Ikut
Seleksi Guru Berprestasi
            Tiba-tiba Bapak Rosfairil- Kepala Sekolahku/ Kepala SMA
Negeri 3 Batusangkar- mengusulkan dan menganjurkan agar aku ikut seleksi Guru
Berprestasi. Namun aku tidak langsung menerima dan aku berargumen:
            “Bapak.....,tidak usah daya ikut lagi, karena dulu tahun
1998 saya sudah pernah mengikuti pemilihan Guru Teladan dan malah saya bisa
meraih peringkat dua Guru Teladan Tingkat Propinsi Sumatera Barat. Alasan lain
bahwa umur saya sudah cukup senior/ tua dan lebih baik peluang lomba ini
diberikan kepada guru-guru yang masih berusia muda, agar mereka bisa
mempersiapkan diri dan berkiprah dalam mengembangkan profesi mereka sebagai
pendidik.
            Namun Kepala Sekolah tetap menganjurkan untuk kali ini,
mana tahu aku bisa menang dan diberi reawrd oleh Pemeerintah Sumatera Barat
untuk bisa menunaikan ibadah Haji ke tanah suci, Makkah. 
            “Baiklah..” Jawabku dan aku mempersiapkan diri untuk
mengikuti seleksi pada tingkat Kecamatan Limo Kaum- dan aku bisa meraih skor
yang tinggi. Selanjutnya aku memperbaiki persiapan diri untuk lomba di tingkat
Kabupaten Tanah Datar. 
Lomba
guru berprestasi untuk tingkat Kabupaten terasamulai ada tantangan dari utusan
sekolah atau kecamatan lain. Setelah penilaian dari dewan juri atas ujian
tulis, oresentasi dan portofolioku..maka aku dinyakan meraih skor tertringgi
dan selanjutnya aku bakal bersaing dengan para utusan dari kabupaten lain dalam
Propinsi Sumatera Barat. 
Seleksi
guru berprestasi untuk tingkat Sumatera Barat diselenggaran di kota
Bukittinggi. Selain membawa dokumen atau portofolio, peserta juga harus menulis
best practice (pengalaman sukses) yang judulnya “Mengapa Aku layak Sebagai Guru
Berprestasi:. Cuplikan dari tulisan ini adalah adalah sebagai berikut:
    
1.Memotivasi Diri
            Motivasi untuk berprestasi perlu dikembangkan pada siapa
saja, termasuk pada anak-anak. Orang yang berhasil adalah orang yang punya
motivasi. Alex Sobur (1986: 13) mengatakan bahwa motivasi dapat tumbuh dalam
suasana yang bebas, merdeka, tanpa ada ketegangan dan tuntutan yang berlebihan
pada anak. Ia perlu merasa dihargai dan diterima apa adanya. Untuk merangsang
potensi anak maka orang tua perlu menyediakan lingkungan yang kaya dengan
imajinasi, membiarkan anak untuk menyelidiki (bereksplorasi) lingkungan tanpa
banyak diusik. 
            Sesuai dengan judul esai ini “Mengapa Saya Layak Sebagai
Guru Berprestasi”, tentu saja karena akumulasi dari pengalaman masa laluku,
yaitu hasil dari eksplorasi demi eksplorasi yang pernah  aku  lakukan. Sebagaimana dikatakan oleh Simajutak
dan Pasaribu (1984: 13) bahwa anak perlu melakukan eksplorasi (menjelajah) ke
luar rumah lebih luas untuk mengenal dunia, hal-hal baru, peristiwa baru,
suasana baru dan orang-orang baru jauh di luar sana. Aku beruntung bisa
mempunyai orang tua yang tidak begitu otoriter dan overprotektif  meski almarhum ayah dan ibuku  bukan orang berpendidikan tinggi, mereka hanya
bersekolah di Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar). 
            Mengapa aku  layak
dipilih sebagai guru berprestasi, itu adalah karena rahmat Allah Swt, dimana aku
menyenangi dunia tulis-menulis hingga menjadi seorang penulis disamping
berprofesi sebagai guru. Aku juga melakukan otodidak untuk menguasai bahasa
Inggris, Perancis, bahasa Arab, dan Spanyol. Disamping itu aku  juga mencintai bidang sosial dan kemanusiaan. Aku
 akan memaparkan pengalaman- pengalaman
tersebut secara ringkas.      
2. Menjadi Seorang Penulis
Menulis adalah aktifitas yang sulit
bagi sebagian orang. Mereka mengatakan bahwa menulis itu
sungguh sulit. Ada yang mengatakan tidak punya waktu untuk menulis, kalau
menulis matanya jadi berair. Ada pula yang mengatakan kalau menulis kepalanya
jadi sakit, ada pula yang  berlindung dibalik alasan dan kata “tetapi”.
 “Saya ingin menulis, tetapi tidak punya waktu,
saya mau menulis tetapi saya sibuk, saya ingin
menulis tetapi anak sering mengganggu”. Dan masih
ada belasan alasan dibalik kata “tetapi”.
Aku sendiri pada mulanya juga merasakan hal yang sama dan juga beranggapan bahwa menulis itu sangat sulit.
Namun aku  beruntung saat bersekolah di tingkat
SMP aku  berlangganan majalah Kawanku dan majalah Hai. Waktu itu aku
 belajar
di SMP Negeri 1 Payakumbuh (tahun 1980an). Dalam sebuah edisi majalah
dimuat  profil
Leila Chudori Budiman, seorang redaktur  majalah tersebut,
yang kemudian tulisannya sering muncul dalam koran
Kompas. Dalam
profilnya ia memaparkan bagaimana ia bisa
menjadi penulis
dan menjadi kolumnis. Aku  berfikir:
“wah enak sekali ya menjadi penulis,
bisa menjadi orang ngetop, punya banyak teman dan bisa memperoleh uang”. 
Rasa
ingin tahuku  tentang bagaimana menjadi
seorang penulis terobati saat aku berkenalan dengan berbagai buku biografi para
penulis. Buku tersebut yang aku  peroleh
dari perpustakaan sekolah dan rumah tetangga. Aku  mempunyai tetangga, namanya Bapak Jamaran
seorang pensiunan Camat di kota Payakumbuh. Ia jago  bermain biola dan memiliki koleksi buku-buku
di rumahnya. Aku  melihat ada koleksi
buku dalam bahasa asing- bahasa Inggris dan bahasa Belanda. Aku  menjumpai buku biografi Ernest Hemingway, Buya
Hamka dan Cindy Adam penulis buku “Sukarno as retold to Cindy Adam”.
Pada masa-masa selanjutnya aku  rajin
membaca  biografi penulis novel, termasuk
kisah hidup Prof. Zakiah Darajat, hingga aku   menjadi tahu bahwa untuk menulis dan menjadi
seorang penulis butuh ketekunan dan latihan yang teratur. 
Saat berusia remaja aku  tidak banyak mengalami godaan dan gangguan untuk tumbuh dan berkembang. Aku  masih ingat bahwa saat itu (tahun 1980-an) tidak banyak stasium televisi dan
dan fasilitas
elektronik yang bisa mengganggu kosentrasi
belajar. Tayangan televisi yang ada hanya dari stasiun TVRI, jam tayangnya juga
singkat. 
Saat
itu juga belum ada HP kamera, digital game, online game
dan MP-3 untuk diotak atik dan juga tidak ada
VCD player buat  home theatre. Teknologi komputer, laptop, netbook dan fitur internet seperti zaman sekarang belum lahir. Oleh karena itu aku  memiliki banyak waktu dan memperoleh kebebasan yang
banyak dari orang tua untuk bereksperimen. 
Aku senang
menulis karena terinspirasi oleh biografi penulis dan aku  kemudian mempunyai
lusinan buku diari yang penuh dengan coretan-coretan mimpi dan pengalaman nyata serta pengalaman dalam
ilusi. Pulang sekolah aku terbiasa
menulis tentang
pengalaman hidup.
Mimpiku
 dalam usia muda adalah bahwa aku  merasa sebagai orang yang paling jago dalam segala hal. Aku  jago dalam bidang olah raga, matematik dan
beberapa mata pelajaran lain, juga jago dengan bahasa
Inggris. Aku  ingin semua
teman kagum padaku. Aku juga jatuh cinta dengan teman sekelas- sebagai cinta monyet. Mimpi dan ilusiku  sebagai orang yang paling romantis  aku  paparkan dalam bentuk cerpen pada buku tulis (buku diary).
Bila
selesai menulis, maka aku  serahkan pada
teman yang gemar membaca namun tidak bisa menulis agar ia bisa menikmati
tulisanku. Kadang-kadang aku  juga
mengundang adik-adik dan anak tetangga untuk mendengar kisah- kisah romantis
khayalan  yang aku  tulis. 
Bertambah umur tentu tentu bertambah pula pengalaman hidup. Saat kuliah di UNP (saat
itu IKIP Padang) aku  bekerja paroh waktu sebagai pemandu wisata. Aku  ikut seleksi menjadi West Sumatra Guide di
dinas Pariwisata Sumbar, aku  lulus dan aku
 bergabung dengan sebuah travel biro. Aku
 bekerja sebagai pemandu bila  kuliah senggang.
Aku  melalui  pengalaman suka duka selama menjadi guide. Aku
pernah  dibentak oleh bule-bule yang
datang dari negara Benelux (Belgia- Netherland- Luxembourg) karena mereka tidak
mengerti bahasa Inggrisku, dan aku  tidak
bisa menggunakan bahasa mereka atau menyapa mereka seperti dalam bahasa
Perancis:
“Bonjour
tout le monde, bienvenue dans notre Sumatra d’Ouest. Elle est une belle region.
Je vous accompgne pour aller et voir quel q’un et quel que chose”.
Aku  kemudian berbicara dengan tour leader-nya
dan dia menterjemahkan informasiku ke dalam bahasa mereka. Aku  merasa senang memperoleh gaji dari perusahaaan
dan uang tip dari mereka. Pengalaman- pengalaman tersebut juga aku  tulis pada buku diari dengan tekun. 
Membaca banyak buku, artikel dan
fikiran-fikiran orang lain sangat bermanfaat karena bisa membuat
tulisan kita lebih berkualitas. Mulai tahun 1987, aku  memutuskan untuk menjadi pembaca yang baik. Aku  berlatih, membuat
target untuk membaca 100 halaman setiap hari. Bila liburan datang aku  juga punya target untuk bisa menamatkan
membaca 4 atau 5 judul buku. Banyak membaca
tentu akan membuat kita kaya dengan wawasan dan informasi. Bila banyak berlatih menulis maka tulisan kita akan lebih menarik. Dalam menulis kita harus
bisa memaparkan banyak ilustrasi dan
contoh-contoh dalam kehidupan.  
Tahun 1990-an, aku  menajdi guru Bahasa Inggris di SMAN 1 Lintau Kabupaten Tanah Datar. Aku  berprinsip bahwa aku  harus menjadi guru plus. Tidak menjadi guru
yang biasa- biasa saja- guru kebanyakan yang aktifitasnya sangat monoton dan
tidak bervariasi. Aktivitasnya hanya pergi sekolah, duduk, ngobrol, masuk
kelas, keluar kelas...pulang, tidur dan seterusnya. 
Aku  ingin menjadi guru
dengan kepintaran berganda. Guru yang menguasai
bidang studi, menguasai seni berkomunikasi, menguasai bahasa asing yang lain
dan trampil dalam menulis. Atau jadi guru yang menguasai kompetensi paedagogi, profesional, komunikasi
dan kompetensi sosial. Untuk itu aku  membuka diri dan juga membaca buku tentang
paedagogy, psikologi, filsafat, biografi dan kisah-kisah pencerahan (seperti
kisah-kisah sukses). Akhirnya kemampuan dan
energi menulisku  makin meningkat. 
Tulisan
pertamaku  terbit pada koran Singgalang. Aku
 merasa senang yang sangat luar biasa.
Aku  terus menulis. Setiap minggu saya mampu menulis satu atau dua artikel. Aku  memutuskan untuk
mempublikasikanya pada koran-koran di Sumbar. Aku  mengirimnya ke koran Canang, Haluan, Singgalang, sekarang juga pada koran Serambi
Pos. Tahun 1992 tulisanku  bermunculan dalam koran-
koran. Judulnya seputar remaja, misalnya “Melacak
pergaulan remaja dan tidak perlu frustasi bila gagal masuk perguruan tinggi”. 
Lewat
menulis aku  merasa dihargai dan aku  sangat bahagia. Energi menulis semakin bertambah. Aku  terus mengirim artikel ke koran-koran di daerah lain. Tulisanku  juga terbit pada Sripo (Sriwijaya Pos) di
Palembang. Bila tulisan dipublikasi aku  tentu merasa senang dan kalau ditolak aku  berusaha untuk tidak merasa kecewa apalagi
sampai menjadi frustasi. Frustasi tentu bisa
membunuh kreatifitas menulis dan energi untuk melakukan aktifitas lain. 
Tahun
2005, aku  mutasi ke kota Batusangkar dan
bertugas di sekolah baru berdiri-  pada
sekolah “Pelayan Unggul” satu atap SMP-SMA unggul, yang mana kemudian berubah
nama menjadi SMP Negeri 5 Batusangkar dan SMA Negeri 3 Batusangkar. Berdomisili di kota Batusangkar membuatku  mudah bersentuhan
dengan tekhnologi- computer dan internet. Aku  terus menulis dan menyalurkan tulisan lewat
internet, mengirim artikel ke berbagai koran lewat e-mail (lebih mudah dan efektif). Kemudian aku  juga membuat situs lewat blogger. Sebetulnya ada beberapa bentuk blog gratisan dalam internet seperti: wordpress dan multiply. Namun aku suka fitur blogspot. Situs saya bernama http://penulisbatusangkar.blogspot.com.  
Tahun 2006, aku  memperoleh beasiswa untuk mengikuti program
pascasarjana di Universitas Negeri Padang. Kemampuan menulis membuat kuliahku   jadi lancar. Orang yang suka menulis akan mudah menyelesaikan tugas
proposal, menyelesaikan skripsi, tesis atau disertasi. Alhamdulillah, aku  bisa menyelesaikan pendidikan program
Pascasarjana UNP dalam waktu 3 semester dan nilai IPK cum-laude (3.81).
Kemampuan menulis membuat tesis saya bisa selesai lebih cepat, saya wisuda pada pertengahan tahun 2008. 
Issue sertifikasi untuk guru menjadi professional pun bergulir dan segera menjadi realita. Bagi
yang mampu memenuhi angka atau skor, maka portofolionya  bisa lulus dan
memperoleh sertifikasi sebagai guru professional. Aku  mengetik ulang semua artikel yang pernah
diterbitkan pada koran-koran. Semua artikel
yang telah diketik ulang saya kirim lagi ke koran,
tentu saja diedit lagi. Semuanya terbit lagi dan saya memperoleh honorarium
lagi. Aku  juga mempostingkan
tulisan tadi dalam blogspot saya,   termasuk kumpulan
artikel yang pernah dipublikasikan. Kemampuan menulis membuatku  bisa lulus sertifikasi lewat portofolio.
Betul-betul dana sertifikasi yang telah aku  terima membuat ku dan keluarga menjadi lebih
sejahtera, bisa membeli laptop, membeli buku, fasilitas belajar  dan memperbaiki bangunan rumah. 
Aku ingin
menjadi penulis buku dan tidak harus menulis buku tebal dari awal sampai akhir
sebanyak 250 halaman. Aku  menseleksi
beberapa tulisan  yang sama temanya
menjadi satu buku. Temanya tentang pendidikan
dan aku beri judul: School Healing Menyembuhkan Problem Sekolah.
Dalam
bulan Februari 2009 aku  punya rencana
untuk menyerahkan naskah buku pada teman untuk diterbitkan di Provinsi Riau,
namun lebih dahulu ada telepon dari Jogjakarta- penerbit Pustaka Insan Madani-
ingin mencetak dan meberbit naskah bukuku. Aku menyetujuinya. Maka kemudian ada surat MoU (memorandum of understanding) atau surat
perjanjian kontrak. Insyaallah, menurut pihak
penerbit bahwa dalam bulan Agustus 2009 itu buku tersebut sudah siap cetak dan siap untuk diluncurkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. 
Kemampuan
menulis itu ternyata adalah sebuah keterampilan. Semua orang bisa menjadi penulis asal dia banyak berlatih dan menyenangi aktifitas
menulis. Menulis bisa mendatangkan manfaat. Penulis bisa berbagi ide dan opini
dengan pembaca, bisa memperoleh honor dan sangat membantu bagi guru untuk
memperoleh skor portofolio untuk sertifikasi guru. Penulis artikel bisa
mengembangkan diri menjadi penulis buku dan memperoleh royalty- biar jumlahnya kecil tetapi
berkah.
Sebagai
penulis freelance, aku  juga diundang
unduk berbagi pengalaman dengan berbagai kelompok Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP). Aku  memberi seminar
tentang penulisan pada MGMP Bahasa Indonesia, tentang penulisan dan penelitian
PTK (Penelitian Tindakan Kelas) pada MGMP Matematika, Geografi, KWN, Kelompok
MGMP untuk tingkat SMP dan SD. 
Pengalaman dan aktifitas yang telah aku  lakukan menjadi alasan mengapa aku  layak untuk menjadi seorang guru berprestasi.
3. Otodidak Belajar Bahasa
Asing 
            Sebetulnya kemampuan bahasa Inggrisku, tidak hanya aku peroleh lewat
universitas. Jauh sebelumnya saat belajar di SMP Negeri 1 Payakumbuh aku  belajar Bahasa Inggris secara otodidak. Itu
terinspirasi oleh tetangga mengapa mereka bisa menguasai bahasa Belanda dan
Bahasa Inggris. Aku  menguasai bahasa
asing lewat menuliska  semua pengalaman
dalam bahasa Inggris- aku hanya menggunakan kamus. Tidak masalah kalau grammarnya
 belum tepat. Akhirnya kosa kataku  bertambah dan aku  semakin lancar menulis dan berbicara Bahasa
Inggris di sekolah. Aku jadi  dikenal
guru dan juga banyak teman. Tamat dari SMA aku  memutuskan untuk studi pada jurusan Bahasa
Inggris IKIP Padang/ UNP. Untuk program S.2 (Pascasarjana) juga  pada jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
(Pascasarjana UNP), jadi bidang ilmuku cukup linear. . 
Di
awal tahun 1990-an ada 3 orang asing, warga Perancis- yaitu  Francoise
Brouquisse, Anne Bedos dan Louis Deharveng. Mereka bertugas pada LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Jakarta dan
melakukan penelitian tentang hutan tradisionil di Sumatra Barat. Orang- orang Perancis tersebut kemudian menjadi temn baikku. Pada tahun tahun
berikutnya  mereka datang lagi  ke Sumatra dan tinggal bersamaku, kami
melakukan eksplorasi tentang alam- touristique dan serangga. Aku  kemudia menyukai bahasa Perancis
dan mempelajari bahasa ini secara otodidak. 
Mereka juga membatuku  dalam mempelajari
bahasa Perancis. Mereka mencarikan buku-buku dan kaset bahasa Perancis
buatku, juga merekam cara bacaan bahasa Perancis lewat casset. Aku  terus belajar hingga bahasa Perancisku  cukup signifikan dalam penggunaanya. Teman
dari Perancis (Fraoncois Brouquisse) memintaku  menulis artikel tentang Sumatra dan
daerahku untuk dipublikasi dalam bahasa Inggris pada journal
spelelogie yang terbit di Perancis. Dengan
demikian tulisanku
 tentang
parawisata juga dipublikasi pada journal mereka, speleologie,di kota Tarbes,
Perancis.
Kemampuan
menguasai dua Bahasa Asing (Inggris dan Perancis) secara aktif dan juga Bahasa
Arab (pasif) membuatku  lebih mudah
mengakses berbagai informasi. Juga menyapa orang orang dari negara lain dalam
bahasa asing tersebut. Kemampuan menguasai bahasa Perancis membuatku  bisa membantu sarjana/ mahasiswa untuk belajar
Bahasa Perancis yang menyelesaikan pendidikannya pada Universitas Sourbone,
Paris- Perancis. Dari kisah suksesnya aku  mampu menulis buku: success story- Tuntutlah
Ilmu hingga Ke Negeri Perancis, yang diterbitkan pada Diva Press- Yogyakarta. 
“Pengalaman
ini juga menjadi alasan mengapa aku  layak menjadi guru berprestasi”. 
4. Menjadi Guru dengan
Pendekatan Humanisme 
Kata menyenangkan dalam Bahasa
Inggris berarti “fun”. Kata fun sekarang sangat disenangi oleh
banyak pebisnis dan sangat fenomena. Banyak aktivitas sosial dan aktivitas
pembelajaran yang menggunakan label fun.
Yaitu seperti fun bike, fun learning, fun
house atau having fun. Event atau kegiatan yang menggunakan
kata fun pasti menyenangkan, karena
terasa menantang dan sekaligus memberi hiburan. Sebaliknya kegiatan yang jauh
dari suasana fun (menyenangkan)
diperkirakan bahwa suasananya akan membosankan dan menyebalkan, itu karena
suasananya banyak menekan dan menyiksa perasaan. 
            Dapat dibayangkan bahwa aktivitas yang bernuansa fun (menyenangkan) memang akan
menggairahkan. Seperti dalam kegiatan fun
bike, peserta yang bercucuran keringat namun masih menebar senyum karena di
sana ada suasana riang gembira. Aktivitas fun
learning yaitu suasana belajar yang membuat pesertanya selalu bersemangat
dalam melakukan eksplorasi intelektual. Begitu pula aktivitas dalam fun house, yang mana anggota keluarganya
selalu riang gembira karena diberi kehangatan dan komunikasi yang sangat
menyenangkan. 
            Bayangkan kalau suasana di atas jauh dari kondisi fun, maka suasana tersebut tentu akan
diganti oleh kondisi yang serba membosankan- bored atau boring. Maka selanjutnya label aktifitas akan menjadi boring bike, bored learning, boring house,
atau yang lain mungkin menjadi boring
school, boring game, boring hospital, dan lain-lain.
            Rasa menyenangkan- feeling
fun- memang sangat penting dalam semua aktivitas kehidupan. Dengan feeling fun hidup ini akan jadi berarti
dan bergairah. Aku  sangat tertarik
dengan konsep fun learning atau konsep PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif
Efektif dan Menyenangkan. 
            Konsep pembelajaran Pakem adalah konsep belajar dengan
pendekatan menghargai perasaan siswa.  Aku sudah  
mengabdi sebagai guru selama 23 tahun, yaitu  dari tahun 1989 hingga sekarang (2012). Aku  mempunyai prinsip bahwa mengajar bisa jadi
asyik dengan motto “terimalah karakter anak didik apa adanya”. Dalam mendidik
bangunlah komunikasi dan jembatan hati. Jauhi kebiasaan mengancam dan menyakiti
hati anak didik. 
Bobbi De
Porter dan Mike Hernacki (2002:5) mengatakan bahwa orang belajar tergantung
pada faktor fisik, faktor emosional dan faktor sosiologi. Dalam mendidik guru
perlu membangun jembatan hati, sebab yang sering diingat oleh anak didik kita
bukanlah kehebatan atau kecerdasan otak kita, tetapi yang diingat adalah
kebaikan hati kita. 
            Saat buku yang  aku
tulis dengan judul  “school healing
menyembuhkan problem sekolah” launching atau diperkenalkan kepada para tamu dan
juga pada Bupati Kabupaten Tanah Datar (November 2009) di gedung Indo Jolito,
Wakil Bupati Bapak Aulizul Syuib 
bertanya:
 “Bagaimana pendapat anda tentang siswa yang
nakal dan suka mengganggu di dalam kelas ?” 
            Aku  menjawab bahwa
di mataku  tidak ada siswa yang nakal,
siswa yang bandel atau siswa yang mengganggu bukanlah siswa yang nakal. Yang
ada adalah “siswa yang mengalami skin hunger- kulit yang haus akan belaian”.
Maka begitu bila guru melihat seorang siswa yang dianggap mengganggu maka  mohon JANGAN diomeli, JANGAN dicerca apalagi
sampai dihardik dan diusir. Namun tersenyumlah, bersalamanlah, belailah
pundaknya sambil berkata “apa yang bisa bapak atau ibu bantu buat ananda....?”
Biasanya sang siswa secara drastis berubah jadi lembut, mereka  akan jadi senang- kagum, simpati dengan figur
sang guru dan menyukai pelajaran kita. 
Aku  bukan seorang superman, namun aku suka  bersahabat dengan semua siswa hingga aku  tidak perlu memusuhi mereka. Aku  mencintai siswa secara utuh dan menerima
karakter mereka apa adanya. 
“Kita harus
memaafkan kesalahan mereka. Ini berarti kita menganggap mereka sebagai manusia,
menjaga dan menghargai perasaan mereka”. 
Di sekolah tempat
aku mengabdi sekarang (SMA Negeri 3 Batusangkar) aku  juga mengajar dan menghargai perasaan siswa,  mengajar dengan menggunakan komunikasi yang
santun. Sebagai guru aku  mempunyai tugas
tambahan dalam bidang LPIR dan LKIR (Penelitian Ilmiah Remaja dan Karya Ilmiah
Remaja). 
Aku  memotivasi dan membimbing siswa untuk
melakukan penelitian yang disponsori oleh  perusahaan sepeda motor. Aku, tentu saja
dengan dukungan berbagai pihak, mampu mengantarkan beberapa orang siswa meraih
“juara nasional” di Jakarta. Tentu saja juga ada beberapa siswa yang kami
bimbing memperoleh juara tingkat Propinsi dalam bidang lomba debat Bahasa
Inggris dan LPIR (Lomba Penelitian Ilmiah Remaja). 
Aku  juga
menekuni profesi sebagai guru dan membimbing siswa dengan sepenuh hati.
Sedangkan untuk lingkungan rumah aku  menyediakan waktu membimbing anak-anak warga/
tetangga dalam dalam kegiatan ibadah di musholla/ suarau untuk TPA (Taman
Pendidikan Alquran). Pengalaman dan kegiatan- kegiatan yang pernah aku  lakukan bisa menjadi alasan mengapa saya layak
menjadi guru berprestasi.