Kepastian
Untuk Terbang: Menunggu Informasi
By: Marjohan, Guru SMAN 3 Batusangkar
Kemaren
aku berjumpa dengan Yayat, siswaku di SMA 7 tahun lalu, ia lulusan dari IPDN
(Institut Pemerintahan Dalam Negeri) dan sekarang ia bekerja di kantor Bupati
Tanah Datar. Untuk sebuah kabupaten yang tergolong kecil di SumateraBarat,
namun arus administrasi cukup padat. Aku tak sabaran menunggu turunnya surat
izin buatku dari Bupati untuk ke luar negeri. Aku titip pesan dan mohon bantuannya
agar surat batku segera diproses. Sebagaimana aku berprinsip bahwa berita dan
informasi jangan ditunggu tetapi dikejar.
Ada
telepon dari Yayat bahwa suratku sudah di-acc oleh Bupati dan aku bisa
menjemputnya segera ke asisten segera. Pokoknya dalam waktu singkat aku sudah
berada di kantor bupati dan di kantor dinas Pendidikan. Aku harus menunggu
karena hari Rabu ini adalah date line buatku. Akhirnya Pak Erman menyelesaikan
penerbitan surat izin buatku. Setelah itu baru aku berani untuk memesan tiket
bis eksekutif dan juga tikat pesawat menuju Jakarta.
Aku
memastikan tidak ada yang ketinggalan, seperti paspor dan dokumen lain. Aku
memilah- milah isi koperku lagi. Yang tidak boleh kelupaan tentu saja, buku
catatan, kamera dan peralatan elektronik lainnya.
Aku
membeli tiket pesawat pada tempat yang resmi agar jelas manajemen dan
pelayanannya. Andai kelak ada keluhan maka jelas tempat untuk mengadu.malam ini
aku sungguh merasa amat rileks- tidak ada kerjaan. Biasanya aku meluangkan
waktu buat mengajar- mengulang pelajaran- kedua anakku, khusus untuk mendalami
bahasa Inggrisnya.
Bagi
anakku yang sekolah di SMA, maka aku berharap agar kemampuan bahasa Inggrisnya
musti sama dengan level mahasiswa. Sementara bagi anak perempuanku yang
bersekolah di MTsN maka kemampuan bahasa Inggrisnya aku harapkan sama dengan
kemampuan level SLTA. Dengan demikian ada target dan peningkatan kemampuannya.
Aku
dan istri musti juga menjadi guru bagi kedua anak kami. Kami berdua meluangkan
waktu buat menggenjot kualitas akademik anak-anak. Mereka mendalami pelajaran
sains dan matematik bersama ibunya. Untuk kemampuan bahasa Arab, bahasa Inggris
dan pelajaran sosial maka mereka belajar bersama ku.
Habis
sholat subuh di Mushola Mukhlisin- sebuah musholla kecil di depan rumahku, tiba-
tiba aku mendengar deringan phoncell. Rupanya dari sopir mobil travel yang
sudah bergerak menuju alamatku. Aku sendiri sudah berkemas- sudah standby- dan
malah aku sudah memarkir bagasiku dekat gerbang rumah. Akhirnya sopir
menghentikan mobilnya.
Aku
terbiasa mengambil bangku yang lebih, tempat duduk dan juga buat meletakkan
bagasi. Dengan cara demikian pemilik mobil tidak merasa terganggu dengan jumlah
barangku yang berlebih. Aku tidak ingin bertengkar seperti penumpang yang
memesan hanya satu bangku sementara barangnya amat banyak, hingga di pajang di
atas atap mobil.
“Ya
itu agar sopir dan penumpang merasa nyaman dan tidak merasa terganggu dengan
keberadaan bagasiku. Ya aku bayar sewa mobil sedikit berlebih juga no problem
bagiku. Itu demi kenyamanan diri dan juga kenyamanan penumpang mobil yang lain.
Hari
ini tidak banyak penumpang yang menunggu mobil. Dalam mobil hanya ada aku dan
sopir. Agar tidak sepi aku rajin memberi pertanyaan pada sopir. Untunglah dekat
daerah Simabur- 20 km setelah Batusangkar- naik penumpang baru, yaitu seorang
pria tua. Kini kami bertiga dan merasa berteman satu sama lain. Kami saling
bercerita dan berbagi pengalaman. Waktu tidak terasa berjalan hingga akhirnya
mobil telah sampai di komplek BIM dan aku turun pada salah satu pelataran.
Aku
sengaja tidak makan tadi pagi dan sekarang aku merasa lapar. Benar bahwa aku
terbiasa tidak makan dan juga tidak minum kalau mau berpergian dengan mobil
umum. Ini agar aku tidak bermasalah dengan perut/ perncernaakan.
“Ahhh
aku lapar…”Aku mampir pada sebuah resto yang terdekat, yaitu Resto Lumitu. Aku
memesan hidangan sup ayam yang terasa lezat. Di depanku duduk tiga pengunjung
lain- yaitu sepasang orang China yang selalu ngomong pake bahasa Mandarin dan
satu lagi orang Melayu.
Aku
tidak mengerti apa yang mereka omongkan. Aku melihat bahwa mereka cukup tekun
dalam menjaga budaya China. Namun kemudian aku yakin bahwa mereka adalah warga
Singapura. Itu wajar karena di negara kecil ini ada 4 bahasa yang diakui negara
yaitu Bahasa Inggris, bahasa China, bahasa Melayu dan bahasa Tamil. Bahasa-
bahasa tersebut juga hidup di negara Malaysia.
Etnik
China memang hebat,bukan terlalu berlebihan dalam memuji. Mereka adalah suku
minoritas yang tersebar di kota-kota Indonesia dan mereka tidak memiliki tanah
ulayat- tanah warisan adat- namun terkenal sukses dalam bidang ekonomi. Orang
China tidak pernah bercita-cita ingin jadi PNS, mereka juga tidak punya sawah
dan lading, namun mereka optimis tidak bakal kelaparan dalam hidup. Bila mereka
punya anak, maka mereka terlebih dahulu akan mendidik anak untuk punya karakter
rajin bekerja dan punya mental berwirausaha.
Aku
pernah melihat orang China di Payakumbuh dan juga di Bukittinggi yang
menempatkan meja dan satu stoples bon-bon, kemudian menyuruh anaknya yang lagi
sekolah di SD untuk menjaga (menjual) bon-bon ini. Bukan saja tujuannya agar
anak bisa beruntung namun mereka tengah mendidik jiwa berbisnis pada anak. Kecintaan
berbisnis atau berwirausaha yang tertanam dalam jiwa anak sejak usia dini
adalah modal buat hidup bagi mereka pada usia selanjutnya- terutama saat
dewasa. Demikianlah kiat mereka menanamkan jiwa wirausaha dari generasi ke
generasi.
2. Chek-in
Aku
sekali- sekali memandang ke layar minitor untuk memantau daftar terbang pesawat.
Aku memesan tiket murah, yaitu Lion Air Jt 353. Wow….peswat yang aku maksud
nomornya sudah berada pada deret atas, itu maksudnya bahwa aku harus
bersiap-siap buat check in. Sudah lewat pukul 09.00 pagi, ini mendekati jam
terbang pesawatku. Aku segera check-in, menyerahkan billing tiket atau ticket
itenary pada counter. Aku menerima satu tiket dan juga satu eksemplar
tabloid.
“Wooow….
Amazing ! Ada gerakan peduli pada
aksara- ya sebentar lagi adalah hari aksara nasional. Setiap penumpang yang
menyerahkan ticket itenary akan
memperoleh satu tabloid “Harian Nasional”. Ini merupakan sebuah kebijakan yang
hebat agar semua penumpang pesawat perlu membaca sebagai kebutuhan mereka. Memang
dalam peawat sudah terlihat banyak yang membaca, prilaku mereka sudah seperti
prilaku warga internasional, seperti dari Jepang dan Eropa.
Gerakan
mendorong warga negara Indonesia untuk serius dalam membaca seharusnya perlu
dihidupkan lagi. Sebab kita bisa merasa khawatir dengan fenomena dalam
masyarakat bahwa banyak mereka yang lebih peduli menjadi “watching oriented”. Warga kita memang telah menjadi warga yang
visual oriented- yang hanya terbiasa menonton: mampu mengkonsumsi lusinan DVD
film dalam waktu satu minggu, juga suka mendengar dan menghabiskan rarusan jam
hanya untuk mendengar senandung lagu.
Kebiasaan
menonton dan mendengar ini, tidak ada salahnya- juga memberi dampak positif
dalam memperkaya wawasan seseorang. Namun sekarang yang membuat kita merasa
miris adalah dengan eksistensi membaca. Budaya membaca kita, meskipun negara
kita sudah lebih dari setengah abad merdeka, masih belum memuaskan. Negara-
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Australia dan New Zealand sudah
memiliki budaya membaca yang sangat bagus. Kita perlu memiliki budaya membaca.
Budaya membaca akan membuat masyarakat punya daya fikir yang lebih kritis,
tidak sekedar serba tahu- namun juga mungkin serba dangkal.
“Ahaaa….aku
nanti dapat bangku pesawat di nomor 12A, berarti aku duduk dekat jendela lagi.
Aku lebih suka duduk dekat jendela karena bisa melemparkan pandangan jauh ke
langit biru, kea wan putih dan ke bentangan bumi di bawah”.
Aku
ikut duduk di ruang tunggu buat panggilan boarding.
Lebih enak membaca, aku menikmati membaca koran/ tabloid “Harian Nasional”.
Konten- materi bacaanya yang aku suka adalah tentang serba-serbi, ini sangat
menantang intelektual. Ada beberapa fitur yang dapat aku kutip, seperti:
-
Untuk berita internasional, aku memilih warisan global, yaitu tentang immigrant
Myanmar yang ingin mencari suaka di negara lain- tentunya Australia. Mereka
adalah dari suku Rohingya yang beragama Islam, yang menjadi suku minoritas dan
merasa tidak nyaman hidup di kampung sendiri. Suku ini selalu merasa terancam
dan tertekan oleh pemeluk agama mayoritas di sana.
-
Juga ada konten tentang peringkatan 12 tahun tragedy peledakan gedung WTC (Worl Trade Centre) tanggal 11
September. Orang Amerika selalu mengenangnya dengan sebutan “the tragedy eleven nine atau 11
September.
- Aku juga membaca
tentang betapa pentingnya menghentikan penyebaran ideology radical. Badan nasional penanggulangan terorrisme sudah
menandatangani tentang MoU (memorandum of
understanding) kesepahaman dengan sentilan organisasi massa. Kemudian
perlunya mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar.
- Aku juga membaca
risalah atau kupasan tentang keluarga. Bahwa anak- anak yang tertarik
berkeliaran di jalanan- di luar rumah- salah satu penyebabnya adalah gara- gara
orang tua mereka bermasalah. Intinya bahwa orang tua perlu menciptakan suasana
aman, nyaman, damai dan menyenangkan dalam rumah.
- Kemudian banyaknya
angka pekerja anak sebagai refleksi dari kemiskinan. Diharapkan agar rantai
kemiskinan bisa diputuskan lewat pendidikan, pengalaman, bacaan yang
berkualitas, dan juga melalui keterampilan yang berkualitas.
Aku dengar aba- aba
bahwa pesawat kami agak tertunda terbang untuk beberapa menit, dengan demikian
aku punya banyak waktu untuk melahap banyak bacaan. Aku sedang melahap topik
tentang life style,- bahwa perempuan
itu adalah makhluk yang indah dan lebih sempurna kalau perempuan memiliki dan
memelihara aura (kharismatiknya) dan juga memiliki sense of inner beauty. Tentu
saja pria juga harus mengimbanginya dimana mereka juga perlu memiliki karakter
yang gentlemen.
Topik lain yang aku
baca adalah tentang devisa. Bahwa lalu lintas devisa perlu untuk dikontrol.
Kalau tidak diatur maka pasar valas- valuta asing- Indonesia akan mudah kering,
akibatnya ekonomi kita akan bisa tergoncang ketidak stabilan pasar uang.
Meskipun sebagai guru, aku juga perlu untuk punya wawasan yang luas, termasuk
untuk juga mengetahui tentang dunia ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them