Selasa, 12 Februari 2013

Pasar Tradisionil Melbourne

Pasar Tradisionil

1. Kota Yang Sejuk
Kami tiba di lokasi pasar tradisionil Melbourne sekitar pukul 10.00 pagi. Pak Ismet dan Ibu Rebbeca memberi kami waktu untuk menjelajah isi pasar tradisionil tersebut.  Aku merasakan Melbourne sebagai kota yang sangat sejuk dan damai.  Kami diberi waktu buat shopping hingga jam 12.00 siang. Saat datang di pasar cuaca masih terasa dingin. Aku merasa mujur karena memakai pakaian dua lapis, sementara Inhendri Abbas pakaianya terbatas. Ia memperkirakan  suhu musim panas Australia ibarat suhu di Indonesia dan ia hanya memakai pakaian biasa hingga ia menggigil kedinginan.
“Ia terlalu percaya bahwa ia tidak perlu membawa baju tebal dari Indonesia”.
            “Cuaca di sini memang sering ekstrim. Saat pergi bekerja di pagi hari orang orang berpakaian tebal karena merasa dingin. Namun di siang hari bisa jadi mereka pulang sudah dengan pakaian tipis karena merasa cuaca panas. Adalah pemandangan biasa, saat pergi sekolah anak-anak memakai jaket tebal dan pulang sekolah hanya memakai kemeja tipis”. Demikian penjelasan Pak Ismet kemaren.
            Yang juga berkesan bagiku adalah saat berada di lokasi pasar tradisionil, sarana toilet tersedia disamping kedai- kedai pasar. Toilet di sana mudah dijumpai bagi pendatang baru. Toiletnya sangat bersih. Siapa saja bisa menggunakannya dan gratis. Selanjutnya bahwa kondisi pasar tradisionil juga terang dan bersih- tidak ada sampah berserakan, tidak pengap.
            Aku memutuskan untuk membeli cendera mata seperti gantungan kunci, boomerang dan piringan pajang dengan ukiran tentang Australia. Ya …yang penting ada kata Australianya. Cendera mata ini nanti akan aku hadiahkan buat teman- temanku di tanah air- di Batusangkar.aku juga membeli beberapa helai kaus oblong buat anak- anakku di tanah air. Tentu saja aku harus memperhatikan standar harga agar aku tidak kehabisan uang dollar Australia.
            Pada umumnya pedagang tradisionil di sana adalah warga keturunan. Aku berbelanja pada warga Australia keturunan India. Bahasa inggrisnya terasa lucu pada telingaku. Di sampingnya juga ada pedagang  keturunan China dan negara- negara Eropa.
Pak Ismet memang selaludatang on time (tepat waktu). Ya sebagai warga Austalia mereka sudah memiliki karakter disiplin yang sangat bagus. Ya sudah jam 12.00 tepat, mereka muncul dari belakang saat kami makan roti yang kami bawa dari hotel Ibis, kami duduk di pinggir trotoar pada gerbang menuju pasar tradisionil. Katanya bahwa siang ini kami mau diantar ke sebuah apartemen yang sewanya lebih murah dari sewa kamar hotel Ibis.
Tentu saja aku belum bisamembayangkan seperti apa bentuk dan suasana sebuah apartemennya. Sambil melaju menuju kea rah apartemen kami juga banyak berbincang-bincang dengan Ibu Rebecca. Ternyata orangnya juga asyik untuk diajak bertukar pikiran.
“Anda lihat banyak mobil Australia dengan nama Melayu dibawah nomor polisinya. Itu menandakan bahwa itumobil milik orang Malaysia. Memang benar bahwa di daerah ini terdapat banyak orang keturunan Malaysia dan ekonomi mereka sangat bagus. Mereka bekerja pada sektor bisnis. Sementara orang Indonesia banyak bekerja hanya pada sektor pabrik- yaitu menjadi pekerja atau buruh”. Demikian penjelasan ibu Rebecca.
Mobil kami bergerak di kawasan bisnis milik Asia. Pada bagian sudut lain aku juga melihat grup bisnis orang Vietnam dan orang China. Namun sering ke duakelompok ini punya aktivitas dalam mengedarkan narkoba. Tentu saja mereka yang baik- baik juga cukup banyak. Perkembangan bisnis mereka terlihat cukup pesat, apa lagi karena ada subsidi pada mula mereka  datang- yaitu saat musim datangnya immigrant Vietnam beberapa puluh tahun silam.  
“Migran telah memperkaya hampir setiap aspek kehidupan Australia, dari bisnis sampai seni, dari memasak untuk komedi dan dari ilmu pengetahuan untuk olahraga. Mereka, pada gilirannya, harus disesuaikan dengan toleran Australia, informal dan egaliter masyarakat luas.”
Mobil terus melaju dan tiba-tiba phonecell-ku bordering. Dari siapa ya ? Ternyata ada SMS dari Diwarman di Batusangkar. Aku berniat untuk membalasnyanamun deposit hapeku terbatas dan aku perlu berhemat karena harga satu SMS empat puluh kali lebih mahal dibanding di Indonesia.
Aku menggunakan SMS sangat terbatas dan hanya untuk mengirim pesan yang sangat urgen. Misal minta belikan pulsa pada istriku di Indonesia. Nanti bila sudah berada di apartemen aku akan membalas Diwarman dan juga mengirim SMS buat istriku (Emi Surya) dan anak-anakku (Nadhilla dan Fachrul).

2. Toko Rempah Asia
            Sekali- sekali kami melewati college. Bagi kita college itu adalah tempat sekolah anak- anak SMP dan SMA. Merek sekolah di sana tidak ditulis besar seperti merek sekolah di sekolah. Inhendri Abbas sempat berkata:
            “Kok saya tidak pernah melihat sekolah di Melbourne ?”
            “Pak Inhendri….coba and abaca ada primary school, dan college…itu berarti sekolah. Nama atau merek sekolah memang kecil tidak ditulis gede- gede seperti di negara kita”. Demikian Desi Dahlan menjelaskan pada Inhendri Abbas.
            Kami kemudian singgah pada sebuah toko rempah Asia. Penjualnya kemungkinan adalah orang Indonesia. Pelayan toko itu kemudian berbicara dalam Bahasa Indonesia dan berasal dari Jakarta. Di sana dijual banyak jenis rempah yang sudah diolah, diracik, diramu dan dikemas dalam kotak dan dipasarkan di toko.
            “Ada beberapa merek bumbu seperti bumbu semur, bumbu soto betawi, bumbu rawon, bumbu gulai kepala ikan, bumbu balado ayam, bumbu pepes ikan, bumbu ayam panggang, bumbu rendang  padang, bumbu sop buntut asam segar, dan bumbu lainnya. Bumbu ini siap digunakan buat hidangan cepat saji- fast food”.
            Mahasiswa Australia dan juga warga lain juga banyak yang memasuki toko ini. Aku menyempatkan diri untuk melihat-lihat produk bumbu ini dan juga mengambil beberapa foto. Aku juga melihat ada cabe kering. Juga ada serbuk cabe. Syukurlah semua bumbu cepat saji ini juga diproduksi oleh Indonesia.
            Kami memutuskan untuk memasak sendiri karena makan di restoran Australia membuat hati kami berkata tentang kehalalan makanan. Mengingat begitu banyak makan seperti ham, sosis, pork, pig….itu semua adalah berupa babi dan diharamkan oleh ajaran Islam. Oleh sebab itu kami membeli keperluan dapur seperti beras, bumbu, cabe, sayur dan juga apel. Kami beruntung karena kami bisa memasak sendiri dan tidak perlu harus pergi ke mall buat cari makanan.
            Kalau kami mencari makan halal ya kami bisa pergi ke restoran Indonesia. Namun harga porsi makanan Indonesia juga mahal buat ukuran nilai Rupiah. Harga satu porsi bisa 30 Aus $, sementara kalau berbelanja dan masak sendiri bisa untuk kebutuhan kami bertiga, pokoknya jauh lebih irit.
            Mobil terus melaju melalui jalan raya yang sangat mulus. Aku tahu bahwa Ibu Rebecca adalah seorang guru/ dosen bahasa Indonesia dan juga tahu tentang linguistic. Aku bertanya tentang kosa kata avenue, street dan road.
            “Kalau avenue itu adalah jalan raya yang lebar dan ada pemisahnya ditengah. Sekarang pemakaian kata street dan road sudah sama, tidak ada lagi bedanya. Kalau dahulu street itu istilah jalan dalam kota dan road adalah jalan raya di luar kota”.       Aku tetap melihat banyak toko-toko yang sepi. Salah seorang penjual mengatakan bahwa itu adalah sebagai efek dari pengaruh ekonomi dunia yang lesu.
Tram adalah kereta api listrik dan juga berjalan di atas rel besi. Namun tidak suka hantam kromo seperti kereta api yang ada di Jakarta. Di Jakarta kereta api ada mobil ringsek di atas rell ditabrak saja hingga membuat jatuh korban (meninggal). Kereta api Indonesia seakan- akan kebal hukum. Kalau di Melbourne ya..tram/ kereta api listrik juga taat peraturan lalu lintas, ia juga berhenti saat ada lampu merah dan boleh melaju bila cahaya lampu hijau menyala. Aku berpikir bahwa kereta apa Indonesia juga perlu undang- undang lalu lintas.
Akhirnya mobil kami memasuki halaman apartement Punthill Knoxyang berlokasi di 400-404 Burwood Highway Wantina south, Melbourne. Alamat apartemen ini aku juga sampaikan pada WisnuWardana, yang istrinya, Yetti Zainil, sedang merampungkan kuliah S.3 nya di Universitas Deakin Melbourne.
Wow apartemenya megah sekali bertingkat 4 lantai. Sewa apartemen permalam adalah 245 Aus $ atau lebih dari 2,5 juta Rupiah. Ya masih agak mahal untuk ukuran mata uang Indonesia. Namun itu lebih mendingan disbanding dengan sewa hotel Ibis, karena hotel apartemen ini memiliki dua kamar dan juga ada dapur tempak memasak kami.
”Kami sudah bisa berbagi kamar, satu buat Desi dan satu lagi buat kami- laki-laki. Tentu saja kami merasa lebih leluasa dan juga punya privacy sendiri”.
Kami amat senang dengan suasana hotel aprtemen punt hillkarena dilengkapi dengan ruang tamu, pesawat tv, ada sofa dan adakeperluan internet. Juga ada peralatan memasak di dapur. Juga sarana telepon. Sebetulnya kami juga bisa berbuat banyak seperti mencuci karena di apartement juga disediakan mesin cuci, jadi kami tidak perlu pergi ke laundry.

3. Kunjungan Pak Dadang
Indra Wisnu Wardana yang sering aku panggil “Dadang atau Pak Dadang” adalah temanku dalam Face Book. Ia teman baru yang diperkenalkan oleh Diwarman. Aku baru berteman dengannya sekarang (ngobrol dengannya di tahun tahun 2012)  namun 28 yang lalu aku sudah kenal dengannya dan dia belum tahu dengan aku- jadi baru kenal secara sepihak saja.
Sebelum kedatanganku kedatanganku ke Australia aku sudah menghubungi Pak Dadang bahwa aku mau berkunjung ke Benua Kangguru (Australia). Saat itu aku belum mengenal figure atau wajah Pak Dadang. Dalam imajinasiku bahwa Dadang mungkin saja seorang nama/ mahasiswa program Doktor di Australia yang berasal dari pulau Jawa, semisal dari Yogyakarta atau Jawa Barat.
Tiba-tiba Pak Dadang mengontak phonecell-ku dan aku tidak tahu di bagian mana ia berada. Aku juga tidak yakin kalau iamau datang mengingat Australia ini tanahnya cukup luas. Mana tahu ia berada di Perth, Australia Barat. Memang saat aku masih berada di Jakarta aku sering membalas akun Face Book dan begitu masuk Australia, aku tidak lagi mengaktifkan phonecell-ku dan juga tidak mengaktifkan Face Book, mengingat biaya deposito (atau pulsa) phonecell sangat mahal.
Pak Dadang mengatakan bahwa ia baru saja selesai menonton sebuah pertunjukan (theater) dan bersiap-siap menuju ke apartementku. Belum sempat aku membalas SMS-nya, kemudian ada dering telephone dan suara lembut receptionist dalam Bahasa Inggris.
“Hello, this is the Punt hill Apartment Hotel receptionist, do I speak with Mr. Marjohan….there is your guest arrive here”.
Aku segera turun lewat lift menuju lantai dasar. Ke dua temanku- Desi dan Inhendri- juga turun. Kami segera menuju reseptionis. Ya kami melihat teman- teman yang wajahnya bukan baru bagiku lagi.
“Assalamualaikum Pak Dadang, Uni Yet dan anak-anakku sekalian….selamat datang di Punt hill ?” Sapaku dengan hangat.
Begitu kami berada di parlor (ruang tunggu), kami saling bertatap pandang dan ternyata –sekali lagi- mereka bukanlah orang baru bagiku lagi. Di pertengahan tahun 1980-an, saat aku masih studi pada IKIP Paadang (sekarangUNP), baik Pak Dadang maupun istrinya, Yetti Zainil, adalah tetanggaku di wisma Garuda Putih, gang gurami- jalan Cendrawasih, Air Tawar Barat- Padang. Saat itu Pak Dadang dan Uni Yetti Zainil belum menikah dan mereka masih sebatas berpacaran. Aku sering melihat Dadang muda berkunjung ke rumah Yetti Zainil bila akhir pecan tiba. Mereka terlihat ngobrol romantic dan saat itu aku juga ingin punya kekasih dan juga ngobrol yang romantic seperti mereka.
Aku tidak lama berjumpa dengan mereka. Selanjutnya setelah aku lulus dari IKIP  Padang aku meninggalkan kota Padang dan tidak mengikuti perkembangan cinta mereka lagi. Namun yang aku dengar bahwa mereka kemudian menikah. Cukup fenomena sebab saat saat itu Pak Dadang dalam pandanganku cukup playboy (mungkin ia punya beberapa gadis yang juganaksir padanya) sementara Uni Yetti Zainil adalah seorang gadis yang sangat alim, berkerudung, kalau berjalan selalu menundukan pandangannya- ya cara berjalannya seorang muslimah (wanita Islam).
Pak Dadang kemudian bertugas di Dinas Pendidikan Kab. Tanah Datar- Sumatera Barat dan Uni Yetti Zainil menjadi dosen Bahasa Inggris di UNP. Ayahnya- Prof Dr. Zainil- kebetulan juga seorang dosen senior di UNP. Lama aku tidak berjumpa dengan mereka berdua dan aku hanya berjumpa beberapa tahun silam hanya dengan Uni Yetti Zainil saat aku melanjutkan studi pada pascasarjana UNP. Kemudian aku juga mendengar bahwa Yetti Zainil melanjutkan pendidikan Post Graduate-nya di Australia dan aku mendengar bahwa keluarganya juga ikut ke Australia.    
“Pertemuan kami tadi sore membuatku lebih saling mengenal. Aku kini menjadi lebih akrab dengan mereka berdua. Aku juga menyapa keponakannya Zaki dan kedua anaknya Gandhi dan Indera”.
Uni Yetti Zainil dan juga Pak dadang memberi nama anak mereka “Indera” untuk anak laki-laki dan “Gandhi” untuk anak perempuan karena mereka mengagumi figure Indera Gandi. Mereka mengingin anak-anaknya juga menjadi hebat seperti Indera Gandhi- seorang Perdana Menteri wanita dari India dalam tahun 1990-an.
Dalam hidupku sejak dulu,  aku jarang atau belum pernah melihat Pak Dadang itu asyik membaca buku. Maksudnya ia tidak suka membaca dan mungkin ia tidak begitu bagus dalam bidang akademik. Namun ia memiliki kelebihi dalam berkomunikasi atau berbicara. Barangkali keberanian dan kemampuan berkomunikasi inilah yang membuat dia cukup berhasil dalam karirnya. Ia memiliki persahabatan yang sangat luas dan sangat suka menjaga kualitas komunikasi. Inilah yang membuatnya bisapindah tugas dari Dinas Pendidikan di Batusangkar ke Dinas Pendidikan di Padang.
Saat istrinya Yetti Zainil menyelesaikan pendidikan Post Graduate di Deakin University, ia mengajak suami (Pak Dadang) dan anak- anaknya (Indera, Gandhi,Cindy dan Dipo) serta keponakannya (Zaki). Tujuannya adalah agar anak anaknya juga bisa studi di kota Melbourne.
“Bagaimana dengan biaya ?”.
Yetti Zainil mengikuti kuliah Post Graduate melalui beasiswa Dikti. Suaminya- Pak Dadang- juga minta izin kuliah untuk program graduate (pascasarjana), mungkin dengan biaya sendiri. Dan tentu saja sudah ada Universitas atau tempat kuliahnya. Ternyata biaya hidup di Australia sangat mahal, maka Pak Dadang banting stir- mengurungkan niatnya buat kuliah di pascasarjana di kota Melbourne.
“Kalau saya ambil kuliah…bagaimana dengan biaya hidup anak-anak, kalau Yetti okelah…ia diberi beasiswa dan juga pemondokan. Jadi untuk pemondokan kami (anak, keponakan dan saya) bisa nompan melalui Yetti zainil. Akhirnya saya cari kerja…jadi buruh di pabrik coklat milik orang Perancis. Target bagaimana bisa makan dan juga bayar kebutuhan hidup anak. Saya juga mengajak keponakan (Zaki) untuk juga bekerja di pabrik coklat dan juga meluangkan waktu buat kuliah di Melbourne”. Demikian penjelasan Pak Dadang. Pak dadang juga pernah bekerja di pabrik coklat milik orang Jerman.
“Di Australia, kalau kita mau dan tidak gengsi-gengsian maka akan ada banyak pekerjaan yang bisa menampung kita”.Demikian kata Pak Dadang menambahkan.
Memang benar bahwa keberanian dan kepintaran dalam bergaul bisa membantu untuk kemudahan dalam hidup kita. Maksudnya kita mudah memperoleh pekerjaan, namun lebih beruntung kalau kita memiliki beberapa skill/ keahlian yang lain. Pada umunya mahasiswa asal Indonesia yang pintar-pintar dalam hidup bisamencari uang samping. Selain ia hidup dari danabeasiswa, ia paling kurang bisa bekerja sebagai tukang antar koran dan ia akan memperoleh upah 250 Aus $ perminggu atau 1000 Aus $ per- bulan. Setara dengan Rp. 10  juta per bulan dan itu sudah bisa untuk mengontrak atau menyewa rumah kecil (lodge) di Australia.
Teman pemukian orang Indonesia banyak di seputar daerah Clayton. Orang Indonesia menyebutnya atau meplesetkan nama Clayton menjadi “Klaten”. Ya sebuah kota di Jawa Tengah. Sering orang orang asal Indonesia yang tinggal di Clayton sering ditanya tentang dimana mereka tinggal.
Ohhhh…we live in Klaten….maksudnya mereka tinggal di Clayton”.

PETAMA KALI DI MELBOURNE

Pertama Kali Bermalam di Melbourne
           
1. Harga Akomodasi
Setiap orang yang baru datang ke Australia perlu untuk mengetahui tentang harga di sana. Aku juga cari info tentang bagaimana biaya hidup di Melbourne. Info ini agaknya berguna bagi orang yang berniat untuk tinggal buat belajar dan bekerja di oz (Australia). Beberapa point yang perlu kita pahami bahwa (http://achmad.glclearningcenter.com):
1). Tentu saja biaya hidup (living cost) di kota besar Australia lebih tinggi dari kota kecil, terutama dari biaya akomodasi.
2). Ada beberapa kota besar di Australia, Sydney adalah kota dengan living cost tertinggi, disusul  oleh kota Melbourne, Brisbane, Perth, Adelaide, Canberra dan  Darwin.
3). Untuk mengetahui berapa dollar living cost di Sydney silahkan search  pada google. Karena sudah banyak orang menulis dalam blogger mereka.
4). Sebuah apartment studio di kota Melbourne  dekat kampus UNSW harganya 280AUD per week, di Brisbane, harga segitu sudah bisa dapet rumah/unit dengan 2 bedroom.
Namun sore itu Pak Ismet mengantarkan kami ke sebuah hotel, aku lihat mereknya “Hotel Ibis” dengan warna merah. Hotel ini terletak dekat mall. Pertimbangan Pak Ismet menempatkan kami di sana  adalah agar kami gampang untuk mencari makan- sarapan pagi- ke mall. Pak Ismet juga membantu kami dalam memesan hotel.
            Sedianya Pak Ismet ingin memesan hotel buat satu minggu namun kami ingin tahu dulu tentang berapa sewa kamar hotel itu permalam.  Untung Pak Ismet agak terburu- buru untuk berangkat. Kami senang Pak Ismet bisa berangkat cepat agar kami bisa menawar harga hotel.
            How much we must pay the room for one week ?”. Tanya Desi.
            You must pay  2500 Ausd..…..” Kata petugas hotel
            “Ohh…berarti kami harus membayar Rp. 25 juta dalam waktu satu minggu. Mana mungkin kami punya uang berlebih. Kalau kami ambil maka kami  tidak akan  punya uang/  kesempatan untuk shopping”. Desi mengeluh dalam bahasa Indonesia. Tentu saja petugas front office Hotel Ibis tampak bengong tentang apa yang kami keluhkan.  Akhirnya kami bertiga menjauh dan bernegosiasi.
            “Kita tidak punya uang cukup, harga mata uang kita tidak begitu berarti terhadap kurs Dollar Australia. Bagaimana kalau kita hanya ambil satu kamar saja untuk bertiga mala mini, karena kita tidak ada waktu buat mencari hotel/ penginapan yang lain. Tapi harap jangan sampai tahu Pak Ismet, ya…!!! Karena kita malu kalau ia tahu  kita bertiga satu kamar- laki- laki dengan wanita. Ya kita tidak mengapa- mengapa, hanya sekedar berhemat atas sewa hotel yang mahal. Karena kita guru berprestasi nomor satu Indonesia jadi Pak Ismet berfikir kita ini orang kaya dan kita dicarikan hotel mahal” Demikian kata Inhendri berkomentar.
            “Iya..mr Jo, kita ambil saja satu kamar untuk bertiga untuk malam ini dan mohon mister Jo tidak mengupdate berita kita ini di Facebook. Nanti suamiku di Indonesia tahu dan marah- marah, kita memang tidak melakukan apa- apa” Desi memohon padaku.
            “Wah tentang itu, tentu saya tidak begitu blo-on (bodoh) Desi, ya saya tentu tidak akan beritahu lewat facebook”. Kata ku menguatkan statement mereka. Akhirnya kami bertiga menemui petugas front hotel.
            “Oke…kami ingin memesan satu kamar untuk tiga orang, tiga bednya hanya untuk satu malam ini” Kata Desi pada petugas hotel. Dan selanjutnya kami langsung membayar sewa kamar untuk malam ini. Akhirnya kami menuju kamar dengan ekstra bed dan kami bisa bertiga. Untuk itu kami hanya membayar 140 AusD atau sama dengan harga Rp 1.400.000 malam itu.
            Wah biaya tidur satu malam yang sangat mahal. Hotel bintang lima di Indonesia tidak ada yang semahal ini. Kami lebih baik terus terang tentang perasaan dan pengalaman kami pada Pak Ismet. Maka Inhendri Abbas mengirim SMS dan mengatakan bahwa hotel ini terlalu mahal buat kami. Pak Ismet merespon SMS kami, ia memahami dan ia kemudian menelpon kami dan besok ia akan mencarikan kami hotel apartement. Yaitu apartement dengan dua kamar, jadi satu buat kami/ guru laki- laki dan satu lagi buat Desi.
            Kami memutuskan untuk ke luar malam itu, buat jalan- jalan seputar hotel Ibis malam itu. Kota Melbourne terlihat sepi dan mobil-mobilnya juga tidak berisik. Aku tidak melihat sepeda motor dan orang umumnya menggunakan mobil. Kami menyusuri gedung- gedung yang terlihat sudah tutp semuanya sehingga terasa begitu  sepi. Kalau begitu lebih baik kami mencari- cari tempat untuk mengambil foto. Apalagi kalau ada land- mark dengan tulisan “Melbourne” maka aku berfoto di sana.
Kami berfoto- foto bergantian untuk  membuat sweet memory selama tinggal di Australia. Tiba-tiba ada seorang pria Australia menyapa kami dengan ramah. Pria itu adalah warga keturunan Colombo- Srilanka, kulitnya cerah, agak tinggi (lebih tinggi sedikit dariku) dan usianya saat ini sudah 68 tahun, namun ia masih terlihat segar, sehat dan energik. Sehingga aku memperkirakan usianya seputar 50-an. Ia banyak berbicara tentang kota Melbourne pada kami dan juga mengatakan:
Melbourne is of the best city in the world, sava for new comer, namun karakter orang dimana-mana adalah sama maka kota ini  juga kadang- kadang tidak save kalau bepergian malam hari dengan mobil umum juga perlu waspada. Karena mungkin di sana ada pria- pria mabuk yang bisa mengganggu kita”.
Tak lama kemudian lewatlah sebuah mobil publik, ia menstop mobil itu dan say good bye pada kami. Kami terus melangkah menuju sudut kota. Kami melihat muda-mudi Australia berdatangan untuk memenuhi mall sebagai tempat party akhir pekan- karena saat ini adalah malam minggu. Namun aku lihat suasana tetap tidak begitu ramai.
Desi ingin membeli sebotol air mineral dan kue- kue ringan lainnya. Kami membayangkan suasananya ibarat di Padang atau di Jakarta dimana ada pedagang goreng kaki lima. Wah ternyata yang mau kami cari tidak ada. Melbourne hanyalah sebuah kota yang sepi apalagi pada malam hari. Senja hari saja toko-toko sudah pada tutup dan yang mau beli juga pada sepi.
By the way, enak juga hidup di kampung kita. Kalau perut lapar dan kita tidak ingin makan di rumah, maka kapan saja kita bisa mencari jajan ke luar rumah dengan jenis yang bervariasi dan harga yang terjangkau. Di kampung kita..kita tidak akan kelaparan”. Yang kami cari tidak ada. Kami segera pulang dengan tangan hampa, saat ini betul- betul sudah larut malam dan suhu terasa sangat dingin.
Menjelang tidur kami perlu mencas (charging) alat- alat elektronik kami.     Aku setuju dengan pendapat temanku (Diwarman) bahwa tidak ada yang gratis di Australia. Untuk charging baterai laptop dan phonecell kita musti menyewa alat charging seharga 3 dollar Australia. Kalau aku tahu tentu aku akan membawa dari kampung alat socket tiga lobang untuk keperluan charging selama dalam perjalanan. Kemudian untuk keperluan meng-upload berita pribadi  lewat Facebook atau internet kami membutuhkan sinyal WiFi dan ini pun disewa sebanyak 8 dollar Australia perhari. Wah…memang serba bayar, termasuk hal- hal kecil, sementara di hotel negeriku ini bisa jadi betul-betul gratis.
Malam itu terasa lama, kamar hotel Ibis yang kami tempati bertiga terasa agak sempit. Aku mengambil bed dekat dinding dan bed di sebelahku buat Inhendri, sementara bed untuk Desi agak terpisah sedikit, letaknya dekat Jendela- buat mencaga rasa privacy-nya sebagai perempuan yang bukan muhrim.  
            Malam itu kami persis tidak bisa tertidur. Kami semua menjaga sopan santun- berkata yang sopan dan berpakaian yang sopan sekali. Malah saat aku berada dalam toilet akupun juga hati hati bagaimana kentutku (maaf) tidak kedengaran oleh Desi atau Inhendri dari luar. Karena lelah akhirnya kami tertidur juga pada bed masing- masing, aku dengar dengkur Inhendri agak keras, sebagai tanda ia memang letih dan tertidur pulas. Inhendri juga mengatakan bahwa aku juga mendengkur saat tertidur pulas.    
            Kami bersyukur karena selama berada di Melbourne, Pak Ismet akan melayani kami dengan mobil bagusnya untuk mengunjungi beberapa tempat. Aku masih merasa capek, ya karena kurang tidur sejak kemaren.
            Alhamdulillah, this is very beautiful sleep”. Aku terbangun jam 06.00 pagi waktu Melbourne. Aku langsung sholat subuh. Sholat tidak boleh aku tinggalkan dan aku lupakan, ini ajaran dari guru dan juga dari orang tuaku yang aku selalu ingat. Kita harus menjadi orang yang taat dan dekan Tuhan dimanapun kitaberada.
            Cahaya terang sudah mengintip dari balik gorden jendela. Aku perhatikan bahwa baik pagi, siang, sore maupun malam, suasana terasa sama saja- ya sepi. Jarang sekali terlihat orang yang lalu lalang. Pantaslah di daerah ini juga jarang terjadi kriminal dan musibah - seperti kecelakaan lalu lintas, karena orangnya sepi maka berita  kriminal dan kecelakaan pada televisi juga sepi. Tidak ada good news yang heboh ya seperti pada MetroTV dan TV One di Indonesia. Dimana di negeri kita berlaku good news is bad news. 
            Kami berkemas- kemas, merapikan barang- barang dan memeriksa hal- hal kecil agar tidak ada yang ketinggalan, terutama passport dan dokumen perjalanan lainnya. Aku pastikan tidak ada yang tertinggal. Kami kemudian turun ke lantai dasar  lewat lift buat sarapan pagi. Di sana sudah terlihat Desi dan Inhendri, mereka turun duluan dan mereka bertanya- tanya tentang jenis menu yang tersedia dan juga tentang menu halal.
            Bacon and sausage are not for moslem” Kata Elaine, seorang pelayan atau cheft di ruang itu. Karena ke dua hidangan ini mengandung material dari babi. Aku memilihat assorted fresh fruit. Aku menyukainya dan ini bagus untuk mencegah sariawan pada mulut dan juga gangguan pencernaan pada perutku. Sayatan buah- buahan segar seperti melon, semangka, jeruk dan apple agak besar- besar. Karena banyak makanan yang tidak halal maka aku mencoba untuk sarapan pagi dengan sekeping roti pake selai madu.
            “Aku khawatir kalau bakalan sakit perut, demam atau sariawan selama berada di Australia. Maka cara terbaik untuk sehat adalah dengan mengkonsumsi banyak buah- buahan segar dan juga dengan minum juice”.
            Aku meminum satu gelas orange juice, satu gelas guava juice dan juga sedikit pineapple juice. Ternyata rasa hausku tidak hilang, ya aku harus minum segelas air mineral.”Wuuuuhhh segarnya..!!”.

2. Menyusuri Kota
            Persis jam 09.00pagi waktu Melbourne Pak Ismet datang dengan mobil Jeep Nissannya. Dia selalu datang berdasarkan janjinya dan tentu ia berangkat dari rumahnya lebih awal. Namun aku harus merasa malu karena turun dari kamar hotel ke lantai dasar saja lebih lambat. Aku mengemasi koper dan sisa pakaian yang tertinggal.
            Ya sudah lewat dari jam 09.00 pagi. Desi mengurus sewa hotel. Kami menumpuk barang- barang bagian Jeep Nissan Pak Ismet. Pak Ismet tidak langsung membawa kami ke apartemen baru. Pak Ismet mengajak kami ke pasar tradisionil Melbourne. Aku merasa amat senang dan sebelum berangkat aku sempat berfoto- foto di depan papan nama hotel “Ibis”.
            Aku masih ingat dengan percakapan Pak Ismet bersama kami bertiga. Katanya bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup bagus. Perekonomian dan politik Indonesia juga bagus dan bersifat terbuka, kasus korupsi sudah diungkapkan ke publik lewat media massa.
            “Ya sekarang orang bisa berekspresi dengan bebas. Coba bandingkan pada zaman pemerintahan Presiden Suharno, tidak ada keterbukaan. Ekonomi dikuasai oleh segolongan orang dan juga keluarga Cendana (keluarga Presiden), saat itu orang kalau mengekspressikan pendapatnya maka ia akan  penuh dengan ketakutan tanpa alasan. Sistem ekonomi saat itu  adalah sistem ekonomi tertutup. Sebenarnya pada awal Pak Suharto berkuasa, perekonomian Indonesia cukup bagus. Namun dalam 10 tahun terakhir dari masa kekuasaan Pak Suharto atau Rezim Orde Baru, anak- anaknya ikut mencampuri/ intervensi kebijakan ekonomi pemerintah, maka sejak itu perekonomian Indonesia merosot tajam. Memang benar bahwa seseorang sebelum berkuasa sangat bagus pribadinya, namun setelah berkuasa ya..kualitas pribadinya bisa merosot”. Demikian kata Prof Ismet panjang lebar.
            Selama duduk dalam mobil Pak Ismet, aku memperhatikan bahwa di kota Melbourne memang jarang terlihat sepeda motor. Ya …semua orang menggunakan mobil dan mobil mereka bagus bagus. Sekali sekali terlihat warga yang berjalan kaki. Langkah mereka terkesan sangat cepat dan bersemangat. Saat menyeberang jalan, mereka sangat tertib, tidak ada yang menyerobot, tidak ada yang menyeberang jalan seenaknya. Bagi yang punya mobil mereka tidak mau menyerobot lampu lalu lintas seenaknya saja.
            “Pak Ismet, dimana anda pertama kali bertugas ?” Aku bertanya.
            “Oh sudah melalang buana. Mula- mula kami di Amerika Serikat, terus bekerja di Singapura- Singapore Nastional University, kemudian terus ke Tasmania- di sana kami bekerjajuga cukup lama dan terakhir baru kami bekerja di Deakin University Melbourne. Di sini pun kami sudah 19 tahun pula”. Kata Pak Ismet.    
            Aku selalu jadi penasaran tentang mengapa Melbourne ini, pada hal Melbourne sebagaikota kedua terbesar di Australia. Pagi, siang, sore dan malam, aku lihat suasananya sama saja.
            “Itu karena populasi kota ini memang sedikit dibandingkan kota- kota kita di Indonesia. Penyebab lain adalah karena orang Melbourne tidak suka berkeliaran, maka kesannya ya…memang sepi. Orang- orang saling tersebar sampai jauh dari urban ke suburb. Sementara untuk menjangkau jarak ini orang menggunakan tram dan juga publik bus yang disubsidi oleh pemerintah, karena bus- bus ini juga sering kekurangan penumpang.  
            “Di kota ini juga terdapat perkumpulan Orang Minang (Orang Padang) yaitu seperti kelompok SAS (Sulit AiaSakato) atau Sulit Air Society dan juga IKMS- Ikatan Minang Sakato”.
            Kami kemudian melewati kampus Deakin University. Saat melewati kampus, Pak Ismet juga banyak berbicara tentang kampus ini. Di Kampus Deakin tentu saja terdapat program studi untuk strata 1, strata 2 dan program Doktor.Namun kampus Deakin tidak terletak pada satu lokasi, melainkan tersebar pada empat wilayah. Kini mahasiswa Deakin berjumlah 30 ribu orang. Umumnya mereka berasal dari Australia dan sebahagian berasal dari luar negeri.
Universitas di Australia cukup banyak. Mahasiswa asal Indonesia ada hampir 20.000 belajar di Universitas negara ini.  Pada dasarnya, nama – nama universitas di Australia diambil dari nama kotanya (kurang lebih mirip -mirip dikit dengan di Indonesia). Misalnya Sydney University, Melbourne University, Adelaide University, Perth University, Brisbane University, dan masih banyak lagi. Sementara, ada juga yang tidak menyematkan nama kota / region nya berada, seperti Deakin University, Monash University, Australian Catholic University, dan masih banyak lagi.
Universitas di Australia, rata – rata memiliki akredibilitas yang tinggi. Karena memang mutu pendidikan yang diajarkan disana sangat teruji dan kompeten. Biasanya pulang dari dari sana, mahasiswa menjadi lebih kritis, inovatif, dan kreatif- sebagai hasil dari pola pembelajaran di sana.  Pendidikan di Universitas sendiri terdiri dari 2 tingkat:
1). Undergraduate (sarjana) : mendapat gelar S1 dan Diploma.
2). Postgraduate (pasca-sarjana) : yang terdiri dari Postgraduate Certificate dan Diploma, program master (S2), dan program doktor (S3).
Berikut daftar nama Universitas yang ada di Australia berdasarkan ranking 10 teratas (hasil riset australianuniversities.com.au 2012).
1). Melbourne University / peringkat  1 se- Australia / peringkat 28 se-dunia.
2). Australian National University / peringkat 2 se-Australia / peringkat 37 se-dunia.
3). University of Sydney / peringkat 3 se-Australia / peringkat 62 se-dunia.
4). University of Quensland / peringkat 4 se-Australia / peringkat 65 se-dunia.
5). University of New South Wales / peringkat 5 se-Australia / peringkat 85 se-dunia.
6).Monash University / peringkat 6 se – australia / peringkat 99 se-dunia.
7). University of Adelaide / peringkat 7 se – australia / peringkat 176 se-dunia
8). University of Western Australia / peringkat 8 se – australia / peringkat 190 se-dunia.
9). Macquarie University / peringkat 9 se – australia / peringkat  251 – 275 se-dunia.
10). Queenslad University of Technology / peringkat 10 se – australia / peringkat 251 – 275 se-dunia.
Hampir semua universitas di Australia adalah universitas negeri. Itu berarti memperoleh subsidi dari pemerintah. Jumlah siswa saat masuk SD, sama jumlahnya saat masuk SMP, SLTA dan masuk Perguruan Tinggi, jadi grafiknya berbentuk silinder batang. Maksudnya jumlah pelajar saat masuk sekolah terus ke atas hampir tidak ada yang mengalami drop-out.
Sementara itu di negara kita populasi pelajar hingga mahasiswa masih berbentuk piramida. Populasi siswa SD selalu lebih banyak dari populasi siswaSMP dan SLTA. Yang menjadi mahasiswa hingga program Doktor jumlah menciut.
“Panjang waktu siang saat musim dingindan musim panas berbeda. Namun ini tidak mempengaruhi kondisi jam kerja dan jugajam sekolah. Dalam musim dingin siswa pulang sekolah pada malam hari, karena malam datang lebih cepat. Begitu pula dalam musim panas siswa pulang sekolah tetap siang, karena siang lebih lama”.
Hari Minggu umumnya secara total digunakan buat berlibur. Sebagian besar bisnisatau took tutup. Tetapi sebagian ada juga yang buka, namun setelah pukul 12.00 siang. Ya sama dengan di Indonesia terhadap hari Jumat waktu dulu bagi orang Islam- banyak toko  yang tutup, karena pemiliknya pergi sholat Jumat.
“Melbourne adalah ibu kota Negara Bagian Victoria dan kepala pemerintahannya adalah seorang Premiere. Otonomi daerah Australia hanya ada pada tingkat state- negara bagian atau propinsi. Sementara untuk negara  kita (Indonesia) ,otonomi daerah (otoda) berada pada tingkat kabupaten atau kota madya (Bupati atau Walikota). Maka Bupati dan Walikota bisa menjadi raja- raja kecil. Kalau raja- raja kecilnya yang terpilih adalah orang-orang yang punya wawasan dan berkualitas ya….maka jadi majulah otonomi daerah tersebut.
“Perbedaan yang aku jumpai antara negara Australia dengan negara kita ya…tentu saja sangat banyak. Maaf….kalau orang kitabanyak yang susah untuk mengatur diri dan juga susah buat diatur. Hal kecil lain yang aku perhatikan adalah tentang biaya transport yang cukup tinggi di sana.
3. Sistem Transportasi
Harga BBM (bensin) tiga kali lipat Indonesia. Asusransi dan registrasi mobil (pajak mobil) juga tinggi”.  Harga BBM di Australia berubah ubah setiap saat. Ya seperti berubahnya harga tiket pesawat ada harga komoditas lain-  kadang kadang naik dan kadang kadang turun. Masyarakat telah menganggap ini sebagai suatu yang alami. Sementara perubahan harga BBM di negeri kita sangat mengganggu ekonomi.
“Sedikit saja terjadi pada kenaikan BBM dan harga dasar listrik maka langsung  mempengaruhi harga- harga bahan lain dan malah juga bisa bikin heboh dalam pemberitaan televisi”.                
Aku ingin tahu tentang transport di Australia, aku sering bertanya tentang seperti apa transporatasi di negara ini (?). Beberapa info yang aku peroleh, yaitu sebagai berikut:
1). Sistem penggunaan jalan di Australia adalah sama dengan di Indonesia yaitu menggunakan lajur kiri, ini karena Australia adalah bekas koloni  Inggris sehingga juga menggunakan Sistem yang sama dengan Inggris.
2). Berkendaraan disini sangat nyaman karena  jalanannya lebar dan  bagus, aku  belum pernah melihat  ada jalan yang berlubang,  kecuali memang ada galian (dan juga diberi tanda warning).
3). Jalan raya  terlihat  bersih, bebas dari debu- karena jalan raya dibersihkan dengan cara divakum (sampahnya sedikit). Aku lihat bahwa pada tiap  perempatan atau jalanan yang rame selalu ada  tempat sampah yang bagus.
4). Kendaraan umum (seperti bus, kereta/ tram, ferry) juga sangat baik fasilitasnya. Kebersihannya cukup  terjaga. Perwatannya  baik sekali. Hampir tiap bus ada AC, dimana bisa untuk mendingin suhu dalam summer, dan sebagai  penghangat kalau datang musim winter.
5). Orang- orang Australia  punya karakter suka  tertib, kalau  naik bus mereka suka antri.
6). Di kota kota besar Australia (seperti Sydney, Malbourne, Canberra, dll) tranpor/ jalannya sangat lancer, meskipun ada macet, tapi macetnya cepat selesai, kecuali jika memang ada sesuatu yang besar terjadi.
7). Traffic light disini juga jarang padam, sehingga kemampuan teknis personil polisi untuk mengendalikan traffic secara live/manual jauh berkurang.
8). Berjalan kaki dan naik sepeda juga nyaman,karena  ada jalur khusus untuk sepeda dan pejalan kaki.
9). Peraturan bersepeda di sini mewajibkan pengendara menggunakan peralatan yang memadai, misal menggunakan helm, rem dan lampu.
10). Di Australia, sangat jarang orang mengendarai sepeda motor, kebanyakan menggunakan mobil, aku belum pernah menemukan motor bebek.
11). Mobil di  Melbourne  jarang ada yang ugal-ugalan, salah satu penyebabnya mungkin karena banyaknya speed camera yang dipasang di jalan- jalan, ya begitu terdeteksi overspeed, dalam beberapa hari ke depan akan datang tagihan denda kerumah.
12). Transportnya juga aman, kita bakal tidak bertemu dengan tukang copet di bus / kendaraan umum lainnya (namun tentu saja kita harus waspada).

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...