Bercermin Pada Pendidikan Negara Lain
Oleh : Marjohan M.Pd
Guru SMA Negeri 3 Batusangkar
Dan Smith (1999) menyusun buku dengan buku dengan judul “The State of The World Atlas”. Dalam buku tersebut juga digambarkan tentang ranking Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa bangsa se Dunia. Tentu saja posisi Indonesia belum menggembirakan, karena berada pada urutan ke 88 di Dunia. Namun ini bisa menadi cermin diri bagi bangsa kita untuk memacu diri. Bangsa kita juga seharusnya merasa malu dan bertanggung jawab untuk mengatasi problem pendidikan kita, karena kualitas pendidikan adalah tentu menjadi tanggung jawab semua, yaitu tanggung jawab pemerintah, para guru, orangtua, pemikir dan komponen pendidik yang lain.
Malik Fajar (dalam Agustiar Syah Nur: 2001) mengatakan tantangan pendidikan Indonesia untuk memajukan pendidikan yang tertinggal sangat besar, apalagi dalam kerangka globalisasi, otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Ia mengatakan bhwa survei yang dilakukan oleh The political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyimpulkan bahwa sistem pendidikan Indonesia menempati urutan ke 12 di Asia, setelah Vietnam, dan di urutan pertama dan ke dua adalah Singapura dan Korea Selatan. Disamping itu juga ada survei yang meneliti tentang mutu tenaga kerja kita yang juga termasuk dalam kategori rendah. Ini terjadi akibat kualitas pendidikan kita (Indonesia) yang juga rendah. Maka melihat hal ini Indonesia perlu meningkatkan pendidikan. Komponen pendidik di Indonesia seharusnya juga membandingkan diri dengan bangsa lain, dalam rangka mengembangkan kualitas diri tersebut.
Agustiar Syah Nur (2001) telah melakukan studi dan menulis buku dengan judul “Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara” di dunia. Negara-negara yang menjadi pembahasannya adalah di Amerika (Amerika Serikat, Kanada, Cuba), Asia (Arab Saudi, Cina, Iran, Jepang, Korea Selatan, Mesir), Eropa (Belanda, Inggris, Jerman, Perancis) dan dua negara lain yaitu Australia dan Rusia. Namun hanya pendidikan pada beberapa negara yang maju pendidikanya akan disorot pada tulisan berikut.
1.Pendidikan Amerika Serikat
Karakteristik utama sistem pendidikan Amerika Serikat adalah berkarakter desentralisasi. Pemeintah ferderal, negara bagian, dan pemerintah daerah memiliki aturan dan tanggung jawab administrai masing-masing yang sangat jelas. Amerika Serikat tidak mempunyai sistem pendidikan yang terpusat atau yang bersifat nasional. Namun bukan berarti pemerintah federal tidak memberikan arah dan pengaruhnya terhadap masalah pendidikan. Badan Legislatif, Judikatif dan Eksekutif fedaral sangat aktif dalam proses pembuatan keputusan mengenai pendidikan.
Pengangkatan guru adalah wewenang pemerintah negara bagian. Masing- masing negara bagian mempunyai ketentuan sendiri mengenai persyaratan untuk memperoleh sertifikat mengajar. Ada negara bagian yang meminta persyaratan mengajar, seperti menguasai tentang penyuluhan narkoba, menguasai bidang komputer dan sebagainya. Ada pula negara bagian yang memberikan sertifikat mengajar untuk lulusan sarjana (S.1), tahap sertifikat ke dua untuk lulusan Magister (S.2). Kemudian memberikan ujian tertulis dan praktek mengajar sebagai syarat pengangatan guru. Negara bagian juga mengeluarkan sertifikat untuk staf administrasi sekolah- keala sekolah dan kakanwil pendidik.
Tentang kurikulum dan metodologi pengajaran di Amerika Serikat, bahwa pemikir pendidik selalu mengembangkan inovasi baru. Maka muncullah kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat pada siswa (student centered teaching method), pengajaran atas dasar kemampuan dan minat individu (individualized instruction), dan sekolah alternatif.
2. Pendidikan Kanada
Ada tiga tingkat pendidikan di Kanada, yaitu tingkat sekolah dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Bersekolah adaah wajib di Kanada selama 10 tahun dan berlaku pada semua propinsi. Tahun ajaran untuk sekolah dasar dan menengah rata-rata 180 – 200 hari belajar. Biasanya antara bulan September dan akhir Juni. Pendidikan prasekolah juga lazim di negara ini dan kurikulumnya mengintegrasikan aspek pendidikan, kesehatan, sosial dan rekreasi. Pandangan orang Kanada bahwa pendidikan merupakan persiapan untuk pekerjaan. Maka sekolah vokasional, teknik dan bisnis sangat memperoleh apresiasi dalam masyarakat (Bandingkan dengan fenomena di Indonesia yang mengagungkan sekolah SMA, dan entah mengapa masyarakat menjadikan SMK dan MAN sebagai sekolah kelas 2 atau sekolah bagi orang yang kurang mampu menurut kognitif dan finansial).
Meneruskan pendidikan setelah terputus di tengah jalan, merupakan elemen penting di Kanada. Banyak orang dewasa yang mendaftarkan diri pada adult education. Teknologi komunikasi telah mempolerkan belajar di luar kelas- open learning. Konsep-konsep pembelajaran di Kanada adalah seperti child centered, continous progress, team teaching, discoery method, open plan school dan audiovisual aids. Sistem pendidikan di sini berkembang kea rah desentralisasi. Pengajaran makin lebih bersifat informal dan ebih banyak partisipasi murid sebagai respon dari metode lama yang berbentuk kuliah dan belajar dengan menghafal.
Kurikulum juga sering mengalami revisi. Kurikulumnya (pendidikan dasar dan menengah) mencakup bidang matematika, sains, bahasa dan ilmu sosial (sejarah dan geografi). Kurikulum sekarang memasukan komputer, berfikir kreatif, belajar mandiri dn pendidikan lingkngan.
3. Pendidikan Cina
Manajemen pendidikan di Cina ialah tersentralisasi, mulai dari level pusat, propinsi, kotamadya, kabupaten dan termasuk derah otonomi setingkat kotamadya. Pendidikan di Cina terdiri atas empat sektor yaitu basic education, technical dan vocational education, higher education dan adult education. Disamping itu juga terdapat pendidikan prasekolah yang materinya meliputi permainan, olah raga, kegiatan kelas , observasi, pekerjaan fisik, serta aktivitas sehari-hari.
Pendidikan teknik dan vokasional memperoleh tempat dalam masyarakat. Pendikan ini merupkan indikator penting bahwa Cina mengarah pada proses modernisasi. Kemudian, pendidikan bagi orang dewasa merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan Cina. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas orang-orang dalam masyarakat dan secara langsung akan menumbang pada pengembangan sosio ekonomis penduduk.
Untuk memperoleh guru-guru yang bermutu maka Pemerintah mendorong lulusan sekolah menengah yang berbakat untuk memasuki lembaga pendidikan guru. Hal ini juga terdapat perfedaan persepsi dimana kalau di Indonesia, para pelajar, apalagi yang berotak cerdas, kurang terosebsi untuk menjadi guru, kecuali berlomba untuk memperoleh pendidikan di universitas bergengsi di Pulau Jawa.
4. Pendidikan Jepang
Jepang mempunyai penduduk yang homogen, yang terdiri dari 99.4 % orang Jepang. Bahasa Jepang dipakai sebagai bahasa resmi dan dipakai mulai dari prasekolah sampai ke perguruan tinggi. Sebagian besar anak-anak di Jepang memasuki taman kanak-kanak. Kemudian pada usia enam tahun mereka mulai masuk sekolah dsar yang wajib bagi semua orang, berlangsung selama enam tahun. Sekolah tingkat pertama adalah termasuk pendidikan wajib. Kurikulum pada tingkat pendidikan ini juga mulai memperkenalkan pendidikan vokasional.
Guru guru di Jepang, sekolah dasar dan sekolah menengah, memperoleh pelatihan dan juga pendidikan di universitas, program pasca sarjana dan junior college. Sekolah sekolah sangat emperhatikan kegiatan ekstra kurikuler seperti organisasi murid (osis), event olah raga, study tour, dan sebagainya. Pada sekolah menengh ada mata pelajaran wajib dan mata pelajaran elektif.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat kita untuk memajukan pendidikan tidak jauh berbeda dengan kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh beberapa negara di atas. Pendidikan kita juga sudah menganut karakter desntralisasi dengan otonomi daerahnya. Kemudian Badan Legislatif, Judikatif dan Eksekutif pada tingkat provinsi dan kabupaten atau kotamadya juga sudah sangat aktif dalam proses pembuatan keputusan mengenai pendidikan. Pemerintah kita juga mendorong guru guru untuk memperoleh pendidikan dengan program kualifikasi pendidikan yang non sarjana untuk memperoleh pendidikan S.1 (strata sarjana). Memberikan beasiswa bagi bagi sarjana untuk mengikuti program Magister (S.2). Maka berbondong bondonglah para sarjana untuk mengambil kesempatan emas ini. Namun kemudian puluhan atau ratusan musti Drop-Out, karena terkendala tidak mampu menulis atau menyelesaikan tesis. Sebagian kecil bisa selesai lewat jalur non halal, menjiplak tesis, mendatangi jasa teman, atau jasa biro tesis kalau tidak bisa harus puas dan bernostalgia ”karena pernah kuliah pada program S.2”. Penyebab gagalnya ratusan mahasiswa pascasarjana dalam menyelesaikan Tesis (atau juga disertasi bagi mahasiswa post-graduate) karena mereka tidak terbiasa dengan budaya membaca dan budaya menulis. Itu akibat tidak ada budaya belajar mandiri dan berfikir kreatif serta inovatif.
Kurikulum pendidikan kita yang populer akhir-akhir ini adalah seperti KBK (kurikulum berbasis kompetensi) dan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Kedua bentuk kurikulum kita mungkin sudah sama effektifnya dengan kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat pada siswa (student centered teaching method), pengajaran atas dasar kemampuan dan minat individu (individualized instruction), dan sekolah alternatif yang dianut oleh negara-negara maju.
Bedanya mungkin terletak pada bagaimana masyarakat menghargai lembaga pendidikan tingkah menengah. Kira-kira 20 tahun lalu, masyarakat mengenal jenis-jenis sekolah seperti ’SPG (Sekolah Pendidikan Guru), STM (Sekolah Teknologi), SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas). Ini semua adalah beberapa bentuk dari sekolah vokasional atau kejuruan yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia dan ada beberapa jenis vokasional yang lain. Kemudian sistem persekolah disederhanakan maka ada sekolah SMA dan SMK (untuk sekolah Vokasional/kejuruan). Entah bagaimana kebijakan yang dilakukan maka sekolah SMA telah menjadi begitu populer dan begitu banyarakar masyarakat yang mengirim anak-anak mereka ke sekolah SMK.
Barangkali hal itu akibat di negeri ini terlalu menjamur sekolah SMA, tiap kecamatan selalu ada SMA, sementara untuk SMK mungkin hanya dihitung per Kabupaten. Sebaliknya kalau di negara negara maju di Eropa, Asia dan Amerika yang banyak betebaran adalah sekolah kejuruan. Maka sekolah vokasional, teknik dan bisnis sangat memperoleh apresiasi dalam masyarakat. Kemudian bagaimana dengan pendidikan untuk orang dewasa kalau di negara maju banyak orang dewasa yang mendaftarkan diri pada adult education.
Methode pengajaran di negara maju berkarakter ”child centered, continous progress, team teaching, discovery method, open plan school. Metode pengajaran yang yang popular di Indonesia adalah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), namun sering diplesetkan menjadi “Catat buku sampai habis”. Plesetan ini terjadi karena memang demikianlah kenyataan suasana mengajar pada sekolah sekolah yang jarang terpantau oleh team penilai. Atau kalau pun banyak guru yang sudah mengetahui tentang teknik-teknik pengajaran maka lagi-lagi teknik mengajar konvensional lebih terasa manis bagi mereka.
Kalau demikian kita masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk membenahi kesemrautan pendidikan di bumi Indonesia ini. Yang kita perlukan untuk maju dan memajukan pendidikan kita adalah tead dan keseriusan kita sepanjang waktu.
(note: 1). Nur, Agustiar Syah. (2001). Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Bandung : Lubuk Agung. 2) Smith, Dan. (1999). The State of the World Atlas. London: Penguin Reference)
Oleh : Marjohan M.Pd
Guru SMA Negeri 3 Batusangkar
Dan Smith (1999) menyusun buku dengan buku dengan judul “The State of The World Atlas”. Dalam buku tersebut juga digambarkan tentang ranking Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa bangsa se Dunia. Tentu saja posisi Indonesia belum menggembirakan, karena berada pada urutan ke 88 di Dunia. Namun ini bisa menadi cermin diri bagi bangsa kita untuk memacu diri. Bangsa kita juga seharusnya merasa malu dan bertanggung jawab untuk mengatasi problem pendidikan kita, karena kualitas pendidikan adalah tentu menjadi tanggung jawab semua, yaitu tanggung jawab pemerintah, para guru, orangtua, pemikir dan komponen pendidik yang lain.
Malik Fajar (dalam Agustiar Syah Nur: 2001) mengatakan tantangan pendidikan Indonesia untuk memajukan pendidikan yang tertinggal sangat besar, apalagi dalam kerangka globalisasi, otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Ia mengatakan bhwa survei yang dilakukan oleh The political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyimpulkan bahwa sistem pendidikan Indonesia menempati urutan ke 12 di Asia, setelah Vietnam, dan di urutan pertama dan ke dua adalah Singapura dan Korea Selatan. Disamping itu juga ada survei yang meneliti tentang mutu tenaga kerja kita yang juga termasuk dalam kategori rendah. Ini terjadi akibat kualitas pendidikan kita (Indonesia) yang juga rendah. Maka melihat hal ini Indonesia perlu meningkatkan pendidikan. Komponen pendidik di Indonesia seharusnya juga membandingkan diri dengan bangsa lain, dalam rangka mengembangkan kualitas diri tersebut.
Agustiar Syah Nur (2001) telah melakukan studi dan menulis buku dengan judul “Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara” di dunia. Negara-negara yang menjadi pembahasannya adalah di Amerika (Amerika Serikat, Kanada, Cuba), Asia (Arab Saudi, Cina, Iran, Jepang, Korea Selatan, Mesir), Eropa (Belanda, Inggris, Jerman, Perancis) dan dua negara lain yaitu Australia dan Rusia. Namun hanya pendidikan pada beberapa negara yang maju pendidikanya akan disorot pada tulisan berikut.
1.Pendidikan Amerika Serikat
Karakteristik utama sistem pendidikan Amerika Serikat adalah berkarakter desentralisasi. Pemeintah ferderal, negara bagian, dan pemerintah daerah memiliki aturan dan tanggung jawab administrai masing-masing yang sangat jelas. Amerika Serikat tidak mempunyai sistem pendidikan yang terpusat atau yang bersifat nasional. Namun bukan berarti pemerintah federal tidak memberikan arah dan pengaruhnya terhadap masalah pendidikan. Badan Legislatif, Judikatif dan Eksekutif fedaral sangat aktif dalam proses pembuatan keputusan mengenai pendidikan.
Pengangkatan guru adalah wewenang pemerintah negara bagian. Masing- masing negara bagian mempunyai ketentuan sendiri mengenai persyaratan untuk memperoleh sertifikat mengajar. Ada negara bagian yang meminta persyaratan mengajar, seperti menguasai tentang penyuluhan narkoba, menguasai bidang komputer dan sebagainya. Ada pula negara bagian yang memberikan sertifikat mengajar untuk lulusan sarjana (S.1), tahap sertifikat ke dua untuk lulusan Magister (S.2). Kemudian memberikan ujian tertulis dan praktek mengajar sebagai syarat pengangatan guru. Negara bagian juga mengeluarkan sertifikat untuk staf administrasi sekolah- keala sekolah dan kakanwil pendidik.
Tentang kurikulum dan metodologi pengajaran di Amerika Serikat, bahwa pemikir pendidik selalu mengembangkan inovasi baru. Maka muncullah kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat pada siswa (student centered teaching method), pengajaran atas dasar kemampuan dan minat individu (individualized instruction), dan sekolah alternatif.
2. Pendidikan Kanada
Ada tiga tingkat pendidikan di Kanada, yaitu tingkat sekolah dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Bersekolah adaah wajib di Kanada selama 10 tahun dan berlaku pada semua propinsi. Tahun ajaran untuk sekolah dasar dan menengah rata-rata 180 – 200 hari belajar. Biasanya antara bulan September dan akhir Juni. Pendidikan prasekolah juga lazim di negara ini dan kurikulumnya mengintegrasikan aspek pendidikan, kesehatan, sosial dan rekreasi. Pandangan orang Kanada bahwa pendidikan merupakan persiapan untuk pekerjaan. Maka sekolah vokasional, teknik dan bisnis sangat memperoleh apresiasi dalam masyarakat (Bandingkan dengan fenomena di Indonesia yang mengagungkan sekolah SMA, dan entah mengapa masyarakat menjadikan SMK dan MAN sebagai sekolah kelas 2 atau sekolah bagi orang yang kurang mampu menurut kognitif dan finansial).
Meneruskan pendidikan setelah terputus di tengah jalan, merupakan elemen penting di Kanada. Banyak orang dewasa yang mendaftarkan diri pada adult education. Teknologi komunikasi telah mempolerkan belajar di luar kelas- open learning. Konsep-konsep pembelajaran di Kanada adalah seperti child centered, continous progress, team teaching, discoery method, open plan school dan audiovisual aids. Sistem pendidikan di sini berkembang kea rah desentralisasi. Pengajaran makin lebih bersifat informal dan ebih banyak partisipasi murid sebagai respon dari metode lama yang berbentuk kuliah dan belajar dengan menghafal.
Kurikulum juga sering mengalami revisi. Kurikulumnya (pendidikan dasar dan menengah) mencakup bidang matematika, sains, bahasa dan ilmu sosial (sejarah dan geografi). Kurikulum sekarang memasukan komputer, berfikir kreatif, belajar mandiri dn pendidikan lingkngan.
3. Pendidikan Cina
Manajemen pendidikan di Cina ialah tersentralisasi, mulai dari level pusat, propinsi, kotamadya, kabupaten dan termasuk derah otonomi setingkat kotamadya. Pendidikan di Cina terdiri atas empat sektor yaitu basic education, technical dan vocational education, higher education dan adult education. Disamping itu juga terdapat pendidikan prasekolah yang materinya meliputi permainan, olah raga, kegiatan kelas , observasi, pekerjaan fisik, serta aktivitas sehari-hari.
Pendidikan teknik dan vokasional memperoleh tempat dalam masyarakat. Pendikan ini merupkan indikator penting bahwa Cina mengarah pada proses modernisasi. Kemudian, pendidikan bagi orang dewasa merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan Cina. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas orang-orang dalam masyarakat dan secara langsung akan menumbang pada pengembangan sosio ekonomis penduduk.
Untuk memperoleh guru-guru yang bermutu maka Pemerintah mendorong lulusan sekolah menengah yang berbakat untuk memasuki lembaga pendidikan guru. Hal ini juga terdapat perfedaan persepsi dimana kalau di Indonesia, para pelajar, apalagi yang berotak cerdas, kurang terosebsi untuk menjadi guru, kecuali berlomba untuk memperoleh pendidikan di universitas bergengsi di Pulau Jawa.
4. Pendidikan Jepang
Jepang mempunyai penduduk yang homogen, yang terdiri dari 99.4 % orang Jepang. Bahasa Jepang dipakai sebagai bahasa resmi dan dipakai mulai dari prasekolah sampai ke perguruan tinggi. Sebagian besar anak-anak di Jepang memasuki taman kanak-kanak. Kemudian pada usia enam tahun mereka mulai masuk sekolah dsar yang wajib bagi semua orang, berlangsung selama enam tahun. Sekolah tingkat pertama adalah termasuk pendidikan wajib. Kurikulum pada tingkat pendidikan ini juga mulai memperkenalkan pendidikan vokasional.
Guru guru di Jepang, sekolah dasar dan sekolah menengah, memperoleh pelatihan dan juga pendidikan di universitas, program pasca sarjana dan junior college. Sekolah sekolah sangat emperhatikan kegiatan ekstra kurikuler seperti organisasi murid (osis), event olah raga, study tour, dan sebagainya. Pada sekolah menengh ada mata pelajaran wajib dan mata pelajaran elektif.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat kita untuk memajukan pendidikan tidak jauh berbeda dengan kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh beberapa negara di atas. Pendidikan kita juga sudah menganut karakter desntralisasi dengan otonomi daerahnya. Kemudian Badan Legislatif, Judikatif dan Eksekutif pada tingkat provinsi dan kabupaten atau kotamadya juga sudah sangat aktif dalam proses pembuatan keputusan mengenai pendidikan. Pemerintah kita juga mendorong guru guru untuk memperoleh pendidikan dengan program kualifikasi pendidikan yang non sarjana untuk memperoleh pendidikan S.1 (strata sarjana). Memberikan beasiswa bagi bagi sarjana untuk mengikuti program Magister (S.2). Maka berbondong bondonglah para sarjana untuk mengambil kesempatan emas ini. Namun kemudian puluhan atau ratusan musti Drop-Out, karena terkendala tidak mampu menulis atau menyelesaikan tesis. Sebagian kecil bisa selesai lewat jalur non halal, menjiplak tesis, mendatangi jasa teman, atau jasa biro tesis kalau tidak bisa harus puas dan bernostalgia ”karena pernah kuliah pada program S.2”. Penyebab gagalnya ratusan mahasiswa pascasarjana dalam menyelesaikan Tesis (atau juga disertasi bagi mahasiswa post-graduate) karena mereka tidak terbiasa dengan budaya membaca dan budaya menulis. Itu akibat tidak ada budaya belajar mandiri dan berfikir kreatif serta inovatif.
Kurikulum pendidikan kita yang populer akhir-akhir ini adalah seperti KBK (kurikulum berbasis kompetensi) dan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Kedua bentuk kurikulum kita mungkin sudah sama effektifnya dengan kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat pada siswa (student centered teaching method), pengajaran atas dasar kemampuan dan minat individu (individualized instruction), dan sekolah alternatif yang dianut oleh negara-negara maju.
Bedanya mungkin terletak pada bagaimana masyarakat menghargai lembaga pendidikan tingkah menengah. Kira-kira 20 tahun lalu, masyarakat mengenal jenis-jenis sekolah seperti ’SPG (Sekolah Pendidikan Guru), STM (Sekolah Teknologi), SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas). Ini semua adalah beberapa bentuk dari sekolah vokasional atau kejuruan yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia dan ada beberapa jenis vokasional yang lain. Kemudian sistem persekolah disederhanakan maka ada sekolah SMA dan SMK (untuk sekolah Vokasional/kejuruan). Entah bagaimana kebijakan yang dilakukan maka sekolah SMA telah menjadi begitu populer dan begitu banyarakar masyarakat yang mengirim anak-anak mereka ke sekolah SMK.
Barangkali hal itu akibat di negeri ini terlalu menjamur sekolah SMA, tiap kecamatan selalu ada SMA, sementara untuk SMK mungkin hanya dihitung per Kabupaten. Sebaliknya kalau di negara negara maju di Eropa, Asia dan Amerika yang banyak betebaran adalah sekolah kejuruan. Maka sekolah vokasional, teknik dan bisnis sangat memperoleh apresiasi dalam masyarakat. Kemudian bagaimana dengan pendidikan untuk orang dewasa kalau di negara maju banyak orang dewasa yang mendaftarkan diri pada adult education.
Methode pengajaran di negara maju berkarakter ”child centered, continous progress, team teaching, discovery method, open plan school. Metode pengajaran yang yang popular di Indonesia adalah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), namun sering diplesetkan menjadi “Catat buku sampai habis”. Plesetan ini terjadi karena memang demikianlah kenyataan suasana mengajar pada sekolah sekolah yang jarang terpantau oleh team penilai. Atau kalau pun banyak guru yang sudah mengetahui tentang teknik-teknik pengajaran maka lagi-lagi teknik mengajar konvensional lebih terasa manis bagi mereka.
Kalau demikian kita masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk membenahi kesemrautan pendidikan di bumi Indonesia ini. Yang kita perlukan untuk maju dan memajukan pendidikan kita adalah tead dan keseriusan kita sepanjang waktu.
(note: 1). Nur, Agustiar Syah. (2001). Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Bandung : Lubuk Agung. 2) Smith, Dan. (1999). The State of the World Atlas. London: Penguin Reference)