Sabtu, 20 Juni 2015

MELBOURNE KOTA DENGAN EMPAT MUSIM



MELBOURNE KOTA DENGAN EMPAT MUSIM
Mampir Lagi Ke Melbourne: Bagai dalam mimpi
            Akhirnya kami semua bangkit dari duduk dan ikut proses boarding. Aku lihat juga ada pesawat lain yang rutenya menuju Darwin, Perth, Brisbane, Melbourne dan Sydney. Enam bulan lalu aku terbang dari Jakarta menuju Sydney terus ke Melbourne dan kalau sekarang dari Bali menuju Melbourne dan baru ke Sydney.
Pesawat Garuda akhirnya meninggalkan langit pulau Bali selepas senja. Tidak banyak yang dapat aku kerjakan dalam pesawat, lebih enak tidur. Aku segera memejamkan mata meski telinga tidak seratus persen bisa kosong agar bisa tertidur. Sekali- sekali aku membuka mata buat mencolek- colek monitor game di punggung kursi depan. Pramugari sudah mulai mengedarkan snack dan minuman.
Aku sengaja menahan selera, seolah-olah jadi malas buat minum juice sunripe, karena aku juga males sering sering pergi ke toilet. Suhu dingin ruang pesawat sudah mulai menusuk tulang dan untung aku membawa jaket, kalau tidak tentu aka bakal diterjang kedinginan.  Aku kapok dengan pengalaman enam bulan lalu, aku lupa bawa jaket dan aku jadi merasa sengsara.
Aku sempat terlelap, walau tidak lama namun lumayan untuk menyegarkan tenaga. Sehingga merasa fresh lagi. Pramugari mendorong kereta buat menyajikan makan dan mungkin ini buat sarapan, meski belum masuk waktu pagi. Aku juga merasa lapar dan hampir tidak sabar buat menunggu giliran sarapan. Kami tidak merasa ragu atas kehalalan makanan. Itulah enaknya kalau kita terbang dengan pesawat Garuda dan para awaknya juga orang Indonesia yang sangat mengerti betapa pentingnya menyajikan makanan halal buat penumpang beragama Islam.
Segera setelah sarapan kamipun disuguhi formulir yang musti kami isi. Formulir ini adalah dokumen yang harus diserahkan ke petugas immigrasi nanti. Namun kami tidak perlu repot- repot menulisnya karena Mas Rachman, sebagai tour leader, sudah menyediakan dan sekaligus mengisikan formulir buat kami. Kami tinggal lagi membubuhkan tanda tangan saja.
Aku memperkirakan masih tengah malam untuk ukuran waktu di Indonesia. Namun kami terbang menyonsong arah Timur sehingga siang datang lebih cepat. Oh Tuhan….ya hari sudah terang dan tentu waktu subuh sudah datang- mungkin juga sudah lewat. Aku duduk disamping Nurhadi. Aku jadi ingat dengan pelajaran tayamum. Aku segera melakukan tayamum- menempelkan telapak tangan ke debu pada dinding bangku dan menyapukannya pada wajah dan kedua belah tangan. Itu sudah cukup buat isyarat untuk sholat subuh. Aku segera sholat subuh dan tidak peduli pada petugas yang lalu lalang dan juga bule- biule yang melihatku lewat sudut matanya. Di sebelahku, Nurhadi, juga melakukan sholat subuh.
Wah ada perasaan lega dan plong setelah sholat. Cahaya pagi menusuk lewat jendela. Beda waktu Melbourne dan Bali hanya 2 jam saja. Ya setelah terbang semalaman suntuk akhirnya pesawat telah berada di langit Melbourne. Aku melihat bumi Melbourne yang sangat datar. Tidak ada pegunungan kecuali hanya bukit bukit rendah saja.

2. Pemeriksaan Khusus
“Kota Melbourne memang sepi tetapi terlihat rapi”.
Kami turunan dalam rombongan dan semua menuju immigrasi. Aku sudah merasa familir dengan tempat ini karena 6 bulan juga lewat di sini. Wah petugas meminta kami berbaris dalam rombongan khusus dari penumpang lain. Tidak apa..apa, tentu saja kami patuhi peraturan mereka.
Kami sekarang dalam pemeriksa. Kami semua ada 16 orang- 10 orang para guru pilihan dari berbagai propinsi di Indonesia dan 6 orang pendamping dari kementrian. Semua berdiri di belakang tas dan bagasi masing- masing. Berarti kami dalam pemeriksaan khusus. Setelah semua berdiri, kemudian seorang petugas wanita menarik seekor anjing gede dan anjing tersebut mengendus kaki kami dan juga setiap tas dan bagasi kami. Aku khawatir kalau kalau anjing tersebut salah cium- jangan jangan kulit kami beraroma narkotika atau bararoma bumbu ayam. Mana tahu anjingnya sedang lapar dan aku bisa diperlakukan jadi penjahat…wow jadi ribet.
Tiba tiba anjing mengendus tas tentengan milik Ibnu Hajar dan setelah itu anjing itu duduk, seolah olah memberi tahu bahwa tas Ibnu Hajar musti dicurigai. Betul tas tersebut dipisahkan dan termasuk Ibnu Hajar harus ke luar dari barisan. Ia diminta untuk membongkar semua isi tasnya. Semua tidak yang mencurigakan kecuali hanya ada sisa sisa abon daging sapi yang sempat terbawa dalam tas.
“Ohhh, Ibnu Hajar bawa abon tadi. “ Ibnu Hajar juga jadi grogi namun ia tetap berusaha tenang. Ia membongkar semua isi tas dihadapan anjing dan petugas immigrasi, membuktikan ada atau tidaknya barang terlarang. Ternyata tak ada kecuali tercecer sedikit serpihan “abon daging sapi” yang tertarik untuk dijilati anjing pelacak. Namun anjing itu tak boleh menjilat dan ditarik agak jauh.
Tasnya sudah steril dan Ibnu Hajar terlihat jadi lega dan bebas dari rasa tegang lagi. Kami semuajadi lega, soalnya kalau Ibnu Hajar tersandung semua juga ikut terganggu perjalanannya. Kami selanjutnya bergerak ke proses pemeriksaan selanjutnya.  Setelah selesai memperoleh cap pada buku passport. Kami terus bergerak ke arah luar hingga kami melihat tulisan “Welcome in Melbourne Airport”.
Bandar Udara Internasional Melbourne, juga dikenal sebagai Bandar Udara Tullamarine[1], adalah bandara utama yang melayani kota Melbourne dan bandara tersibuk kedua di Australia. Bandara ini dibuka pada tahun 1970 untuk menggantikan Bandar Udara Essendon di dekatnya. Bandar Udara Melbourne adalah satu-satunya bandara internasional dari empat bandara yang melayani wilayah metropolitan Melbourne. Bandara ini berada di 23 kilometer (14 mil) dari pusat kota Melbourne. Bandara ini berada di dalam kota Tullamarine.
Rute penerbangan Melbourne—Sydney merupakan rute penerbangan yang paling banyak mengangkut penumpang keempat di dunia dan yang tersibuk kedua di wilayah Asia Pasifik. Bandara ini memiliki penerbangan langsung menuju 33 detinasi di seluruh negara bagian dan teritori di Australia ditambah dengan sejumlah destinasi di Oseania, Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Melbourne merupakan destinasi paling populer di antara lima bandara di tujuh ibukota negara bagian Australia. Melbourne menjadi hub utama bagi Qantas dan Virgin Australia, sedangkan Jetstar Airways dan Tiger Airways Australia menggunakan bandara ini sebagai basis utama. Melbourne merupakan bandara tersibuk untuk kargo ekspor internasional, dan bandara kedua tersibuk untuk impor internasional. Untuk penerbangan dmestik, Melbourne menjadi kantor pusat bagi Australian air Express dan Toll Priority dan menangani lebih banyak kargo domestik dibandingkan bandara lain di negaranya. Bandara ini memiliki empat terminal: Satu terminal internasional, dua terminal domestik, dan satu terminal domestik bertarif rendah.
Nama kota Tullamarine berasal dari bahasa aborogin. Aborigin sendiri adalah salah satu suku asli Australia dan berasal dari Polynesia. Kata lain dari Aborigine adalah juga Bushmen atau orang rimba. Kami segera masuk bis wisata dan kami disambut oleh pengemudi berwajah China, namanya Michael.
Segera Michael mengemudi mobil dan mengantarkan kami buat berwisata. Bis meluncur meninggalkan Bandara Tullamarine melalui jalan toll yang sangat bagus. Aku melihat semua sisi jalan toll di sini diberi pagar. Itu berguna buat mengurangi kebisingan agar penduduk yang bermukim dibalik jalan toll tidak terganggu oleh suara bising dari kendaraan yang lalu lalang.   
B. Sekilas Tentang Kota Melbourne

1. Geografi dan Sejarah
Melbourne adalah ibu kota negara bagian Victoria di Australia. Melbourne merupakan kota terpenting kedua dari segi bisnis dan kedua terbesar di Australia serta kota terbesar di Victoria. Pada bulan Juni, 2011, Melbourne memiliki populasi 4.1 juta jiwa. Penduduk Melbourne biasanya disebut sebagai 'Melburnian'. Motto Melbourne adalah "Vires acquirit eundo" yang berarti "Kita bertambah kuat sejalan dengan kemajuan kita.
Melbourne terletak di dekat teluk besar alam, yaitu 'Port Philip Bay'. Pusatnya berada di muara sungai Yarra, dengan kawasan pinggiran di sekitar teluk ke arah timur dan barat. Ada 30 kotamadya di Melbourne, termasuk Melbourne City Council yang merupakan  daerah kecil terdiri dari kota dalam dan distrik bisnis terpenting.
Melbourne dirikan pada tahun 1835, setelah 47 tahun kolonisasi Inggris di Australia, dan merupakan ibu kota Australia tahun 1901-1927. Namanya diberikan oleh Gubernor NSW Sir Richard Bourke untuk menghormati mantan perdana menteri Inggris, William Lamb, yang Viscount Melbourne kedua. Melbourne dideklarasi sebagai kota oleh Ratu Britannia Raya Victoria pada tahun 1847, dan menjadi ibu kota jajahan Victoria pada tahun 1851. Pada masa 'Victorian gold rush' tahun 1850-an, Melbourne menjadi kota paling besar dan kaya di seluruh dunia.
Melbourne sering disebutkan sebagai ibukota budaya dan olahraga Australia. Pada tahun 1906, 'The Return of the Kelly Gang', film fitur pertama di dunia, diproduksi di Melbourne. Melbourne juga merupakan pusat Australian rules football, televisi, tarian, dan musik Australia.
Melbourne sudah empat kali mendapatkan predikat "The World's Most Liveable Cities" (kota paling nyaman untuk ditinggali) dari The Economist, yaitu pada 2002 dan 2004. Pada tahun 2011 dan 2012, Melbourne mendapatkan tingkat pertama dari The World's Most Liveable Cities. Daerah metropolis Melbourne juga memiliki jaringan trem listrik terbesar di dunia. Bandar udara utama untuk Melbourne adalah Bandar Udara Internasional Melbourne. Bandar Udara Avalon, yang terletak di daerah barat Melbourne, sedang dikembang sebagai bandar udara kedua.
Melbourne terletak di bagian tenggara benua Australia dan terletak di sekitar Port Phillip. Daerah pinggiran Melbourne berkembang mengikuti Yarra River ke arah Yarra dan Dandenong Ranges sedangkan di bagian selatan, perkembangannya terbagi ke dua arah disebabkan lokasi Melbourne sendiri. Ke arah barat terdapat Geelong yang terletak di Bellarine Peninsula sedangkan ke arah timur terdapat Frankston berbagai kota yang terletak di pinggir pantai seperti Rye dan Sorrento. Ujung Bellarine dan Mornington Peninsula hanya dipisahkan sebuah selat kecil dan di antara kedua tanjung ini tersedia layanan penyeberangan.

2. Penduduk, Olah raga dan Transport
Penduduk Melbourne umumnya adalah turunan dari pendatang dari Britania Raya, khususnya Inggris dan Irlandia yang sudah menetap sejak lama. Namun sejak puluhan dekade terakhir Melbourne mengalami peningkatan dalam jumlah pendatang. Tiga kelompok pendatang terbesar adalah dari Yunani, Italia dan Vietnam. Selain itu, ada pula komunitas Tionghoa yang cukup besar di kota ini.
Melbourne dikenal sebagai kota yang gila olahraga. Olahraga yang populer di Melbourne termasuk rugbi, kriket, tenis, sepak bola dan bola basket, namun yang paling populer adalah Australian Football atau yang akrab dipanggil footy oleh warga Melbourne. Olahraga footy memang identik dengan kota ini dan negara bagian Victoria secara umumnya; lebih dari setengah tim-tim yang bermain di AFL (Liga Australian Football) berasal dari Melbourne. Menyebut football di Melbourne berarti merujuk kepada olahraga ini, berbeda dari Sydney atau Canberra, di mana kata tersebut merujuk kepada rugbi.
Melbourne banyak menyelenggarakan kejuaraan olahraga internasional setiap tahunnya, mulai dari Formula 1, Australia Terbuka (tenis), Melbourne Cup (kejuaraan pacuan kuda handicap paling bergengsi di dunia) hingga pertandingan kriket pada bulan Desember yang terkenal. Pada tahun 2003, Melbourne merupakan salah satu kota yang menjadi tempat penyelenggaraan Piala Dunia Rugbi. Pada tahun 2006, Melbourne akan menyelenggarakan Pesta Olahraga Persemakmuran. Sebelumnya, kota ini pernah menyelenggarakan Olimpiade pada tahun 1956.
Setiap tahunnya kota ini menyelenggarakan beberapa festival yang cukup terkenal, di antaranya Festival Komedi Internasional Melbourne dan Festival Film Internasional Melbourne. Selain itu, Melbourne juga telah melahirkan beberapa artis ternama seperti AC/DC dan Kylie Minogue.
Kebanyakan warga Melbourne tergantung pada mobil sebagai mode transportasi utama, khususnya di kawasan luar yang memiliki kebanyakan mobil. Automobil pribadi semakin popular sejak abad ke-20, mengakibatkan pengembangan luas ke suluruh daerah metropolis Melbourne. Dewasa ini, Melbourne memiliki sistem jalan dan motorway yang luas, digunakan ooleh mobil pribadi, taksi, bis dan truk. Jalan raya terbesar ikut Eastern Freeway, Monash Freeway, West Gate Freeway, termasuk jembatan West Gate, dan Metropolitan Ring Road. Dua motorway, yaitu EastLink dan CityLink memungut tol.
Untuk ke kota lain di Australia dengan kendaraan, Melbourne memiliki jaringan jalan bebas hambatan yang sangat memadai. Antara Melbourne dan Sydney dapat melalui Hume Highway yang juga melalui kota lain seperti Goulburn dan Yass. Untuk ke Adelaide, tersedia Princes Highway.
Transportasi umum di Melbourne dilayani oleh kereta api, trem, dan bus. Layanan ini sudah terintegrasi dalam jaringan bernama PTV sehingga satu karcis Myki dapat digunakan untuk ketiga layanan tersebut. Stasiun utama kereta api Melbourne adalah Flinders St., dan kerata api antarnegara berangkat dari Stasiun Southern Cross. Jalur kereta api pertama dibangun antara kota Melbourne dan Sandhurst pada tahun 1853. Masa ini, jaringan daerah metropolis ikut 200 stasiun dan 16 jalur yang memusatkan di 'City Loop', bagian jalur bawah tanah yang mengelilingi pusat kota. Dari stasiun Southern Cross, ada jalur langsung ke kota Sydney dan Adelaide, serta Geelong, Ballarat, Bendigo, Bairnsdale dan Seymour dengan V/Line.
Melbourne juga memiliki jaringan trem listrik terbesar di dunia, dan satu-satunya di Australia yang terdiri dari beberapa jalur. Pada tahun 2010-11, ada 182.7 juta perjalan naik trem, sepanjang 250 km ban, 28 jalur dan 1773 halte trem. Kebanyakan jaringan terletak di median atau tengah jalan, tapi ada bagian kecil yang memiliki jalur khusus. Trem Melbourne dianggap artifakt budaya yang daya tarik ikonis. Di lingkaran kota, ada jalur trem gratis yang pakai kereta pusaka.








C. Sight-Seeing

1. Kota dengan empat Musim dalam Satu Hari
            Matahari bersinar terang, tetapi suhunya bukan panas. Di luar bis suhunya amat dingin sekarang. Bis kami dilengkapi dengan AC untuk suhu hangat. Iklim Melbourne atau Victoria ditandai oleh beberapa zona iklim, dari daerah yang panas dan kering di barat laut hingga padang salju di pegunungan tinggi di timur laut. Melbourne terkenal dengan cuacanya yang berubah-ubah[2], yang sering disebut memiliki 'empat musim dalam satu hari'. Pada umumnya, kota ini memiliki iklim sedang dengan musim panas yang berkisar dari hangat ke terik; musim semi dan musim gugur yang ringan dengan suhu sedang; serta musim dingin yang sejuk. Suhu rata-rata 25°C pada musim panas dan 14°C pada musim salju. Curah hujan paling tinggi dari bulan Mei sampai Oktober. Di sini Anda akan menemukan informasi seputar suhu udara, curah hujan, dan aktivitas musiman untuk membantu Anda merencanakan liburan di Melbourne.
Dengan iklimnya yang beragam, Melbourne biasanya terasa panas dari Desember hingga Februari (musim panas), menyejuk dari Maret sampai Mei (musim gugur), lebih dingin di bulan Juni hingga Agustus (musim dingin), dan kembali menghangat dari September sampai November (musim semi). Suhu udara tertinggi Melbourne biasanya terjadi di bulan Januari dan Februari, di mana cuaca umumnya kering dan panas dengan suhu rata-rata berkisar antara 15 – 26°C. Curah hujan rata-rata tahunan untuk Melbourne sekitar 600 mm. Juni dan Juli adalah bulan-bulan paling dingin, dan Oktober bulan paling sering hujan. Saran yang dianjurkan adalah bersiaplah untuk segala cuaca – bawalah payung dan kenakan pakaian berlapis yang dapat digunakan sewaktu-waktu diperlukan.
Usaha ekonomi utama masyarakat Melbourne adalah pada bidang peternakan dan pertanian. Pemerintah Australia sangat melindungi produk pertanian dan peternakan negaranya. Apa saja produk pertanian dan peternakan dari luar Australia dilarang masuk. Makanya aku merasa cemas membawa apel. Apel tersebut sudah aku bagi- bagi pada teman-teman sebelum meninggalkan hotel (check out) saat masih berada di Jakarta. Kalau kitabersikerasbawa apple atau buah buahan, ya bakal dirampas oleh immigrasi dan dibuang ke tong sampah, ahhh rugi..!!
Kami melewati jalan- jalan toll yang mulus dan dari balik tembok pembatas kami dapat melihat bentangan tanah pertanian dan juga ada usaha peternakan. Jalan toll di Australia semuanya gratis- tidak perlu dibayar- jadi tidak ada pos-pos pemungutan biaya toll. Karena semuanya sudah tercakup ke dalam bentuk pembayaran pajak. Jadinya pemilik mobil/ kendaraan di Australia membayar pajak lebih tinggi.

2. Pertanian Australia
Jika kita tidak ingin kelaparan pada saat populasi penduduk dunia meningkat nanti, hiduplah di Australia[3].  Saat ini Australia memproduksi hasil pangannya melebihi kebutuhan penduduknya. Hasil produksi pangan Australia dua pertiga dieksport ke luar negeri. Hasil produksi pangan yang melimpah tersebut bukan terjadi begitu saja mengingat jenis tanah Australia tidaklah sesubur tanah di Indonesia. Australia saat ini adalah termasuk negara pengeksport terbesar kebutuhan pangan di dunia.
Sejarah pertanian Australia telah menempuh perjalan panjang sejak tahun 1800 pada saat imigran pertama datang ke Australia.  Keadaan jenis tanah Australia tidak memungkinkan sepenuhnya untuk mengolahnya sebagai lahan produktif.  Langkanya sumber air merupakan halangan utama bagi petani Australia.  Belum lagi musim kering yang berkepanjangan karena curah hujan yang kurang perlu pengelolaan tersendiri.
Sistem irigasi secara perlahan dikenalkan di Australia semenjak akhir abab 18.  Petani yang sebelumnya lebih banyak memelihara domba daripada produk pertanian, mulai bisa menanam sayuran dan buah-buahan. Dan dengan dibangunnya jalur-jalur kereta api pada tahun 1850an, produk pertanian mulai bisa diproduksi dalam skala besar. Sekitar pada awal abab 19 industri perkebunan tebu, buah anggur mulai terdapat di Australia. Demikian juga produk-produk dari peternakan sapi. Sistem pengairan memungkinkan produk peternakan tidak saja dari domba.
Produk pertanian Australia mengalami kenaikan cukup pesat pada awal abad 20 dimana produknya telah melebihi kebutuhan dalam negeri sehingga dua pertiganya perlu dieksport ke negara lain. Kelebihan produk pertanian tersebut berkat dukungan pemerintah pada para petani.  Pemerintah juga mengenakan tarif import untuk mengurangi produk import.

3. Kuliah Gratis Dari Pemandu
            Aku merasa kagum pada pemandu dan sopir karena wawasan mereka yang serba tahu tentang Melbourne dan benua Australia. Kami mengajukan pertanyaan pada pemandu dan andai pemandu merasa jawabannya separoh benar maka kami mendengar penjelasan dari Michael- sang sopir.
            Suasana jalan di kota ini beda dengan di negara kita. Barangkali karena populasi di negara jauh lebih banyak dan jalan jalan raya jauh lebih ramai, maka terlihat disana-sini para polisi menjaga ketertiban jalan. Di kota ini jarang sekali kami melihat polisi. Polisi memonitor kondisi jalan raya melalui CCTV. Jadi polisi baru terlihat kalau sudah ada accident- maka turunlah polisi, ambulan dan pemadam kebakaran dalam bentuk satu paket.
            Charles membawa kami berkeliling Melbourne, ya sekedar mengisi acara sight-seeing. Kami belum menuju hotel, karena kami akan check-in di hotel pukul 13.00 siang. Ada bebrapa tempat yang bakal kami kunjungi yaitu Victoria market, Captain Cook Cottage dan Collins Street.
a). Pasar Victoria
            Mas Rachman mengatakan bahwa kami mau melewati jalan menuju Queen Victoria Market. Kami bakal punya kegiatan lihat-lihat pasar. Pasar Victoriadalah pasar tua dan harga barang tergolong murah di sana. Queen Victoria Market menyediakan barang apa saja yang bisa dipikirkan orang. Hampir 1.000 pedagang menjual barang-barangnya di pasar yang luasnya sekitar tujuh hektar.
Pasar yang buka selama lima hari dalam seminggu itu (tutup pada hari Senin dan Rabu) mencakup pasar yang antara lain menjual bahan makanan sehari-hari, seperti berbagai macam ikan, daging, buah-buahan dan sayur-sayuran, wine, roti tawar, jajanan seperti sandwich, hotdog, pizza, pakaian, aneka macam suvenir, compact disc dan kaset, mainan anak-anak, serta binatang peliharaan.
Pasar yang buka mulai pukul 06.00 itu tutup pada pukul 14.00 (Selasa dan Kamis), pukul 18.00 (Jumat), pukul 15.00 (Sabtu), dan pukul 16.00 (Minggu).  Dan, bisa dijangkau dengan menggunakan bus, trem, kereta api, atau menggunakan mobil, mengingat pelataran parkirnya cukup luas. Itu sebabnya di Queen Victoria Market dengan mudah ditemui peternak yang menjual binatang peliharaan, seperti ayam dan bebek, di sekitar truk bak terbuka yang diparkir di pelataran parkir Queen Victoria Market.
Aku tidak mau asal beli, khawatir nanti bagasiku jadi lebih berat dan akan bermasalah di immigrasi. Aku hanya membeli beberapa souvenir buat teman dan keluarga di Indonesia. Aku sempat membeli souvenir seperti kaus oblong dan juga peci. Selebihnya aku hanya jalan-jalan menelusuri keliling komplek pasar dan mengambil foto-foto buat memori.
Aku jadi tahu bahwa sumber air bersih di pasar Victoria adalah “reusable water” atau air daur ulang. Di sana tidak ada aliran sungai untuk memasok air. Jadi semua air hujan ditampung dalam bak di bawah permukaan pasar dan demikian juga air bekas. Kemudian diproses- disuling- dan dialirkan lagi.
Aku sempat berjumpa dengan beberapa pedagang berwajah melayu- barangkali mereka adalah orang Philipina, Malaysia atau Indonesia. Ohh juga orang Indonesia. Dan aku bertanya apakah mereka itu TKW (Tenaga Kerja Wanita).
“Bukan pak, kami bukan TKW..kami adalah mahasiswa S.2 yang lagi kerja samping untuk mencari tambahan uang dan kami dapat izin dari kampus untuk bekerja part-time”. Demikian kata salah seorang dari mereka.

B. Captain Cook Cottage
            Ini kunjunganku yang ke dua kali ke taman James Cook. Tahun lalu aku amat tidak mengenal lokasi ini. Sekarang aku sudah kenal malah masih terngiang bahwa dalam taman ini ada rumah kecil bersejarah, milik James Cook, yaitu penemu benua Australia. Rumahnya asli didatangkan dari England. Yaitu rumah James Cook yang di Inggris dilepaskan batu batanya dan semua material, kemudian dibawaka Australia dan dibangun kembali- mirip dengan bentuk semula di Inggris. Nah demikianlah cara orang Australia menghargai tokoh dan sejarah mereka.
            Enam bulan lalu aku cuma sekedar melihat lihat saja dan sangat hati hati agar aku tidak banyak menyentuh benda benda Australia- karena dikatakan oleh Pak Ismet bahwa itu termasuk salah satu larangan. Ternyata tidak pula sekaku hal tersebut.
            Kedatangan kali ini aku merasa lebih rileks. Kami mampir dari gerbang yang lain. Pada mulanya kami melihat lihat dari luar taman, termasuk melihat ritual falan-gong yaitu ritual milik keturunan China. Kemudian kami bergerak menuju museum conservatory dan mengabadikan segala sesuatu dengan kamera kami. Ternyata conservatory ini hanyalah sebuah rumah kaca dimana aneka warna bunga selalu dapat tumbuh sepanjang waktu, meski dalam musim dingin dan musim gugur.  

C. Collins Street
            Collins Street ini ibarat Jalan Sudirman buat kota Jakarta, yaitu jalan utama yang sangat sibuk dan tertata sangat menarik. Ya benar aku juga cari tahu tentang jalan ini dari Wikipedia[4]. Bahwa Collins Street adalah sebuah jalan besar di Melbourne yang terbentang dari timur ke barat. Ini merupakan jalan penting sebagai jalan utama tradisional Melbourne dan jalan paling terkenal di kota ini. Jalan ini ini juga sering dianggap sebagai jalan utama Australia. Panjang Collins Street terbentang antara jalan Elizabeth dan jalan King. Ini juga merupakan jalan pusat bisnis sehingga menjadi jantung keuangan Melbourne dan merupakan rumah bagi berbagai bank dan perusahaan asuransi di kota ini.
Kami sengaja ke jalan ini buat mencari restoran untuk makan siang- kami makan di restoran Thailand. Kebetulan restoran ini cukup dekat dengan penginapan kami di Rydges Hotel.
            Kami diantarkan dulu ke hotel dan setelah jam 6.00 sore kami diminta untuk berjalan ke restoran Thailand yang dimaksud. Aktu juga buru- buru turun dari lantai 16 di hotel itu dan akhirnya kami semua bisa menemui Restoran Thailand. Aku merasa nyaman dan cukup percaya bahwa makanan yang bakal kami santap adalah makanan halal, karena Reira Tour sudah memesan makanan halal buat kami di sana.

D. Senja di Melbourne

1. Hotel Rydges
Bis kami berhenti di depan Hotel Rydges. Kami semua turun dan mengambil barang dari lorry dan membua semua barang ke dalam ruang tunggu hotel. Aku mencari tahu segala sesuatu tentang Hotel Megah ini.  Aku membuat perbandingan tentang hotel di sini dan di tanah air. Tentu saja menurut pendapatku.
Hotel-hotel yang pernah aku tempati di Sumatra dan di Jakarta cukup ramai pengunjungi. Hampir tiap detik taxi datang untuk mengantarkan para tetamu. Ini karena penduduk Indonesia sangat banyak. Namun tidak demikian di hotel- hotel Australia, terasa agak sepi juga.
            Sebelumnya aku pernah tinggal di hotel Ibis dan hotel apartemen dan sekarang aku menginap di Rydges Hotel. Hotel ini terletak 22 km dari pusat kota Melbourne. Semua kamarnya dilengkapi dengan air conditioner dan heater. Penggunaan lampu juga cukup hemat, lampu ruangan pada gang akan menyala sesuai sensor dari gelombang tubuh kita.  
            Pada beberapa Hotel di Padang terasa memberi pemanjaan pada tamunya. Dalam kamar hotel kita bisa menikmati beberapa fasilitas seperti WiFi, sandal, televisi, air mineral dan persedian the, kopi, gula dan crème. Semua tersedia dan gratis buat dikonsumsi. Bagi WiFi yang punya password kita bisa minta password pada petugas atau front officer. Front officer di sini sangat ramah dan sangat melayani, contohnya aku kemaren hanya sekedar melangkah mendekat meja dan front officer sudah langsung mengarahkan wajahnya. Standar pelayanan internasional selalu dengan moto: look, smile, greet, serve and thank. Maksudnya setiap tamu yang datang musti dilihat, diberi senyum, disapa, dilayani dan diberi ucapan terima kasih.  
            Namun tidak demikian dengan hotel yang aku tempati- dan agaknya semua hotel di sini. Hotel Rydges ini memberiku charge $ 12 untuk penggunaan internet, itu untuk penggunaan 24 jam dan itu setara dengan Rp. 120 ribu. Wah kemahalan kalau dikonversi ke mata uang kita- itu bisa untuk biaya internet selama satu bulan. Penggunaan audio visual dan TV musti ada konfirmasi ke pada petugas hotel. Barang kali karena beberapa hiburan di negara ini ada yang layak atau tidak layak buat dikonsumsi secara aman- mungkin ada program film buat orang dewasa. Untuk menjadi warga internasional yang baik, aku berfikir bahwa kita harus bisa beradaptasi dengan way of life orang-orang negara modern.
            Rachman, pemandu kami, segera menemui front desk officer. Kemudian mendatangi untuk membagi bagi kunci dan beberapa pengarahan. Aku memperoleh kunci dan teman satu kamarku adalah Isdarmoko, seorang Kepala Sekolah berprestasi dari Sleman Jogjakarta. Tahun lalu ia juga teman ku saat menerima anugerah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Guru Nasional di Bogor. Namun Abdul Hajar, peserta dari Makasar, mengusulkan agar kami satu kamar saja karena karena kami sudah satu kamar sejak dari Jakarta.
            Ya betul bahwa kami jadi tahu bahwa kami harus membayar untuk pemanfaatan WiFi. Namun aku menunda penggunaan WiFi karena aku merasa biayanya kemahalan, sebagai ganti aku memanfaatkan waktu buat menuliskan semua pengalaman pribadi. Di Hotel ini kalau kami minum air mineral maka harus bayar $.3 atau Rp. 30 ribu. Ada yang merasa berat maka mereka boleh merebus air minum menggunakan cerek listrik (tea pot-boiler) yang tersedia pada setiap kamar. Jadinya kami bisa membuat minuman teh atau kopi buat menghangatkan perut.      

2. Shark-Fin Inn
            Jam 06.00 sore Rachman menelpon lewat intercome agar kami semua bisa turun ke lantai dasar. Rachman mengajak kami semua buat makan malam di Shark-Fin Inn. Sebuah restoran dan juga penginapan milik orang Asia, aku dengar restoran tersebut milik orang China. Kemudian kami dihidangkan minuman teh ala China dan hidangan lainnya. Masakan China memiliki banyak sajian sayur- tumis sayur- seperti tumis jamur, lettuce, lobak, daun bawang. Yang aku perhatikan adalah tata cara pelayanan hidangan China.   
            Begitu kami duduk melingkari meja, pelayan segera datang menyuguhkan hidangan yang belum disaji- kami diberi satu teko air panas, cangkir, dan teh-malah tidak ada gula. Menjelang tiba hidangan berikutnya, kami semua menyiapkan minuman teh sendiri- sendiri. Dan meminumnya pelan- pelan, karena bibir harushati hati agar tidak kebakar air panas.
            Kemudian dengan gerak yang cekatan, pelayan menyajikan hidangan pembuka yaitu sup jagung. Ya suka atau tidak suka kami harus menikmatinya. Setelah itu tiba hidangan utama, yaitu nasi dan lauk-pauk- seperti daging bebek, daging ikan, dan tumis sayur. Aku separoh ragu memakan daging bebek- karena penyemblihannya apakah secara Islam. Maka aku hanya makan ikan saja. Lagi- lagi pelayan datang untuk mengambil piring- piring yang sudah kosong.
            Tawa dan canda kami tidak seheboh saat lapar. Tidak terasa hampir semuanya ludes, kecuali daging bebek masih bersisa. Sebetulnya kami tidak mau menyisakan makanan. Pelayan memperhatikan meja kami dan setelah itu kami diberi hidangan penutup yaitu satu piring besar yang berisi irisan jeruk manis- namanya sunripe orange.
            Pada beberapa restoran lain, sebagai hidangan penutup kami diberi irisan buah kiwi, irisan sunripe orange dan juga irisan melon. Aku mengambil porsi sedikit lebih banyak, karena aku khawatir kalau kekurangan vitamin selama di Australia.
            Sajian makanan di restoran China di Australa berbeda dengan restoran Padang- dimana semua semua hidangan disajikan dalam satu termen saja dan mejanya lebih luas. Restoran Australia juga menuntut agar pengunjung berhemat dengan air- di toilet terpajang tulisan untuk penggunaan air yang efisien. Kita jadi tahu bagaimana pemerintah dan penduduk Australia dalam melestarikan air.

3. Menelusuri Kota Melbourne
            Usai makan malam kami tidak langsung pulang ke hotel. Kami memutuskan buat jalan jalan di pusat kota Melbourne di malam hari ini. Lokasinya persis di seputar daerah China town. Lampion- lampion besar bergantungan di sepanjang jalan-lorong kampung Cina. Aku berjalan dan mataku jadi liar untuk melihat pernak pernik yang menggoda mata. Semua adalah pengalaman baru.
            Diriku hampir tenggelam dalam lalu lintas banyak manusia. Pasangan muda-mudi lebih mendominasi pemandangan.namun aku tidak tahu apakah mereka semua pasangan yang lagi jatuh cinta. Kalau mereka adik-kakak/ bersaudara maka tidak mungkin mereka berjalan sambil berpegangan mesra.
            Wah ini kan pengalaman langka, bermalam di kota Melbourne juga langka, apa lagi bila sudah balik ke Indonesia. Tentu bakal jadi sweet memory. Kami menyempatkan diri berfoto-foto bareng. Aku, Nurhadi dan Sumarno- sebagai 3 guru yang yang terpilih terbaik se Indonesia berfoto bareng. Kami berjalan terus…terus di keramaian jalan kota Melbourne. Aku tidak tahu apa nama jalannya dan juga tidak tahu kemana arahnya. Yang jelas sayup-sayup kami mendengar alunan musik pengamen.
            Pengamennya berwajah oriental dan alunan melodinya aku sangat kenal. Rasanya itu lagu tanah air kita. Kalau tidak salah itu lagu keroncong. Ia sangat pintar memainkan lagu lewat gesekan biolanya. Aku fikir bahwa orang Cina itu hanya tahu dengan melodi dan tidak tahu darimana asal lagu itu dan apa judul lagunya. Aku coba mengekspresikan lagu tersebut dan kami sengaja berhenti dekat pengamen itu.
            One…two….three start!!!!. Ku lihat ibu pertiwi….sedang berduka hati…..air matanya berlinang …..” Setelah itu aku, Nurhadi dan Sumarno tertawa riang gembira ke arah pengamen itu.
            Excuse me, what is the song tittle ?” Tanyaku dan pengamen itu menggeleng.
            Where does the song come from?”
            I don’t know….may be from Taiwan”. Kata pengamen itu.
            That’s not true. The song comes from my coutry, Indonesia” Kami menjelaskan dengan bangga dan rasa patriotik kami bangkit.
            How do you learn it ?”
“Just by instinct”.
Kami juga berfoto bareng dengan pengamen itu. Kami kemudian menjatuhkan coin dan berlalu. Dari kejauhan terlihat wajah pengamen itu dengan ekspresi penasaran dan mungkin ia senang kami ganggu lebih banyak lagi. Wah biarlah, biarlah ia berekspressi buat orang banyak.

3. Pengemis Berwajah Ganteng
            Kami merasa pegal karena banyak berjalan. Tidak ada bangku buat duduk, maka kami hanya berhenti di sebuah persimpangan. Hanya beberapa meter saja, di belakang kami ada seorang pengemis- seorang pemuda dengan wajah ganteng. Di depannya ada secarik kertas dan mengekspresikan siapa dia: Tolong..saya seorang pemuda, tidak punya rumah. Ke dua orang tuaku sudah bercerai dan pergi dan tidak pernah mengurusku lagi. Ia terus merokok sambil mengantuk, aku khawatir kalau ia tertidur dan rokoknya terjatuh tentu bisa membakar selimut dan kain woll-nya. Pada akhirnya akan membakar tubuhnya. Moga moga ia tidak demikian.
            “Pengemisnya kok ganteng ya” Celetukku agak berbisik pada teman-teman. Pengemis itu usianya mungkin sekitar 24 tahun. Aku perhatikan hampir tidak ada warga yang lalu lalang memperlihatkan wajah simpatik. Di sana mungkin hidup dalam bentuk- siapa lu, siapa gue. Maksudnya sangat individual.
            Beberapa saat setelah itu aku sempat bertanya lewat Facebook pada teman- pak Dadang- apakah memang demikian nasib gelandangan di Melbourne. Aku memperoleh jawaban bahwa gelandangan adalah urusan pemerintah, biasanya kalau ketahuan maka petugas akan membawa mereka ke panti sosial.  
            Aku tidak punya coin dollar Australia. Kalau aku jatuhkan satu lembar pecahan seratus rupiah Indonesia juga tidak ada artinya bagi pengemis tersebut. Akhirnya aku kembali melemparkan pandangan ke arah lain. Gerak jalan orang orang malam begitu cepat. Muda mudi yang berjalan mesra tetap mendominasi pemandanganku. Ada yang bergandengan dan yang berangkulan cukup erat.
            Aku fikir bahwa kemesraan mereka melebihi kemesraan di depan publik di negaraku- paling kurang untuk kota Padang, Bukitinggi, Batusangkar, untuk Sumatera Barat. Anak anak muda di kota Padang belum berani berjalan semesra anak-anak muda di Melbourne ini. Kemesraan di kota ini merefleksikan juga adanya gaya hidup free-sex. Gaya mereka berjalan kelewat mesra sedikit banyak juga membuat darah mudaku berdesir memandang mereka.



4. Sepasang remaja bertengkar
            Aku jadi kaget malam ini. Tiba-tiba sepasang remaja yang jalannya beda dari yang lain- memperlihatkan ekspresi ngambek, tiba tiba jadi berantem. Mereka hanya berbicara beberapa kata dalam bahasa yang aku tidak mengerti. Gadis cantik itu jadih sedih dan marah, ia berlari dan cowoknya mengejar dari belakang. Ia ingin menyambar lengan gadis itu untuk mencegah aga tidak berlari dan bersikap seperti demikian.
            Aku fikir bahwa tingkat emosional anak anak muda banyak yang tidak stabil. Untuk meredakan emosi sebagian mencoba lewat merokok. Namun pada banyak tempat merokok di larang. Di hotel. Di restoran dan dalam gedung merokok amat di larang. Sebagai solusi banyak orang sengaja merokok dalam kota.  Mereka berdiri dan berhenti dan sengaja buat merokok. Puntung rokok segera bertebaran di mana- mana dalam kota.       









E. Kamar Hotel

1. Green Apple Available
            Sejak dari Indonesia aku khawatir kalau aku bakal terserang sariawan. Maka sebelum berangkat aku membeli beberapa biji apple segar di Batusangkar dan menyimpannya ke dalam kotak dengan tujuan agar bisa aku konsumsi satu biji perhari di Australia. Mengkonsumsi buah segar sangat bagus buat pencernaan, apalagi buat mencegah gangguan percernaan. Kurang mengkonsumsi buah segar dan sayur bisa membuat kita susah untuk bab (buang air besar).
            Namun seperti yang dijelaskan oleh Rachman (tour leader) dan juga seperti yang aku lihat pada tulisan peringatan di bandara Sukarno Hatta, bandara Ngurah Rai dan bandara Melbourne- Tullamarine- bahwa penumpang pesawat dilarang membawa sayur, buah segar dan beberapa produk makanan, herbal, minuman ke dalam Australia-ke dalam pesawat.
            Salah satu alasan logika mengapa Australia melarang penumpang membawa barang-barang tersebut buat masuk ke sini adalah buat melindungi produk makanan dan minuman benua ini. Dengan demikian perdagangan atau perekonimian ereka tetap jadi hidup.
            Aku jadi kasihan untuk membuang apple bagus tersebut, maka..ya aku bagi bagi buat dikonsumsi oleh teman- teman. Kecemasanku akan kekurangan buah segar tidak terbukti saat aku tinggal di Rydges Hotel ini. Meskipun banyak hal yang musti serba dibayar- serba dibeli di hotel ini, untuk apple semuanya gratis. Boleh ambil apple hijau atau apple merah dan malah boleh konsumsi kedua-duanya. Kami keberatan buat membeli dengan alasan mata uang dollar kami terbatas dan kalau ada yang tersedia secara gratis- ya kami nikmati sebaik mungkin.
            Abdul Hajjar melirik pada appleku ku. Mungkin ia merasa kurang segar dan tubuhnya butuh apple. Aku anjurkan ia untuk pergi ke parlour (ruang tunggu) dan di sana masih banyak tersedia apple merah dan apple hijau, tersedia secara cuma-cuma. Masing masing teman yang lain juga datang buat mengambil dan membawanya ke dalam kamar masing- masing.
            Kami sudah berada dalam kamar dan tiba tiba ada telpon. Siapa pula yang menelponku sampai ke Melbourne segala- fikirku.
            “Allo..pak Marjohan. Ini dari Rachman”
            “Iya, Mas Rachman…,what’s the matter”,balasku pada Rachman.
            “Begini, air mineral dalam kamar, bila label harga dan itu dibeli- dibayar. Menggunakan WiFi minta konfirmasi ke petugas hotel dan juga menggunakan TV juga musti bayar. Namun kopi, teh, crème ada yang tersedia gratis”.
            “Ohh..begitu. Berarti saya harus puasa, karena tidak tahu letak money buat menukar rupiah ke dollar”.
            “Tidak harus kehausan. Pak Marjohan bisa merebus air kran- airnya cukup layak buat diminum, coba panasin dengan tea-boiler. Setelah mendidih bisa bikin teh atau kopi atau krim, dan airnya juga bisa didinginkan. Itu semua gratis juga”.
            “Terima kasih Mas Rachman , yang sudah jadi problem solver bagi kami selama di Australia”.
            “Ah..biasa, itukan peran saya sebagai tour leader”. Kata Mas Rachman lagi. Ya kami merasa senang dan kami percaya saja untuk mengkonsumsi air keran- faucet water- karena supply air bersih Australia telah memenuhi standar air yang layak buat diminum.
            Aku tidak tahu kondisi waktu di Melbourne dan ternyata hari sudah menunjukan pukul 23.00 tengah malam. Sebelumnya aku sudah memanfaatkan waktu buat menulis dan membaca tentang Australia. Suhu dalam kamar terasa dingin dan aku menyukainya. Namun aku harus memasang kaus kaki untuk menjaga suhu tubuh ya…setelah itu aku tertidur dalam do’a pada Tuhanku- Allah Azza wajalla.
            Aku tidak merasa tidur di Melbourne, ya rasa tidur di Jakarta atau di Padang saja. Aku berharap bisamenengar suara azan untuk membangunkan aku- dan buat sholat subuh setelah itu. Walau dimana saja aku berada- sholat tak pernah aku lupakan, kan ada keringan buat sholat seperti melakukan qasar atau jamak.Wah itu impossible, ini kan Australia…!!!
             
2. Australia, negara Sekuler
            Australia telah mendelakrasikan diri sebagai negara sekuler, yaitu negarayang tudak mencampuri urusan agama warganya. Pendidikan agama buat anak- anak ya diurus oleh keluarga melalui komunitas. Ssebagai dampak bahwa gema agama tidak terasa. Dan mayoritas terlihat orang orang seolah-olah tidak beragama (namunsaat kami berkunjung ke sekolah Dandenong High School, aku melihat banyak murid- murid perempuan yang berasal dari anak- anak immigrant memakai penutup kepala sebagai identitas bahwa mereka adalah anak-anak muslim).
            Alhamdulillah kami merasa beruntung berada dalam satu grup yang masih kental dengan nilai agama Islamnya. Rasanya kalau kita selalu mengamalkan ajaran agama maka hubungan kita pada Tuhan dan juga pada manusia terasa dekat. Bila melihat orang susah, maka hati mudah tersentuh.
            Semalam saat kami berada di jalan di China town, aku perhatikan bahwa pada umumnya orang-orang tidak peduli atas kesengsaraan seorang pengemis. Tidak ada yang melirik padanya, entah itu penilaian subjektif aku saja. Kami sebagai orang yang datang dari Jakarta/ Indonesia merasa kasihan dan berfikir:
            “Mengapa pemuda ini menjadi gelandangan, dimana ibu dan bapaknya ?” Sementara itu aku perhatikan orang-orang lalu lalang saja dengan langkah-langkah amat cepat dan hampir tidak punya waktu buat sekedar melirik pada pengemis tersebut. Andai dia berada di kampungku- menjadi pengemis- ada banyak orang yang akan memberi dia santunan dan bakal berjatuhan coin-coin rupiah. Itu karena kita punya rasa belas kasih. Tetapi itu kan secuil peristiwa di Melbourne.
            Karena kurang mengenal agama maka free-sexadalah gaya hidup di sini. Sebagaimana yang aku lihat terhadap anak anak remaja Australia. Remaja di sini sangat memuja-muja cinta, juga kebebasan dan termasuk kebebasan sex.
            Di Rydges hotel, tempat kami menginap, aku melihat beberapa pasangan remaja- mungkin mereka masih kelas 3 SMA atau mungkin mahasiswa- memesan kamar dan melangkah dengan percaya diri menuju lift. Aku yakin mereka tidak menikah tetapi mereka tidur bersama tanpa merasa bersalah pada Tuhan.
            Kalau di hotel Indonesia- yang aku tahu- pasangan muda yang mau menginap di hotel musti memperlihatkan kartu nikah mereka. Kalau mereka tidak punya wah mereka harus menahan kantuk, atau kembali pulang, atau numpang tidur di pos ronda. Di Australia ketentuan ini tidak berlaku. Free sex sudah terlalu melangkah ke dalam kehidupan mereka.
            “Tidak…tidak, andai aku punya anak remaja ingin sekolah ke sini, ya aku belum memberi izin, karena khwatir mereka juga akan mengadopt pola hidup free sex. Yang lebih aman mengizinkan anak buat studi di sini ya setelah mereka cukup dewasa untuk berbuat dan berfikir”.
    





[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Internasional_Melbourne
[2] http://www.australia.com/id/about/key-facts/weather/melbourne-weather.aspx
[3] http://zonadamai.com/2013/04/19/peranan-australia-dalam-menghadapi-krisis-pangan-di-asia/
[4] http://en.wikipedia.org/wiki/Collins_Street,_Melbourne

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

if you have comments on my writings so let me know them

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...