Fikiran Kacau, aku Mudah Tersesat
Ya
Allah kenapa fikiranku terasa sangat kacau, kosentrasiku mudah buyar. Bisa
jadi aku masih dilanda oleh krisis
identitas diri dalam usia menjelang tua. Krisis identitas diri membuat pola
fikiranku juga ibarat remaja- gampang berantakan dan mudah emosional. Aku
seolah- olah menjadi orang yang kurang
bersyukur.
“Dan
kalau aku tidak bersyukur maka pasti cobaan dari Tuhan akan aku rasakan,
mungkin dalam bentuk cara berfikir yang kacau balau (?). Moga-moga tidak ..ya Allah.”
Aku
tahu dengan ayat yang berbunyi “la-in syakartum, la-azidannakum, wa-inkafartum inna azabin
la-syadid”. Artinya bahwa “kalau engkau bersyukur maka nikmat Allah akan
ditambah, namun kalau tidak bersyukur, maka diberi azab”.
Aku
nggak mau mengatakan bahwa diriku nggak bersyukur dengan nikmat Allah. Aku sangat
bersyukur pada Allah atas
anak-anak yang cakep cakep, istri yang baik hati, rumah mungil yang damai,
sanak saudara yang kompak. Dan aku bersyukur memperoleh kesehatan badan dan
juga fikiran yang berkualitas dan
otak yang selalu senang diajak buat belajar serta kesempatan yang banyak dalam
menerima hadiah dan kesempatan buat berpergian ke luar negeri.
“Ya....insyaallah aku selalu bersyukur pada Allah. Kali ini
mungkin kadar syukurku sedikit rendah, perjalananku menuju ke Tanah Suci aku lakukan mungkin bercampur dengan keinginan
duniawi, yaitu keinginan buat berwisata. Entahlah aku juga nggak tahu cara
mendeskripsikan hatiku kali ini. Dan memang aku mulai merasakan problem, yaitu
saat berada di bandara Jeddah”.
Itu
berpangkal karena aku masih dilanda oleh pubertas kedua- ingin selalu menjadi
muda dan tidak siap buat menjadi tua. Ini adalah rahasia hatiku yang sudah aku
ekspose dan aku rela semua orang tahu, karena mereka bisa mengambil pelajaran
dariku”.
Mengapa
aku dan beberapa orang lain termasuk yang harus dipisahkan oleh petugas Bandara King Abdul Aziz di Jeddah ? Apa
aku bertampang kriminal,
kayaknya tidak.
Tampangku sedikit seperti orang oriental atau orang Thailand. Dan aku juga
nggak membawa bahan makanan, minuman yang cair dan tidak mungkin aku juga membawa drug. Aku
bertanya mengapa aku termasuk orang yang ditahan begitu sampai di immigrasi, dan
mereka menjawab:
“Your face is not quite the same with your
face in photograph”. Astaghfirullah...
itu terjadi karena
aku telah memoles penampilanku menjelang keberangkatanku ke Tanah Suci. Dalam photo pada
paspor, wajahku terlihat sudah
separoh baya dan pada wajahku- aku terlihat lebih muda sebanyak 10 tahun. Haa... ha...karena
rambutku aku hitamkan. Ya jadinya aku terlihat sangat muda. Aku juga merasa
senang dikatakan sangat muda.
Namun petugas bandara meragukan wajahku (?)
Perjalanan
panjang dari Jeddah menuju Madinah kemudian kami lalui. Saat itu sudah lepas
tengah hari. Diperkirakan perjalanan antar dua kota ini berjarak 600 km. Dan mobil kami cukup bagus hingga bisa menempuh jalan raya
yang lebar, lurus dan bagus. Agaknya kecepatan mobil kami sangat tinggi dan aku nggak
merasakan. Aku melantunkan doa-doa dan juga zikir-zikir untuk memuji kebesaran
Illahi. Sekali sekali mataku menangkap pemandangan yang berbeda dengan
pemandangan di tanah air.
“Di
sini serba pasir, tanah tandus dan di kampungku- di Indonesia- geografinya banyak
air dan alamnya sangat hijau”.
Kami
melintasi padang pasir yang tandus. Aku melihat ada sekumpulan
perumahan yang terbuat dari beton. Suasana lingkungannya juga terlihat
tandus. Mungkin itulah yang namanya perkampungan atau pedesaan di Arab Saudi.
Cahaya lampu listrik
memang berlimpah. Yang tidak aku lihat adalah air, sungai atau rumput-rumput
yang hijau. Aku melihat bukit dan gunung, namun semuanya bukit dan gunung dari batu cadas yang tandus. Ya aku hanya melihat bukit atau gunung berbentuk tumpukan
tanah dan batu raksasa.
“Seperti
apa ya rasanya hidup sebagai warga pedesaan Arab Saudi ??”.
Akhirnya
kami sampai di kota Madinah
setelah larut malam. Kami
memperoleh akomodasi- yaitu kamar hotel yang jaraknya dekat dengan komplek
Masjid Nabawi, dan kami bisa tertidur buat dua jam dan
setelah itu azan subuh pun berkumandang.
Aku melihat bahwa ruangan mesjid Nabawi sangat luas dengan
banyak pintu. Semua pintu terlihat sama. Moga- moga aku tidak akan lupa jalan buat pulang, apalagi hotelku, Hotel
Andalus lokasinya persis
dekat mesjid Nabawi. Nampak saja jalan menuju mesjid dari kamarku di lantai 4
hotel ini.
Diam- diam aku
terbangun dan aku pergi sholat tahajud sendirian. Aku nggak perlu membawa dan mengajak
teman, mereka terlihat kelelahan. Itu karena mereka rata rata berusia lebih tua dariku. Aku turun hotel
dan segera menuju mesjid Nabawi.
Mesjid ini selalu ramai
dikunjungi jamaah dari seluruh dunia, baik siang
maupun malam. Apalagi banyak jemaah ingin
sholat di dekat Raudah, yaitu salah satu tempat dalam mesjid yang dalamnya ada 3 kuburan, termasuk kuburan
Baginda Rasulullah. Kalau bisa sholat dan berdoa di sana maka pahalanya lebih besar dan doa kita akan lebih diijabah-
dikabulkan oleh Allah Swt- iya moga moga demikian, amiiin.
Aku
mengerjakan dan menikmati sholat sunnah demi sholat sunnah sebanyak mungkin. Sholat tahajjud,
kemudian sholat lailatul fajri, aku ke luar mesjid buat memperbaharui udhukku
dan aku menunaikan sholat tahyatul masjid dan akhirnya sholat subuh. Usai mengerjakan sholat subuh aku berdoa
dan berzikir dan kemudian berbincang bincang sedikit dengan jamaah. Misalnya aku ngobrol dengan jamaah yang
berasal dari Canada
dan juga dari India. Mereka terlihat sangat taat dan khusyuk. Akhirnya aku
merasa lapar dan ingin keluar mesjid buat mencari sarapan pagi di hotel
Andalus.
“Astaga,
kok aku jadi nggak tahu jalan menuju hotel. Mungkin karena kami datang malam hari dan
setelah hari terang semua gedung terlihat sama. Aku jadi lupa dengan jalan menuju pulang ke hotel”. Aku
mencari cari jalan buat menuju ke hotel.
Rasanya
aku
berjalan sudah cukup
jauh, rasanya udah melebihi jarak ke gerbang hotelku. Gerbangnya memang tidak
ada. Aku bertanya pada jamaah berbahasa
Melayu. Dia tampaknya cukup tahu dengan lokasi hotel Andalus.
Aku
mendengar dan memperhatikan nasehatnya. Aku berjalan sendiri mengikuti
petunjuknya. Namun aku jalannya kok melingjar dan jadi lebih jauh. Aku Tanya
pada jamaah lain, ia juga terlihat tahu dan ia memberi aku deskripsi letak
hotel, aku yakin tentu juga salah. Aku khawatir nanti aku kecapekan. Sementara
uangku tertinggal di hotel dan juga kartu identitasku.
“Ahhh kedua orang tempat aku
bertanya tidak tahu, namun mereka terlihat seperti orang yang tahu. Aku
jadi ingat dengat pribahasa: Kalau sesat di jalan, jangan malu
bertanya, namun aku bertanya pada orang yang salah dan aku tambah sesat lagi”.
Akhirnya aku kembali
menuju mesjid Nabawi, karena jelas terlihat karena kompleknya sangat luas. Aku kembali berudhuk dan
sholat sunnah. Setelah itu aku ucapin salam. Kemudian aku melihat beberapa jamaah dengan menggantung konkarde
dan talinya berwarna hijau. Warna
tali konkarde hijau adalah milik grup kami. Maksudnya mereka adalah
rombongan kami dari grup umroh “Armina
Jaya tur”.
Alhamdulillah aku
merasa lega. Aku buru buru bergabung dan
mendekati mereka dan
ngucapin salam. Aku malu mengatakan bahwa aku tadi sudah tersesat jalan saat
mau pulang dari mesjid.
Jadinya aku saat itu terlihat sangat patuh dan berjalan mengikuti mereka.
Ternyata untuk mencari
lokasi Hotel
Andalus sangat mudah, ya caranya
adalah hanya dengan mlihat saja sebuah jam
di ujung pada halaman
Masjid Nabawi kemudian, lihatlah ke arah kanan akan terlihat tulidan “Hotel
Andalus”. Alhamdulillah aku merasa lega dan gembira.
Sempat
Tersesat
Dasar aku
termasuk orang kelewat PD (Percaya Diri), karenanya aku nggak mau terlalu bergantung pergi
ke mesjid. Soalnya jarak
hotelku ke mesjid cukup dekat, Mesjid Nabawi bisa terlihat dari
hotel. Sehingga aku
jadi rajin sekali melakukan sholat dhuha
dan sholat sunnah lainnya. Disana
aku
suka minum air zam-zam. Ada dua macam
air zam-zam, yaitu yang dingin dan yang tawar. Aku
suka meminum kedua- duanya,
Aku
memutuskan sholat pada posisi lebih
ke depan. Mesjid Nabawi
memiliki pintu yang sangat banyak. Semua pintu-pintunya untuk masuk mesjid terlihat
sama. Jadinya saat aku melakukan sholat
sunnah, petugas kebersihan lagi bersih-bersih lantai mesjid dan
suasana agak sepi. Tikar sholat dibongkar dan aku
jadi nggak mengenal lagi arah kiblat. Aku sholat sunnah pada salah satui tikar
dengan khusuk. Tiba-tiba salah seorang petugas kebersihan menghampiriku dari
belakang. Memegang tubuhku, mohon maaf
dan mengobah arah tubuhku (arah
sholatku).
Katanya bukan begini:
‘The
direction of kiblat is over here, and not over there,...
I am sorry !!!”.
Setelah itu ia kembali bekerja. Aku
berterima kasih, mematuhinya
dan
juga merasa malu dalam hati karena aku
sholat
dengan salah yang arah.
Kami
para jemaah Umroh dari grup Armindo Jaya Tur telah berada di mesjid Nabawi selama satu
minggu. Aku bersyukur dan
menyadari bahwa aku sudah diberi uang (anggaran) yang banyak buat
melakukan ibadah umroh sebanyak
mungkin. Maka aku rajin mengunjungi
masjid ini, buat sholat sunnah, berzikir .....ya karena lokasinya dekat dari hotel kami.
“sekarang aku sudah
tahu jalan pergi dan jalan pulang”. Aku juga senang berekspolari mengenal
lingkungan mesjid. Tempat berwudhuknya sangat bagus berupa gallery yang cukup
jauh dan untuk mencapainya kita harus
berjalan beberapa meter dan menggunakana escalator buat turun. Ya ..maklum inikan lokasi berwudlu internasional buat
digunakan oleh jamaah internasional-
yang
datang dari berbagai negara
di dunia.
Lain
waktu aku sholat di mesjid Nabawi
pada posisi yang lebih di depan. Agar sandalku tidak hilang maka
aku bungkus sandal dengan plastik
dan aku selipkan pada
sebuah tonggak dalam
mesjid.
Habis melakukan sholat aku mencari sandalku, namun aku lupa pada tonggak yang mana
aku selipkan sandalku, jadinya aku lupa dengan letak sandal tersebut.
Soalnya dalam mesjid yang sangat luas itu terdapat ratusan
tonggak besar untuk menopang atap mesjid berukuran
raksasa tersebut.
Aku
mencari- cari dimana letak sandalku dan ternyata aku betul- betul lupa. Akhirnya
aku memutuskan ke luar mesjid tanpa
sandal. Aku keluar melalui
salah satu pintu dan ternyata aku keluar juga melalui pintu yang arah luarnya juga tidak
aku kenal.
Aku
nggak mengenal dimana
arah hotelku.
Karena aku sudah berada di sisi mesjid
yang lain. Jadinya aku
harus berjalan mengitari mesji yang ukuran kelilingnya
sangat luas.
Mungkin
kelilingnya ada lebih dari seribu atau ribu meter. Lantai halaman mesjid terasa agak panas dan aku
berhenti pada satu tempat.
Ya benar elapak kakiku nggak kuat lagi menginjak lantai yang terasa panas terbakar mata hari.
Tiba-tiba
muncul dua jamaah wanita yang umurnya agak tua. Mereka ternyata juga tersesat arah. Mereka bertanya padaku dimana letak jalan
menuju hotelnya. Jamaah tersebut bertanya padaku dalam bahasa yang aku tidak
mengerti. Aku duga bahwa mereka
mungkin berasal dari Asia Selatan- mungkin
India, Srilangka,
Pakistan atau Banglsadesh,
karena mereka memiliki kulit hitam manis, alis tebal dan hidung mancung.
Yang jelas mereka ngobrol
dalam bahasa negara mereka dan aku tidak mengerti.
Apa yang mereka bawa, mungkin bahan makan buat grup
mereka. Entahlah aku juga tidak mau mengetahui nya. Tetapi aku merasa kasihan
susah payah menjinjing bagasi mereka. Untuk meringankan beban
mereka, aku bantu menjinjing
tas mereka. Ya kasihan
sekali. Aku merasa geli dalam
hati- aku
tersenyum dan berkata dalam hati:
“Orang tersesat
juga bertanya pada orang tersesat, ha ha ha...!!!”. Akhirnya mereka
berdua aku giring kepada salah seorang petugas kebersihan di halaman mesjid. Aku bertanya dimana
letak hotel dan arah menuju hotel tersebut. Akhirnya kedua wanita tersebut juga mengerti dengan keterangan dari petugas kebersihan. Akhirnya kami
bertiga segera menuju depan masjid.
“Ha
ha ha....aku telah melihat jam besar terpajang pada salah satu pekarangan mesjid persis dekat
Hotel Andalus- hotel tempat aku menginap. Kedua wanita itu juga berlalu untuk menemui hotelnya, dan kami akhirnya berpisah,...moga- moga kami tidak
tersesat lagi.
Selama berada di Madinah, kami juga
melakukan ziarah ke gunung yang berejarah namanya Gunung Uhud. Gunung Uhud[1]
adalah sebuah gunung di utara Madinah dengan ketinggian sekitar 350 meter. Gunung ini
adalah lokasi pertempuran kedua antara Muslim dan pasukan Mekah. Pertempuran
Uhud terjadi pada tanggal 23 Maret 625 Masehi, antara sejumlah kecil komunitas Muslim dari Madinah, tempat
di barat laut Jazirah Arab, dengan kekuatan dari Mekah.
Gunung Uhud terbentuk
dari batu granit
warna merah memanjang dari tenggara ke barat laut dengan panjang tujuh
kilometer dan lebar hampir tiga kilometer. Gunung ini adalah gunung terbesar
dan tertinggi di Madinah. Di kaki gunung bagian selatan terdapat pemakaman para
syuhada, salah satunya adalah Hamzah bin Abdul-Muththalib paman dan
saudara sepersusuan Nabi Muhammad SAW. .
Setelah
satu minggu berada di Madinah, kami
melanjtukan
perjalanan menuju kota Mekkah. Perjalanan dari Madinah ke Mekkah juga cukup jauh. Pemandangan alam menuju Mekkah tidak jauh bedanya dengan
pemandangan dari Jeddah. Ya kami hanya melihat banyak bukit dan gunung tandus
serta hamparan padang pasir yang luas.
Namun ada beda yang aku rasa antara kota
Mekkah dan madinah. Kota Makkah terasa
lebih
panas, namun lantai halaman Masjidil Haram terasa lebih sejuk. Sementara kota
Madinah terasa lebih dingin
dan lantai halaman mesjid Nabawi terasa lebih panas.
Hotel
tempat kami menginap selama di kota Makkah berlokasi tidak
begitu jauh dari Masjidil Haram. Jarak lingkungan masjidil Haram kirakira
400 meter saja. Dan gerbang menuju
Masjidil
Haram lebih gampang buat kami kenal. Setiap jemaah akan lebih mudah menemui
gerbang utama mesjid. Karena cukup dengan melihat ke arah Jam Besar- (Menara Jam
Besar) sebagai jam dunia:
“Maka
di
sanalah gerbang utama Masjidil
Haram. Saat ini lagi terjadi pekerjaan
besar besaran buat memperluas komplek masjidil haram, jadi lingkungan memang sedang banyak berdebu. Kita
harus selalu memakai masker”.
Aku jadi tahu bahwa ibadah umroh itu
dilaksanakan di Kota Makkah- di
Masjidil Haram. Umroh[2]
adalah salah satu kegiatan ibadah dalam agama Islam. Hampir mirip
dengan ibadah haji,
ibadah ini dilaksanakan dengan cara melakukan beberapa ritual ibadah di kota
suci Mekkah,
khususnya di Masjidil Haram. Umroh berarti melaksanakan tawaf di Ka'bah dan sa'i antara Shofa
dan Marwah, setelah memakai ihram yang diambil dari miqat. Sering disebut
pula dengan haji kecil.
Alhamdulillah aku Dan selama berada di Masjidil Haram
dan Kota Mekkah
aku tidak ada mengalami problem salah jalan atau tersesat jalan. Moga moga ibadah umrohku mendapat
berkah dan nkeredhaan dari
Allah Swt.