Rabu, 07 Oktober 2015

Strategi Bisa Mengikuti Pertukaran Pelajar Ke Luar Negeri



Strategi Bisa Mengikuti Pertukaran Pelajar Ke Luar Negeri
Oleh: Marjohan , M.Pd
Guru SMAN 3

Mengikuti proram pertukar pelajar ke manca negara adalah program yang banyak diminati oleh pelajar dari seluruh pelosok Indonesia. Program tersebut adalah AFS (American Field Service), Yes (Youth Exchange Studies), dan Jenesys (program ke Jepang) masing-masing untuk satu tahun, namun juga ada program Jenesys untuk dua minggu. Karena program ini terbatas untuk beberapa orang saja dan juga cukup bergengsi maka tentu saja setiap peminat harus punya persiapan yang matang untuk memenangkan seleksi penyisihan.     
Miftahul Khairi (17 tahun), siswa SMAN 1 Bukittinggi,  putra dari Bakri Harun (Kepsek SD 15 Matur, Agam) dan Rasmiati (Hakim Pengadilan Agama di Maninjau), dan juga sebagai keponakan Penulis,  telah beruntung bisa mengitu program pertukaran pelajar Yes (Youth Exchange Studies) di Amerika Serikat yang juga disebut dengan Negara “Uncle Sam” atau “Paman Sam”. Tentu saja Miftahul (Ari) terlebih dahulu melakukan persiapan yang cukup matang sehingga bisa mengikuti program Program Yes ini dan tinggal serta belajar di Amerika Serikat dengan orangtua angkat selama satu tahun.
Seperti remaja pada umumnya, Ari biasa-biasa saja, rajin tapi kadang-kadang juga malas. Suka membantu orang tua, suka belajar dan juga suka main game online.”Namun kenapa kamu tertarik mengikuti program pertukaran pelajar ?”. Itulah pentingnya bergaul dan bertukar cerita dengan banyak orang. Suatu hari kakak teman yang baru saja kembali mengikuti program pertukaran pelajar di luar negeri berbagi cerita dengan Ari sehingga rasa ingin tahu dan motivasi Ari juga muncul. Faktor lain yang mendorong Ari ingin mengikuti program ini adalah karena ingin melihat dan merasakan tentang bagaimana budaya orang lain dan juga ingin merasakan pengalaman baru tinggal di Amerika.
Ia memperoleh informasi bahwa peserta yang kemungkinan akan lulus dalam program American Field Service ini adalah mereka yang selain mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris juga memiliki pengalaman leadership dan aktif dalam organisasi. Ia pun juga aktif dalam organisasi di sekolah dan organisasi di sekitar rumah. Ia harus memiliki banyak wawasan, setiap hari mengikuti berita-berita dan mencatat semua issue berita pada buku catatan khusus. Kadang-kadang Ari juga pergi ke internet untuk melakukan browsing tentang berita terkini dari seluruh pelosok Indonesia dan dari seantaro dunia- tentang global warming, tentang proliferasi nuklir, tentang cloning, tentang kematian Michael Jackson, tentang perkawinan kaum homo seks, dan lain-lain. 
Ari melompat hampir setinggi langit, riang gembira karena dinyatakan lulus dalam mengikuti seleksi pertukaran pelajar tersebut. Ia mengatakan bahwa “preparation is mother of successfulness”. Tentu saja persiapan Ari yang lain, selain kemahiran dalam bahasa Inggris, adalah juga dalam hal berdebat, menguasai kesenian dan life skill lain- ia belajar memasak gulai dan rendang Padang. Ari juga belajar tari minang, silat minang, masakan minang, dan juga membaca buku-buku tetang budaya Indonesia secara keseluruhan karena Ari kelak adalah menjadi duta bangsa. Kebiasaaan berdebat sangat penting dalam membentuk mental yang kuat dan berani dan sebab program pertukaran pelajar tidak perlu menjadi anak manis yang serba penurut, patuh tapi susah dalam berkomunikasi.
Ari bebagi cerita bahwa saat itu ada sekitar 600-an peminat program pertukaran pelajar dari seluruh Sumatera Barat dan juga mungkin dari Riau. Yang ia ambil adalah program YES (Youth Exchange Studies) dan yang diambil dari seluruh pelamar hanya 5 orang. Ari termasuk satu dari lima orang yang beruntung. Seleksi program ini meliputi test tertulis, wawancara dalam bahasa Inggris, wawancara non Bahasa Inggris tentang pengetahuan umum, wawasan lain, kepribadian, penilaian individu tentang kerja kelompok atau team-work.
Tip dan trick agar menang dalam seleksi program pertukaran pelajar tersebut adalah “be your self”. Penilaian dengan skor rendah selama aktifitas team work adalah kalau seseorang memperlihatkan sikap hiperaktif, suka memonopoli, egois dan adanya kesan arrogant atau angkuh. Selanjutnya karakter yang tinggi skor penilaiannya adalah untuk  karakter cooperative, leadership, dan kreatif. Tipe “be yourself” yang disenangi oleh program pertukaran pelajar adalah untuk semua karakter orang- ada yang agak pendiam, suka usil, humoris. Yang dinilai tidak hanya cerdas, ramah, cooperative, leadership dan kreatif, tetapi juga harus bersifat “out going, easy going dan humoris”.
“Apa yang kamu rasakan begitu kamu dinyatakan lulus dalam seleksi ?”. kelima peserta yang lulus kemungkinan “feeling between belive or not believe” kalau mereka lulus, kemudian merasa excited dan mulai membuat seribu impian dan sejuta andai, “Kalau…. Kalau….kalau…., saya akan…..”. Mereka juga ingin tahu tentang seperti apa sih USA itu. Pokoknya ada harapan yang begitu tinggi dengan sejuta mimpi. Namun kemudian bercampur dengan emosi kesedihan. Sedih karena harus berpisah dengan keluarga, sedih berpisah dengan teman dan sedih kehilangan waktu- tertunda belajar  di sekolah selama satu tahun.
“Apa persiapan kamu menuju negara Paman Sam ?”. Selain faktor bahasa dan pengeahuan budaya juga harus menyiapkan logistik. Menyiapkan pakaian yang digunakan seperlunya, buku-buku yang diperlukan , paspor, visa dan souvenir. Sekali lagi karena pertukaran pelajar adalah juga berarti pertukaran budaya, maka peserta juga harus punya persiapan budaya- belajar tari, belajar seruling, belajar gitar dan lagu daerah.
Sebelum keberangkatan ke negara tujuan maka semua peserta yang lolos seleksi dari seluruh Indonesia berkumpul di Jakarrta, tentu saja diantarkan oleh orang tua. Mereka diberi program orientasi- pembekalan untuk mengenal negeri orang dan mengenal negeri sendiri. Mereka memperoleh materi pelajaran CCU atau “Cross Culture Understanding- pemahaman lintas budaya”. Dan setelah itu acara Talent Show- penampilan bakat- yang disuguhkan buat orang tua peserta yang baru saja mengantarkan anak-anak mereka untuk program pertukaran pelajar.
“Bagaimana perasaan kamu saat terbang melintasi samudra pasifik ?”. Peserta program AFS dan Yes tidak terbang melintasi samudra Pasifik. Itulah kondisi pesawat GIA (Garuda Indonesia Airways) tidak memperoleh izin untuk mendarat di bandara Eropa, karena diangap kurang memenuhi standard keselamatan dan mungkin karena pesawat sudah agak tua (maaf), maka peserta terbang dengan MAS (Malaysia Airline System) dari Jakarta ke Kuala Lumpur selama dua jam. Dari Kuala Lumpur terbang lama selama 12 jam dengan pesawat menuju Frankfurt. Hari terasa selalu siang selama 12 jam karena pesawat terbang menyonsong matahari. Agar bisa tidur maka pilot menyarankan agar menutup semua jendela pesawat dan sebagian penumpang bisa tidur.
Peserta transit di Frankfurt. Bandaranya sangat rapi, bersih dan udaranya bearoma harum sehingga setiap pengunjung merasa dimanja. Kemuian peserta terbang dengan pesawat United Airline menuju Washington, DC selama 7 jam melintasi samudra Atlantik. Peserta menjadi too excited karena sudah begitu dekat dengan negara Paman Sam, tetapi bercampur degan emosi kesedihan “ada yang menangis” karena sudah terasa begitu jauh dari tanah air dan dari mama dan papa tercinta.
“Apa kesan kamu melihat orang-orang dalam pesawat terbang moderen ?”. Bule-bule dalam pesawat umumnya tampak sibuk dengan diri sendiri, sibuk dengan laptop, sibuk dengan phone cell, sibuk membaca, atau tidur. Sementara orang-orang kita- peserta yang dinyataan menang dan lulus selesi pertukaran pelajar- terlihat sibuk dengan orang lain. Mengurus orang lain, sibuk ngobrol, sibuk tersenyum. Di sinilah beda kepribadian individualitas dan masyarakat social. Dalam masyarakat barat atau budaya individu terkesan bahwa “no personal space”.
Akhirnya pesawat United Airline mendarat di bandara Washington DC. Sebelum menyebar maka peserta YES diberi orientasi tentang way of life di USA. Program Yes adalah program scholarship penuh dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang disediakan buat pelajar atau pemuda dari negara muslim. Makanya kegiatan orientasi di Washington juga ada pelajar dari Malaysia, Arab, Mesir, Turki, dan negara-negara muslim lainnya. Program Yes didirikan setelah adanya tragedi peledakan gedung WTC (World Trade Centre) oleh teroris, dan rakyat USA saat ini memendam rasa marah pada masyarakat muslim dunia. Maka untuk mengenal agama Islam masyarakat muslim, USA mengundang para pelajar muslim melalui program Yes tersebut.
Semua peserta Yes disebar ke 50 negara bagian Amerika Serikat dan tidak ada pelajar yang sebangsa tinggal bersama dalam satu tempat. Ari ditempatkan di kota Mineappolis, negara bagian Minnessota. Minneapolis adalah juga termasuk kota pelajar, ibarat Yogyakarta. Kota ini termasuk kota menengah dan di sana ada Universitas St. Cloud dan di kota ini Ari tinggal dengan Host Family.
“Apa yang kamu lakukan Ari, pertama kali tinggal dengan host famiyy ?”. Semua peserta pasti melakukan adaptasi. Adaptasi dengan bahasa, budaya, makanan, pendidikan dan bagaimana supaya bisa “fit with new famiy and new culture”. Walaupun peserta sudah yakin memiliki bahasa Inggris yang baik namun kadang kala kurang mengerti dengan bahasa Inggris penduduk setempat, karena mereka berbicara cepat dan accent berbeda. Untuk memahami komunikasi maka peserta mengandalkan (memahami) eye contact dan body laguage. Tentang akanan, masakan Indonesia lebih mengutamakan taste and flavour, sementara masakan Amerika lebih mengutamakan nilai gizi, walau sering kurang pas menurut lidah orang Indonesia.
Sistem sekolah di sana juga berbeda dengan Indonesia. Di sana pelajar choose own class dan untuk tingkat SMA mereka tidak memakai seragam, tetapi free clothes. Dalam kelas terdapat banyak tempelan-tempelan yang memberi info kepada siswa/pelajar. Kertas yang ditempel selalu di-update, tidak dibiarkan terpajang selama berbulan-bulan, apa lagi tempelan selama bertahun-tahun. Pendidikan di sekolah kita “guru-guru terlalu banyak ngomong”, namun di USA gaya pembelajaran bersifat memberi “explanation, practicing, dan pemahaman concept”. Maka pembelajaran di Amerika bercirikan banyak simulasi, game dan pemberian reward pada siswa seperi permen dan coklat- walau materi sedikit. Di Indonesia materi terlalu padat dan siswa disuguhi dan harus menghafal banyak materi. Namun tugas-tugas sekolah di sana juga banyak.
Ari secara langsung melihat dan merasakan pebedaan pembelajaran di sana dengan di kampungnya sendiri (Sumatera Barat). Di kelas Amerika, guru-guru memajang nilai yang diperoleh siswa dan selalu mengupdatenya, tiap kali ada penilaian. Suasana pembelajaran kadang-kadang juga lewat menonton dan membahasnya, misalnya dalam kelas poloitik (atau KWN- kewarga negaraan). Dalam pembelajaran ini ada kalanya juga dengan bermain peran, sebagai presiden, anggota partlemen, sebagai pengacara, sebagai narapidana.
Pelajaran seni di Indonesia sudah berciri “praktek” dan di Amerika malah lebih banyak praktek, misal kelas memahat, kelas menjahit, kelas membuat keramik. Ada kesan dari kebisaaan pelajar di Indonesia, kalau pulang sekolah buru-buru pergi les, les matematik, les bahasa Inggris, kimia, fisika dan les komputer. Namun para pelajar Amerika pulang sekolah cenderung pergi berolah raga- mengikuti team basket, team bola kaki, atletik. Makanya tubuh pelajar di sana terbentuk lebih sehat dan kuat. Penduduk di sana sangat mencintai kegiatan olah raga, oleh karena itu mereka terkesan berani dan agresif dalam bekerja dan bersosial. Inilah dampak positif dari kebisaaan berolah raga bagi masyarakat Amerika.
Kemudian masih dalam hal olah raga,  bahwa selalu ada kompetisi antara sekolah. Tingginya semangat berolah raga dalam sekolah dan dalam masyarakat membuat self-believe, life skill, team work, hard work, dan self determination mereka sangat tinggi dan sudah menjadi karakter mereka. Di USA, orang tidak melihat status atau “kamu anak siapa”,  semua orang sama-sama punya kesempatan untuk maju, seorang guru tidak membandingkan latar belakang siswanya apakah dari orang tua miskin, kaya, kulit putih, kulit berwarna, katolik atau non katolik dalam peniaian dan dalam pelayanan (tentu ini juga bergantung pada karakter seseorang). Umumnya siswa di sana memiliki “self determination” menentukan sikap untuk masa depan mereka, makanya pelajar di sana sudah membayangkan apa yang akan mereka kerjakan kelak bila sudah dewasa. Kalau mereka tidak memiliki self determination- menentukan arah diri sendiri, maka itu berarti mereka “gagal dalam hidup”.
“Di negeri kita anak yang dipandang baik adalah sweet kid (anak manis) yaitu patuh, penurut dan rajin”. Di negara Paman Sam, jarang sekali karakter “sweet kid”,  semua orang berkarakter “assertive” yaitu say what you feel dan tidak ada istilah bahasa yang berbelit-belit atau berbasa basi. Tentang hal ini antara Indonesia dan Amerika tentu berlaku istilah  different fish different pond- lain lubuk lain ikannya”. Jadi pola berkomunikasi di Amerika adalah berkarakter clear, direct communication dan tidak berbelit-belit”.
Tentang appellation atau panggilan, Ari cukup memanggil nama saja untuk host family (orang tua angkat) dan pada gurunya. Bagi mereka ini menandakan closeness- kedekatan. Sementara di Sumatera Barat “Panggilan” disesuaikan dengan empat tingkat kata: kata mendaki, kata menurun, kata mendatar, dan kata melereng. Ada yang panggil adik, uni, uda, ibu, etek, sumando, menantu, dan lain-lain”.
Keluarga Amerika menerapkan berbagi kerja dalam mengurus tugas rumah. Walaupun di sana sudah serba mesin. Dan hukuman buat pelanggaran yang dilakukan oleh seorang anak yang diterapkan oleh host family atau orang-orang lain adalah “grounded punishment”. Misalnya seorang anak melanggar peraturan rumah maka selama seminggu  Phone Cellnya, Lap topnya, MP 3 nya disita, fasilitas buat dia dicabut, dan tidak boleh keluar rumah sehingga mendatangkan efek bosan dan jera. Sementara hukum spangking “melampang” pantat anak, apalagi sampai menempeleng kepala, mencambuk kaki anak, mencewer telinga dan hukuman fisik lain.  sudah lama ditinggalkan karena bisa dipandang bertetangan dengan hak azazi manusia. Pelaksanaan hukum tergantung pada karakter pribadi, karena juga ada orang tua yang menganiaya dan sampai menelantarkan anak mereka.
“Bagaimana teman-teman mu di Sekolah Amerika dalam memandang negerimu- Indonesia ?”. Ternyata banyak pelajar di sana yang buta dengan informasi budaya dan informasi geografi tentang negara lain, termasuk tentang Indonesia. Mereka masih memandang Indonesia sebagai negara yang jauh tertinggal atau primitive, sehingga muncul pertanyaan yang lucu-lucu. “Apa kamu pernah makan daging orang utan…? Apa kamu tinggal dalam goa atau di atas pohon kayu besar ?”
Orang di negara Paman Sam  memandang Indonesia sebagai negara yang indah apalagi orang di sana menyukai derah tropis, menyukai warna kulit yang terbakar matahari sebagai “sun tanned skin” sebagai lambang kulit yang sehat makanya orang di sana gemar berjemur saat musim panas. Orang di sana juga menyukai budaya Indonesia seperti tari dan kreasi seni, karena di sana tidak ada tari atau seni yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Mereka juga memandang orang Indonesia sebagai bangsa yang hospitality- ramah tamah.
Host family memandang Ari sebagai remaja yang riang, lucu, smart. Di sekolah Ari sangat jago dengan pelajaran matematika dan umumnya anak-anak Asia jago di sekolah. Ternyata pelajaran Indonesia lebih tinggi- Ari sering sering tampil dalam mata pelajaran matematika, namun kita cuma kaya dengan hafalan dan mereka kaya dengan praktek. Di mata mereka bahwa Ari adalah anak yang suka membantu, suka memotret-motret, hospitality dan clever. Walau Bahasa Inggris Ari terasa sudah bagus tetapi di telinga mereka bahasa Inggrisnya terkesan lucu dan enak untuk didengar, ibarat kita mendengar mereka berbahasa Indonesia dengan aksen yang cadel.
Suasana kehidupan sosial di daerah perkotaan terasa sangat individu, mungkin sama juga dengan kondisi di kota besar Indonesia. Namun di country side- di pedesaan agak sama dengan di desa Indonesia- juga ada suasana bersosial yang tinggi. Beda tentang berteman, kalau di Indonesia seorang remaja mengenal “a lot of close friend”, namun di sana remaja mengenal “few close friends”. Di mata mereka bahwa keramah tamahan itu hanya  sekedar memperlihatkan kebaikan saja. Di sana remaja active mencari teman yag memiliki minat yang sama, misal dalam bidang olah raga dan musik. .      
“Bagaimana tentang hubungan orang tua dan anak di Amrik ?”. Hubungan orang tua dan anak di sana, ya sama dengan kondisi keluarga demokrasi di Indonesia. Mereka memberi anak “freedom to choose” tetapi tetap selalu ada nasehat-nasehat. Anak-anak di sana diajar untuk mandiri dan banyak remaja melakukan kerja “part time”- kerja paroh waktu di swalayan, street construction, di restorant fast food. UMR (Upah Minimum Regional) di sana adalah 7.25 Dollar Amerika per jam,  atau setara dengan Rp. 72.000. Namun mereka dibatasi kerja perminggu oleh undang-undang. Untuk memperoleh kerja part time, mereka menulis resume atau lamaran. Hasil pendapatan part time mereka tabung untuk kepentingan berlibur, jalan-jalan ke luar negeri, untuk beli mobil, untuk membantu uang kuliah dan membeli barang yang mereka butuhkan. Part time diberikan untuk remaja minimal usia 16 tahun.
“Setelah kamu berada di Amerika, bagaimana kamu melihat Indonesia dari arah luar ?”. Ari merasa bangga sebagai bangsa Indonesia karena alamnya cantik apalagi Ari juga dipandang oleh orang sana termasuk remaja yang creative, dan kulitnya dianggap bagus. Apalagi ada persaan emosional, bangga atas nilai kebersamaan yang ada di Indonesia, kemudian Indonesia juga sangat kaya dengan budaya dan seni.
Orang Amerika kagum dengan anak-anak Indonesia karena kecil kecil sudah mahir berbahasa Inggris, mereka saja hanya bisa berbahasa Inggris (bahasa Ibu) dan mempelajari bahasa asing seperti bahasa Perancis, bahasa Spanyol dan bahasa Jerman hanya saat duduk di bangku SMA saja. Tentang jurusan favorite di universitas ya sama fenomenanya dengan di Indonesia, mereka menyukai jurusan ekonomi, jurusan kedokteran, bisnis, hukum dan tekhnik atau engineering.
Mengikuti program pertukaran pelajar di luar negeri, walau kehilagnan waktu belajar selama satu tahun, namun di sana Ari juga belajar di SMA Amerika dan juga memperoleh ijazah atau sertifikat tanda tamat belajar yang nilainya sama dengan diploma satu untuk Indonesia, dengan diploma tersebut Ari pun bisa melamar kuliah di jurusan yag menggunakan bahasa Inggris di universitas Indonesia. Saat sebelum mengikuti pertukaran pelajar, Ari terlihat sebagai anak yang manis- baik dan patuh. Namun setelah mengikuti program pertukaran pelajar selama setahun, rasa nasionalismenya bertambah, semangat bekerja dan belajar lebih progresif seperti anak anak di Amerika dan kemandirian dan self determinasi Ari juga lebih meningkat.  

Semangat Bekerja Yang Dahsyat



Semangat Bekerja Yang Dahsyat

Oleh: Marjohan M.Pd

Guru SMAN 3 Batusangkar

          Orang Minang (di daerah lain disebut dengan orang Padang) sejak dahulu dikenal sebagai suku bangsa yang gemar merantau. Mereka meninggalkan sanak dan saudara serta sawah dan ladang, Fenomena merantau telah membuat  kampung halaman menjadi sepi, rumah-rumah menjadi kosong, sebagian hanya dihuni oleh orang-orang tua saja. Motivasi merantau adalah untuk memperbaiki taraf hidup. Dan memang terbukti bahwa mereka yang hidup di rantau, setelah memutar kincir-kincir (mengolah fikiran) dan menambah semangat kerja (endeavour) bisa hidup lebih sukses daripada mereka yang tinggal di kampung.

          Merantau karena melanjutkan pendidikan sudah menjadi hal yang lazim. Suku bangsa lain juga demikian. Namun merantau untuk mengubah nasib, dari susah menjadi sukses, patut diteladani oleh orang-orang dan generasi lain. Umumnya orang-orang dulu melirik profesi berdagang agar bisa mengubah nasib mereka, Malah juga banyak yang menjadi pengusaha sukses. “Se mati-mati aka mambuka lapau nasi- sehabis-habisnya akal atau peluang ya membuat warung nasi”, demikian prinsip hidup mereka, sehingga tidak heran bahwa di mana-mana bermunculan  restoran Padang.

Menjadi PNS (pegawai negeri sipil) saat itu dipandang sebagai pekerjaan di bawah standard. Malah ada orang yang sudah terlanjur menjadi pegawai mengundurkan diri dan putar haluan untuk berdagang atau menjadi penguasaha. Namun bagaimana sekarang ? Nah itulah problemanya bahwa mental berdagang, menjadi penguasaha atau berwirausaha hampir-hampir sirna dari mental generasi ini. Semua seolah olah memiliki mental kurang berani dan hanya pandai bermimpi untuk menjadi pegawai- PNS, BUMN dan pegawai swasta. Padahal dari fenomena terlihat bahwa menjadi PNS, BUMN dan pegawai swasta pintunya tidak terbuka lebar lagi.

Menjadi pegawai tidak begitu berdampak signifikan membuat bangsa ini maju, dibanding menjadi seorang pengusaha. Bukankah sebahagian anggaran Negara dihabiskan untuk membiayai jumlah pegawai pemerintah yang sangat banyak. Bayangkan pegawai pemalas, pegawai yang kurang efektif juga digaji. Seharusnya generasi muda perlu menumbuhkan semangat wirausaha agar tidak hidup dari anggaran Negara. Mereka perlu membaca biografi penguasaha sukses untuk menambah motivasi hidup.

Siapa yang tidak kenal dengan nama Hilton. Di tiap-tiap kota besar, kita dapat menemui kata “Hilton”. Kata Hilton biasanya dihubungkan dengan dunia parawisata, tepatnya untuk nama jaringan atau assosiasi hotel berskala internasional. Sebenarnya ada apa dibalik nama Hilton tersebut ?

Hilton adalah tokoh bisnis terkemuka di dunia, ia berasal dari San Antonio, New Mexico. Ia anak kedua dari delapan bersaudara, dan anak lelaki pertama. Ayahnya, Augustus Hover, adalah pengusaha tambang dan mengerti dengan kebutuhan para penambang batu bara dan orang-orang yang bepergian pulang-balik melintasi perbatasan Mexico. Itu adalah peluang bisnis dan mendorong nya untuk membangun toko serba-ada (depatement store) untuk menyediakan kebutuhan masyarakat.

Ketika ia meninggal dalam usia 91, Hilton memimpin 185 hotel di Amerika Serikat dan 75 di seberang lautan. Hilton punya karakter bahwa sebelum mengambil keputusan-keputusan yang penting, maka ia perlu berhari-hari meneliti dan menimbang-nimbang segala implikasinya dan mempelajari segala sesuatu. Ia juga membangun rumah dengan banyak kamar untuk disewakan bagi orang-orang yang butuh tempat bermalam, ia menyebut tempat atau rumah tersebut dengan “hotel”. Jadi keluarga Hilton mempunyai toko dan hotel.

Usia anak-anak hingga remaja adalah  masa kerja keras bagi Hilton. Ibu dan saudara-saudara perempuannya mengurusi hotelnya sendiri sedangkan dia dan ayahnya tetap bekerja di toko. Tetapi begitu toko tutup pada pukul 6 sore, Hilton makan malam sedikit, dan langsung tidur.

Orangtuanya dan keluarganya selalu bekerja keras.  Yang membuat mereka berhasil (kaya) adalah karena mereka juga membuka usaha dalam bidang real estate, membeli tanah untuk membangun rumah. Prinsip hidup Hilton adalah seperti “tunjukkan sikap hormat kepada siapa saja yang anda hadapi dan dan member jawaban dengan keramahan”. Walaupun sibuk, Hilton masih mempunyai waktu untuk menikmati hidup dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya di rumahnya. Hilton juga menghormati tradisi masyarakat  setempat. Hilton adalah salah satu tokoh usahawan internasional yang berhasil dan terkenal. Kemudian contoh tokoh wirausaha dari dalam negeri adalah seperti Yusuf Kalla. 

Muhammad Jusuf Kalla lahir di Wattampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 1942. Ia menyelesaikan pendidikan pada Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1967 dan The European Institute of Business Administration Fountainebleu, Prancis (1977). Pengalamannya dalam bidang organisasi adalah seperti menjadi Ketua HMI Cabang Makassar tahun 1965-1966, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) 1965-1966, serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967-1969 memberi bekal untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit tersebut.

Yusuf Kalla berasal dari keluarga wirausaha. Ayahnya  dikenal luas oleh dunia usaha sebagai pengusaha sukses. Usaha-usaha yang dirintis ayahnya (NV. Hadji Kalla) diserahkan kepemimpinannya sesaat setelah ia diwisuda menjadi Sarjana Ekonomi di Universitas Hasanuddin Makassar Akhir Tahun 1967. Di samping menjadi Managing Director NV. Hadji Kalla, juga menjadi Direktur Utama PT Bumi Karsa dan PT Bukaka Teknik Utama. Usaha yang digelutinya, di samping usaha lama,seperti  ekspor hasil bumi, juga mengembangkan usaha yang penuh idealisme, yakni pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, dan irigasi. Usaha ini berguna untuk mendorong produktivitas masyarakat pertanian.

Anak perusahaan NV. Hadji Kalla antara lain; PT Bumi Karsa (bidang konstruksi) dikenal sebagai kontraktor pembangunan jalan raya trans Sulawesi, irigasi di Sulsel, dan Sultra, jembatan-jembatan, dan lain-lain. PT Bukaka Teknik Utama didirikan untuk rekayasa industri dan dikenal sebagai pelopor pabrik Aspal Mixing Plant (AMP) dan gangway (garbarata) di Bandara, dan sejumlah anak perusahaan di bidang perumahan (real estate); transportasi, agrobisnis dan agroindustri.

Bob Sadino adalah contoh wirausahawan yang berhasil lainnya. Ia lahir di Lampung (1933). Bob adalah seorang pengusaha yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira banyak orang. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang. Di saat melakukan sesuatu maka pikiran seseorang bisa berkembang. Rencana tidak harus selalu baku dan kaku. Kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting  adalah bertindak.”

Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional. Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain. Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya. Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”

Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta.

Hilangnya semangat menjadi usawan membuat banyak generasi muda di negara kita bermimpi (berharap) untuk bekerja sebagai PNS, anggota polisi dan TNI, menjagi pegawai BUMN dan swasta, hingga menjadi pelayan toko. Walaun negara kita luas dan banyak laut, jarang sekali yang bermimpi untuk menjadi pengusaha kapal, ekspor-import atau wira usaha lainnya. Sekarang ada fenomena bahwa bila gagal menjadi PNS, pegawai BUMN dan swasta maka para lulusan perguruan tinggi rela menjadi sarjana penunggu perlombaan menjadi PNS atau pegawai lain pada tahun-tahun berikutnya.  Ada pemikiran bahwa semangat wirausaha perlu dihidupkan kembali dalam keluarga dan juga bercermin dari kisah sukses pengusaha lain.

Sudah saatnya banyak orang kita yang menjadi tokoh bisnis yang sering disebut dengan “pebisnis atau wirausahawan”, dan kalau boleh menjadi pebisnis terkemuka. Untuk itu mereka musti mengerti dengan kebutuhan orang lain, seperti menyediakan kebutuhan masyarakat. Mereka perlu memiliki karakter wirausaha, seperti “membuat pertimbangan yang matang sebelum mengambil keputusan”.  Mereka perlu menanamkan karakter suka mengambil tanggung jawab/ bekerja keras sejak masa anak-anak /  remaja.

Tentu saja orang tua (kalau boleh juga guru mereka) perlu menjadi model dari pekerja yang sungguh-sungguh. Calon wirausahawan tentu saja musti cerdas (banyak belajar) dan banyak wawasan (banyak pengalaman). Mereka musti mengikuti kegiatan berorganisasi, kalau boleh mengambil peran leadership- sebagai pemimpin,

Calon wirausahawan sebaiknya suka melakukan kegiatan/ tindakan dan bukan terlalu banyak berteori. Menjadi wirausahawan tidak boleh berkarakter gengsi-gengsian dalam bekerja, harus bisa menyinsing lengan baju dan harus bisa menyentuh benda-benda yang dipandang hina, seperti pasir, batu, lumpur,rumput, mencangkul, berlumuran debu. Mereka musti memiliki fikiran kreatif, gemar bekerja/berkarya, kemudian punya visi untuk pemasaran atau human relation. Calon wirausaha juga harus banyak menimba ilmu dan pengalaman bisnis dari orang/ usahawan (pebisnis) yang lain.

Di Singapura, Hongkong, Jepang dan negara-negara maju lainnya, di sana jumlah wirausahanya sangat banyak. Maka bila negeri ini memiliki wirausahawan yang lebih banyak seperti di negara tersebut maka insyaallah bangsa ini akan lebih jaya.

 

Bermimpi Menjadi Orang Kaya



Bermimpi Menjadi Orang Kaya
Oleh : Marjohan, M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar
            Sebagian remaja  (siswa dan mahasiswa) ada yang peduli dengan kehidupan ini dan ada juga yang masa bodoh. Ada yang sudah memikirkan bagaimana hidup mereka di masa depan dan ada juga yang belum. “Yang penting aku enjoy aja, tidak terlalu banyak fikir dan soal masa depan aku serahkan ke mama dan papa”. Demikian beberapa komentar dari mereka yang berpaham hedonism- mencari kesenanngan hidup semata-mata. Bagi mereka yang penting bias belajar dan bermain, tidak mau diberi pekerjaan yang susah. Bila ada keperluan ya cukup minta saja duit pada orang tua. Pokoknya tahu beres saja.
            Tidak hanya siswa, namun juga mahasiswa yang kehidupan mereka juga serba monoton. Kerjanya cuma pergi ke kampus dan pulang ke kos, sepanjang hari belajar, begossip, otak atik hand phone, sampai pada kecanduan dengan game on line. Kalau uang habis ya merengek lagi sama orang tua. “Ma…kirimkan kan lagi uang ke ATM ku ya…..!”. Tidak ada uang ya cukup kontak orang tua agar mengirimkan dana ke rekeningnya. Ini tidak salah, karena orang tua juga masih punya tanggung jawab untuk menjamin kelancaran kuliah anak-anak mereka. Namun kalau boleh para mahasiswa/ para pemuda juga perlu tahu tentang seluk beluk dari mana dan kemana uang itu mengalir. “Kalau boleh bermimpilah menjadi orang kaya”.   
            Saat penulis mengikuti KKN (kuliah kerja nyata) lebih dari 20 tahun yang lalu di sebuah desa dekat Payakumbuh. Di sana ada seorang pemuda, Yung Karaben namanya, yang cuma tamatan Sekolah Dasar, namun ia menjadi ngetop karena menjadi pemuda yang kaya raya. Ia memiliki banyak uang, punya harta, sawah dan ladang. Ia juga punya gilingan padi dan beberapa rumah sewaan sebagai pabrik uangnya. Ia bukan tamatan Perguruan Tinggi, malah sarjana tamat Perguruan Tinggi juga ada yang hidup melarat. Mengapa ia bisa menjadi kaya dalam usia muda ? Itu terjadi karena ia mengerti dengan aliran uang, kemana dan dari mana uang tersebut  mengalir.
            Kondisi kesejahteraan dan kekayaan orang pada suatu negara bisa berbeda- beda. Di negara maju- atau negara kaya, ada kalanya satu persen penduduk (para pemilik uang) bisa menguasai 50% peredaran uang. Atau ada negara yang 5 % penduduk kaya yang menguasai 90 % uang di negara tersebut. Kalau begitu sungguh menyedihkan bila kita menjadi orang yang 90 persen (orang yang lemah keuangannya). Uang yang sepuluh persen kalau dibagi rata untuk 90 persen penduduk yang kekurangan uang, maka setiap orang mungkin akan memperoleh sepuluh ribu rupiah. Sungguh sulit untuk meyangga kehidupan ini  hari demi hari.  
            Dalam fenomena sosial bahwa banyak orang yang secara mendasar hanya mencari kenikmatan dan menghindari kesengsaraan. Menjadi PNS dianggap lebih enak karena mudah dan tidak punya resiko, sakit pun gaji juga dating, dibanding dengan menjadi pengusaha. Sementara itu menjadi pengusaha terasa susah dan beresiko. Kalau berhasil uangnya banyak namun resikonya tinggi. Namun bagi kita bila ada unsur kesusahan dalam bekerja maka kita cenderung untuk menjauhinya. Malah bila kita hidup sebagai orang yang sengsara, para sanak keluarga juga agak enggan untuk mendekat pada kita. Bila ada unsur yang menyenangkan maka kita cenderung mendekatinya.
            Kaya atau miskin memang relatif. Secara finansial memang ditentukan oleh jumlah uang yang kita miliki. Tentang uang, bahwa ada orang yang sangat mencintai uang, ada yang tak peduli pada uang dan sampai pada yang membenci uang. Mereka beranggapan bahwa uang adalah sumber kejahatan. Akibatnya tanpa disadari mereka (mungkin juga kita) tidak ingin menjadi kaya. Kita berfikiran bahwa lebih baik jadi sederhana saja dan malah ada yang tidak punya uang.
            Dikatakan bahwa orang yang uangnya sedikit- miskin- sebagai orang dengan posisi tangan di bawah. Orang yang kaya, dikatakan sebagai posisi tangannya di atas. Karena ia mudah memberi. Agama Islam mengatakan bahwa tangan di atas lebih baik dari pada posisi tangan di bawah. Maka menjadi kaya lebih mulia dari pada jadi miskin.  
            Untuk menjadi kaya memang tidak mudah. Mengapa kita tidak kaya ? penyebabnya adalah karena kita tidak tahu strateginya. Kita tidak mengetahui jalur alamiah atau jalur paling mudah untuk mencapai tujuan. Selanjutnya bahwa fikiran kita juga tidak realistik, tidak melakukan tindakan sesuai dengan rencana. Namun mengapa pada segelintir orang bisa menjadi kaya? Tentu saja karena mereka punya karakter yang kuat.
Ternyata menjadi kaya bukan secara instan- bukan disulap- sim salabim. Kecuali bagi yang menang quiz who want to be millionaire. Jalan menuju kaya perlu dirintis. Ya memang untuk menjadi kaya secara baik-baik perlu dirintis.
Dari biografi tentang tokoh dan orang yang sukses/ kaya hidup seputar kita, kita ketahui bahwa mereka sudah merintis suksesnya sejak usia muda, misalnya sejak mahasiswa. Umumnya mereka menjadi mahasiswa yang tekun dan rajin. Mereka menyiapkan diri dengan berbagai kepintaran. Mereka senang berkompetisi dan mengikuti berbagai ajang kompetisi. Mereka memiliki banyak wawasan, banyak bergaul dan tahu dengan seni berkomunikasi.
Namun sayang banyak pula pemuda cerdas yang cuma pintar mengirim lamaran untuk jadi PNS, atau menjadi orang biasa-biasa saja pada sebuah perusahaan. Mereka akhirnya puas memperoleh gaji kecil
Ternyata gaji yang diterima oleh rata-rata orang Indonesia termasuk sangat kecil standardnya dibandingkan dengan orang yang bekerja di negara tetangga yang lebih kaya. Orang orang di sana memiliki motivasi kerja dan motivasi untuk sukses yang sangat tinggi. Mereka tidak gampang untuk mudah merasa puas. Sekali lagi bahwa mereka selalu memotivasi diri- membaca banyak buku, mencari banyak inspirasi dari banyak orang dan tokoh-tokoh sukses.
Kalau fenomena kita kadang-kadang cukup aneh. Saat kita mempunyai sedikit kelebihan uang ekstra maka gaya hidup kita juga berubah drastis. Karena gaji telah meningkat, maka pengeluaran kita juga berlipat. Ukuran rumah juga bertmbah dan motor pun juga mengkilat. Seharusnya uang kita boleh bertambah namun pengaturan penggunaan uang juga harus effektif. Yaitu tetap dalam batasan tidak boros.
Banyak juga orang kaya yang baik hati. Mereka dikatakan demikian karena juga kaya hati, kaya rohani dan kaya dengan kebaikan lain. Mereka senang untuk berbagi cerita dan berbagi pengalaman sukses. Mereka jadi kaya karena juga memiliki property sewaan lainnya.
Waringin (2008) mengatakan bahwa untuk bisa jadi kaya maka kita memerlukan leverage. Leverage berarti pendongkrak. Leverage tersebut bisa dalam bentuk sumberdaya (SDM)- bisa berarti modal, juga dalam bentuk ide dan gagasan, kenalan dan keahlian. Kemudian agar orang yang punya uang (sebagai sumber uang) mencari dan membutuhkan kita, maka kita perlu memiliki nilai tambah yang harus kita komunikasikan (kita iklankan). Kita juga harus punya kontak dengan orang yang tepat dan dengan cara yang tepat pula.
Di beberapa perusahaan mengapa ada karyawan yang mampu memperoleh bonus gede atau kenaikan gaji dua atau tiga kali dalam setahun ? Ini terjadi karena mereka mempunyai nilai tambah seperti “ia bisa dipercaya”. Dan tidak itu saja, ia juga punya keunggulan lain melebihi teman-temannya seperti memiliki kinerja yang hebat dan bisa bekerja mencapai target- atau melebihi target. Ia juga memiliki inisiatif- tidak berkarakter senang menunggu atau senang diperintah-, ia juga memiliki prilaku yang menyenangkan ia juga peduli dengan penampilan, kedisiplinan, kesopanan, omongan yang baik di depan dan di belakang orang.
Ternyata jarang juga PNS dan orang orang berprofesi sebagai pegawai yang kaya raya. Kebanyakan orang jadi kaya, itu lewat berwiraswasta. Ada yang kaya dan sukses gara-gara membuka bengkel mobil. Memberi nilai tambah yang hebat buat pemilik mobil atau sang klien. Nilai tambah yang hebat berupa service yang memuaskan: lebih cepat, lebih dekat, lebih murah, lebih lengkap, lebih modern dan lebih ahli. Kemudian membuat cabang atau franchise sehingga ia bisa melayani banyak pelanggan. Bila ia sudah punya franchise, maka ia kemudian bisa go public atau menjual saham untuk memperbesar modal- dan juga memperbesar usaha.
Menjadi kaya secara baik-baik dapat terwujud dengan berwirausaha atau entrepreneur dengan ketentuan  membelanjakan lebih sedikit uang daripada yang diterima dan menginvestasikan selisihnya. Pelaku wirausaha juga memberikan nilai tambah yaitu mempermudah urusan, mempercepat proses dan juga membuat orang lebih senang. Ternyata orang berwirausaha juga ditentukan oleh bakat atau karakter usahanya. Apakah mereka termasuk berkarakter mechanic, creator, star, support, deal maker, trader, accumulator dan the lord.
Roger Hamilton (dalam Waringin: 2008) mengatakan bahwa orang bertipe mechanic suka mengandalkan/ mengikuti sistem untuk jadi kaya. Ray Kroc tahu cara memasarkan hamburger, walau ia bukan penemu hamburger. Orangnya tekun, suka detail dalam mengikuti sistem. Kemudian orang yang bertipe creator suka menciptakan hal baru. Steve Job mendirikan apple computer. Ia mempunyai karakter kreatif, inovatif, suka hal baru dan tantangan baru.
Orang bertipe star jadi kaya karena mengandalkan keahlian khusus yang sulit ditiru orang lain. Penyanyi Celine Dion dan Mike Tyson misalnya punya bakat khusus. Sangat menonjol dibidangnya. Orang bertipe support jadi kaya karena jago dalam mendukung dan mengelola. Orang dengan karakter ini memiliki leadership dan manajerial yang bagus.
Orang bertipe deal maker bisa jadi kayak arena keahlian dalam bernegosiasi dan mempertemukan dua kepentingan. Ia punya banyak teman, senang bergaul dan senang sebagai connector atau penghubung. Orang bertipe trader dapat kekayaan dari keahlian berdagang. Ia peka tentang waktu- tahu kapan harus membeli dan kapan harus menjual, tidak malu dalam berjualan, berorientasi mencari keuntungan secara cepat dan dalam jangka waktu pendek.
Adalagi orang yang jadi kaya karena tipe accumulator, suka menumpuk atau berinvestasi. Orang seperti ini cukup penyabar, senang menganalisa, punya jiwa kepemimpinan, tidak emosional dan suka keuntungan jangka panjang. Terakhir adalah orang yang bertipe lord, menjadi kaya karena punya banyak bisnisnya. Ia suka melihat peluang di mana-mana, mampu mendelegasi atau membagikan tugas dan pintar memilih dan menilai orang yang ia percayai.
Kaya itu tidak jatuh dari langit, namun kaya itu perlu diusahakan, oleh karena itu menjadi kaya perlu punya ilmu, punya keberanian dan punya usaha. Untuk menjadi kaya maka kita perlu belajar dan menggali potensi dari orang lain. Agama Islam mengatakan bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Kalau begitu menjadi kaya lebih baik dari pada jadi orang miskin. Agaknya untuk jadi kaya maka kita perlu bermimpi. Daripada kita tenggelam dalam menyesali kelemahan kita, maka lebih baik kita tenggelam dalam meningkatkan kelebihan kita, agar kita punya nilai plus, selanjutnya bermimpi dan berusaha agar menjadi kaya..   
(note-  Waringin, Tung Desem (2008) Financial Revolution. Jakarta: PT. Gramedia Utama)

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...