“Mengapa Hatiku Terasa Sengsara ?”
Oleh: Marjohan Usman
(http://penulisbatusangkar.blogspot.com)
Kira-kira apa kelebihanku ? Suatu hari ada sekelompok  wisatawan asal Amerika salah jalan di Payakumbuh. Mereka ingin pergi   menuju Pakan Baru. Aku segera mendatangi mereka dan menuntun mereka  hingga sampai ke jalan utama agar  memperoleh kendaraan menuju kota  Pakan Baru. Mereka mengatakan bahwa aku orang yang sangat   “hospitality”. Beberapa waktu kemudian juga ada dua orang wisatawan asal Australia  “Craig dan John” yang juga salah  memilih tempat wisata. Aku mendekati  mereka dan  mengatakan bahwa mereka lebih baik memilih tempat wisata  yang tepat.  Aku juga memberi alternative kalau mau berlibur ke daerah  ku- Batusangkar, hingga ke duanya memilih untuk berlibur ke desa-ku pada  hari berikutnya.
Keesok harinya mereka sampai ke alamat ku. “ Kok kamu berani  memutuskan berlibur di desa saya, apa tidak takut kalau ternyata saya  adalah teroris ?”. Tanyaku. “Tidak, saya membaca dari wajahmu bahwa kamu  adalah orang baik dan hospitality “. Jawab Craig dalam bahasa Inggris.
Oke,  baiklah kalau begitu. Dan keduanya aku antarka ke homestay,  dekat rumahku. Dan selanjutnya aku ajak mereka jalan jalan dan  memperkenalkan budaya serta geografi seputar rumahku.  Mereka juga pergi  berlibur berdua ke daerah Singkarak dan Maninjau atas petunjukku. Agar  tidak repot dalam perjalanan, mereka menitipkan beberapa barang berharga  bersamaku. “Wah mengapa anda percaya saja menitipkan barang-barang pada  saya ?”. Tanyaku. “I can read your mind that you are good person”.
Mereka hanya berlibur beberapa hari saja dan kembali memutuskan pergi  ke Australia. Saat berangkat mereka  menyerahkan  oleh-oleh buatku, dan  aku yakin isinya pasti dollar Australia. Aku tidak menerimanya “No  thanks, don’t submit it to me, as you are away of your country and you  need financial”. Aku tolak hadiah yang ia berikan dengan halus karena  aku tahu bahwa  mereka harus menghemat uang.  Namun mereka berdua kaget  karena katanya akulah orang yang ia temukan “menolak” dollar yang  diberikannya. Ya aku tahu bahwa mereka masih mahasiswa, jauh dari  negaranya dan mereka butuh uang. Lagi-lagi mereka mengatakan bahwa aku  orang nya “hospitality”.
Untuk selanjutnya Craig Pentland telah menjadi teman ku, malah sudah  aku anggap keluarga sendiri. Ia pun sering datang pada tahun-tahun  berikutnya. Ia bercerita banyak tentang aku, sumatera dan Indonesia pada  orang tuanya. Sehingga kedua orang tuanya “Joan dan John Senior” juga  datang berlibur ke Sumatra ke tempatku. Keduanya aku tunggu di bandara  Internasional Padang dan kami naik taxi menuju Batusangkar.
Keluarga John Pendland ini juga senang dengan perlakuanku. Aku tahu  bahwa orang-orang asing menghargai hospitality ini. Hospitality tentu  tidak bisa diukur dengan materi. Namun ketika mereka bertanya apa yang  aku butuhkan, maka aku menjawab bahwa keluargaku butuh peningkatan  bahasa Inggris. Sehingga Craig dan orangtuanya, John Pentland,  selanjutnya sering mengirimi aku oleh-oleh sampai seberat 5 Kg, yang  mayoritas isinya adalah buku-buku bagus. Tahun berikutnya Craig datang dengan girl-friendnya. Aku mengusulkan  bahwa mereka lebih baik menikah kelak. Aku tidak berfikir tentang  usulanku itu diterima, hingga mereka memutuskan menikah dengan dengan  girl friendnya yang bernama Norjana Binti Ibrahim- gadis Melayu  Singapore. Mereka menikah di Singapore dan aku juga diberi undangan  untuk hadir ke sana.
Selain warga Australia, aku juga punya teman dari  negara lain yang  sering berlibur bersama ku. Mereka adalah Louis Deharveng, Anne Bedos,  Francois Brouquisse, Francois Beluche, Alexandra dan ada beberapa orang  lagi dari Eropa dan USA.  Buat apa mereka datang berulang-ulang untuk  berlibur. “Ya karena alam Sumatera indah dan hospitality yang menjadi  karakter ku”. 
Hospitality itu tidak saja merupakan karakterku namun juga telah  menjadi karakter banyak orang Indonesia. Aku sendiri merasakan bahwa  hospitality yang aku miliki adalah dalam bentuk kemampuan “bersimpati”.  Ya memang bahwa aku suka bersimpati pada semua orang.
“Bersimpati itu maksudnya adalah memahami fikiran dan perasaan  seseorang sebagaimana adanya”. Kemampuan bersimpati membuat aku jarang  bermasalah dengan orang lain. Sejak karir  mengajar atau menjadi guru,  aku rasanya tidak pernah punya masalah dengan semua anak didik. Apakah  mereka pintar, nakal, cerewet, suka ngambek... semuanya bisa beradaptasi  denganku. Aku pernah ditanya oleh Aulizul Suib (wakil Bupati Tanah  Datar) saat launching buku ku yang berjudul “School Healing Menyembuhkan  Problem Pendidikan” tentang siswa yang nakal. Dan aku jawab bahwa  menurutku tidak ada siswa yang nakal. “Yang ada adalah anak yang  mengalami skin hunger- kulit yang butuh sentuhan dan kehangatan hati  seorang guru”. Dan semua hadirin bertepuk tangan mendengar responku.
Kemampuan bersimpati yang berlebihan terbentuk oleh pengalaman  hidupku. Sebagaimana aku terlahir dari keluarga yang sangat besar.  Sebelum menikah dengan ibuku, ayahku juga pernah   menikah dengan dua  orang wanita sebelumnya dan mereka memperoleh 3 orang anak. Dan ibu ku  juga demikian, sebelum dia menikah dengan ayah, ibu juga pernah menikah  dua kali dan juga memiliki tiga orang anak. Dalam perkawinan barunya,  ayah dan ibu ku, aku adalah anak yang kedua dan dalam  perkawinan mereka  memiliki 6 orang anak.
Ayahku seorang polisi dan  karena punya banyak anak, ia sibuk  berbisnis di luar dan ibu ku sibuk pula mengurus anak-anak yang banyak.  Sejak aku kecil, aku jarang sekali diajak ayahku jalan-jalan, kecuali  diakhir tahun. Aku pernah keliling Sumatera Barat dan juga pergi ke  Pekan Baru saat ayah memiliki mobil Chevrolet. Namun aku merasa ada yang  hilang. “Aku kehilangan kasih sayang dari ayah dan ibuku”. Ayahku hanya  mampu member  aku uang jajan yang jumlah agak lebih, namun yang aku  butuh adalah aku bisa bermain-main bersama ayahku. Dan ibuku juga tidak  pernah mengatakan “I love you” pada ku dan anak-anak yang lain. Itu  karena ia capek mengurus rumah dan anak-anak yang jumlahnya banyak.  Sebagai anak kecil, aku sering menangis dan meratap sambil menjauhkan  diri dan bermohon agar aku memperoleh rasa cinta.
Karena masa kecilku terasa kurang bahagia, aku menjadi orang yang  mudah rapuh dalam perasaan. Aku beruntung punya pengalaman indah di luar  rumah. Tetangga dan familiku yang lain berkata bahwa aku adalah anak  yang santun dan baik. Hingga kemana aku pergi aku diterima oleh banyak  orang. Aku masih ingat saat masih kecil aku diajak oleh keluarga lain  untuk ikut kekampung mereka. Aku  senang sekali, rumahnya dekat kaki  bukit, di sana ada kincir dan ada sawah. Aku diberi kebebasan untuk  bereksplorasi dan suatu ketika aku terjatuh ke dalam sawah dan mereka  segera memberiku perhatian “Oh tidak apa-apa sayangku, ayo mari pulang  dan kita ganti pakaian kotor ini”. Kalbu ku terasa sejuk mendengar kata  kata cinta dari keluarga itu. Sampai sekarang akupengalaman indah  tersebut masih berbekas dan  aku sering berfikir tentang “Siapa orang  baik tersebut, apa ia masih hidup dan dimana negeri itu kini ?”.
Karena aku sempat menderita skin hunger- yaitu kulitku yang rindu  dengan belaian kasih sayang dari orang tua, maka aku tumbuh menjadi  orang yang suka bersimpati. Aku tidak ingin orang-orang merasa kesepian  karena hampa dari rasa kasih sayang. Suatu ketika aku punya tetangga  baru yang bekerja di kantor pos dan giro. Mereka adalah keluarga  Khatolik dari Lampung. Aku senang untuk bermain-main ke sana. Hingga aku  sudah menjadi bagian dari keluarganya, di sana mereka memberi aku rasa  cinta dan rasa damai. Namun aku sangat sedih dan kehilangan yang  mendalam saat keluarga tersebut pindah lagi ke Lampung.
Perasaan sedih dan kehilangan yang mendalam inilah yang kerap datang  dan membuat aku sengsara. Saat aku bersekolah di Sekolah Dasar dan di  SMP, aku juga memiliki banyak teman-teman yang amat baik. Aku sendiri  pernah membawakan coklat buat mereka dari rumah. Aku ingin selalu  bermain dan dekat dengan mereka setiap saat, karena di sana ada rasa  tenang dan damai. Namun tiap kali aku dan mereka harus berpisah maka  inilah yang membuat aku menjadi sangat sengsara dan menderita. Aku takut  berpisah dan jauh dari mereka.
Saat aku duduk di bangku SMA, rasa kesepian ku makin mudah kambuh-  aku jadi ciut lagi. Dari luar aku memang tampak selalu ceria dan tertawa  namun hatiku sering menderita. Orang tuaku memang  selalu  memberi  aku  kebutuhan sandang – pangan dan uang jajan yang bisa lebih dari cukup.  Namun ada yang selalu hilang dari mereka yaitu aku tidak pernah merasa  memperoleh “kasih sayang”. Aku rindu mereka mengatakan “I love you”  padaku.
Mereka juga tidak bersalah karena ayah dan  ibu ku juga tidak tahu  cara mengatakan  “I love you”  satu sama lain. Mereka pun sering  bertengkar dan perkawinan mereka sempat terancam bubar hingga aku  menjadi remaja yang sangat gelisah dan aku menjadi pendiam. Itupun  terbaca oleh guru dan teman-temanku di sekolah “Kenapa Joe sekarang kok  jadi pendiam”. Dan aku tidak mungkin mengekspose problem yang aku alami  pada mereka.
Cita-citaku pada mulanya sangat tinggi, namun cita cita aku obah.  “Tidak mungkin aku harus kuliah ditempat yang lebih favourite di Pulau  Jawa. Aku takut kalau kuliahku patah di tengah jalan, karena masalah  broken home yang mulai mengintai keluarku. Maka aku memutuskan saja  kuliah di Padang. Selama empat semester pertama, aku kuliah asal-asalan  saja. Namun aku sadar bahwa aku harus serius.
Sambil belajar aku mengembangkan diri dan karakter berani ku. Aku  bekerja part time, menjadi pemandu wisata dan juga member privat bagi  ana-anak yang orang tuanya berduit. Selama kuliah aku dengan mudah  memperoleh pengalaman indah dan banyak teman-teman yang baik, ganteng  dan cantik. Namun aku selalu merasa terhempas bila perpisahan itu harus  datang. Rasa sepi dan rasa kehilangan dari orang orang yang pernah dekat  di hati membuat hatiku teriris-iris, aku menjadi susah tidur dan  konsentrasi jadi buyar.
Baru satu semester aku juga harus berpisah dengan orang yang amat Aku  cintai. Walau ibu ku termasuk wanita yang pemarah, namun ia jarang  marah padaku. Kalau mau marah ia memilih kata-kata yang lembut sekali.  Ibuku sendiri mengatakan bahwa ia tidak tahu apa yang harus dimarahkan  padaku karena “joe adalah anak cam jempol”. Memang aku sendiri selama  hidup hamper tidak pernah bersuara kasar dan bernada tinggi pada ibuku.  Semester lalu ibuku dapat musibah, saat mau ke belakang, beliau  terhempas dan terjatuh ke air panas dan segera kami larikan ke Rumah  Sakit Umum Payakumbuh. Aku ikut menemani di rumah sakit. Saat kami  merasa ia sudah sembuh, diam-dian ia berangkat menuju Sang Pencipta. Aku  ikut menyusul Jenazah ibuku Ke Lubuk Alung.
Habis memberikan ciumanku yang terakhir pada wajah ibu dari balik  kain kafannya, aku ikut mengankat tandu ibu menuju tempat  perisirahatanya yang terakhir. Makin turun duluan lebih dulu dan  menunggu jasad ibu dari dalam kubur. Aku ikut meletakkan ibu ke dalam  lahatnya. Aku merasa damai sekali saat bisa mengusap pipi dan bahu ibu  buat yang terakhir kali. Namun aku hamper-hampir tidak rela kalau segera  berpisah dari ubuku. Akhirnya tanah mulai turun memenuhi kuburan ibu.  Sebanyak tanah turun- sebanyak itu pula air mata mengalir pada pipiku.  Aku tidak berani memperlihatkan bahwa air mataku keluar pada orang,  namun orang-orang juga pada tahu. Hatiku juga berkeping-keping saat itu.
Akhirnya aku memilih karir sebagai guru- karir yang amat mudah aku  peroleh. Padahal cita-citaku waktu kecil adalah ingin menjadi saintis  atau dokter dan bekerja di luar negeri. Itulah yang memotivasiku dalam  mempelajari banyak bahasa “Inggris, Perancis, Arab dan Spanyol”. Aku  menjadi guru dan aku dengan tulus memberikan rasa simpati pada  murid-muridku. Selama aku jadi guru aku tidak pernah marah-marah dan  memang aku tidak bisa marah-marah. Aku punya filosofi “Terimalah   karakter siswa apa adanya”. Akhirnya aku menjadi  dekat sekali dengan  mereka.
Lagi-lagi yang membuat aku sangat kehilangan adalah bila mereka tamat  dan pergi jauh dariku. Tapi juga sama, aku pernah pindah sekolah dua  kali. Dari sekolah ku yang pertama ke sekolah ku yang ke dua. Dan dari  sekolahku yang ke dua ke sekolah ku yang baru “SMA Negeri 3  Batusangkar:. Saat aku pindah murid-murid ternyata juga kehilanganku dan  aku juga. Aku sendiri saat menulis artikel ini juga sedang menderita  merasa kehilangan dari orang-orang yang pernah dekat di hatiku. Maka aku  sering berucap “I miss you dan I love you”. Moga moga para sahabat,  sanak saudara dan murid-muridku  damai selalu di sana.   (http://penulisbatusangkar.blogspot.com).   
I am MARJOHAN USMAN, the teacher at Senior High School. I like to meet many people and I like travelling. I love teaching and I love the world of kids. I have email : marjohanusman@yahoo.com and my youtube channel is: https://www.youtube.com/results?search_query=marjohan+usman
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"
SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...
- 
Orang Lintau Juga Bisa Jadi Doktor (Inspirasi dari pr...
- 
Naskah Buku The Inner Changing-Perubahan Dari Dalam Diri Ditulis oleh : MARJOHAN M.Pd Guru SMA Negeri 3 Batusangkar, Kab. Tanah Datar, S...
- 
SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...

 
 
 
baa kaba pak Johan?
BalasHapuspernah datang ke INS Kayutanam?
yo...pa Zulkarnaen, ...Pak Dr Muluk juga menyarankan ke sana. Namun sekarang kesempatan masih terganggu karena harus menyelesaikan buku-buku budaya alam minangkau dg dewan pendidikan
BalasHapusI like the artikel Mr jhohan, because I"m Impressed by the exprerience of Mr jhohan and I'am want to be like Mr jhohan his people are smart and a good lecture
BalasHapusyes read them all...
BalasHapus