Kembali Menuju Australia: Sebuah
Kesempatan
Marjohan, Guru SMAN 3 Batusangkar (085264340180)
1.
Sepucuk Surat
Dalam
anganku ada keinginan untuk bisa menginjakan kaki ke benua Eropa. Sejak zaman dulu hingga
sekarang benua Eropa merupakan daerah yang sangat fenomena. Banyak kisah inspirasi
dari tokoh dunia berasal dari daerah ini. Aku juga bisa menyatakan bahwa benua
Eropa merupakan ibu dari 4 benua lainnya. Juga banyak bahasa dari bangsa-
bangsa di Eropa- seperti bahasa Inggris, bahasa Portugis, bahasa Spanyol dan
bahasa Perancis- dipakai oleh banyak orang di seluruh dunia. Itulah alasanku
mengapa aku sangat mendambakan untuk bisa berkunjung ke benua ini.
Tiba-tiba
Rani, salah seorang staf TU SMAN 3 Batusangkar- menyodorkan sepucuk surat yang
baru diantarkan oleh petugas Pos. Ada tulisan “amat segera” tertera pada amplop
surat. Rasa ingin tahuku hampir tidak bisa dibendung. Apa kabar baik yang bakal
segera datang ?
“Mungkin
ada kabar untuk kunjungan ke Jepang, Korea atau salah satu negara di Eropa. Wah
aku pengen bisa terbang ke Eropa, mungkin ke Findlandia yang terkenal dengan
kualitas pendidikannya, atau ke Spanyol, atau mungkin ke Perancis agar aku bisa
menaklukan puncak menara Eiffel (?). Ya aku pengen bisa ke Perancis aku bisa
menggunakan bahasa negara ini- bahasa yang sudah aku pelajari sejak 15 tahun
yang lalu. Sekalian aku bisa singgah di Eiffel Tour, Notre Dame atau La Muse de
Tusseau”.
Namun
setelah amplop aku buka aku jumpai bahwa ternyata aku dapat undangan buat
mengikuti “benchmarking program ke
Australia”. Aku tidak kecewa, meskipun aku sudah terbang ke sana 4 bulan lalu,
namun aku juga belum merasa puas karena benua kecil ini juga indah dan
negaranya sangat bermutu di dunia. Dalam surat aku lihat ada 10 orang peserta
program yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, mereka adalah seperti:
1. Abdul
Hajar (Makasar)
2. Herfen
Suryanti (Bontang)
3. Euis
Andriani (Sukabumi)
4. Marjohan
(Batusangkar)
5. Nurhadi
(Jayapura)
6. Andi
Robbi (Deli Serdang)
7. Alfi
Rokhana (Salatiga)
8. H.
Imron (Pasuruan)
9. Suryanto
(Temanggung)
10. Nikmah
Nurbaiti (Purworejo)
Benchmarking
program berarti kegiatan belajar pada orang atau lembaga
lain- kita akan mencari kelebihan dan kekurangannya, selanjutnya kita akan
menyadur keunggulan/ kelebihan dari program yang mereka laksanakan. Lebih
lanjut aku mencari defenisi tentang benchmarking.
“Benchmarking adalah suatu aktivitas suatu organisasi (misal:
sekolah) mengadakan evalusi diri secara kontinyu dengan membandingkan dirinya
dengan organisasi (sekolah) yang kualitasnya dianggap lebih baik sehingga
kelebihan yang ditemukan dapat diadopsi atau diaplikasikan untuk meningkatkan
kualitas diri[1]”.
Sebelum berjumpa dengan teman- teman peserta benchmarking program, aku juga mencari
tahu atas profil mereka. Tiga dari peserta bukan dari PNS, karena tidak tertera
NIP-nya (Nomor Induk Pegawai), dengan demikian aku tahu bahwa non PNS juga bisa
meraih prestasi dalam bidang pendidikan dan karya mereka diberi reward oleh pemerintah. Namun saat kami
berkumpul di Hotel Kaisar- Kalibata Jakarta, 3 teman di atas berganti dengan 3
teman yang baru, mereka adalah: Herfen Suryanti (dari Bontang), Euis Andriani
(dari Sukabumi) dan Andi Robi (dari Deli Serdang) berganti dengan Slamet
Raharjo (dari Sumbawa), Isdarmoko (dari Yogyakarta) dan Sumarno (dari Medan).
2. Belajar dari Profil Teman
a) Cyber
Classroom
Aku
menemui profil Nikmah Nurbaiti dalam buku Penjaga Mutu Sekolah (2012). Ia punya
prestasi dalam memberdayakan melalui partisipasi dan potensi. Ia terlahir dari
keluarga guru, mengakrapi dunia pendidikan sejak kecil. Kini ia menjadi kepala
SMAN 5 Purworejo dan melakukan banyak pengembangan di sekolahnya.
Sebelum menjadi kepala
sekolah, ia adalah seorang guru Bahasa Inggris. Ia pernah mewakili Indonesia ke
Konferensi Guru Sedunia di Findlandia dan menjadi wakil Indonesia untuk cyber classroom. Saat itu ia ke
Findlandia sendirian pada hal ke Jakarta saja sendiri belum pernah.
Ia terpilih ke ajang
dunia bermula dari aktivitas Nikmah di berbagai forum di Purworejo. Ia dikenal
lancar dan bagus saat mengutarakan pendapat dalam bahasa Inggris. Ia pernah
mengikuti Konferensi Bahasa Inggris Nasional di Bogor tahun 2002, juga mendapat
tugas ke Australia pada tahun yang sama, namun batal menimbang ia masih punya
bayi yang sayang untuk ditinggalkan. Namun pada lain waktu ia punya kesempatan
untuk terbang ke Findlandia.
Ada serangkaian tes
yang ia lalui sebelum pergi ke Findlandia yaitu tes wawancara menggunakan
bahasa Inggris. Dalam wawancara yang dibahas seputar penggunaan dan manfaat
internet. Selain itu, bila nanti terpilih ia harus membuat suatu proyek.
Ia menjadi cemas atau
entah shocked atau surprised pergi ke Findlandia sendirian.
Bila tidak bersedia berangkat ya akan digantikan oleh finalis lain. Ia berfikir
bahwa kesempatan tidak akan datang dua kali maka ia pun dengan percaya diri
berangkat ke Tampere, Findlandia.
Konferensi di
Findlandia dihadiri 55 guru dari sekitar 17-18 negara Asia- Eropa, seperti
Jepang, Swedia, Findlandia, Jerman, Belanda, Singapura dan lain-lain. Hasilnya
adalah pembentukan cyber classroom (CC),
yaitu wadah bagi siswa Asia- Eropa untuk bertukar segala sesuatu melalui
internet. Dari hasil konferensi tersebut Nikmah dan kawan-kawan membentuk
kelompok dan merancang suatu proyek, dengan ketentuan setiap kelompok terdiri
dari campuran antar negara Asia dan Eropa. Ia satu kelompok dengan Ulla
Dahlstorm, wakil dari Swedia dan mereka membuat proyek.
Pada proyek tersebut ia
dan rekannya bertukar informasi kebudayaan, tata kehidupan, agama, dan lain-
lain. Proyek mereka dalam bentuk situs cyber
classroom. Dalam situs itu ia bercerita tentang beberapa elemen penting
seperti everyday life, berisi cerita
siswa kedua negara- termasuk dalamnya tentang teenager life.
Kita ada melihat
perbedaan cara hidup seperti kebiasaan ke night
club, makanan dan sekolah. Ada juga tentang pendidikan, olahraga, dan
pelajaran favorit. Juga ada pertukaran cerita rakyat, tempat wisata dan cerita
tentang agama. Inti dari cyber classroom adalah
pertukaran pelajar via internet yang menekankan pada bidang seni, budaya,
pendidikan dan tata kehidupan sehari-hari dengan bahasa pengantar bahasa
Inggris.
Nikmah juga mengajak
para guru untuk bisa mengajak guru bahasa Inggris bisa mengembangkan “dialog
imajiner”, sebab selama ini murid kalau diminta berkomunikasi dengan bahasa
Inggris sulit apa yang akan dibicarakan. Maka murid perlu diberi rangsangan
kondisi yang diciptakan dengan sengaja untuk membuat anak didik dalam suatu
situasi lain yang dibayangkan (imajiner).
Misalnya model belajar
“role play- atau bermain peran. Tentu
saja di sini ada siswa yang dijadikan model
sebagai siswa teladan, penyanyi dangdut, presiden Amerika Serikat dan
lain-lain, sementara berperan menjadi wartawan. Murid yang berperan sebagai
wartawan mengajukan pertanyaan kepada tokoh imajiner tersebut. Dengan cara
demikian maka pelajaran speaking
bahasa Inggris dapat berlangsung dengan lancar selama dua jam dalam situasi
yang mereka ciptakan sendiri.
Contoh lain percakapan
imajiner adalah berdasarkan karya sastra seperti bermain drama. Ada siswa yang
berperan sebagai Cinderella, pangeran, ibu tiri, maupun saudara tiri
Cinderella. Maka percakapannya akan berkisar seputar kehidupan Cinderella dan
kisah Cinderella. Denga metode seperti ini maka kreativitas dan inovasi murid
akan berkembang.
b) Suasana Belajar Yang Kontekstual
Aku
juga memperoleh pengalaman saat membaca profil Abdul Hajar (2012) dalam buku
“Menebar Ispirasi Melalui Prestasi: Pengalaman Terbaik Guru SMA dan SMK
Berprestasi Nasional”. Ia dikenal sebagai guru yang kreatif. Sikapnya ramah dan
akrab dengan para siswa. Supaya para siswa lebih mudah memahami materi yang
akan diberikan, sebelum memulai pembelajaran, maka kita harus mengajak siswa
untuk membahas mengenai hal-hal yang biasa ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Abdul Hajar mengatakan
bahwa gambaran yang kita berikan haruslah kontektual. Artinya harus sesuai
dengan kondisi dan keadaan yang terjadi di sekitar siswa. Jika pra-pembelajaran
sudah dirasa menarik maka tentu siswa akan tertarik untuk mengetahui lebih
dalam.
Ia
berprinsip dalam hidup untuk “berusaha dahulu berprestasi kemudian”. Kemampuan
untuk mandiri dan beradaptasi mutlak untuk dimiliki oleh orang modern. Ia
sangat bersyukur memiliki karakter bisa mandiri dan kuat di lingkungan yang
baru, demikian pula kemampuan beradaptasi dengan teman yang ada di lapangan.
Sebagai
seorang guru maka ia harus kreatif dalam menyampaikan materi. Ketika memberikan
materi mengenai suksesi dalam pelajaran Biologi, ia meletakkan beberapa
akuarium di kelas dan mengisinya dengan berbagai macam makhluk air. Akuarium
kemudian diberi aerator sebagai
penyuplai udara, dan dibiarkan tanpa diberi makanan, juga tanpa dibersihkan.
Semua makhluk hidup dalamnya dibiarkan hidup apa adanya. Lalu ia menjelaskan
kepada para siswa bahwa secara alami, makhluk- makhluk hidup dalam akuarium itu
akan berusaha berjuang mempertahankan hidup dalam ekosistem barunya. Para siswa bisa melihatnya, sehingga mereka
bisa melihat proses kehidupan yang terjadi dalam akuarium, seperti persaingan
mencari makanan, menguasai wilayah dan yang lainnya.
c) Memacu Diri Untuk Berprestasi
Orang
yang ketiga yang aku temui profilnya adalah Herfen Suryati juga dalam buku
“Menebar Ispirasi Melalui Prestasi: Pengalaman Terbaik Guru SMA dan SMK
Berprestasi Nasional”. Ia sangat tekun dalam belajar dan terbiasa berdisiplin.
Dalam
menjalankan profesinya sebagai guru, Herfen selalu memacu dirinya untuk berbuat
lebih baik dengan memegang filosofi bahwa hari ini harus lebih baik dari
kemarin. Ia mengatakan bahwa seharusnya kita harus bisa berbuat lebih baik lagi
di masa yang akan datang.
Herfen
mengabdikan seluruh potensi dirinya sebagai pengajar. Pada tahun 2009 ia
mendapat penghargaan the best innovative teacher dalam event regional
innovative teacher competition tingkat Asia Pasifik di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk
memudahkan proses pembelajaran ia juga aktif menciptakan multi media
pembelajaran.
Ia
mengatakan bahwa guru perlu selalu memanfaatkan tekhnologi TIK (Teknologi
Informasi Komputer). Dalam pembelajarannya ia
selalu mencoba menciptakan media, termasuk multimedia interaktif sebagai media
pembelajaran. Ia juga menggunakan jaringan internet sebagai salah satu satana
pembelajaran.
d) Memajukan Pendidikan Anak- Anak Papua
Profil
menarik tentang Nurhadi (2012) diperoleh dari majalah “PTK Dikmen- Media
Informasi dan Komunikasi Pendidikan Menengah”.
Mengikuti perlombaan menurut Nurhadi adalah sangat penting karena sangat
berguna untuk mengukur kemampuan diri. Pelaksanaan perlombaan juga senada
dengan firman Allah SWT di dalam Al-Quran: fastabiq
al-khoirat yang artinya bersainglah dalam hal kebaikan. Tentu saja berlomba
atau berkompetisi bukan untuk kemasyuran atau kebanggaan diri,namun lebih
mengarah kepada upaya saling mengasah, saling memberi, dan saling memotivasi
demi pemerataan kualitas.
Perjalan
karir Nurhadi sebagai guru dimulai di daerah khusus (daerah terpencil),
tepatnya di perbatasan Indonesia- Papua Nugini, yaitu di SLTP Negeri Web. Perjalanan
ke tempat tugas tidaklah mudah, untuk menuju daerah tersebut kita harus menyewa
mobil kecil double garden untuk
menempuh perjalanan berlumpur dari kota Jayapura ke desa Senggi sejauh 180 km.
perjalanan ditempuh selama 8-9 jam dengan kondisi jalan rusak, berlumpur,
longsor sepanjang hutan hujan tropis Papua.
Setelah
bermalam di SMPN Senggi, kita musti berjalan kaki menelusuri jalan setapak,
melintasi hutan, gunung, sungai atau lembah menuju desa Web selama 2 hari.
Rombongan harus bermalam di tepi Sungai Web, atau jika perjalanan kaki lebih
cepat bisa sampai di kampung Yabanda. Perjalanan dilanjutkan pagi hari menuju
kampung Yuruf dan tiba di SMPN Web sudah menjelang magrib pada hari ke dua.
Sebagaimana
kiprah guru lain ketika membuka sekolah baru di daerah terpencil, pada awalnya
tentu dilalui dengan mencari dan menjemput calon siswa. Nurhadi juga demikian,
ia mengunjungi keluarga- keluarga yang tersebar di kampung- kampung tua di
wilayah Kecamatan Web radius jarak antara sekolah dengan kampung- kampung itu
sekitar 15 km.
Tahun
pertama merupakan tahun ujian yang amat berat. Sebab hampir semua orang tua
seperti tidak memiliki harapan masa depan yang cerah bagi anak- anak mereka.
Hidup mereka hanya bersifat rutinitas seperti membuka lading, menanm ubi,
pisang atau sayuran di kebun untuk kebutuhan sehari-hari.
Lama
usia sekolah bagi anak perempuan rata-rata hingga kelas IV SD (tentu saja usia
mereka lebih tua dari usia anak SD rata-rata di metropolitan Indonesia),
setelah itu dikawinkan dengan pria pilihan orang tuanya. Sedangkan anak
laki-laki pada umumnya tamat SD kemudian kawin. Hanya anak-anak yang punya
semangatlah yang tetap melanjutkan sekolah hingga ke SLTP dan SLTA di Sentani
Jayapura.
Nurhadi
pernah menjumpai orang tua atau masyarakat yang menolak keras anaknya dibawa ke
sekolah. Mereka berkata dengan nada keras bahwa pemerintah selama ini tidak
mempedulikan mereka. Nurhadi memahami kalau mereka pesimis karena ia melihat
langsung keadaan mereka yang sangat terbelakang dan kehidupan yang jauh dari
kata layak.
Nurhadi
memberikan respon pada mereka: “Bahwa kondisi orang-orang tua saat ini memang
sangat sulit. Tetapi kami adalah wakil pemerintah yang diutus untuk menolong
masyarakat di kampung ini. Jika anak-anak diizinkan sekolah maka dalam 10
hingga 20 tahun ke depan mereka akan merubah kampung terisolir ini menjadi
maju. Ada yang menjadi kepala distrik, mantri untuk melayani kesehatan, dan
guru pendidikan”. Ada orangtua yang memahaminya dan mengizinkan anaknya dibawa
ke sekolah.
Tahun
2001 Nurhadi dimutasikan ke SLTP Negeri 6 Jayapura. Di sekolah ini permasalahan
beda lagi- lagi, banyak siswa yang punya motivasi belajar rendah. Ada siswa
yang melompat dari jendelahingga guru menangis karena merasa tidak dihormati.
Terkadang ada kotoran manusia di dalam kelas. Guru guru merasa sudah maksimal
dalam membina meskipun pada umumnya menggunakan metoda/ pendekatan punishment (hukuman).
Namun
Nurhadi mempunyai pendekatan lain. Ia mendekati siswa melalui olahraga
favoritnya yaitu sepak bola dan mereka latihan sepak bola setiap Sabtu sore.
Melalui cara tersebut iamengajak mereka berdiskusi dan berbicara dari hati ke
hati tentang untung ruginya jika tidak serius dalam belajar dan mengikuti
pembelajaran. Pentingnya menghormati orang yang
lebih tua, dan menjaga kebersihan dan keindahan sekolah demi kenyamanan
belajar. Berkat usaha yang dikemas dengan olahraga favorit sepak bola tersebut,
para siswa perlahan menjadi berubah baik.
Belum
banya yang ia perbuat di sana, ia kemudian dimutasikan lagi ke SMU Negeri 5
Jayapura. Yaitu ke sebuah sekolah khusus didirikan untuk putera-puteri yang
berbakat. Walikota mendirikan sekolah khusus tersebut untuk memproteksi
anak-anak Papua berbakat agar mampu berprestasi secara nasional dan
internasional. Harapannya agar 80 % anak Papua dapat diterima di perguruan
tinggi ternama, baik di dalam maupun di luar negeri.
Tenaga guru yang
dipilih dari berbagai sekolah tersebut memiliki semangat dan kebersamaan yang kuat untuk kemajuan SMUN 5 Jayapura.
Mereka menyumbangkan apa yang menjadi kelebihannya masing- masing. Misalnya
dalam bidang olahraga, debat Bahasa Inggris, olimpiade sains, matematika, karya
ilmiah remaja, cerdas cermat dan sebagainya. Semua menyayangi anak-anak Papua
seperti terhadap anak sendiri yang harus diberdayakan.
[1] Amat Jaedun (2011). Benchmarking
Standard Mutu Pendidikan- Makalah Seminar Nasional. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them