Mampir Ke Palembang: Study- Tour
By: Marjohan, Guru SMAN 3 Batusangkar
Siapa saja yang
ingin berpergian ke luar negeri tentu harus menyiapkan dokumen seperti visa dan
passport. Demikian juga halnya dengan aku. Aku menerima surat pemberitahuan
untuk mengikuti program benchmarking ke negara kangguru ini. Ada dua lembar
formulir yang disisipkan dalam amplop yang harus aku isi, yaitu formulir permohonan
passport baru dan formulir perpanjangan passport.
“Aku
sudah punya passport dan masih berlaku untuk 3 tahun lagi, apa musti mengurus
passport baru atau perpanjangan passport
lagi ?”. Aku bertanya pada istri atau juga pada beberapa teman, namun jawaban
mereka tidak begitu memuaskan.
Aku
menelpon ibu Aat Rachminawati untuk memperoleh penjelasan tentang itu, ia
bekerja di Dirjen Pendidikan Menengah. Aku tanya tentang apa beda passport biru
dengan passport hijau ? Lebih baik bertanya daripada pura-pura sudah tahu.
Katanya bahwa passport biru adalah passport dinas dan keberangkatan dibiayai
negara, sementara passport hijau adalah passport umum dan biaya tanggung
sendiri. Oo…begitu jadi aku harus juga ngurus passport biru.
Sambil
menunggu kelanjutan perkembangan dokumen aku mengikuti kegiatan harian di
sekolah, meski dalam suasana libur. Aku mampir ke sekolah paling kurang untuk
mengupdate informasi lewat layanan WiFi sekolah.
Bulan
Juni merupakan bulan terakhir untuk tahun akademik. Biasanya untuk menyambut
kedatangan tahun akademik baru semua sekolah dan juga sekolah kami melaksanakan
kegiatan lokakarya. Guru guru SMAN 3 Batusangkar- sekolahku- melakukan
lokakarya separoh waktu di sekolah dan sisanya di luar sekolah.
Ada
4 lokasi yang diusulkan untuk lokasi lokakarya yaitu di Bukittinggi, Medan,
Pekan Baru atau Palembang. Keinginan teman teman sangat beragam menurut logika
dan alasan masing- masing. Aku dalam hati lebih tertarik untuk memilih kota
Palembang, karena pada tahun- tahun sebelumnya kami pernah berada di tiga kota
sebelumnya.
Untuk
mengambil keputusan maka dilakukanlah voting. Maka mayoritas memilih lokasi
lokakarya di Palembang. Akhirnya semua guru setuju dan amat senang untuk
melakukan lokakarya dan sekaligus study banding, juga rekreasi di kota
Palembang. Kami malah mengusulkan agar keluarga (istri/suami dan anak) bisa
ikut.
Semua
setuju. Arjus Putra- sebagai ketua lokakarya- menjadi orang yang lebih sibuk
mengurus rencana perjalanan dan juga akomodasi selama di Palembang. Kebetulan 4
minggu lalu aku berada di Palembang untuk tujuan memberi seminar- menjadi nara
sumber- seminar dengan tema guru menulis di IAIN Raden Fatah Palembang.
Saat
itu ketua acara seminar adalah Rini Wahyu Asih, maka aku juga menelpon tentang
akomodasi. Namun akhirnya teman Arjus Putra bisa membantu segala sesuatu dengan
baik. Kami diberitahu tentang dimana hotel kami dan sekolah mana yang bakal
dikunjungi.
2. Bertolak ke Palembang
Kami
sepakat untuk berangkat ke Palembang hari Sabtu, namun Emi Surya (istriku)
batal untuk ikut karena ia harus mengikuti pelatihan manajemen laboratorium.
Jadi hanya Fachrul dan Nadhila (ke dua anakku) yang ikut. Aku menyuruh mereka
untuk menyiapkan pakaian dan kebutuhan lain- seperti sampo, sabun, buku cerita
dan game buat mereka.
Yang aku tidak lupa
adalah aku harus menyiapkan obat anti mabuk, makanan dan minuman ringan buat
antisipasi selama perjalanan. Aku juga membeli 2 kg apple buat bertiga selama 5
hari. Aku merasa bahwa mengkonsumsi buah
seperti apple, jeruk dan buat yang kaya serat serta vitamin sangat bagus untuk
menjaga kesegaran dan kesehatan pencernaan kita.
Perjalanan kali ini
merupakan perjalanan terjauh dan terlama buat anak-anakku dan mereka hampir
tidak sabar menunggu datangnya hari Sabtu. Tidak sabar tentu saja merupakan
cirri khas anak-anak dan juga para remaja.
Akhirnya hari
keberangkatan pun datang. Hari Sabtu jam 01.30 siang, semua peserta lokakarya
dan juga keluarga telah berkumpul di depan gedung Indo Jolito (rumah dinas
Bupati Tanah Datar). Saat itu mobil belum bisa berangkat kecuali kalau 2 orang
yang kami tunggu sudah datang. Mereka adalah Muscandra dan Dian Hastuti.
Keduanya adalah teman kami yang paginya harus ikut acara wisuda sebagai sarjana
baru pada STIE Batusangkar.
Setelah anggota
rombongan lengkap akhirnya mobil kami berangkat menuju Palembang. Dari
Batusangkar mobil mengambil arah ke Setangkai- Lintau, dan terus meluncur ke
Sijunjung dan Dharmasraya. Suasana mobil cukup nyaman dengan AC dan bangku yang
cukup luas. Namun kadang- kadang timbul juga rasa bosan, apalagi untuk menempuh
jarak sekitar 700 km atau selama 18 jam. Sehingga anak perempuaku sering
bertanya:
“Apakah Palembang sudah dekat……berapa jam lagi
mibilnya sampai ?”
Itulah enaknya kalau mobil
bisa kami request untuk berhenti. Ada
beberapa kali mobil berhenti. Setiap kali berhenti anak- anak bisa memulihkan mood (suasana hati) mereka dengan
menikmati jajan- minuman dan makanan ringan. Kami juga berhenti pada tempat
lain untuk melakukan sholat. Aku mengajak anak- anak untuk sholat, melakukan
jamak dan qashar, karena ini biasa dilaksanakan oleh para musafir atau orang
yang sedang dalam perjalanan jauh.
Menjamak
sholat berarti sholat yg dilaksanakan dengan mengumpulkan dua sholat
wajib dalam satu waktu, seperti sholat Zuhur dengan Asar dan sholat
Magrib dengan sholat Isya (khusus dalam perjalanan) Adapun pasangan sholat yang
bisa dijamak adalah sholat Dzuhur dengan Ashar
atau sholat Maghrib dengan Isya
. Sedangkan meng-qashor sholat adalah melakukan sholat
dengan meringkas/mengurangi jumlah raka'at sholat yang bersangkutan. Sholat
Qashar merupakan keringanan yang diberikan kepada mereka yang sedang melakukan
perjalanan (safar). Adapun sholat
yang dapat diqashar adalah sholat dzhuhur, ashar
dan isya, dimana raka'at yang aslinya berjumlah 4
dikurangi/diringkas menjadi 2 raka'at saja. Dengan cara demikian anak- anak
juga memperoleh pengalaman langsung dalam menunaikan agama dalam hidup mereka.
Itulah
harapan orang tua, yakni bagaimana anak juga memahami bahwa sholat itu sangat
penting. Sholat sebagai media bagi kita untuk mendekatkan hati dan diri pada
Allah SWT, Sang Pencipta jagad raya ini.
Aku perhatikan bahwa
tidak ada seorang penumpang pun yang bisa tertidur lelap dalam mobil- kecuali
beberapa orang anak kecil. Untuk membuat anak-anak bisa betah, aku melihat
mereka cukup pintar, mereka membawa makanan, minuman, game/ sarana hiburan dan
bacaan. Benda- benda tersebut mampu mengusir kebosanan mereka.
Demikian pula dengan anakku,
Fachrul sibuk bercanda dengan temannya anak Arjus Putra, sementara Nadhila sibuk
membaca atau menonton atau dengar musik lewat androitnya yang telah dibawa
sejak dari rumah. Sekali- sekali ia ngobrol dengan Pak Alfian Jamrah. Anakku
merasa kagum bisa ngobrol dengannya sehingga ia sempat bertanya:
“Ayah…, mengapa Pak
Alfian luas wawasannya ?” Tanya Nadhila dengan lugu- ya pertanyaan seorang anak
SD.
“ Tentu…karena Pak
Alfian adalah seorang mahasiswa program Doktor, sebelumnya sebagai Kepala Dinas
Pariwisata, seorang penulis untuk koran-surat kabar Sumatera Barat dan juga
seorang pembaca”. Kataku menimpali. Suaraku sampai terdengar oleh Pak Alfian
Jamrah sehingga ia merasa geli mendengar percakapan kami.
Setelah menempuh jarak
Batusangkar- Palembang selama 18 jam, akhirnya mobil kami berhenti di depan
sebuah resto. Semua penumpang turun mencari makanan untuk mengisi perut yang
sudah kelaparan. Beberapa saat kemudian Harpen Namaidi- adikku- menelpon ke
hapeku. Aku segera merespon bahwa kira- kira 2 jam lagi kami sudah berada dalam
kota Palembang dan kami semua menginap di Budi Hotel, yang lokasinya persis
dalam kota Metro Palembang.
3. Jembatan Ampera
Tidak
lama berselang setelah kami cek-in di Hotel Budi, hapeku berdering. Waahh..rupanyan
dari Harpen Namaidi dan Fitria (istrinya) mau datang segera ke hotel. Mereka
telah berjanji buat mengajak kami buat ke resto- makan siang yang enak. Aku
tahu resto atau rumah makan tersebut milik orang Padang. Kita akui bahwa naluri
bisnis kuliner orang Padang terkenal sangat bagus. Tentu saja aku harus pamit
kepada ketua rombongan dan kami janjian jam 04.00 sore untuk bertemu atau
rendezvous di pinggir sungai Musi, persis di sebelah jembatan Ampera.
Wow…jembatan Ampera,
jembatan paling panjang dan paling cantik di pulau Sumatera. Jembatan Ampera[1] adalah sebuah jembatan di Kota Palembang, Provinsi
Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang
kota, terletak di tengah-tengah kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi. Panjang jembatan ini 1.117
m
(lebih dari 1 km), lebarnya 22
m,
tinggi menara 63 m,
dan ada 2 menara yang mana jaraknya adalah 75 m. Wow….amazing !!!
Ide
untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang ”Seberang Ulu dan Seberang Ilir”
dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Walikota Palembang
dijabat oleh Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak
usaha untuk merealisasikannya. Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir,
bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah
terealisasi.
Pada
masa kemerdekaan, gagasan itu kembali mencuat. DPRD Peralihan Kota Besar
Palembang kembali mengusulkan pembangunan jembatan kala itu, disebut Jembatan
Musi dengan merujuk na-ma Sungai Musi yang dilintasinya, pada sidang pleno yang berlangsung
pada 29 Oktober 1956. Usulan ini sebetulnya tergolong nekat sebab anggaran yang
ada di Kota Palembang yang akan dijadikan modal awal hanya sekitar Rp
30.000,00. Pada tahun 1957, dibentuk panitia pembangunan, yang terdiri atas
Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur
Sumatera Selatan, H.A. Bastari. Pendampingnya, Walikota Palembang, M. Ali Amin, dan
Indra Caya. Tim ini melakukan pendekatan kepada Bung Karno agar mendukung rencana itu.
Usaha
yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, yang
didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. Bung Karno
kemudian menyetujui usulan pembangunan itu. Karena jembatan ini rencananya
dibangun dengan masing-masing kakinya di kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir, yang
berarti posisinya di pusat kota, Bung Karno kemudian mengajukan syarat. Yaitu,
penempatan boulevard atau taman terbuka di kedua ujung jembatan itu.
Dilakukanlah penunjukan perusahaan pelaksana pembangunan, dengan
penandatanganan kontrak pada 14 Desember 1961, dengan biaya sebesar USD
4.500.000 (kurs saat itu, USD 1 = Rp 200,00).
Pembangunan
jembatan ini dimulai pada bulan April 1962, setelah mendapat persetujuan dari
Presiden Soekarno. Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga
ahli dari negara tersebut.
Pada
awalnya, jembatan ini, dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan
Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI
pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga
Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.
Peresmian
pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung
Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan
terpanjang di Asia tenggara. Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966,
ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi
Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Sekitar tahun 2002, ada wacana untuk mengembalikan nama
Bung Karno sebagai nama Jembatan Ampera ini. Tapi usulan ini tidak mendapat
dukungan dari pemerintah dan sebagian masyarakat.
Jembatan Amperae ini
memiliki keistimewaan. Pada
awalnya, bagian tengah badan jembatan ini bisa diangkat ke atas agar tiang
kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan. Bagian tengah
jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis, dua bandul pemberat
masing-masing sekitar 500 ton di dua menaranya. Kecepatan pengangkatannya
sekitar 10 meter per menit dengan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat
penuh jembatan selama 30 menit.
Pada
saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter dan
dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Bila
bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa
lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.
Sejak
tahun 1970, aktivitas turun naik bagian tengah jembatan ini sudah tidak
dilakukan lagi. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini
dianggap mengganggu arus lalu lintas di atasnya.
Pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara jembatan
ini diturunkan untuk menghindari jatuhnya kedua beban pemberat ini.
4. Kecopetan Dekat Jembatan Ampera
Usai
makan siang di resto, Harpen membawa kami ke Kenten Laut buat berjumpa dengan
Suwirman- kakak kami yang paling tua yang bertugas sebagai guru SMK di Metro
Palembang ini. Perjumpaan tersebut sangat berguna untuk mengakrapkan anak-
anakku dengan paman mereka. Orang tua perlu mengajarkan pada anak bahwa
silaturahmi perlu untuk dipelihara.
Kami
tidak bisa berlama- lama di Kenten Laut dan aku minta Harpen mengantarkan aku
sekitar jam 04.00 sore ke pinggir jembatan Ampera karena rombongan kami bakal
rekreasi di sana, jadi di sanalah rendezvousnya
(tempat janjiannya). Harpen segera mengantarkan aku ke sana dan sebelum
turun ia menitip pesan agar aku berhati hati karena kawasan seputar Jembatan
Ampera rawan dengan copet atau pencurian.
“Waspada
dengan dompet, uang, hape, kartu kredit dan peralatan elektronik. Hindari
memakai perhiasan di sana”. Demikian nasehat Harpen padaku. Aku mendengar
nasehat tersebut sebagai sesuatu hal yang wajar saja dari seorang adik ke
kakaknya.
Nadhila
ikut denganku dan Fachrul ikut lagi dengan Pak De nya (Harpen) untuk mengitari
kota. Aku bergabung dengan grup/ rombongan kami yang sudah duluan melangkah ke
pinggir jembatan Ampera. Dari kejauhan terlihat jembatan Ampera menjulang
dengan anggunnya. Aku ingin agar pinggir jembatan Ampera bisa menjadi tempat
turis yang menarik ibarat pinggir sungai di mana patung Merlion bertengger di
negara Singapura.
Aku
juga melangkah melalui sebuah gang sempit dan ramai. Aku menjadi sadar saat ada
tangan asing menyeret sisi celanaku. Ya ampun hapeku raib……!!! Aku segera
menoleh kebelakang dengan secepat kilat dan aku jumpai Hendra Zuher (temanku)
tengah memegang lengan seorang pemuda bertubuh ceking dan rambut dicat coklat.
Kami segera memegang tangannya lebih kuat dan mengintoregasinya.
“Kamu
pencopet…, telah menyambar hapeku. Mohon serahkan…..???” Pintaku memaksa.
Orang- orang datang berkerumun menyaksikan. Ada yang bersimpati padaku dan
mereka juga memaksa pemuda pencopet itu untuk menyerahkan hapeku. Hape itu
diperkirakan telah dioper ke temannya yang sempat melarikan diri.
Pemuda
pencopet itu bersumpah- sumpah bahwa ia bukan pencopet. Dia mengatakan bahwa ia
adalah orang baik-baik, iahanya tukang ojek, kemudian pernyataannya berubah bahwa
ia tukang parkir. Beberapa saat kemudia ada yang datang membelannya yang
penampilannya serupa. Mereka juga meminta kami untuk membebaskan temannya,
karena temannya bukan pencopet….temannya orang baik- baik… hanya sebagai tukang
parkir.
Mood
kami dan juga suasanahati teman- temanku yang lain juga jadi tidak enak. Karena
pinggir Jembatan Ampera yang cantik itu adalah sarang pencopet. Dan aku
berfikir bahwa aku bukan orang sana, kampungku jauh di Batusangkar. Aku khwatir
kalau sesuatu yang lebih buruk terjadi maka kami semua bubar dari wilayah itu.
Wilayah dimana aku jumpai banyak pemuda berwajah sangar.
Jembatan Ampera yang
megah terlihat tidak megah lagi. Pantesan tidak banyak wisatawan manca negara
yang berkunjung ke kawasn tersebut karena terdeteksi sebagai wilayah yang tidak
aman. Temanku mengatakan bahwa daerah tersebut menjadi daerah empat besar di
Indonesia sebagai daerah tidak aman.
“Aku tidak sedih
kehilangan hape. Yang aku sedihkan bahwa aku kehilangan banyak dokumen
dalamnya- ada catatan, ada nomor telepon penting, foto dan rekaman film yang
bersejarah menurutku. Ambilah hape itu namun mohon kembalikan kartu simnya”.
Demikian aku sempat bermohon pada sang pencopet. Namun sang pencopet
membersihkan diri sebagai orang baik- baik.
Meskipun hapeku hilang
di Palembang namun aku tetap mencintai kota Palembang, aku tetap mencintai
Jembatan Ampera. Palembang adalah kotaku di negaraku tercinta. JembatanAmpera
adalan Icon buat bangsaku. Namun aku bermohon kepada stakeholder dan masyarakat Palembang untuk membuat kota Palembang
menjadi daerah yang palling aman di dunia, paling kurang daerah yang paling
aman di Pulau Sumatra agar wisatawan mancanegara kangen buat bertandang ke
sana.
Pencopet itu adalah
profesi yang tidak terhormat, dan pencopet itu ada di banyak tempat di dunia.
Cerita dari jemaah Haji yang pulang dari Mekkah juga sering bercerita tentang
pencopet. Juga ditempat wisata di dunia seperti di Paris, Barcelona, dan kota
besar lainnya juga sering terjadi peristiwa kehilangan yang dicuri oleh pencopet.
Pendatang baru yang datang ke Palembang juga sering diingatkan atas kejahatan
pencopet. Yang penting bagi kita adalah mengenal cara kerja pencopet yang akan
mencopet kita[2].
Ini berdasarkan pengalaman memergoki copet beraksi di angkot
atau saat di tempat ramai. Satu tangan di atas dan satu tangan lagi menyelinap
dibalik tas atau jaket, copet satu lagi berjaga-jaga, mencoba mengalihkan
perhatian atau mencopet penumpang/ pengunjung lainnya. Mari kita kenali cirri-
cirri pencopet, misalnya kalau mereka ada dalam angkot:
1. Biasanya terdiri dari dua orang,
baik naiknya bersamaan maupun tidak, jika tidak biasanya copet kedua naik tidak
jauh dari copet pertama, pura -pura tidak kenal antar satu copet dengan
temannya tersebut.
2. Membawa jaket di tangan atau tas
besar namun tidak ada isinya, terkadang tas besar namun keliatan ringan mungkin
diisi busa, tas atau jaket disimpan dipangkuan semua itu untuk menutupi
aksinya.
- Bisa jadi mereka berpakaian rapi- pakai kemeja, pakai sepatu, ada juga yang pakai topi.
- Umur mereka juga bisa bervariasi, mungkin umurnya sekitar 25 tahunan, 40 dan 45 tahunan, yang lebih muda bertampang kumal.
- Gerak-geriknya mencurigakan, biasanya memperhatikan si korban terlebih dahulu dari ujung kaki sampai ujung rambut.
- Duduk mereka suka mepet berdekatan walaupun disekitarnya tempat duduk masih kosong.
Selain kita mengenal cara kerja sang pencopet maka kita juga
perlu tahu cara menghindari para pencopet atau bagaimana agar tidak kecopetan.
Ini beberapa tips agar kita tidak menjadi korban kecopetan:
1. Sisakan uang seperlunya untuk ongkos
dikantong, simpan uang yang jumlahnya besar atau hape di tempat yang jauh dari
jangkauan copet misalnya didalam lipatan baju didalam tas atau pecah-pecah uang
dibeberapa tempat supaya jika salah satu hilang masih ada yang lain.
2. Curigai orang yang membawa tas besar
atau jaket dipangkuan.
- Curigai orang dengan gerak-gerik yang mencurigakan, duduk mepet-mepet, memperhatikan orang dari ujung kaki sampai ujung rambut.
- Curigai orang yang salah satu tangannya tersembunyi dibalik tas atau jaket.
- Jangan melamun dan usahakan tidak tertidur.
- Jangan terpaku pada satu pandangan, cobalah sekali-kali melirik kearah lain.
- Jangan coba-coba pamer hape, pake hape seperlunya dan simpan lagi ditempat yang aman.
- Jika memakai tas dengan resleting ganda, ubah posisi resleting ke posisi atas supaya terlihat oleh penumpang lainnya.
- Jika selama perjalanan, usahakan agar kita tidak akan mengambil apa-apa dari tas, alangkah baiknya jika tas kita dibungkus dengan rain cover atau bag cover.
- Jika di dalam angkot hanya tersisa kita sendiri dan ada orang yang dicurigai sebagai pencopet, maka lebih baik kita turun dan mengganti anggota dengan angkot yang lain, lebih baik rugi nambah diongkos daripada nyawa dan harta anda terancam, tapi ingat agar kita bisa turun ditempat yang ramai.
5. Sekolah Unggulan Palembang
Hari ketiga perjalanan kami adalah
untuk mengunjungi sebuah sekolah unggulan di kota Palembang, yaitu SMAN plus 17
Palembang. Pagi- pagi aku mendesak agar kedua anakku segera berkemas- segera
mandi, berpakaian yang bersih dan rapi dan segera turun ke lantai bawah buat
sarapan pagi.
Pagi ini kami semua harus cek-out
semua dari Hotel Budi. Menjelang berangkat kami mengambil moment berfoto- foto
di depan hotel, kemudian semua berkumpul ke dalam mobil wisata. Akhirnya mobil
kami mampir di halaman depan sekolah yang kami tuju. Pekarangan sekolahnya
hijau, aku merasakan suasana sejuk dan nyaman. Aku pikir apakah aku tengah
berada di Bandung, Bogor, Brastagi atau di Bukittinggi. Ya karena kondisinya
adem sekali.
Aku juga jadi surprised karena kepala sekolah SMAN plus 17 Palembang, bapak
Syamsul Bahri, adalah kenalanku saat kami sama- sama mengikuti seleksi guru dan
kepala sekolah berprestasi nasional tahun lalu di Hotel Millenium Jakarta. Kepala
sekolahku Pak Rosfairil akhirnya bergabung duduk bareng di depan untuk memimpin
acara kunjungan dan bertukar pandangan antara 2 sekolah: SMAN 3 Batusangkar dan
SMAN plus 17 Palembang.
SMA Plus Negeri 17 Palembang, atau dikenal dengan
sebutan SMAN Jubel, merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di Provinsi Sumatera
Selatan, Indonesia.
Sekolah ini telah mendapat pengakuan sebagai sekolah unggul/plus sejak tahun 2000 sehingga
menjadikan sekolah ini sebagai pioneer ikon pendidikan unggul di kota Palembang dan
Provinsi Sumatera Selatan. Beberapa prestasi akademik,
olimpiade, penelitian, seni musik, seni drama, dan fotografi telah mencapai
tingkat nasional dan internasional. Outcome-nya tersebar di UI, ITB, UGM, Unpad, Undip, ITS, Unibraw, NTU, USU, Unand dan mendominasi
di Universitas Sriwijaya. SMA Plus Negeri 17
Palembang juga dikenal sebagai Sekretariat Bina-Antar
Budaya (Binabud), lembaga non-profit AFS Indonesia, Chapter Palembang. Saat
ini, SMA Plus Negeri 17 Palembang menyediakan program reguler RSBI dan program
Akselerasi serta program studi Ilmu Alam (PSIA) dan Ilmu Sosial (PSIS). Pada
tahun ajaran 2012/2013, SMA Plus Negeri 17 Palembang telah menerima siswa
hingga angkatan 16. Sekolah ini memiliki kegiatan
kurikulum, yaitu seperti BUGEMM dan KK Senior.
BUGEMM (Budaya Gemar Membaca dan Menulis), setiap peserta
didik diwajibkan membuat penelitian sederhana dalam bentuk laporan karya ilmiah
setiap semester. Laporan dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
secara bergantian di tiap semester. Dalam penelitian, peserta didik dibagi
dalam beberapa kelompok yang masing-masing dibimbing oleh seorang guru. Pada
akhir semester, setiap peserta didik yang telah memenuhi syarat akan melakukan
kegiatan Evaluasi BUGEMM di hadapan penguji. Kegiatan ini bertujuan untuk
melatih kemampuan ilmiah peserta didik dan membiasakan peserta didik pada
kegiatan ilmiah.
KK Senior (Kegiatan Kurikulum Seni dan Olahraga),
kegiatan ini dilaksanakan oleh peserta didik kelas X dan XI. Peserta didik
kelas X dan XI di SMA Plus Negeri 17 Palembang tidak memiliki mata pelajaran
Penjaskes dan Seni konvensional seperti yang diajarkan di sekolah lain. Untuk
mengoptimalkan bakat peserta didik, sekolah menyediakan hari Sabtu sebagai waktu kegiatan KK Senior. Setiap siswa
diperbolehkan untuk memilih satu cabang olahraga untuk mengisi jam olahraga
(3-4) mereka dan satu cabang seni untuk mengisi jam seni (7-8). Cabang olahraga
yang ada adalah basket,
tenis, tenis meja,
panahan, kempo, tekwondo, voli, karate, bulu
tangkis, dll. Cabang seni yang ada adalah gitar
akustik, angklung,
alat musik tradisional, tari
tradisional, teater,
seni baca Al-Qur'an,
seni rupa dua dimensi, seni rupa tiga dimensi, modelling, dll. Pilihan dapat
diganti tiap semester, sehingga dapat menambah pengalaman dan pengetahuan
peserta didik. Selain itu, Senam dilakukan pada jam 1-2 dan paduan
suara dua angkatan dilakukan di aula pada jam 5-6 setiap sabtu. Setiap
peserta didik dilatih olah vokal dan teknik paduan suara dalam bagian KK Senior
ini, sehingga peserta didik dapat digolongkan berdasarkan jenis suara
masing-masing.
SMA Negeri 17 memiliki
banyak kegiatan ekstrakurikuler, Keberhasilan pembimbingan
Ekstrakurikuler yang komperhensif dan berkualitas telah mencetak generasi emas
dengan prestasi hingga kancah Internasional. Karya tulis dan penelitian remaja
yang dihimpun dalam KIRANA (Kelompok Ilmiah Remaja Andalan 17) telah
membuktikannya melalui pencapaian prestasi hingga kancah Internasional.
Tercatat prestasi Internasional di bawah ini:
1) Participant Intel International Enginieering
Fair (IISEF 2009) di California, USA.
2) Medali Perak Internasional dalam 7th International Exhibition for Young Inventor
di
Hanoi-Vietnam pada Desember 2010.
3) Special Award as the Most
Creative and Innovative Research dari Pemerintah
Republik Filiphina untuk riset berjudul
"Rotating Herbicide Sprayer."
4) Outstanding Students for The
World (OSTW 2011) di Washington, New York,
Pittsburgh, Boston, San Fransisco - USA
2011.
Baik kegiatan kurikuler maupun kegiatan
kurikuler amat bermanfaat membuat siswa memiliki kepintaran yang berganda. Bentuk-
bentuk kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ini adalalah seperti:
- Parisanda 17 (Pasukan Barisan Andalan
17), eksul Paskibraka.
- Perwira 17 (Palang Merah Wira 17),
ekskul Palang Merah Remaja (PMR).
- Kirana 17(Kelompok Ilmiah Remaja
Andalan 17), ekskul Kelompok Ilmiah Remaja
(KIR).
- Pasmala 17, (Pasukan Utama Pengaman
Sekolah 17) ekskul Polisi Keamanan
Sekolah
(PKS).
- Kodrat, (Kelompok Drama Anak 17),
ekskul yang bergerak di bidang seni teater.
- Akustik 17, ekskul yang bergerak di
bidang seni musik,
meliputi: olah vokal, alat
musik, musikalisasi puisi, dan pertunjukkan
perkusi.
- Charlie Cheers, ekskul seni tari modern (modern
dance) dan cheerleading.
- KGB 17 (Klub Gemar Berpikir), ekskul programming
dan piranti sains teknologi-
- Rohis Nur Islami 17, ekskul rohani dan
dakwah islam.
- Jurnalistik 17. ekskul yang bergerak di bidang kreasi
mading (tropis) dan penerbitan
majalah sekolah (Marela).
- Pramuka 17, ekskul kepramukaan.
- Shokura, klub bahasa dan budaya Jepang.