Merokok Sudah Jadi Gaya Hidup di Sekolah
Oleh : Marjohan
Guru SMA Negeri 3 Batusangkar
(Program Pelayanan Keunggulan)
Ada beberapa undang- undang atau peraturan yang tidak tertulis di sekolah, sudah disepakati dan diketahui oleh orangtua, anak didik, pendidik (guru) dan masyarakat. Peraturan- peraturan tersebut kalau dirunut dari skala larangan paling berat sampai kepada larangan ringan adalah seperti: tidak boleh melakukan pergaulan bebas, narkoba, minuman keras (miras), berjudi, pornografi, pornoaksi, merokok, memakai perhiasan berlebihan, berambut panjang, memakai seragam sekolah yang tidak pantas, sampai kepada mencontek selama ujian. Dan larangan ringan terbaru adalah tidak boleh membawa hand phone ke sekolah karena bisa mengganggu PBM- proses belajar mengajar.
Mengkonsumsi rokok adalah dilarang di sekolah. Ini sudah diketahui oleh semua anak didik, guru dan orangtua siswa. Namun fenomena di negara kita dan juga fenomena di lingkungan sekolah bahwa hukum atau peraturan hanya untuk dipatuhi oleh kalangan bawah, kalau di sekolah adalah untuk anak didik. Seperti larangan merokok, ini hanya berlaku dan harus dipatuhi oleh anak didik. Kalau mereka ketahuan melanggar –merokok dalam lingkungan sekolah malah juga untuk luar sekolah- maka berarti mereka membuat kasus pelanggaran peraturan sekolah. Kasus pelanggaran tatatertib sekolah harus diproes mulai dari tingkat wali kelas, guru BK (Bimbingan Konseling), pihak Kepala Sekolah. Dan kalau tidak bisa dibina maka mereka dibinasakan- disuruh pindah sekolah atau dipulangkan ke orangtua.
Pelaksanaan larangan merokok tentu saja bervariasi wujudnya pada banyak sekolah. Ada sekolah yang melaksanakan dengan serius dan penuh tanggung jawab dan ada pula yang menerapkannya penuh pura-pura dan sekedar basa- basi. Sekolah yang sangat peduli dengan kualitas pendidikan, umumnya tidak mengenal basa basi dalam menegakan disiplin dan wibawa sekolah. Namun bagi sekolah yang susah payah untuk meraih prestasimis maka disiplin atau peraturan sekolah bisa ditawar- juga bisa sekedar basa-basi.
Sekolah yang siswanya, apa lagi kalau guru gurunya, gemar merokok dapat dipantau dan dijumpai di mana- mana. Seringkali sarana tempat merokok mereka adalah di kantin atau di warung seputar sekolah milik masyarakat lokal. Beberapa anak didik sengaja membolos beberapa menit atau mencari alasan untuk keluar kelas dan menyelinap ke dalam warung dekat sekolah agar bisa mengepulkan asap rokok untuk memperoleh decak kagum dari teman- teman yang juga merintis diri untuk jadi perokok. Sebagian yang lain sengaja memilih tempat yang agak jauh dari sekolah agar bisa merokok seperti yang dianjurkan oleh puluhan sampai ratusan iklan rokok yang dikemas sangat menarik dan diiringi rayuan seperti : merokok untuk mewujudkan selera pria sejati.
Ada kritikan yang patut kita lontarkan kepada pemilik warung yang melegalkan rokok untuk siswa di seputar sekolah. Silahkan mencari rezki lewat berdagang dengan menyediakan kebutuhan makan minum warga sekolah, tetapi jangan mencari untung lewat bisnis rokok karena merokok adalah illegal untuk anak didik dan warga sekolah.
Tentu saja semua anak didik sudah tahu bahwa mereka tidak boleh merokok. Tetapi sebahagian mereka menjadi bingung memahami nasehat yang berbunyi seperti ”merokok dapat merusak kesehatan”. Namun model atau suri teladan mereka di rumah (orang tua) dan di sekolah (guru- guru) melanggar nasehat ini. Dan akhirnya sebahagian mereka yang lagi dilanda kebingungan untuk mencoba merokok atau tidak perlu merokok- merintis jalan untuk menjai perokok sejati.
Larangan merokok tampaknya hanya ditujukan untuk anak didik, bagaimana untuk guru- guru ? larangan merokok tidak berlaku untuk guru guru perokok. Barangkali karena peraturan dan larangan dirancang oleh guru dan harus dipatuhi oleh anak didik. Sementara guru- guru sendiri seolah olah memiliki hak kebal hukum. Pantaslah banyak guru yang semau gue merkok di lingkungan sekolah.
Guru perokok yang masih bersembunyi saat merokok masih bisa dianggap sebagai guru perokok yang memiliki sopan santun. Namun bagaimana dengan guru yang memperlihatkan kekuasaannya , dengan rasa enteng minta tolong belikan rokok pada anak didik dan merokok di depan keramaian murid seenaknya. Dan ada guru yang dengan arrogannya merokok di dalam kelas saat melaksanakan PBM- Proses Belajar Mengajar. Bagi guru yang begini maka berlakulah pribahasa yang berbunyi : guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Kalau guru menjai suri teladan yang jelek maka tentu kelak anak didik mereka menjadi lebih jelek lagi. Kalau guru adalah perokok yang hebat dalam kelas maka jangan salahkan kalau kelak ada anak didik yang menjadi pemakai narkoba dan peminum miras- minuman keras.
Melihat fenomena di atas maka dewasa ini setiap anak didik perlu untk memiliki daya tahan yang lebih hebat untuk tidak merokok. Karena ajakan untuk merokok- memasukan asap rokok kretek atau zat- zat beracun ke dalam paru- paru datang dari berbagai pihak. Saat mereka tahu dengan bahaya merokok, namun di rumah mata mereka menatap orang yang mereka hargai- bapak, kakak, paman, kakek dan tetangga- menghisap rokok dengan ekspresi kenikmatan yang penuh engan kepalsuan. Di sekolah mereka juga terganggu oleh gaya guru yang dengan enteng menghisap rokok.
Siswa yang tidak pernah merokok pun akhirnya memperoleh pressure atau tekanan dari teman sebaya yang sudah menjadi perokok junior. Mereka yang tidak merokok akan diberi ejekan- hukuman psikologis- sebagai orang yang tidak jantan. ”hanya orang perempuanlah yang tidak merokok, atau dia tidak merokok karena pingin naik haji- alias ia orang yang amat kikir”. Tekanan dalam bentuk ejkan sangat mujarab utuk membuat anak didik (teman sebaya) segera mencoba merokok sampai akhirnya juga jadi pencandu rokok.
Andaikata ada yang tidak percaya dengan judul tulisan ini, maka marilah kita kunjungi sekolah- sekolah SLTA – SMA, SMK dan Madrasah- di beberapa daerah pada saat sekolah usai. Kita akan melihat siswa-siswa bubar, melangkah menuju rumah, maka pasti terlihat beberapa siswa mulai memegang bungkus rokok. Mereka saling bercanda dan melempar ejekan pada yang tidak merokok atau meledek teman yang merek rokoknya kurang gaul.
Memang merokok kelihatan sudah menjadi gaya hidup bagi sebahagian guru dan sebahagian anak didik. Fenomena para perokok adalah bila mereka saling berjumpa maka mereka saling meminta atau menawarkan korek api. Atau sebelum mereka memulai percakapan mereka saling menyodorkan bungkus rokok kretek sebagai tanda persahabatan yang tulus. Ini adalah bukti bahwa merokok bagian dari gaya hidup. Sambil mengepulkan asap nikotin dari bibir yang hitam maka barulah meluncur kalimat- kalimat pergaulan mereka.
Sepuluh atau dua puluh tahun yang silam jumlah produksi rokok tentu saja tidak sebanyak yang sekarang. Namun kini produksi rokok sudah amat mengkhawatirkan dari sudut jumlah rokok dan jumlah merek rokok itu sendiri. Rokok rokok- pemilik industri rokok- tersebut saling berlomba untuk menarik dan mengajak semua orang agar segera mejadi perokok sejati. Iklan rokok dengan bahasa yang indah- membujuk dan mengajak semua orang untuk jadi perokok- terpajang didepan mata dimana- mana; di gardu polisi lalulintas, pada jalan raya utama, di tempat keramaian anak anak muda. Malah industri rokok tidak segan- segan bersedia menjai sponsor atau donator dari berbagai kegiatan sekolah selagi spandu nama rokok mereka tidak lupa untuk dipajang.
Masih adakah orang yang peduli sekarang untuk menasehati anak didik dan guru- guru untuk tidak merokok. Terus terang bahwa merokok sebagai gaya hidup tidak memberikan manfaat apa- apa, kecuali hanya memberi mudharat dalam meracuni paru- paru anak anak muda. Memilih merokok sebagai gaya hidup sangat merugikan diri karena mendatangkan penyakit. Menjadi penghisap rokok hanya memberikan keuntungan bagi pemilik pabrik rokok yang punya niat tidak baik yaitu untuk meraup laba dan ikhlas membuat pencandu rokok untuk segera sakit atau pelan- pelan bergerak menuju kematian. Bukankah sudah cukup banyak jumlah orang yang meninggal karena mengalami sakit paru- paru gara- gara mejadi pencandu rokok yang hebat dalam hidupnya. Maka kini fikirkanlah untuk menjadikan merokok sebagai gaya hidup di sekolah.
(Marjohan, Guru SMA Negeri 3 Batusangkar)
Oleh : Marjohan
Guru SMA Negeri 3 Batusangkar
(Program Pelayanan Keunggulan)
Ada beberapa undang- undang atau peraturan yang tidak tertulis di sekolah, sudah disepakati dan diketahui oleh orangtua, anak didik, pendidik (guru) dan masyarakat. Peraturan- peraturan tersebut kalau dirunut dari skala larangan paling berat sampai kepada larangan ringan adalah seperti: tidak boleh melakukan pergaulan bebas, narkoba, minuman keras (miras), berjudi, pornografi, pornoaksi, merokok, memakai perhiasan berlebihan, berambut panjang, memakai seragam sekolah yang tidak pantas, sampai kepada mencontek selama ujian. Dan larangan ringan terbaru adalah tidak boleh membawa hand phone ke sekolah karena bisa mengganggu PBM- proses belajar mengajar.
Mengkonsumsi rokok adalah dilarang di sekolah. Ini sudah diketahui oleh semua anak didik, guru dan orangtua siswa. Namun fenomena di negara kita dan juga fenomena di lingkungan sekolah bahwa hukum atau peraturan hanya untuk dipatuhi oleh kalangan bawah, kalau di sekolah adalah untuk anak didik. Seperti larangan merokok, ini hanya berlaku dan harus dipatuhi oleh anak didik. Kalau mereka ketahuan melanggar –merokok dalam lingkungan sekolah malah juga untuk luar sekolah- maka berarti mereka membuat kasus pelanggaran peraturan sekolah. Kasus pelanggaran tatatertib sekolah harus diproes mulai dari tingkat wali kelas, guru BK (Bimbingan Konseling), pihak Kepala Sekolah. Dan kalau tidak bisa dibina maka mereka dibinasakan- disuruh pindah sekolah atau dipulangkan ke orangtua.
Pelaksanaan larangan merokok tentu saja bervariasi wujudnya pada banyak sekolah. Ada sekolah yang melaksanakan dengan serius dan penuh tanggung jawab dan ada pula yang menerapkannya penuh pura-pura dan sekedar basa- basi. Sekolah yang sangat peduli dengan kualitas pendidikan, umumnya tidak mengenal basa basi dalam menegakan disiplin dan wibawa sekolah. Namun bagi sekolah yang susah payah untuk meraih prestasimis maka disiplin atau peraturan sekolah bisa ditawar- juga bisa sekedar basa-basi.
Sekolah yang siswanya, apa lagi kalau guru gurunya, gemar merokok dapat dipantau dan dijumpai di mana- mana. Seringkali sarana tempat merokok mereka adalah di kantin atau di warung seputar sekolah milik masyarakat lokal. Beberapa anak didik sengaja membolos beberapa menit atau mencari alasan untuk keluar kelas dan menyelinap ke dalam warung dekat sekolah agar bisa mengepulkan asap rokok untuk memperoleh decak kagum dari teman- teman yang juga merintis diri untuk jadi perokok. Sebagian yang lain sengaja memilih tempat yang agak jauh dari sekolah agar bisa merokok seperti yang dianjurkan oleh puluhan sampai ratusan iklan rokok yang dikemas sangat menarik dan diiringi rayuan seperti : merokok untuk mewujudkan selera pria sejati.
Ada kritikan yang patut kita lontarkan kepada pemilik warung yang melegalkan rokok untuk siswa di seputar sekolah. Silahkan mencari rezki lewat berdagang dengan menyediakan kebutuhan makan minum warga sekolah, tetapi jangan mencari untung lewat bisnis rokok karena merokok adalah illegal untuk anak didik dan warga sekolah.
Tentu saja semua anak didik sudah tahu bahwa mereka tidak boleh merokok. Tetapi sebahagian mereka menjadi bingung memahami nasehat yang berbunyi seperti ”merokok dapat merusak kesehatan”. Namun model atau suri teladan mereka di rumah (orang tua) dan di sekolah (guru- guru) melanggar nasehat ini. Dan akhirnya sebahagian mereka yang lagi dilanda kebingungan untuk mencoba merokok atau tidak perlu merokok- merintis jalan untuk menjai perokok sejati.
Larangan merokok tampaknya hanya ditujukan untuk anak didik, bagaimana untuk guru- guru ? larangan merokok tidak berlaku untuk guru guru perokok. Barangkali karena peraturan dan larangan dirancang oleh guru dan harus dipatuhi oleh anak didik. Sementara guru- guru sendiri seolah olah memiliki hak kebal hukum. Pantaslah banyak guru yang semau gue merkok di lingkungan sekolah.
Guru perokok yang masih bersembunyi saat merokok masih bisa dianggap sebagai guru perokok yang memiliki sopan santun. Namun bagaimana dengan guru yang memperlihatkan kekuasaannya , dengan rasa enteng minta tolong belikan rokok pada anak didik dan merokok di depan keramaian murid seenaknya. Dan ada guru yang dengan arrogannya merokok di dalam kelas saat melaksanakan PBM- Proses Belajar Mengajar. Bagi guru yang begini maka berlakulah pribahasa yang berbunyi : guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Kalau guru menjai suri teladan yang jelek maka tentu kelak anak didik mereka menjadi lebih jelek lagi. Kalau guru adalah perokok yang hebat dalam kelas maka jangan salahkan kalau kelak ada anak didik yang menjadi pemakai narkoba dan peminum miras- minuman keras.
Melihat fenomena di atas maka dewasa ini setiap anak didik perlu untk memiliki daya tahan yang lebih hebat untuk tidak merokok. Karena ajakan untuk merokok- memasukan asap rokok kretek atau zat- zat beracun ke dalam paru- paru datang dari berbagai pihak. Saat mereka tahu dengan bahaya merokok, namun di rumah mata mereka menatap orang yang mereka hargai- bapak, kakak, paman, kakek dan tetangga- menghisap rokok dengan ekspresi kenikmatan yang penuh engan kepalsuan. Di sekolah mereka juga terganggu oleh gaya guru yang dengan enteng menghisap rokok.
Siswa yang tidak pernah merokok pun akhirnya memperoleh pressure atau tekanan dari teman sebaya yang sudah menjadi perokok junior. Mereka yang tidak merokok akan diberi ejekan- hukuman psikologis- sebagai orang yang tidak jantan. ”hanya orang perempuanlah yang tidak merokok, atau dia tidak merokok karena pingin naik haji- alias ia orang yang amat kikir”. Tekanan dalam bentuk ejkan sangat mujarab utuk membuat anak didik (teman sebaya) segera mencoba merokok sampai akhirnya juga jadi pencandu rokok.
Andaikata ada yang tidak percaya dengan judul tulisan ini, maka marilah kita kunjungi sekolah- sekolah SLTA – SMA, SMK dan Madrasah- di beberapa daerah pada saat sekolah usai. Kita akan melihat siswa-siswa bubar, melangkah menuju rumah, maka pasti terlihat beberapa siswa mulai memegang bungkus rokok. Mereka saling bercanda dan melempar ejekan pada yang tidak merokok atau meledek teman yang merek rokoknya kurang gaul.
Memang merokok kelihatan sudah menjadi gaya hidup bagi sebahagian guru dan sebahagian anak didik. Fenomena para perokok adalah bila mereka saling berjumpa maka mereka saling meminta atau menawarkan korek api. Atau sebelum mereka memulai percakapan mereka saling menyodorkan bungkus rokok kretek sebagai tanda persahabatan yang tulus. Ini adalah bukti bahwa merokok bagian dari gaya hidup. Sambil mengepulkan asap nikotin dari bibir yang hitam maka barulah meluncur kalimat- kalimat pergaulan mereka.
Sepuluh atau dua puluh tahun yang silam jumlah produksi rokok tentu saja tidak sebanyak yang sekarang. Namun kini produksi rokok sudah amat mengkhawatirkan dari sudut jumlah rokok dan jumlah merek rokok itu sendiri. Rokok rokok- pemilik industri rokok- tersebut saling berlomba untuk menarik dan mengajak semua orang agar segera mejadi perokok sejati. Iklan rokok dengan bahasa yang indah- membujuk dan mengajak semua orang untuk jadi perokok- terpajang didepan mata dimana- mana; di gardu polisi lalulintas, pada jalan raya utama, di tempat keramaian anak anak muda. Malah industri rokok tidak segan- segan bersedia menjai sponsor atau donator dari berbagai kegiatan sekolah selagi spandu nama rokok mereka tidak lupa untuk dipajang.
Masih adakah orang yang peduli sekarang untuk menasehati anak didik dan guru- guru untuk tidak merokok. Terus terang bahwa merokok sebagai gaya hidup tidak memberikan manfaat apa- apa, kecuali hanya memberi mudharat dalam meracuni paru- paru anak anak muda. Memilih merokok sebagai gaya hidup sangat merugikan diri karena mendatangkan penyakit. Menjadi penghisap rokok hanya memberikan keuntungan bagi pemilik pabrik rokok yang punya niat tidak baik yaitu untuk meraup laba dan ikhlas membuat pencandu rokok untuk segera sakit atau pelan- pelan bergerak menuju kematian. Bukankah sudah cukup banyak jumlah orang yang meninggal karena mengalami sakit paru- paru gara- gara mejadi pencandu rokok yang hebat dalam hidupnya. Maka kini fikirkanlah untuk menjadikan merokok sebagai gaya hidup di sekolah.
(Marjohan, Guru SMA Negeri 3 Batusangkar)