Menjadi Maju Tanpa Meninggalkan Budaya Bangsa
Meskipun
bangsa Jepang sudah maju dan modern, mereka tidak perlu menjadi bangsa yang
individualis. Aku merasakan orang Jepang masih berkarakter suka menolong. Saat
aku punya masalah dan aku mengungkapkan masalah tersebut pada teman, mereka mau
mendengar dan memberi solusi. Hal ini akan berbeda dengan karakter orang Barat
yang tidak suka mendengar keluhan kita, dengan alasan bahwa mereka juga punya
banyak masalah. Memang aku akui, bahwa orang maju- Orang Barat dan juga orang
Jepang- mereka tidak terbiasa untuk berkeluh kesah. Orang yang banyak keluh
kesah menggambarkan fikiran yang cenderung menjadi kerdil.
Itulah kenyataan yang
aku lihat/ aku rasakan tentang beda orang Jepang dengan orang Barat[1].
Namun berikut ini beberapa perbedaan dan persamaan orang Barat dan orang
Jepang. Dalam pergaulan kita rasakan bahwa orang Barat suka berterus terang
dalam menyampaikan pendapat, orang Jepang dengan ekpresi yang pelan dan hati- hati.
Di Restoran, Orang Barat berbincang-bincang dengan suara pelan, orang Timur
berbincang-bincang dengan keras, namun orang Jepang juga dengan suara pelan.
Boss orang Barat
menganggap dirinya sederajat dengan bawahannya, boss orang Timur menganggap dirinya
superior. Orang Barat dan juga orang Jepang biasanya tepat waktu. Orang Barat
dan orang Jepang dulu menggunakan menggunakan mobil, dan sekarang menghargai
sepeda (karena takut pemanasan global). Orang timur: dulu menggunakan sepeda,
sekarang suka menggunakan mobil (karena kemajuan jaman). Orang Barat dan orang
Jepang suka menyelesaikan masalah, bukan menghindari masalah. Saat berwisata,
orang Barat biasanya hanya melakukan sightseeing, orang Timur biasanya banyak
melakukan foto-foto. Orang Barat cenderung individualis, orang Timur dan juga
orang Jepang suka bersama-sama, prilaku ini terlihat dalam kegiatan tour
mereka.
1)
Orang Jepang tidak Pelit
Rata-rata orang
mengatakan bangsa Jepang itu pelit. Termasuk anggapan aku sendiri waktu dulu. Aku
yakini sekerang berdasar pengalaman hidup disana bahwa mereka tidak pelit,
namun mereka tidak suka asal memberi. Kalau memberi sesuatu musti ada
alasannya- untuk apa uang itu diberi.
Di Jepang, untuk apa
uang diberikan haruslah jelas, tidak
peduli suami isteri atau di dalam keluarga sekali pun. Pinjam uang berarti
harus dikembalikan. Ini adalah prinsip dan budaya di Jepang. Jadi seorang kakak
meminjam satu juta yen dari adiknya, harus mengembalikan satu juta yen, kalau
perlu ditambah bunga pinjaman. Tidak ada romantisme di dalam keluarga,
apalagi kalau sudah menyangkut uang.
Itu sebabnya mungkin
Jepang bisa berkembang maju di bidang ekonomi, karena sejak dari lingkungan
keluarga saja sudah ada penggarisan yang jelas bahwa uang tak bisa digantikan
kata “kasihan” sehingga uang pinjaman memungkinkan tidak kembali. Ini adalah
segi positif dari bidang ekonomi dan ini
juga membuat orang Jepang tidak suka menjadi “tangan di bawah, orang yang suka
meminta- minta, butuh belas kasihan”. Dalam pergaulan, teman yang minjam uang,
uangnya harus dikembalikan. Namanya saja pinjam, jadi harus dikembalikan.
Kebiasaan ini sulit buat kita terapkan, apalagi kalau sudah menyangkut
keluarga.
“Ah kamu sama adik
sendiri kok pelit banget, kita satu keluarga berhitung amat sih”. Begini
komentar anggota keluarga lain kalau mereka tahu ada pinjam meminjam antara
adik- kakak di dalam keluarga.
Ketegasan soal uang ini
membentuk pengusaha Jepang tidak bisa menerima perlakuan korupsi. Satu yen yang
mereka dapat dari keringat mereka, "Kok enak saja minta uang dengan cara
korupsi? Kan mereka sudah digaji," begitulah keluh mereka.
2)
Orang Jepang Ramah dan Baik.
Orang Jepang adalah
orang timur juga dan orang timur terkenal dengan keramahannya. Keramahan orang
Jepang aku rasakan saat terbang bersama pesawat Malaysia Airline dari Kuala
Lumpur menuju Osaka. Teman sebangkuku adalah seorang pria Jepang, kami
ngomong dan aku merasakan bahwa ia
sangat ramah. Temanku yang lain dari Indonesia juga merasakan bahwa bangsa
Jepang adalah bangsa yang ramah.
Ini adalah pengalaman seorang teman. Sebut
saja teman tersebut bernama Emi Surya, Nadilla dan Fachrul. Saat dia sampai di
Osaka, mereka tidak mencatat map tempat hostelnya. Kebetulan bertemu dengan
orang Jepang yang tinggal di Osaka dan baru pulang dari dinas. Dia
membantu mereka mencari tempatnya, bener bener membantu
hingga bertemu alamat yang mau dituju. Padahal dia bawa koper juga. Awalnya Emi
Surya berfikir kalau- kalau mereka
mungkin searah, tapi lama kelamaan Emi Surya berfikir bahwa orang Jepang
itu sangat tulus. Orang Jepang itu bertanya tentang nama hostelnya, terus dia mengeluarkan ePad-nya
dan searching di Internet. Ternyata
ternyata mereka salah jalan, dan dia memberi tahu jalannya, dan juga diantar
sampai ke pintu hostel. Baik banget….!!.
Di perjalanan Emi Surya
ke tempat penginapan menggunakan bis. Pada saat itu Emi Surya membawa koper
yang dia letakkan di tengah jalan (tempat orang berdiri). Emi Surya duduk di
bangku yang sebelahnya masih kosong, tapi tidak mungkin kopernya ditaroh,
sempit banget. Dan banyak orang Jepang yang tereganggu sama kopernya, lagi jam
pulang kantor sepertinya. Tapi, tidak ada yang memintanya untuk geser atau apapun itu. Orang Jepang
sangat baik, tidak mau mengusik orang lain.
Perjalanan pulang
grupku dari liburan ke asrama, ada
banyak anak- anak dan remaja pengendara sepeda yang kami halangi
jalannya, jadi mereka perlu membunyikan klakson sepedanya. Ya, cukup klakson
sepeda yang enak didengar tanpa ada mulut yang berbicara. Beberapa teman dan
aaya punya pemikiran yang sama.
“Wah kalau di kampung
kita, orang yang terhalang jalannya akan membunyikan klaksonnya dan juga pakai
mulut, mungkin mengomel pada kita. Tutur kata mereka- kalau lagi sedang
ngobrol- menurutku sangat ramah, seakan-akan mereka menghormati lawan
bicaranya. Ditambah dengan gaya salam yang membungkuk”.
Tentu saja bahasa dan
karakter yang sopan santun karena system pendidikan di sekolah juga faktor di
rumah. Orang
tua memberi model untuk berbahasa
sopan pada anak-anak, sopan santun amat penting dalam pergaulan sosial.
C.
Hormat dengan Membungkukkan Badan
Kalau kita perhatikan
orang Jepang punya kebiasaan yang unik, yaitu membungkukan badan hampir di
setiap saat, seperti ketika bertemu kerabat, berkenalan, meminta maaf,
mengatakan permisi bahkan ketika mengangkat telpon mereka akan mengangguk
sedikit. Kita semua sudah tahu- paling kurang lewat menonton di TV bahwa hormat
dengan membungkukan badan sudah menjadi tradisi- budaya mereka[2].
Kebiasaan ini adalah
sebuah keharusan bagi orang Jepang dan telah diajarkan semenjak kecil. Membungkuk
ala Jepang atau yang disebut Ojigi ini ternyata bukanlah sekedar membungkuk
saja, melainkan ada aturan tertentu sesuai maksud dan tujuan serta kepada siapa
bungkukan itu ditujukan.
1).
Mengangguk Pelan, 5 derajat.
Anggukan ini biasanya
dilakukan jika bertemu dengan teman, keluarga dekat atau tetangga. Bagi mereka
yang memiliki strata yang lebih tinggi, anggukan ini biasanya digunakan untuk
membalas anggukan/ bungkukan yang lebih dalam dengan maksud untuk menunjukan
bahwa strata sosialnya lebih tinggi.
2)
Membungkuk Salam (Eshaku),15 derajat
Ini merupakan cara
formal dalam membungkuk. Fungsinya untuk menyampaikan salam kepada teman atau
rekan kerja yang kita ketahui tapi tidak terlalu dekat.
3)
Membungkuk Hormat (Keirei),30 derajat.
Ini merupakan cara membungkuk
yag sangat formal. Biasanya disampaikan untuk menunjukan rasa hormat kepada
atasan, orang yang lebih tua atau yang jabatannya lebih tinggi.
4)
Membungkuk Hormat Tertinggi (Sai-Keirei ),45 derajat
Ini merupakan cara
membungkuk yang bermakna bahwa si pembungkuk merasa sangat menyesal dan
bersalah sehingga ia memohon untuk diberikan maaf. Cara ini juga bisa digunakan
untuk memberikan penghormatan kepada orang yang memiliki jabatan atau status
sosial yang sangat tinggi,seperti kepada Kaisar Jepang.
5)
Membungkuk Berlutut.
Ini merupakan cara
membungkuk terakhir yang memiliki arti yang paling dalam. Biasanya dilakukan
sebagai permintaan maaf karena telah melakukan kesalahan yang sagat fatal(
seperti membunuh). Juga dilakukan sebagai penghormatan kepada raja pada jaman
dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them