Menuju
Pulau Bali
1.
Cek out Dari Kalibata
Jam
10.00 pagi inisaatnya kami harus cekout dari hotel Kaisar yang berlokasi di
daerah Kalibata ini.tidurku semalaman sangat nyenyak dan ini membuatku merasa
sangat bugar. Di bawah bis wisata sudah menunggu kami, kami semua menyeret
bagasi. Bis segera menuju terminal keberangkatan internasional di Bandara
Sukarno Hatta.
“Oh,
aku berjumpa dengan Niman lagi. Niman adalah officer tour travel yang bekerja
untuk melayani orang yang bakal terbang ke luar negeri”.
Niman
sudah menunggu kami dan juga memandu kami ke dalam terminal. Kami masih punya
waktu selama 3 jam untuk free- duty, maksudnya untuk kegiatan bebas di bandara
sebelum boarding ke dalam pesawat. Kami sengaja melakukan shopping minuman dan
makanan ringan saja. Kemudian kami juga sholat, ya jamak zuhur dan ashar.
Pada
mulanya kami mau membawa laptop ke Melbourne. Setelah difikir bahwa itu akan
membuat hand carry jadi bertambah. Kami yakin laptop juga bakal tidak terpakai.
Wah lebih baik ditip saja pada Niman. Dan Niman akan menyimpan semua laptop ini
di kantornya.
Kami
masih punya waktu satu atau duajam lagi. Pemandu kami, Mas Rahman segera
datang. Aku sengaja duduk beberapa meter dari grup untuk menikmati satu cangkir
kopi panas. Ya masih terasa panas sehingga susah buat aku minum. Wow sudah ada
panggilan buat menuju ruang boarding- minumanku masih banyak. Ya aku tinggalkan
saja, karena betul betul panas. Biasanya aku tidak terbiasa membuat makanan dan
minuman bersisa, mubazir makana tidak direstui oleh agama Islam. Aku segera
menyusul grup ke ruangan boarding.
Ada
beberapa tiket pesawat yang kami terima dari Niman tadi yaitu tiket buat
Jakarta –Bali, Bali- Melbourne, Melbourne- Sydney dan Sydney- Jakarna. Mas
Rahman kembali mengingatkan agar kami nanti tidak salah beri pada pegawai
penerbangan nanti.
Aku
sngat merasakan bahwa andaikata aku tidak punya kegiatan maka menunggu adalah
sesuatu yang terasa lama dan membosankan. Aku sudah terbiasa untuk membaca dan
menulis, jadi no problem, hingga jadwal
boarding menuju Denpasar segera datang.
Aku
tahu bahwa Denpasar atau Bali adalah salah satu pulau di Indonesia. Namun
sebagai pulau internasional. Namun proses pergi ke sana sekarang ibarat proses
pergi ke luar negeri, ya sedikit rumit disbanding pergi ke kota lain. Dalam
pesawat yang aku naiki jumlah wajah penumpang yang berwajah Indonesialebih
sedikit dari yang berwajah asing. Ini juga menjadi alasan bagiku bahwa pulau
Bali adalah pulau internasional. Apalagi saat kami terbang sekarang juga sedang
berlangsung ajang seleksi “Miss World”, maka seleksi atau prosedur boarding
jadi lebih dicurigai- ya dengan alasan keselamatan dan keamanan pesawat dan
pulau Bali.
2. Jakarta dan Bali
Seumur-umur
aku belum belum pernah pergi keBali. Kadang- kadang kalau turis dan juga-juga
teman luar negeriku bertanya “have you ever been in Bali ?”. Aku tidak bisa
menjawab sudah apa belu, aku merasa malu karena sebagai orang Indonesia aku
belum sempat ke Bali, maka untuk merespon mereka aku cuma tersenyum, atau
terpaksa berdusta- meski itu tidak bagus. Jadi transit di Bali kali ini adalah
merupakan kunjunganku yang pertama ke Denpasar/ Bali.
Terbang
Jakarta dan Bali jaraknya hanya 1,5 jam. Aku berangkat dengan pesawat Garuda
dan aku merasakan adanya pelayanan yang sangat bagus. Kali ini juga ada gerakan
cinta membaca secara tidak langsung dari pada penerbagan sebelumnya. Tidak
hanya dengan pesawat ini, engan pesawat kelas ekonomi juga demikian.
Kemaren saat aku
terbang dengan Lion Air dari Padang ke Jakarta, kami- semua penumpang- disuguhi
sebuah tabloid. Sehingga banyak orang dalam pesawat terlihat membaca. Sekarang
penerbangan dari Jakarta ke Denpasar kami juga disuguhi beberapa pilihan surat
kabaroleh flight attendant pesawat Garuda buat dibaca. Penumpang boleh
membawanya secara gratis.
Biasanya membaca dalam
pesawat seolah-olah hanya budaya orang Barat.namun sekarang itu sudah budaya/
kebiasaan orang kita. Orang kita juga sudah membaca dalam pesawat. Ini adalah
kebijakan manajemen penerbangan untuk membuat penumpang tidak bengong dalam
pesawat- mereka musti punya kegiatan, seperti membaca, dan sekaligus untuk
memantapkan SDM penumpang melalui membaca koran dan tabloid.
Aku sendiri menikmati
beberapa artikel yang tersaji dalam majalah “Garuda Indonesia Colours”. Ada
beberapa opini dan juga catatan yang bisa aku peroleh. Colourberbincang dengan
Martha Tilaar mengenai kesuksesannya sebagai seorang beauty-preneur dan juga
tentang komitmennya terhadap lingkunga. Pernyataanya adalah bahwa:
- Ia punya mimpi besar
untuk mempercantik wanita Indonesia.
- Kekayaan alam dan
budaya Indonesia sangat indah dan bervariasi.
- Kita perlu mencintai
alam dan budaya Indonesia. Jangan kita ikut-ikutan latah tidak menyukai produk
Indonesia. Kalau produk kita tidak berkualitas maka kita jangan hanya pintar
mencela. Yang kita harapkan adalah agar ikut berkontribusi untuk meningkatkan
kualitasnya- paling kurang ikut sumbang saran positif.
- Dalam menjalankan
bisnis, Martha juga sering jatuh bangun. Namun ia mencari strategi untuk
bangkit lagi.
- Martha meraih gelar
Doktor kehormatan (Honoraris Causa) dalam bidang fashion and artistry dari World University Tuscon, Amerika Serikat
1984. Ia juga melakukan banyak riset dan ia ingin mengubah cara pandang banyak
orang ke arah positif melalui motivasinya. Walau iaorang kampung namun ia bisa
juga untuk go international. Mimpi Martha sudah tercapai, tapi iabelum
puas, ia tetap ingin memperdayakan wanita Indonesia.
Martha mengidolakan R.A
Kartini dan juga Cut Nyak Dien. Tentu saja ia bisa mengidolakan kedua tokoh
sejarah ini setelah membaca biografi mereka. Pengalaman kedua tokoh ini ikut
memotivasi potensinya.
Martha sukses dalam
karir juga sukses sebagai ibu. Ia punya 4 orang anak dan ia telah menjadi model
ideal bagi anak-anaknya. Ia berprinsip bahwa ia hidup sebagai orang timur, maka
ia harus hidup sederhana, menunjukan rasa hormat pada orang tua dan kepada
siapa saja.
3. Bali Sebagai Pulau Internasional
Sebagaimana
yang telah aku katakana bahwa Bali adalah sebuah pulau internasional. Saat
pesawat mendarat di Bandara Ngurah Rai, aku mendengan turis berbicara dalam
berbagai bahasa- bahasa negara mereka masing- masing.
Parawisata
pulau Bali sudah level internasional. Tentu saja manajemen wisatanya bagus sekali
sehingga semua Propinsi di Tanah Air harusbelajar ke sini. Begitu memasuki
terminal, kita dapat menemui berbagai brosur tentang tawaran berwisata. Dari peta terlihat setiap jengkal geografi
Bali adalah tempat objek wisata. Itu berarti bahwa setiap jengkal geografi Bali
adalah bisnis yang bisa menyerap banyak tenaga kerja. Maka di saat mencari
kerja itu sulit maka menata daerah dan mengaktifkan dunia atau industry wisata
akan bisa mengurangi indeks pengangguran.
Tampaknya
bahwa parawisata di pulau ini tidak semata-mata dikelola oleh pemerintah, namun
hampir semuanya diserahkan ke pihak swasta. Ada ratusan malah mungkin ribuan
grup pemilik industry wisata di sini. Fungsi pemerintah hanya sebagai
koordinator. Semuanya tumbuh dan mengiasi grup mereka dan pada akhirnya
membentuk kecantikan pada pulau Bali.
Orang
orang asing sangat banyak yang bermukim di pulau ini. Dan tentu saja banyak
teman dan keluarga mereka yang ingin datang- buat berlibur- dari negara mereka.
Aku perhatikan saat keluar dari terminal bandara, warga Indonesia dan warga
asing membaur satu sama lain dalam menyambut family dan kenalan mereka.
Kami
terus melangkah menuju ke terminal transit. Bule-bule, warga Australia,
terlihat sudah sangat familiar dengan Bali. Tentu saja mereka lebih familiar
dibandingkan dengan grup kami. Bagi kita pergi berlibur ke pulau ini masih
termasuk sangat sulit dan juga mahal. Kami masih punya waktu, sekitar dua
atau tiga jam, sebelum terbang- menunggu buat boarding lagi menuju Melbourne.
“Wah
kesempatan ini kami manfaatkan buat rileks, buat duty free dan juga cuci mata.
Namun yang paling penting kami perlu mencari praying room buat sholat. Akhirnya kami menemukan tempat sholat
pada ujung sebuah gang. Di sini kami melakukan sholat jamak buat sholat magrib dan
isya. Ada rasa tenang dalam praying room kecil ini, ukurannya mungkin sekitar 4
kali 4 meter”.
Usai
sholat kami belum mau keluar-pergi ke tempat lain. Kami menghabiskan sisa waktu
dan bercanda sehangat canda anak anak kecil. Teman- temanku yang pada umumnya
berlogat Jawa berbagi cerita, kadang mereka bercanda dalam bahasa kampungnya.
Aku mengerti namun aku tidak bisa ngobrol bahasa mereka. Sekali sekali mereka
tertawa terbahak- bahak memecah kesunyian di senja itu. Bule bule yang datang
buat mampir ke toilet juga menoleh memperhatikan kami. Kami semuanya adalah 10
orang dan juga berasal dari 10 propinsi yang juga berbeda.
Akhirnya
kami memutuskan untuk meninggalkan praying
room. Aku melemparkan pandangan ke toko-toko buku dan juga toko kerajinan.
Namun seleraku buat membeli buku muncul. Ingin rasanya aku membeli lusinan
buku, tetapi tidak mungkin untuk menambah bagasi. Niat buat beli aku batalkan,
mungkin nanti bila sudah balik lagi ke Indonesia maka aku akan bali banyak
buku.
Aku
merasa senang memperhatikan prilaku bule-bule dan interaksi mereka satu sama
lain. Ternyata mereka juga suka punya anak sebagaimana halnya orang- orang
kita. Beberapa keluarga bule Australia baru saja pulang berlibur dari Bali atau
mungkin dari bagian Indonesia lainnya. Bukan dimana- dimana saja anak-anak
selalu mudah jadi rewel.dan aku lihat bahwa beberapa keluarga usia muda asal
Australia sangat sabar dalam menenangkan balita mereka yang lagi rewel- mungkin
karena mengantuk atau karena kelelahan.
Mereka-
ayah dan ibu- berbagi peran dan juga berbagi waktu dalam mengasuh anak dan
dalam menenangkan anak. Berbagi waktu untuk menggendongnya. Agar balita mereka
tidak terlalu bosan rewel dalam perjalanan, maka mereka telah menyiapkan
kebutuhan balita seperti perangkat makan dan minuman ringan, alat alat
elektronik buat hiburan dan juga alat tulis dan juga buku- buku cerita. Aku
tidak pernah mendengan orang muda itu menghardik dan mengeluh pada balita
mereka. Kesimpulan aku lihat bahwa mereka betul betul siap buat menjadi orang
tua dan mereka tentu selalu membaca buku tentang parenting.