membaca, mereka tidak memiliki majalah lagi. Dalam zaman cyber, anak-anak tenggelam dalam permainan game on-line. Atau membaca status pada media sosial FaceBook, Twitter, BBM, dll.
“Bahwa siswa perlu memiliki cita-cita yang lebih jelas”, dalam kenyataan banyak mereka yang belum memiliki self determination. Cita-cita mereka masih ngambang, kalau kuliah, hanya sebatas memburu universitas bergengsi, setelah wisuda malah jadi bengong. Ini adalah problema bagi kita- para remaja. Suatu problema dapat disorot dari sudut “sebab dan akibat.”
Penyebab mengapa anak sekolah belum memiliki cita-cita yang jelas, adalah karena mereka memilki ekplorasi yang minim. Ekplorasi diperoleh lewat menjelajah atau mengenal lingkungan secara langsung. Namun mereka mungkin lebih suka mengurung diri di seputar rumah, kurang mengenal lingkungan yang dekat hingga lingkungan yang jauh. Program rekreasi dan eksplorasi belum menjadi agenda ke luarga. Kemudian, ekplorasi juga bisa bisa diperoleh lewat membaca, sesuai dengan pernyataan sebuah ungkah “dengan membaca buku kita bisa menjelah dunia”. Nah banyak siswa yang belum terbiasa membaca hingga jelajah mereka juga terbatas.
Karena guru dan orangtua juga terbatas wawasannya, maka mereka juga kurang mampu menjawab tantangan cita-cita buat remaja. Jadinya setiap kali seorang remaja ditanya tentang profesi:
“Apa cita-cita anda kelak?”. Maka jawabnya selalu:
“Saya mau menjadi PNS, guru, dokter, bidan, perawar, insinyur, kerja di bank.” Demikian ungkapannya, pokoknya bekerja menjadi anak buah terus. Hingga mereka belajar dan kuliah, memperoleh IPK yang tinggi tetapi selalu tertarik sebagai “Job Seeker”- pencari kerja, menjadi kerja kantoran, menjadi bawahan anak buah.
“Jadi apa yang diperlukan?”
Para siswa membutuhkan bimbingan karir atau profesi. Itulah sedikit ketinggalan dalam pendidikan kita. Di sekolah luar negeri, guru-guru dan terutama guru counseling membantu anak dalam membimbing profesi mereka. Hanya sebatas menjadi guru yang mengurus para siswa yang  bermasalah hingga selalu memasang wajah angker dan suara killer.
Di sebuah sekolah di Melbourne, yaitu Secondary College di Norwood- Melbourne, sebuah sekolah yang sempat saya kunjungi beberapa tahun lalu, di sana guru counseling adalah guru tempat curhat tentang profesi (karir) dan kehidupan bagi para siswa. Menjadi guru yang dicari, disenangi, bukan guru yang ditakuti. Guru-guru yang demikian juga banyak di Indonesia. 
Ya para siswa memang membutuhkan bimbingan karir, agar mereka punya self determination, memiliki rencana profesi yang lebih jelas. Para remaja di sekitar kita banyak yang sudah sukses dalam mengejar skor- skor yang tinggi. Mereka cukup pintar dalam belajar, mampu menjadi sang juara di kelas- menjadi juara umum. Mereka belajar serius di sekolah, rumah dan malah juga ikut kursus atau bimbel (bimbingan belajar). Namun bingung dalam mencari cita-cita.
Cita-cita klasik mereka yaitu ingin jadi presiden, jadi menteri, jadi dubes, jadi gubernur, jadi dokter, jadi tentara/ polisi, dll. Ya sebuah cita-cita dari yang tertinggi sampai yang terendah. Atau cukup banyak yang bengong dengan cita-cita. Kalau ditanya dan jawaban mereka biasanya:
“Bingung dengan masa depan, tergantung papa dan mama. Tergantung nilai raport, tergantung wali kelas, tergantung hasil ujian atau hasil Try-Out (T.O). Atau itu belum kepikir sekarang…yang penting saya harus belajar dulu”.
Karena cita-cita mereka mengambang dan kurang jelas jadinya cita-cita mereka jadi berubah-ubah. Apa efek dari cita-cita yang berubah?. Ya tentu saja pilihan jurusan berubah, pilihan gaya belajar berubah, pilihan tempat kuliah berubah. –Visi hidup juga bisa berubah.
Mereka perlu memahami pemilihan profesi. Paling kurang pemilihan profesi ala Box-Hill Institute (yang sempat saya kunjungi di Melbourne ) atau menurut  teori yang dikembangkan oleh John L. Holland. Holland dikenal sebagai pencipta model pengembangan karir ((Robert Reardon,2016). Yaitu pemilihan pekerjaan (profesi) yang merupakan hasil dari interaksi antara faktor, seperti hereditas (keturunan), pengaruh budaya, teman bergaul, orangtua, mentor atau orang dewasa yang dianggap memiliki peranan yang penting.

Tipe Pekerjaan Berdasarkan Bentuk Kepribadian
John Lewis Holland merupakan seorang Professor Sosiolog dan Psikolog di Universitas John Hopkin, Amerika Serikat. Ia terkenal sebagai pencipta model pengembangan profesi.  Setiap siswa perlu tahu bahwa ada enam tipe pribadi berdasarkan pilihan kerja (yang telah diciptakan Holland), yaitu tipe realistis, intelektual, sosial, konvensional, usaha, dan artistik (Robert Reardon,2016).
1) Tipe realistis
Ciri-cirinya yaitu; mengutamakan kejantanan, kekuatan otot, ketrampilan fisik, mempunyai kecakapan, dan koordinasi motorik yang kuat, kurang memiliki kecakapan verbal, konkrit, bekerja praktis, kurang memiliki ketrampilan sosial, serta kurang peka dalam hubungan dengan orang lain. Orang yang bertipe ini sukanya tugas-tugas yang konkrit, fisik, eksplisit/ memberikan tantangan. Untuk memecahkan masalah memerlukan gerakan, kecakapan mekanik, seringkali suka berada di luar gedung. Contoh pekerjaan: operator mesin/radio, sopir truk, petani, penerbang, supervisor bangunan, ahli listrik, dan pekerjaan lain yang sejenis.
2) Tipe intelektual
Kesukaanya adalah model pekerjaan yang bersifat akademik, kecenderungan untuk merenungk, berorientasi pada tugas, kurang suka terlibat dalam bersosial. Membutuhkan pemahaman, menyenangi tugas-tugas yang bersifat abstrak, dan kegiatan bersifat intraseptif  (keras/tegas). Sukanya tugas dengan kemampuan abstark, dan juga bersifat kreatif. Ia suka memecahkan masalah yang memerlukan intelejensi, imajinasi, peka terhadap masalah intelektual. Kriteria keberhasilan bersifat objektif dan bisa diukur, tetapi perlu waktu yang cukup lama dan bertahap. Ia tertarik pada kecakapan intelektual dari pada manual. Kecakapan menulis juga mutlak untuk dimiliki. Contoh pekerjaan: ahli fisika, ahli biologi, kimia, antropologi, matematika, pekerjaan penelitian, dan pekerjaan yang sejenis.
3) Tipe sosial
Ciri-cirinya: suka membantu orang lain, pandai bergaul dan berbicara, bersifat responsive, bertanggung jawab, punya rasa kemanusiaan, bersifat religious membutuhkan perhatian, memiliki kecakapan verbal, punya hubungan antar pribadi yang baik, menyukai kegiatan-kegiatan yang rapi dan teratur, menjauhkan bentuk pemecahan masalah secara intelektual, lebih berorientasi pada perasaan. Sukanya menginterpretasi dan mengubah perilaku manusia, serta berminat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Contoh pekerjaan: menjadi guru, pekerja sosial, konselor, misionari, ulama, psikolog klinik, terapis, dan pekerjaan lain yang sejenis.
4) Tipe konvensional
Ciri-cirinya: kecenderungan terhadap kegiatan verbal, ia menyenangi bahasa yang tersusun dengan baik, senang dengan numerical (angka) yang teratur, menghindari situasi yang kabur atau abstrak, senang mengabdi, mengidentifikasikan diri dengan kekuasaaan, memberi nilai yang tinggi terhadap status dan materi, ketergantungan pada atasan. Sukanya proses informasi verbal dan menyukai matematik secara kontinu, suka kegiatan rutin, konkrit, dan bersifat sistematis. Contoh pekerjaan: sebagai kasir, statistika, pemegang buku, pegawai arsip, pegawai bank, dan pekerjaan lain yang sejenis.
5) Tipe usaha
Ciri-cirinya:  menggunakan ketrampilan berbicara dalam situasi dan kesempatan untuk menguasai orang atau mempengaruhi orang lain, menganggap diri paling kuat, jantan, mudah beradaptasi dengan orang lain, menyenangi tugas-tugas sosial. Menyenangi kekuasaan, status dan kepemimpinan, bersifat agresif dalam kegiatan lisan. Sukanya tugas dengan kemampuan verbal untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain. Contoh pekerjaan: sebagai pedagang, politikus, manajer, pimpinan,  eksekutif perusahaan, perwakilan dagang, danpekerjaan lain yang sejenis.

6) Tipe artistik
Ciri-cirinya: senang berhubungan dengan orang lain secara tidak langsung, bersifat sosial dan suka rmenyesuaikan diri. Sukanya adalah artistik, memerlukan interpretasi atau kreasi bentuk artistik melalui cita-rasa, perasaan dan imajinai. Suka mengekspresikan diri dan menghindari keadaan yang bersifat intra-personal, suka keteraturan, atau keadaan yang menuntut ketrampilan fisik. Contoh pekerjaan: menjadi ahli musik, ahli main drama, pencipta lagu, penyair, dan pekerjaan lain yang sejenis.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa para remaja/ siswa perlu memiliki cita-cita yang lebih jelas. Untuk itu dari usia dini, mereka sudah terbiasa bereksplorasi, budaya membaca untuk menambah wawasan sangat penting bagi orangtua, guru dan siswa sendiri. Kemudian mentor, guru dan orangtua perlu memberikan bimbingan karir bagi siswa. 

Kemampuan Akademik Dan Pengalaman Kerja Yang Berimbang

Kemampuan Akademik Dan Pengalaman Kerja Yang Berimbang

Ilmu Pengetahuan Bisa Jadi Usang
Saya sangat tertarik dengan tulisan Annie Mueller (2015) yang berjudul: work experience versus education- which lands you the best job? Pengalaman kerja versus pengalaman pendidikan- yang mana lebih banyak berpengaruh untuk meraih pekerjaan? Tulisan ini dipaparkannya dalam bentuk tinjauan analisis. Beberapa argumen yang dipaparkannya adalah seperti:
             - Pendidikan tinggi hanya membuktikan bahwa anda hanya sebatas sukses
               dalam bidang akademik, bukan dalam dunia kerja yang nyata.
             - Sukses dalam pekerjaan yang aktual (pengalaman kerja) lebih berarti
               daripada sebatas sukses dalam bidang pendidikan.
            Tinjauan analisis di atas didukung pula oleh pendapat George D Kuh (2015), dia menulis sebuah artikel dengan judul: “the chronicle of higher education”. Ia mengatakan bahwa seorang mahasiswa yang bekerja saat ia masih kuliah akan memperoleh keterampilan yang sangat berguna bagi karirnya kelak. Yaitu seperti keterampilan dalam team work dan manajemen waktu.
            George. D Kuh (2015) menambahkan bahwa para mahasiswa yang bekerja part time (kerja paroh waktu) akan membantu mereka untuk melihat dari dekat tentang nilai keterampilan hidup sesuai dengan teori yang dipelajari dalam kelas dan diapplikasikan dalam pengalaman bentuk nyata. Pengalaman tersebut juga akan punya dampak langsung dengan cita-cita atau karir yang sedang dicari.
            Ilmu pengetahuan (kemampuan akademik) yang kita miliki bisa menjadi usang atau kadaluarsa (expired), kecuali kalau selalu kita perbaharui (update) tiap saat. Gelar kesarjanaan yang diperoleh seseorang 20 tahun lalu, misalnya untuk bidang teknologi, ilmunya bisa jadi tidak begitu terpakai untuk saat ini. Kecuali kalau dia memiliki akumulasi pengalaman kerja yang relevan yang lamanya juga 20 tahun. Dengan demikian pengalaman kerja lebih punya nilai signifikan dibandingan teori yang diperoleh melalui pendidikan sebelumnya.
Sekarang banyak hal-hal lama yang telah berubah. Banyak produk dan manajemen bisnis yang juga berubah. Pada tahun 1960-an, di pergelangan tangan setiap orang nyaris hanya ada arloji “made in Switzerland”. Jam tangan buatan Swiss itu menguasai market share di atas 60%. Namun pada tahun 1980-an market share-nya tinggal 15%. Arloji Swiss tiba-tiba dihajar jam digital buatan Asia. Pada tahun 1970-an, dunia hanya mengenal rol film merek Kodak dan Fuji. Kini Kodak sudah tidak ada, sedangkan Fuji berevolusi ke dunia digital. Apa yang tengah terjadi dengan strong brand itu?   Ini adalah fenomena perubahan ini dengan istilah “Menyerang (disrupting) atau diserang (disrupted), atau fenomena disruption (Rhenald Kasali, 2017).
Disruption agaknya juga bisa terjadi dalam dunia pendidikan. Kalau biasanya mau cedas dan ingin memiliki nilai akademik yang tinggi, mereka pergi ke bimbel, namun kelak tak perlu lagi, karena mereka bisa mengakses Quipper, atau semacam applikasi bimbel (bimbingan belajar). Maka kita sangat direkomendasi untuk memahami berbagai kecendrungan- the life trendy di dunia ini yang selalu berubah- namun kita selalu bisa melatih diri agar selalu memiliki banyak pengalaman hidup ini. 
“Mana yang lebih punya pengaruh signifikan antara pengalaman kerja atau hanya sebatas mencari pengalaman akademik di sekolah/ di kampus?” Demikian paparan pro dan kontra atas pernyataan Annie Mueller (2015). Namun saya ingin menggabungkan kedua titik pandang tersebut menjadi dua kekuatan yang saat ini bermanfaat untuk menuju masa depan. “Bahwa kita perlu memiliki kemampuan akademik dan pengalaman kerja (keerampilanhidup) yang berimbang”.
Saya juga termasuk orang yang mendukung bahwa pengalaman kerja tetap lebih signifikan dari segudang teori. Saya terinspirasi dengan pengalaman hidup (biografi) orang-orang sukses, misalnya dua orang tokoh, Presiden Sukarno dengan pengalaman hidupnya yang dahsyat dan Ciputra dengan pengalaman enterpreneurnya yang yang sangat hebat.
Dari biografi mereka kita tahu bahwa kunci yang membuat mereka jadi hebat atau sukses adalah “karena mereka mempunyai proses kehidupan yang hebat”. Mereka mengalami proses belajar, proses berorganisasi, proses bersosial yang hebat, dan proses kehidupan lain yang mereka ciptakan dan mereka lakoni.

Konsep Sukses di Sekolah
            Bagaimana pendapat banyak remaja tentang apa yang perlu mereka miliki selagi masih sekolah di SLTA, atau bagi mereka yang sedang kuliah di perguruan tinggi sebagai antisipasi untuk meraih masa depan(?) Mayoritas mereka berpendapat bahwa sukses dengan pendidikan merupakan jembatan emas buat meraih mimpi. Pendapat ini mungkin juga benar.
Sekolah yang juga identik dengan dunia akademik, di sana para remaja berlomba agar bisa jadi jagoan dalam bidang akademik. Maka merekalah yang dianggap sebagai seorang yang sukses. Para remaja yang memperoleh juara kelas, juara bidang studi, juara olimpiade, hingga juara umum, ya mereka dapat dikatakan sebagai seorang hero.
            Para orangtua juga berpikiran bahwa putra-putri yang jago  dalam akademik, maka itulah yang dikatakan sukses tersebut. Jadinya mereka rela untuk membebaskan anak dari tanggung jawab ikut mengerjakan house work- membersihkan rumah, menyapu, cuci piring, menutup warung, dll- asal anak mereka bisa ikut bimbel dan melahap semua contoh-contoh soal ujian. Sebab terbayang sudah bahwa kalau sang anak mampu memperoleh ijazah dengan skor- skor yang fantastis, wow dapat dipastikan bahwa jalan toll menuju masa depan sudah terbentang. Sang anak akan melenggang kangkung buat melangkah menuju perguruan tinggi favorit dan setelah itu mimpi mereka akan menjadi kenyataan.
            Adalah fenomena sosial bahwa cukup banyak generasi muda yang telah berhasil menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, namun terlihat kebingungan. Mereka yang telah menyandang gelar kesarjanaanya terlihat bengong- tak tahu lagi hendak mau dibawa kemana ijazah yang baru saja diterima dari perguruan tinggi(?)
Bahkan juga banyak pemuda dan pemudi yang telah menyelesaikan studi di perguruan tinggi masih memperpanjang kontrak rumah kost mereka agar bisa tinggal lebih lama dan berharap kerja favorit yang mereka impikan bisa jatuh dari langit.  Namun itu semua adalah nonsense !!!
            Karena ternyata tidak ada pekerjaan yang jatuh dari langit. Bahwa pekerjaan itu tidak akan datang mengejar kita dan juga tidak datang dengan mudah. Bahwa kitalah yang wajib mencari pekerjaan atau menciptakan suatu pekerjaan. Ya kesuksesan kerja yang hebat itu kitalah yang menciptakannya.
            Sebuah pendapat umum menyatakan bahwa kalau dahulu, 20 atau 30 tahun lalu, bila ada kelulusan 100% dari sarjana baru, maka yang 80% akan memperoleh pekerjaan, sementara yang 20% menjadi pengangguran. Mereka kemudian menjadi sarjana pencaker- pencari pekerjaan. Fenomena sosial tersebut kemudian berbalik 180 derajat untuk para sarjana hari ini. Yakni dari 100% kelulusan sarjana baru, yang 20% akan mampu memperoleh pekerjaan dan yang 80% menjadi PTT alias Pengangguran Tingkat Tinggi.
            “Siapa sih 20% dari para sarjana baru yang mampu memperoleh pekerjaan setelah lulus dari perguruan tinggi?, dari mana mereka berasal? dan apa kegiatan mereka saat di SLTA dan saat jadi mahasiswa?”
Para sarjana yang mampu memperoleh pekerjaan setelah wisuda adalah mereka yang sewaktu masih kuliah tidak terjebak sebagai mahasiswa “kupu-kupu”. Yaitu para mahasiswa yang kebanyakan hanya terfokus pada urusan akademik dan tahunya hanya “kuliah pulang- kuliah pulang”. Atau juga bukan tipe mahasiswa yang terjebak dalam karakter pasif- karakter “D-D-D-D”atau “4D” yaitu tahunya cuma “datang, duduk, dengar, diam”. Namun mereka adalah para mahasiswa yang selain aktif belajar juga ikut melibatkan diri dalam ekskul di kampus dan punya seabrek peran dalam hidup mereka.
            Juga diperkirakan bahwa para sarjana yang mampu memperoleh pekerjaan tidak lama setelah mereka wisuda adalah mereka yang saat menjadi siswa SLTA- di bangku SMA, Madrasyah dan SMK- bukan termasuk tipe siswa yang tahunya hanya jadi anak manis (anak rumahan). Yaitu siswa yang patuh, kaku, kuper, nggak punya banyak waktu buat membuka diri. Namun mereka adalah para siswa yang selain bertanggung jawab dalam belajar, juga meluangkan waktu dan pikiran dalam mengurus kegiatan OSIS di sekolah. Sementara di rumah mereka adalah juga para anak yang juga pinter buat menyenangi hati orangtua- ayah dan ibuya, serta tahu cara menempatkan peran dalam lingkungan sosial.
“Jadinya mereka juga peduli dalam mengurus diri sendiri, merapikan kamar, membantu mama di dapur, menemani papa untuk beres-beres di perkarangan rumah atau ditempat usaha, juga peduli dengan tetangga atau dengan sesama ”.
            Untuk zaman sekarang para siswa yang hanya sebatas jago dalam menaklukan buku, bisa jadi juara kelas dan juara lomba bidang akademik, namun kurang membuka diri dan juga kurang peduli dengan sesama bakal susah kebingungan buat mencari masa depan. Apalagi kalau juga susah diajak ngomong (berkomunikasi) dan susah buat bekerja sama dengan team work. Maka kepintaran mereka hanya bersifat fatamorgana semata- bisa dilihat namun tak dapat buat disentuh. Sementara nilai atau skor-skor yang tinggi pada selembar ijazah tidak akan banyak berguna bagi orang lain. Nilai yang tinggi hanya menjadi persyaratan pertama untuk lulus, untuk diterima, dll.
            “Sekarang begitu banyak pelajar yang pinter di sekolah, ya sebatas  pinter cari nilai dan miskin pengalaman hidup, setelah dewasa hanya mampu jadi wong kecil atau pekerjaan biasa-biasa saja. Sementara itu bagi yang saat remaja- sekolah di SMA/ MA yang pintarnya biasa-biasa saja, namun sangat peduli dengan sesama dan juga aktif dengan kehidupan sosial. Singkat kata dia adalah tipe orang yang cepat kaki- ringan tangan. Senang bekerja dan suka memberi bantuan pada sesama, maka setelah dewasa mereka- alhamdulillah- menjadi orang yang rata-rata tergolong sukses”.
            Kalau demikian bagaima jadinya tentang eksistensi sebuah sekolah?  Ya keberhasilan dalam hidup ini tidak hanya ditentukan semata-mata pada prestasi akademik. Prestasi akademik yang tinggi juga mutlak diperlukan bagi mereka yang juga akan berkarir dalam akademik, mungkin juga untuk menjadi mentor pada bimbel, guru dan dosen. Namun pekerjaan di luar itu sangat direkomendasi untuk memiliki nilai dan keterampilan sosial yang juga ekstra. Kemampuan akademik tidak cukup buat meraih masa depan. Jadinya mereka mutlak untuk memiliki kecakapan hidup yang lain seperti kemampuan bekerja-sama (team work), keberanian, keterampilan berkomunikasi, kemampuan manajemen, kemampuan memimpin, kemampuan beradaptasi, dll.        

Proses Jalan Hidup Presiden Sukarno
            Dari proses kehidupan bapak proklamator negara kita, Presiden Sukarno, dapat kita baca bahwa prestasi akademik dan serangkaian pengalaman sosial/ pengalaman hidupnya telah menjadi kunci utama dalam mengantarkannya menjadi orang yang hebat dalam sejarah Indonesia, bahkan juga dalam sejarah dunia. Sejak berusia masih muda Presiden Sukarno sangat gemar belajar, membaca dan berorganisasi. Ia belajar secara otodidak untuk banyak bidang. Saat dia pindah rumah maka dia membutuhkan sebuah truk untuk membawa buku-bukunya dalam berbagai bahasa. Karena ia menguasai bahasa Inggris dan Belanda secara fasih dan beberapa bahasa asing lainnya.
            Eksistensi Presiden Sukarno telah menjadi sumber inspirasi banyak orang di dunia, apalagi buat kita di Indonesia. Dia adalah tokoh yang sangat hebat. Grolier (1965) menempatkan peran kepemimpinan Sukarno sama dengan pemimpin negara sekelas dunia dan berpengaruh saat itu, seperti Kennedy, Nehru, Mao, Nasser, Tito, De Gaule, Nkrumah, dll. Dia punya pengalaman hidup yang luas dan pengalaman akademik yang hebat.    
Membaca merupakan kebiasaan positif yang selalu dilakukan Bung Karno sejak kecil. Apa alasan mengapa Bung Karno harus gemar membaca, rajin belajar dan belajar tentang segala sesuatu ? 
Didorong oleh ego yang meluap-luap untuk bisa bersaing dengan siswa-siswa bule, maka Bung Karno sangat tekun membaca, dan sangat serius dalam belajar. Ketika belajar di HBS (Hoogere Burger School) Surabaya. Dari 300 murid yang ada dan hanya 20 murid saja yang pribumi (satu di antaranya adalah Bung Karno) yang sulit menarik simpati teman-teman sekelas. Mereka memandang rendah kepada anak pribumi sebagai anak kampungan. Namun Bung Karno adalah murid yang hebat sehingga satu atau dua guru menaruh rasa simpati padanya.
Rasa simpati gurunya, membuat Bung Karno bisa memperoleh fasilitas yang  lebih untuk “mengacak-acak atau memanfaatkan” perpustakaan dan membaca segala buku, baik yang ia gemari maupun yang tidak ia sukai. Umumnya buku ditulis dalam bahasa Belanda. Problem berbahasa Belanda menghambat rasa haus ilmunya (membaca buku yang ditulis dalam bahasa Belanda).
Entah strategi apa yang ia peroleh secara kebetulan, namun Bung Karno punya jalan pintas (cara cepat) dalam menguasai bahasa Belanda. Bung karno menjadi akrab dengan noni Belanda sebagai kekasihnya. Berkomunikasi langsung dalam bahasa asing (Bahasa Belanda) adalah cara praktis untuk lekas mahir berbahasa Belanda. Mien Hessels, adalah salah satu kekasih Bung Karno yang berkebangsaan Belanda.
Dalam usia 16 tahun, Bung Karno fasih berbahasa dan membaca dalam Bahasa Belanda. Ia sudah membaca karya besar orang-orang besar dunia. Di antaranya dalah Thomas Jefferson dengan bukunya Declaration of Independence. Bung Karno muda, juga mengkaji gagasan-gagasan George Washington, Paul Revere, hingga Abraham Lincoln, mereka adalah tokoh hebat dari Amerika Serikat. Tokoh pemikir bangsa lain adalah seperti Gladstone, Sidney dan Beatrice Webb juga dipelajarinya. Bung Karno juga mempelajari ‘Gerakan Buruh Inggris” dari tokoh-tokoh tadi. Bung Karno juga membaca tentang Tokoh Italia, dan ia sudah bersentuhan dengan karya Mazzini, Cavour, dan Garibaldi. Tidak berhenti di situ, Bung Karno bahkan sudah menelan habis ajaran Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin. Semua tokoh besar tadi, menginspirasi Bung Karno muda untuk menjadi maju dan smart.
Penelusuran atas dokumen barang-barang milik Bung Karno di Istana Negara, yang diinventarisasi oleh aparat Negara yang ditemukan setelah ia digulingkan. Dari ribuan item miliknya, hampir 70 persen adalah buku. Sisanya adalah pakaian, lukisan, mata uang receh, dan pernak-pernik lainnya. Harta Bung Karno yang terbesar memang buku.
Dari biografinya (Sukarno: An Autobiography) diketahui bahwa betapa dalam setiap pengasingan dirinya, baik dari Jakarta ke Ende, dari Ende ke Bengkulu, maupun dari Bengkulu kembali ke Jakarta, maka bagian terbesar dari barang-barang bawaannya adalah buku. Semua itu, belum termasuk buku-buku yang dirampas dan dimusnahkan penguasa penjajah. Apa muara dari proses belajar sepanjang hidup yang sangat kreatif adalah mengantarkan Bung Karno menjadi Presiden yang pernah memperoleh 26 gelar Doktor Honoris Causa. Jumlah gelar doktor yang ia terima dari seluruh penjuru dunia, 26 gelar doktor HC yang  rinciannya, 19 dari luar negeri, 7 dari dalam negeri. Ia memperoleh gelar doctor HC dari Far Eastern University, Manila: Universias Gadjah Mada,  Yogyakarta: Universitas Berlin: Universitas Budapest: Institut Teknologi Bandung: Universitas Al Azhar, Kairo: IAIN Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta: dan universitas dari negaralain seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman Barat, Uni Soviet, Yugoslavia, Cekoslovakia, Turki, Polandia, Brazil, Bulgaria, Rumania, Hongaria, RPA, Bolivia, Kamboja, dan Korea Utara.
Kemudian, bagaimana masa kecil dan proses kreatifitas  Bung Karno yang lain? Agaknya Bung Karno telah memiliki jiwa leadership (kepemimpinan) sejak kecil, karena apa saja yang diperbuat Bung Karno kecil, maka teman-temannya akan mengikuti. Apa saja yang diceritakan Bung Karno kecil, maka teman-teman akan patuh mendengarkannya. Oleh teman-temannya, Bung Karno bahkan dijuluki “jago”. karena gayanya yang begitu “pe de”. Itu pula yang mengakibatkan ia sering berkelahi dengan anak anak Belanda.
Ada satu karakter yang tidak berubah selama enam dasawarsa kehidupannya. Salah satunya adalah karakter pemuja seni. Ekspresinya disalurkan dengan cara mengumpulkan gambar bintang-bintang terkenal. Karena kecerdasan dan keluasan wawasannya sejak kecil maka pada usia 12 tahun, Bung Karno sudah punya gang (pasukan pengikut yang setia). Kalau Bung Karno bermain jangkrik di tengah lapangan yang berdebu, segera teman temanya mengikuti. Kalau Karno diketahui mengumpulkan prangko, mereka juga mengumpulkannya.  Kalau “gang” mereka bermain panjat pohon, maka Bung Karno akan memanjat ke dahan paling tinggi. Itu artinya, ketika jatuh Bung Karno pun jatuh paling keras daripada anak-anak yang lain. Dalam segala hal, Bung Karno selalu menjadi yang pertama mencoba. “Nasib Bung Karno adalah untuk menaklukkan, bukan untuk ditaklukkan”.
Bung karno menganut ideologi ‘berdiri di atas kaki sendiri’. Saat menjadi presiden Bung Karno dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid. Persetan dengan bantuanmu!!!”
Ia mengajak negara-nega-ra sedang berkembang (baru merdeka) bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil mengge-lorakan semangat revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI. Bung Karno juga memiliki slogan yang kuat yaitu “gantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur”.
Bung Karno adalah juga orator ulung. Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya dan latihan latihan berpidato yang ia lakukan. Ketika masih belajar Bung Karno sering berlatih berpidato sendirian di depan kaca dan juga berbicara di depan gang nya.  Bung Karno juga gemar menuliskan opini-opininya dalam bentuk artikel. Kumpulan tulisannya dengan judul “Dibawah Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno sebagai Soekarno. Tulisanya yang lain dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme, dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya (Cindy Adams, 1965).
Apa yang dapat kita jadikan I’tibar (pembelajaran) dari uraian di atas (dari kehidupan Bung Karno) dan kita hubungkan dengan cara belajar dan gaya hidupm kita ? Bahwa membaca adalah kebiasaan positif yang perlu selalu dilakukan. Sebagaimana halnya Bung Karno membaca buku-buku berbahasa asing (bahasa Belanda). Untuk membuat bahasa asingnya lancar adalah dengan  mempraktekan (menggunakan) bahasa tersebut dengan orang yang mahir (pribumi maupun orang asing). Setelah lancar berbahasa asing/ bahasa Belanda, ia tidak cepat merasa puas dan berhenti belajar. Ia malah membaca biografi tokoh tokoh besar di dunia dan juga buku buku berpengaruh di dunia sehingga ia memiliki wawasan dan cara pandang yang luas.
Untuk menjadi sukses maka juga perlu punya prinsip hidup “mandiri atau berdikari- berdiri pada kaki sendiri”. Jangan terlaku suka untuk mencari bantuan. Kemudian juga penting untuk mengembangkan pergaulan/ teman yang banyak untuk melakukan proses bertukar fikiran. Juga penting untuk melatih jiwa pemimpin- bukan jiwa penurut, pasif atau pendengar abadi.
Selanjutnya bahwa juga penting mengembang kemampuan berbicara/ berpidato lewat latihan sendiri dan berpidato didepan kelompok. Kemampuan berbicara/ berpito perlu didukung oleh kemampun menulis, karena membuat pidatio punya kharismatik dan menarik. Ini dapat dikembangkan melalui latihan demi latihan. Inilah top secret dari proses hidup Presiden Sukarno sehingga dia bisa menjadi inspirasi bagi kita dan bagi dunia.

Melejitkan Kecerdasan Yang Berimbang

Melejitkan Kecerdasan Yang Berimbang

Quantum Quotient
            Di awal tahun 2000-an, dalam dunia pendidikan ada istilah quantum quotient atau kecerdasan quantum. Banyak orang ingin memahami apa dan bagaimana dengan istilah quantum quotient, yaitu bagaimana meledakkan (menumbuh-kembangkan) kecerdasan. Bobbi De Porter dan Mike Hernacki (2002) membahas tentang istilah ini. Mereka menyebutnya dengan istilah quantum learning, yaitu bagaimana membiasakan belajar dengan nyaman dan menyenangkan. Bahwa aktivitas belajar perlu suasana nyaman dan menyenangkan. Kalau begitu, adakah sekolah yang menyenangkan di seputar kita?
            Sekolah yang nyaman dan menyenangkan itu tentu ada, mulai dari sekolah rendah sampai ke sekolah yang lebih tinggi. Pada umumnya TK (Taman Kanak-kanak) dan juga pada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sangat nyaman dan menyenangkan. Karena di sana guru-gurunya mengajar dan menemani anak dengan ramah dan sepenuh hati.
Selanjutnya sekolah-sekolah yang dirancang menjadi sekolah ramah anak juga sebagai sekolah yang nyaman dan menyenangkan. Sekolah tersebut mungkin ada di tingkat SD, SLTP dan SLTA. Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia gencar mengkapanyekan “Sekolah Ramah Anak.”
Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah sekolah yang nyaman. Sekolah yang begini merupakan upaya mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak selama 8 jam anak berada di sekolah, melalui upaya sekolah untuk menjadikan sekolah dengan suasana:
- Bersih
- Aman
- Ramah
- Indah
- Inklusif
- Sehat
- Asri
- Nyaman
            Dewasa ini sudah banyak sekolah yang nyaman, terutama untuk tingkat dasar dan menengah. Pada sekolah ramah anak, para siswa merasa nyaman dan senang belajar, karena lingkungan sekolah telah didesain begitu menyenangkan.
Yang diperlukan oleh para siswa untuk belajar adalah lingkungan yang menyenangkan, kemampuan berkomunikasi, keterampilan belajar dan menumbuhkan rasa percaya diri. Suasana menyenangkan juga berhubungan  dengan perlakuan yang diterima dari lingkungan.
Dorothy Law Nolte memaparkan efek lingkungan terhadap pendidikan anak, sebagaimana tertulis dalam puisinya edukasi yang berjudul “children learn what they live- anak anak belajar dari lingkungan”. Beberapa cuplikan puisinya mengenai suasana pendidikan dengan lingkungan positif, yaitu sebagai berikut (Ahmad Faiz Zainuddin, 2009):
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang penuh toleransi, ia belajar untuk
              bersabar.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang memberi pujian, ia belajar untuk
               menghargai.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang menerimanya apa adanya, ia belajar 
               untuk mencintai.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang memberikan dukungan, ia belajar
               untuk menyenangi dirinya.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang memberikan penghargaan, ia belajar
               untuk memiliki tujuan dan cita-cita.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang suka berbagi, ia belajar untuk
               bermurah hati dan suka memberi.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang menjunjung tinggi kejujuran, ia
               belajar  untuk mencintai kebenaran.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang menghargai keadilan, ia belajar untuk
               bersikap adil.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang baik hati dan penuh tenggang rasa, ia
               belajar untuk menghormati.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang penuh rasa aman, ia belajar untuk
               memiliki keyakinan dan berbaik sangka.
            - Jika anak tumbuh di lingkungan yang bersahabat, ia belajar untuk merasa
              bahwa dunia ini indah dan hidup ini begitu berharga.
            Nah bagaimana dengan remaja (atau anak-anak) di lingkungan kita? Mengapa di sekolah-sekolah dan kelas-kelas tersebut aktivitas belajar ada yang terasa nyaman dan menyenangkan dan juga ada lingkungan sekolah yang belum memberi suasana kurang nyaman dan menyenangkan?
Suasana nyaman dan menyenangkan bisa  terjadi karena adanya lingkungan yang memberi semangat dan dukungan. Lingkungan yang memberi pujian dan menerima, juga memberi penghargaan dan rasa aman, serta lingkungan yang penuh bersahabat dengan anak didik (para remaja).
Sebaliknya bahwa suasana tidak nyaman, tidak menyenangkan terjadi karena adanya lingkungan yang tidak ada memberi semangat dan dukungan, tidak ada lingkungan yang memberi pujian dan menerimanya. Juga tidak ada lingkungan yang memberi penghargaan dan rasa aman, serta lingkungan yang tidak bersahabat dengan anak didik atau tidak.
            Bobbi De Porter dan Mike Hernacki (2002) mengatakan bahwa setiap hari para remaja akan memperoleh dua macam komentar dari  teman, orangtua, guru dan lingkungan mereka, yaitu komentar positif dan komentar negatif. Adalah berbahaya bila mereka banyak memperoleh komentar negatif, sebab semangat belajar mereka bisa melorot.
            Jika mereka sering kena ancam atau tidak memperoleh modeling  dalam hidup, maka kecerdasannya pada akhirnya akan mandek. Lingkungan yang kaya akan rangsangan, menghasilkan siswa atau remaja yang sukses. Sementara lingkungan yang miskin dengan rangsangan akan menghasilkan siswa yang lambat cara belajarnya.   



Lingkungan Rumah Yang Mencerdaskan
            Saya menjumpai sebuah lingkungan rumah yang memungkinkan seseorang dari usia anak-anak hingga remaja bisa tinggal, berinteraksi dan belajar dengan nyaman dan menyenangkan. Memang orangtua harus menyediakan ruang belajar dan merancangnya seapik mungkin. Rumah tersebut adalah rumah seorang mahasiswa Asia yang mengikuti kuliah Post Graduate lewat beasiswa di Universitas Melbourne.
Umumnya orang di Australia hidup secara mandiri (independent), dan tidak terbiasa punya pembantu. Punya pembantu malah melambangkan ketidak berdayaan dan juga tidak mandiri dalam hidup. 
            Mahasiswa doktoral ini membawa anaknya dan merancang ruang belajar dan ruang eksplorasi buat anak. Ada sarana bermain edukatif, ada bacaan, ada aturan kehidupan, ada interaksi. Lingkungan begini memberikan rasa aman bagi anak, ada pujian dan penerimaan. Orangtua berusia muda ini menyediakan pengalaman yang banyak dan beragam buat anaknya. Sang anak punya pengalaman mencoba, bergaul dan pengalaman perjalanan. Sebab anak atau seseorang yang punya koleksi pengalaman pribadi yang banyak akan lebih kreatif dari orang yang kurang pengalamannya (Ibrahim Elfiky, 2011).
            Orangtua dan guru juga tidak perlu terlalu mencampuri dan terlalu mendikte mengapa dan bagaimana idealnya seorang anak dalam belajar. Bahwa orang belajar tergantung pada faktor fisik, faktor emosional dan faktor sosiologi. Ada anak yang senang belajar dengan cahaya terang dan juga ada yang suka cahaya agak redup. Ada yang suka belajar dengan berkelompok dan ada yang suka sendiri. Kemudian ada yang suka belajar pakai musik dan ada yang suka suasana sepi, dan juga ada yang suka belajar dengan kondisi rapi dan ada yang suka suasana berantakan.
            Sekarang ini banyak orang beranggapan bahwa belajar yang nyaman dan menyenangkan hanya terjadi di sekolah-sekolah berlabel unggul, karena sekolah tersebut sengaja dirancang dan para siswanya menjadi cerdas karena diprogramkan. Namun jauh di sana di Indonesia bagian timur, pada sebuah sekolah biasa-biasa saja di kota Ambon telah muncul seorang siswa polyglot- menguasai lebih dari 10 bahasa-bahasa dunia, sementara itu orangtuanya hanya seorang buruh kecil, namun dia (namanya Gayatri) menemukan quantum learning sendiri dalam menguasai banyak bahasa, sehingga sempat mengantarkan dia menjadi duta bangsa ke PBB di New York (Murad Maulana, 2014).
            Latif Pramudiana, seorang teman saya asal Tangerang, yang pernah mengabdi sebagai guru di Lintau, sebuah kota kecil di Kab. Tanah Datar, Sumatera Barat, mengadopsi konsep long life education- dan tidak berhenti belajar dalam hidupnya. Laki-laki ini terbiasa untuk selalu belajar dalam hidupnya. Saya menemukan alat musik dan juga tumpukan buku-buku di kamar kontrakannya. Dia terbiasa kalau belajar membiarkan buku-buku yang dia perlukan bertebaran di sekitarnya. Pada lain waktu ia bermain gitar atau membaca buku yang ditemani lantunan instrumen musik yang lembut.
            Baginya memegang buku itu sebuah kenikmatan. Ia melahap buku dengan sepenuh hati. Ia menggunakan sebuah pensil untuk mencoret-coret, menggaris bawahi dan menghubungkan ide-ide dalam buku tersebut. Bila bisa menamatkan satu buku, ia merasakan bahwa ia berhasil menaklukan sebuah peradaban dan ia pun merayakan. Banyak membaca bukan berarti membuat ia menjadi kurang pergaulan. Ia juga meluangkan waktu untuk saling bertukar pikiran dengan sesama dan juga melakukan banyak perjalanan untuk menemui orang baru dan pengalaman baru.

Quatum Learning
            Secara tidak sengaja saya sering berkunjung ke sebuah rumah di Lintau. Bagi saya rumah tersebut adalah sebuah rumah inspirasi karena di dalamnya terdapat beberapa lemari yang penuh dengan berbagai jenis buku. Orang yang memiliki buku-buku tersebut bernama Fasli Jalal, yang kemudian sempat  menjabat Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam usia muda dia telah telah membaca/ menamatkan dan mentelaah semua isi buku tersebut. Sehingga dia memiliki wawasan yang luas dan dalam. 
            Quantum learning- kebiasaan belajar nyaman dan menyenangkan- telah mengantarkan Fasli Jalal menjadi salah seorang tokoh pendidikan terkemuka di Indonesia. Itu diawali dengan keputusannya saat muda untuk memilih sekolah berkualitas Di Kota Solok  jauh dari kampungnya di Lintau. Di sana dia hidup mandiri dan terbiasa dengan active learning dan peduli denga literasi membaca yang banyak dan berkualitas. Semangat suka berkompetisi memberinya motivasi yang tinggi untuk mencapai visinya melalui strategi hidupnya yang terencana hingga ia memperoleh puncak karirnya. Itu sebagaimana dikatakan oleh kerabat Fasli Jalal pada saya.  
            Untuk zaman sekarang, bahwa seseorang yang hebat bukan hanya harus memiliki IQ (inteligent quotient) yang bagus, namun juga harus peka dan peduli dengan eksistensi EQ (emotional quotient)dan SQ (spiritual quotient). Dia harus memiliki komponen kecerdasan yang berimbang, yaitu EQ, SQ dan IQ.
Dengan IQ yang bagus, akan menjadi syarat mutlak untuk berkompetisi. EQ yang bagus menjadi syarat untuk mencapai prestasi puncak dan SQ menjadi syarat untuk mencapai tujuan dunia dan akhirat. Kesuksesan kita ditentukan oleh IQ, dan kebahagiaan kita ditentukan oleh IQ dan SQ. Maka inilah hakekat untuk melejitkan kecerdasan yang berimbang.
            Agus Nggermanto (2003) menjelaskan tentang bagaimana cara melejitkan IQ, EQ dan SQ secara harmonis. Salah satunya adalah melalui accelerated learning atau percepatan belajar. Percepatan belajar bagi siswa dengan IQ yang mantap bisa dilakukan melalui membaca cepat, membaca yang cepat, dan berpikir kreatif.
            Rata-rata kita memiliki IQ yang standard dan kita perlu mengasah IQ kita. Kebiasan yang bisa kita lakukan untuk mengasah IQ  adalah melalui membaca cepat, menghafal yang cepat, berpikir kreatif, berhitung cepat dan, mencatat yang cepat- misal melalui mind mapping.   
            Menghafal yang cepat dapat kita lakukan dengan menggunakan semua indera yang berhubungan penyerapan informasi seperti audio (pendengaran), visual (penglihatan) dan kinestetik atau gerak. Intensitas dan pengulangan pokok pikiran dengan cara membaca bersuara atau melalui peta pikiran juga menentukan kualitas hafalan. Menggunakan unsur emosional, seperti bernyanyi (memakai musik) dan melakukan gerakan juga menentukan kualitas hafalan. Bergerak dapat membangkitkan semangat. 
            Membaca cepat adalah kebutuhan dasar manusia. Membaca telah dianjurkan oleh Allah Swt  seperti yang dapat kita baca dalam alquran. Membaca merupakan kunci untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Untuk mengatasi masalah membaca adalah dengan mempercepat kemampuan membaca. Untuk itu kita harus membiasakan banyak membaca.
            Bobbi De Porter dan Mike Hernacki (2002: 178) menjelaskan tentang menulis dan mencatat, kita semua adalah penulis. Dorongan untuk menulis itu sama besar dengan dorongan untuk berbicara, yaitu untuk mengkomunikasikan pikiran dan pengalaman kita.
Tentang mencatat, bahwa mencatat berguna unuk meningkatkan daya pikir kita. Ada 2 cara mencatat yang dapat kita terapkan yaitu dengan cara membuat peta pikiran atau mind mapping dan yang lain dengan bentuk catat tulis susun. Kiat-kiat tambahan dalam mecatat berguna untuk membuat kita menjadi pendengar yang aktif.
Seseorang kalau mendengar ceramah, pidato dan seminar, kalau hanya sebatas  mendengar maka daya tahan atau fokusnya tidak begitu lama. Setelah itu dia akan merasa bosan dan mengantuk. Maka mendengar aktif perlu dilaksanakan, yaitu mendengar dan mencatat ide-ide penting. Maka saat mendengar ceramah, pidato dan seminar, duduklah dibagian depan dan mendengar sambil mencatat poin-poin penting. Maka rasa kantuk akan hilang dan kualitas konsentrasi bertambah.
Tentang korelasi multi-intelegensi (kecerdasan berganda) dengan IQ, SQ dan EQ. Yang termasuk kecerdasan intelektua (IQ) meliputi kecerdasan logis dan linguistik atau numerikal dan verbal. Kecerdasan emosional (EQ) meliputi kecerdasan intrapersonal (memahami dan menguasai diri) dan interpersonal (bergaul dan beradaptasi  dengan orang lain), kemudian kecerdasan spiritual (SQ) meliputi kecerdasan substantial (zat) dan kecerdasan ekistensial (memahami keberadaan hidup dan penciptaan kehidupan). Bentuk kecerdasan yang lain (quotient lain) adalah kecerdasan kinestetik (psikomotorik atau kecerdasan tubuh)  dan kecerdasan musik.
Melejitkan kecerdasan yang berimbang, yaitu antara kecerdasan IQ, EQ dan SQ perlu diusahakan. Kalau kita hanya sebatas cerdas dengan IQ, kita memang mampu bersaing dalam hidup, namun kita akan susah untuk mencapai karir puncak karena karir puncak dilalui lewat tangga sosial atau kecerdasan emosional (EQ). Kemudian hidup juga terasa kosong dan miskin dari nilai-nilai kehidupan, karena kita lemah dalam kecerdasan spiritual (SQ).
Sebelumnya kita sudah memaparkan cara meningkatkan potensi IQ, maka berikut adalah cara buat meningkatkan potensi EQ dan SQ. Emotional quotient kita bisa berkembang melalui:
- Bergaul dengan banyak orang, dengan cara demikian kita akan memiliki
   pengalaman yang kaya dengan berbagai jenis emosi orang.
- Sudi untuk mengambil tanggungjawab.
- Mendengar dengan cara berempati, utamanya pada anak dan murid, dan
   juga pada orang yang lebih muda usianya.
- Mengungkapkan suasana hati.
- Membantu untuk menemukan solusi lewat curhat (curah hati atau curah
   perasaan).
- Dengan cara menjadi modeling atau teladan bagi orang sekitar. Seseorang
  suka melihat atau meniru contoh daripada diceramahi atau digurui.
Tentang spiritual quotient, bahwa banyak orang yang sukses ditinjau dari ukuran dunia, namun mereka merasa kering dan gersang pada rohaninya. Itu terjadi karena mereka kurang memahami substansial zat diri dan penciptanya, dan juga kurang memahami eksistensi atau keberadaanya.
Menurut ajaran Islam bahwa setiap manusia harus punya hubungan yang berimbang antara “ hablul minallah wa hablul minannas- berhubungan dengan Allah Swt (Tuhan) dan juga berhubungan dengan manusia”. Untuk meningkatkan kualitas spiritual quotient atau kecerdasan spiritual, maka kita harus punya ilmu pengetahuan tentang agama, kita mampu menerapkan atau mengamalkan ilmu tersebut. Kemudian kita harus memiliki komunitas atau jamaah dimana disana kita dapat saling bercermin diri atau melakukan refleksi serta introspeksi diri.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...