Pengalaman Tidak Terlupakan: Jangan Lupa Sholat, ya…!!!
By:
Marjohan
Usman
Guru
SMAN 3 Batusangkar, West Sumatra Indonesia
phone:
085264340180
1.
Batal Shopping
Kami
membatalkan rencana untuk pergi ke shopping centre di Swenston Shopping Centre. Hari sudah menunjukan pukul 16.00 lewat. Kami belum merasa gelisah
karena belum melakukan sholat zuhur dan juga sholat ashar.
Meskipun teman-teman dalam grup kami ngobrolnya kayak
siswa sekolahan, sedikit urakan, membebaskan diri dari formalitas. Namun kami
tetapi berhati Makkah- maksudnya kami masih punya hati yang cukup religious.
Kami
mengatakan kepada tour leader agar
membatalkan shopping dan baiknya kami kembali saja ke hotel. Tujuan adalah agar
kami bisa melakukan sholat- sholat jamak zuhur dan ashar. Meninggalkan sholat
adalah dosa besar.
Tour leader merespon bahwa kalau kami
pergi ke hotel berarti kami akan kehilangan moment buat berlibur. kami tidak
melihat keindahan suasana di shopping
centre swenston dan sekaligus tidak bisa cuci mata.
“Kalau
alasannya hanya untuk sholat, bukankah orang Islam bisa sholat dalam bis dan
cukup melakukan tayamum saja”. Kata Rachman.
“Itu
benar, bang Rachman. Namun kami tidak merasa bersih, pakaian kami sudah tidak
bersih lagi. Sebab banyak toilet di Australia kurang mendukung kita untuk suci
dari hadast atau najis. Malah ada toiletnya tanpa air sehingga kita tak bisa
bersuci. Disana tertulis toilet with non
water urination. Jadi bagusnya kita kembali saja ke hotel”.
Sebagai
jalan tengah, sekarang ada alternative. Bagi yang ingin ke hotel akan diantar
ke hotel dan bagi yang mau ke shopping center juga diantar. Kami memilih untuk
pulang ke hotel, dengan catatan bahwa kami akan rendesvouz pukul 18.00 sore di restoran West Lake.
Kami
memutuskan buat kembali ke hotel. Aku sendiri merasa sangat bahagia. Aku bisa
mandi pake air hangat, tadi pagi aku malas mandi karena merasa sangat dingin-
suhu cukup rendah yaitu 10o C dan juga kurang mood buat mandi.
Pokoknya aku jadi males buat mandi.
“Sore
ini aku bisa mandi dengan memutar sedikit kran air panas dan juga memutar kran
air dingin, jadinya suhur air bercampur menjadi sejuk. Aku merasa air tidak
begitu panas dan juga tidak begitu dingin.
Selesai
mandi aku bisa melakukan sholat- menjamak zuhur dan ashar. Untuk arah sholat-
arah kiblat- kemaren aku mematok dimana arah dan dimana tibmur. Ya tentu saja
berdasarkan arah jatuh bayangan mata hari. Aku tidak memiliki kompas dan yang
tadi adalah cara yang juga praktis.
Woooww
terasa plong, aku sudah sholat dan tidak ada rasa berhutang pada Tuhan rasanya.
Temanku Abdul Hajar memanaskan air dan bakal membuat teh hangat untuk dinikmati
di sore yang dingin ini.
Aku
masih terbayang dengan suasana di Dandenong High School. Pelayanan sekolah
sangat bagus dan Miss Susan Ogdan cukup cerdas. Ia mampu menjawab semua
pertanyaan kami dan juga menjelaskan sedetail mungkin. Aku rasa bahwa Miss
Ogdan bisa menjadi profil kepala sekolah yang ideal buat banyak sekolah di
Indonesia.
“Ia cerdas- punya
wawasan, memiliki kemampuan manajemen yang baik. Ia juga memiliki komunikatif
yang sangat baik. Ia tidak kaku. Dandannya sederhana namun terlihat anggun”.
Kami kemudian dibawa
jalan-jalan melihat lokasi sekolah dan juga masuk ke ruangan kelas. Kami bisa
melihat suasana PBM. Aku menyaksikan PBM pada beberapa kelas. Suasananya beda
dengan suasana kelas di negara kita- paling kurang suasana kelas di kampungku,
yang mana PBM-nya sebagian berciri konvensional. Saat guru memandu 30 orang
siswa yang diminta duduk dengan manis. Mayoritas PBM bercorak berceramah dan
siswa mendengar dan mencatat saja.
Sementara pada PBM di
sekolah ini, sebagaimana aku lihat, bahwa para siswa dikondisikan sedang
melakukan sebuah projek dan semua grup bertanggung jawab untuk kesuksesan
proyek ini. Siswa duduk dalam grup dan kemudian team guru turun memberikan
instruksi. Siswa dalam grup bekerjasama untuk mencari apa yang diminta guru-
apa yang diharapkan oleh instruksi. Guru melangkah buat memonitor dan memberi
pelayanan/ bantuan. Pada akhirnya grup siswa memaparkan hasil kerja mereka.Team
guru tentu saja betanggung jawab pada semua siswa dalam kelas itu.
Aku memotret segala
sesuatu yang bisa memberi pesan padaku tentang keunggulan DHS (Dandenong High School). Aku khawatir
tidak bisa cepat mencatat segala sesuatu buat memory, maka selembar potret bisa
memberi seribu makna.
Guru- guru di sekolah
DHS juga punya pakaian seragam. Kalau berjalan, jalan mereka cukup besemangat,
tidak ada yang berjalan lunglai. Tidak ada guru yang dalam PBM terlalu banyak
duduk dan banyak berceramah, tidak ada guru yang berpenampilan lesu. Guru yang
bersemangat akan membuat PBM dan siswa juga bersemangat.
Meja guru tidak perlu
lebih nyaman dari siswa, khawatir kalau gurunya jadi kebanyakan duduk. Guru-
guru kalau berjumpa di luar DHS terlihat individu dan tidak ramah, namun
setelah berada dalam kompleks sekolah semuanya berubah ramah dan melayani.
2.
Restoran Indonesia
Aku
berfikir bahwa semua orang tua perlu membuat anak untuk berani. Mereka perlu
untuk melibatkan anak dalam berbagai aktivitas di rumah dan memberi mereka
pengalaman untuk memcobanya sendiri.
Aku
melihat satu keluarga Australia. Orang tua menghela bagasi dan anak mereka yang
masih balita atau yang berusia sangat kecil juga ikut menghela bagasi mereka
sendiri. Saat orang tua berada di dapur memasak sayur, mereka juga ikut
mempersilahkan anak untuk mencoba memasak. Bukan melarang mereka- dengan alasan
mengganggu. Ikut memberi anak pengalaman dan ikut melibatkan mereka dalam
berbagai kegiatan bisa membuat mereka cerdas dengan life skill.
Mana
kira-kira yang lebih kaya pengalaman hidup antara mahasiswa Indonesia yang
kuliah di Australia dengan mahasiswa yang hidup bersama orang tua dan serba di
bantu oleh orang tua. Tentu saja yang kuliah jauh dari orang tua, mereka akan
lebih mandiri untuk membantu diri sendiri dan juga mengatasi problem diri
sendiri.
Mahasiswa
yang tinggal bareng dengan orang tua, tidak masalah. Yang penting mereka musti
punya peran dalam hidup dan mereka punya tanggung jawab dalam membantu diri
sendiri terlebih dahulu. Anak- anak dan mahasiswa yang miskin pengalaman dan
serba dibantu adalah anak- anak yang memiliki pribadi yang rapuh. Mereka bisa
diberi gelar sebagai “Si anak mami”.
Sebelum jam 18.00 sore
kami turun semua. Aku turun dari kamar 1012 untuk berjalan di bawah guyuran
gerimis menuju restoran di daerah West Lake. Kami cari- cari dimana letak
restoran ini. Tentu saja kami harus bertanya pada orang- orang yang lewat, dan
tidak ada yang tahu. Kami kemudian bertanya pada salah seorang shopkeeper yang terdekat
dan ternyata juga tidak mengenal resto yang kami cari.
Namun
aneh mengapa mereka tidak kenal (?), pada hal mereka sudah menjadi warga daerah
ini atau paling kurang sudah lama tinggal di daerah ini. Semuanya hanya bisa
bilang “I have no idea- maksudnya aku
betul betul tidak tahu”.
Beda
dengan di Jakarta, kalau kita menanyakan sesuatu maka orang orang akan memberi
respon. Paling kurang mereka akan memberi deskripsi tentang tempat yang bisa
kami tuju. Entahlah mungkin kami belum bertanya pada the right man tentang the
right place.
Akhirnya
kami berjumpa dengan resto yang kami cari. Tertulis nama “West Lake Restaurant”. Kami datang lebih cepat dari grup teman yang
pergi shopping tadi. Kami menjadi tempat yang meja dan kursinya lebih luas
dekat sebuah pojok, kami segera duduk di sana.
Kami
segera disuguhi minuman teh hangat, kami harus bikin tehnya sendiri- sendiri. Sambil
menunggu grup teman, kami ngobrol tentang berbagai hal dalam bahasa Jawa,
karena mayoritas temanku adalah berasal dari keturunan Jawa yang kebetulan
menyebar ke propinsi lain. Aku mengerti dengan apa yang mereka obrolkan tetapi
aku tidak bisa ngomong Jawa. Tentu saja orang orang Australia lebih tidak
mengerti lagi dengan obrolan mereka.
Pengunjung
restorang yang lain, juga tidak ngobrol dalam bahasa Inggris. Mereka ngobrol
dalam bahasa nenek moyang mereka, mungkin bahasa Vietnam, Korea, Japan China,
atau bahasa lain. Kami sengaja minum air teh perlahan-lahan hingga teman-teman
datang.
Perut kami terasa
keroncongan. Tidak ada yang spesial yang aku temui di restoran ini. Kecuali aku
sempat menyapa salah seorang pelayan restoran. Ia adalah mahasiswa Indonesia
yang sedang kuliah di sini. Ia sekarang bekerja part time- kerja sampingan untuk mengatasi problem keuangannya.
Malam ini kami makan
hidangan yang cukup lezat. Dulu- saat datang ke sini 6 bulan lalu- aku merasa
sedikit curiga setiap kali makan daging pada restoran yang bukan milik orang
muslim. Aku khawatir kalau termakan daging babi atau minyak babi- itukan haram.
Namun karena sekarang kami berangkat dipandu oleh travel biro Reira- mengerti
tentang Islam dan makanan halal.
Rachman, pemandu kami
juga beragama Islam. Maka kami menyantap semua daging dengan penuh rasa aman.
Moga moga semua daging dan semuahidangan yang kami konsumsi memang halal.
Usai makan malam aku
sempat bertanya pada salah seorang pelayan perempuan berwajah China, berusia
muda dan cantik, tentang apakah semua hiding yang konsumsi halal. ya prosesnya
memang halal- katanya. Aku juga bertanya tentang tekhnik menggunakan chopstick.
Aku pengen makan sayur atau mie pake chopstick. Wah cukup sulit juga
menggunakan chopstick.
“No, it is easy, just see and like this….hold up, open…close, open-
close on your fingers”.
Pelayan itu memberi aku
kursus kilat menggunakan chopstick- gratis. Ope- close- buka jari..tutup jari. Wah
sulit dan aku butuh waktu latihan kira kira 20 kali atau 100 kali.
Alhamdulillah, perut
kami semua terasa kenyang. Yang kepikir adalah kami pengen balik ke hotel. Kami
cuma duduk sebentar, beres- beres dan tour leader mengurur biayanya- semua
dibayar oleh negara dan kami ke sini adalah biaya negara.
Kami menuju mobil
wisata yang sudah menunggu di luar. Kami semua diantar lagi ke hotel. Aku
merasa lega. Aku bisa sholat maghrib dan isya dan juga bisa buat membaca dan
menulis. Menulis termasuk agenda rutinku kalau lagi melakukan perjalanan.
3. Membaca Membuat Anak Mengakses Dunia
Ada
banyak koran- koran Australia yang bisa aku ambil dan baca secara gratis. Semua
harga koran sudah dibebankan kepada harga sewa kamar. Dengan demikian orang
orang di sini jadi suka membaca, sedikit- sedikit mereka membaca. Ada satu
topik yang menarik buat aku baca, yaitu tentang berapa jauh kosa kata bisa
membuat seseorang bisa berubah.
Rick
Morton (2013) seorang pendidik Australia mengatakan bahwa anak- anak dari
kommunitas Yakanarra, di daerah terpencil Kimberley yang cukup terisolasi dari
dunia luarbisa menjadi pengarang dan menguasai dua bahasa yaitu bahasa ibunya
dan bahasa Inggris. Di sana dalam kenyataan bahwa ada satu dari lima anak yang
bisa menjumpai buku bacaan, yang materi bacaannya pun masih sederhana dalam
bahasa Inggris. Ternyata membaca bisa membuat anak-anak bisa mengakses dunia di
luar kommunitas mereka. Oleh sebab itu anak-anak perlu diberi banyak buku bacaan
sejak dini. Bagi anak yang punya prestasi perlu diberi reward.
Kemudian
Katheryne Shine (2013) juga mengingatkan agar orang tua meluangkan waktu agar
bisa banyak bercerita-ngobrol- dengan anak dan juga membacakan cerita buat
mereka. Karena anak yang mengenal berbagai bacaan- juga yang orang tuamereka
sering mengajak mereka ngobrol- akan membuat mereka lebih cerdas dan
berkualitas dalam percakapan. Sebaliknya, anak anak yang berasal dari keluarga
yang tidak memperkenalkan buku- literasi- pada anak akan membuat kualitas
SDM-nya jauh tertinggal dibanding dengan anak sebaya yang sudah mengenal
buku/bacaan.
Ukuran
keluarga (jumlah orang dalam keluarga) juga juga faktor yang menentukan atas
kualitas bahasa (juga SDM) anak. Anak
yang memiliki saudara lebih banyak- tentu akan memperoleh pelayanan
berbahasa dari orang tua- akan tertinggal kualitas bahasanya disbanding anak
sebayanya. Untuk itu orang tua kita ingatkan agar selalu berbagi cerita
anak-anak mereka sesering mungkin. Mungkin saat makan, saat mandi, saat
berkumpul bareng keluarga dan juga saat menjelang tidur. Tentu saja anak anak
selalu menyenangi suasana berbahasa yang hangat- bukan komunikasi/ bahasa yang
penuh jengkel, hardikan dan marah.
B.
Suka Antrian dan Minta Maaf
1. Karakter Positif
Hari
ketiga berada di hotel Rydges, aku sudah merasasepeprti berada di rumah
sendiri. Kalau kemaren aku tidak sanggup buat mandi pagi. Aku tak sanggup
melawan rasa dingin air kamar mandi- walau ada air panas, namun rasa malas
terasa besar.
Pagi
ini aku cukup kuat buat mandi. Aku memutar kran air panas dan juga kran air
dingin sekaligus, maka pancaran shower sekaligus menjadi hangat dan jadi enak
di kulit. Kini aku bisa mandi dengan lebih leluasa. Badan jadi lebih bersih dan
sholat subuhku lebih khusuk.
Dalam
kamar hotel ada beberapa fasilitas yang bisa dinikmati, namun tidak secara
bebas. Untuk menggunakannya kita musti buat konfirmasi pada petugas front officer. Ada pesan yang musti kita
ketahui bila ingin menginap di hotel- hotel Australia, yaitu sebagai berikut:
-
Kebanyakan hotel mempunyai fasilitas “pay
movie” yang tertera di remote control TV. Itu berarti apabila salah pencet
tombol, maka tagihan akan langsung dikenakan saat kita membayar. Pay movie adalah film- film tontonan di
layar TV yang harus dibayar, diantaranya ada film-film khusus untuk orang
dewasa. Untuk menghindari anak agar jangan salah tekan, maka kita harus
menghubungi tour leader (ya tentu bagi yang membawa anak- anak) atau
receptionist untuk mendapat penjelasan yang lebih terperinci.
-
Jangan mengeringkan pakaian yang sudah dicuci di atas kap lampu, karena hotel
akan mengenakan biaya yang cukup tinggi apabila kap lampu tersebut berbercak
atau rusak.
-
Pada saat menyalakan air kran di kamar mandi atau pada saat mandi, mohon diperhatikan
agar air tidak keluar dari kamar mandi dan membasahi karpet, karena hotel akan
mengenakan biaya yang cukup tinggi apabila hal ini terjadi.
-
Air kran di hotel ada yang boleh dan tidak boleh diminum langsung. Tour leader
kita akan memberitahukan informasi dalam hal ini.
-
Barang barang milik hotel seperti handuk, vas bunga, asbak, gelas/ cangkir,
map, dll, tidak diperkenankan untuk diambil. Apabila kita ingin memilikinya
sebagai souvenir, kita dapat menghubungi tour leader atau hotel reception untuk
membelinya.
-
Jangan membuat keributan di lobby, koridor atau kamar hotel.
-
Tempat masak air panas, teh, kopi dan gula adalah fasilitas gratis, tetapi
minuman lainnya- air aqua, soft drink,
alkohol- dan juga makanan ringan yang ada di kamar akan dikenakan biaya kecuali
atau tulisan “with compliment”.
Manfaat
yang aku rasakan tidak menggunakan fasilitas TV di kamar, aku bisa memanfaatkan
waktu untuk membaca dan menulis. Aku betul- betul senang dengan pengalaman bisa
menelusuri Melbourne ini sebagai pengalaman internasional.
Karena
suhu disini dingin atau karena gaya berjalan semua orang cepat maka gaya
berjalan kami juga cepat. Orang- orang yang tidak aku kenal, apakah mereka
warga Australia atau hanya sekedar touris. Mereka pada umumnya terbiasa minta
maaf. Kata “I am sorry” amat mudah
terlontar dari mulut mereka. Apakah kita menyenggol mereka atau mereka
menyenggol kita.
“Di
bandara Melbourne kemaren aku tertinggal oleh grup dan aku bergegas mengejar
mereka. Tiba tiba bagasi yang aku seret menyenggol kaki seorang wanita muda.
Aku berfikir kalau ia akan marah, sebaliknya ia malah minta maaf “I am sorry”
Masih
kemaren juga, saat antri di immigrasi, kami semua antri menunggu panggilan. Aku
kemudian keluar dari barisan dan pergi ke belakang. Sebentar kemudian aku
datang lagi dan menyelinap pada barisan semula. Salah seorang pria yang merasa
telah mengambil posisiku juga minta maaf “Sorry…sorry
!!”. orang orang yang sudah level internasional memang lebih suka minta
maaf dengan mudah. Kebiasaan suka minta maaf adalah karakter positif dan
karakter ini bisa kita adopsi.
2. Rumah- rumah di sepanjang jalan
DHS
adalah singkatan dari Dandenong High
School. Kemaren saat bis wisata mengantarkan kami dari hotel Rydges ke DHS.
Aku melemparkan pandangan keluar jendela bis. Jalan- jalan yang terbentang dari
pusat kota hingga suburb terlihat cukup lebar dan mulus. Asphalt beton sengaja
dirancang untuk bisa menampung truk berbadan panjang dengan roda lebih dari 10.
Aku juga ingin agar jalan-jalan raya di kampungku- di Sumatra- dibangun seperti
jalan raya disini.
Aku
fikir bahwa sebenarnya prilaku warga Australia ada juga suka membuang sampah
sembarangan juga ada di Melbourne, namun jumlahnya sedikit. Buktinya adalah di
sepanjang lorong jalan dalam kota Melbourne aku juga melihat amat banyak puntung-
puntung rokok. Agar puntung rokok tidak jatuh masuk ke dalam saluran drainase
maka petugas telah menempatkan lapisan
berupa saringan dibawah reruji besi jalanan. Dengan demikian petugas kebersihan
bisa memindahkan puntung rokok kedalam gerobak sampah. Dari banyaknya
bertebaran punting rokok dalam kota, dapat diasumsikan bahwa banyak penduduk
kota Melbourne yang suka merokok.
Namun
secara umum bahwa tidak ada warga yang membuang sampah lewat jendela mobil dan
aku memang tidak menemukan tebaran sampah di pinggir kiri dan kanan jalan raya.
Semua mobil di Australia memiliki jendela yang kacanya tak bisa dilepas.
Kemudian dalam semua mobil juga terdapat tong sampah. Penumpang mobil yang
habis makan dan minum akan menumpuk sampah ke dalam tong sampah. Namun makan
dan minum dalam bis dilarang, kecuali ada izin dari pak sopir.
Rumah-rumah
penduduk disepanjang jalan menuju suburb terlihat seragam dan tersusun rapi. Aku
hampir tidak ada menjumpai ana- anak dan remaja yang berkeliaran sebagai anak
jalanan. Pemerintah dan jugamungkin warga meletakkan dua buah tong sampah
berukuran jumbo, satu buat organik dan yang lain buat sampah anorganik. Tong
tong sampah, ditutup sehingga tak bisa diganggu hewan atau diterbangkan oleh
angin. Tong sampah memang berjejer di sepanjang gerbang rumah mereka, kemudian
akan datang petugas kebersihan untuk mengumpulkannya. Selanjutnya dibawa ke
tempat penumpukan sampah akhir.
3. Sarapan Pagi
Aku membangunkan Abdul
Hajar dari tidur-tidur ringannya (take a nap), ia memang mudah tertidur kalau
sudah berbaring. Ia segera bangun dan aku mengajaknya untuk segera turun buat
sarapan pagi. Aku katakana bahwa kami telah amat terlambat buat sarapan dan
semua hidangan utama tentu sudah ludes. Yang tinggal adalah daging- daging yang
tidak aku kenal apakah halal atau haram buat dikosumsi. Aku biarkan Abdul Hajar
menyusulku, ia akhirnya turun dengan langkah tergopoh-gopoh menuju lift.
Kami kemudian menuju
ruangan dengan tulisan “Lucanda, cucina and bar”. Di sana ada plilihan untuk
duduk. Aku memilih untuk duduk sendirian disamping sebuah meja kecil, di
atasnya ada lampu dengan cahaya remang-remang.
Aku selalu menyadari
bahwa ada beberapa hal yang tidak gratis di hotel ini seperti air mineral, WiFi
dan penggunaan audio visual- TV- namun ada hal lain yang gratis, seperti surat
kabar dan tabloid. Semua surat kabar dan tabloid gratis. Aku cukup bernafsu
buat membaca dan aku mengambil koran the
Australian, Heralad Sun dan the Age. Dari 3 koran ini berarti aku sudah
memperoleh gratisan hampir 6 dollar. Demikianlah pemerintah Australia membuat
semua orang bisa membaca, yaitu dengan menyediakan gasilitas koran yang bisa diambil secara gratis pada
beberapa tempat seperti dalam pesawat, di bandara, di hotel dan pada tempat-
tempat pelayan publik yang lain.
Untuk sarapan aku
mengambil beberapa roti, karena ini aku baca terbuat dari bahan-bahan yang
cukup halal. ternyata stelah memakan dua biji roti saja sudah cukup membuatku
manjadi kenyang dan aku menyisakan beberapa roti buat dibawa ke luar. Apalagi
menyisakan adalah prilaku mubazir. Prilaku mubazir tidak direstui oleh ajaran
Islam. Untuk minuman aku menikmati satu gelas juice dari buahan segar.
C.
Kunjungan Penuh Kesan
1. Good
bye Melbourne
Hari
ini adalah hari terakhir kami berada di Melbourne, maksudnya hari ini adalah
hari untuk mengatakan good bye Melbourne.
Rachman, pemandu kami, sangat sering mengingatkan agar kami memperhatikan
keselamatan barang- barang kami, terutama dokumen. Kalau dokumen hilang itu
bakal bermasalah di immigrasi. Aku sudah merasakan bahwa kota Melbourne
relative sangat aman. Namun nanti kami bakal terbang menuju Sydney.
Dibandingkan dengan Melbourne, maka Sydney sedikit kurang aman atas keselamatan
bagasi.
Sekarang, Australia resmi dinyatakan telah memasuki musim
semi, namun tetap saja udaranya dingin walaupun tidak seekstrim musim dingin.
14-16 derajat celcius[1].
Saat aku menginjakkan kakiku keluar bandara, rasanya seperti masuk lemari es.
Diiiiingin sekali! Namun saat kucoba menghirup udaranya dalam-dalam, rasanya
segar, lebih segar dibandingkan saat aku pertama kali ke sini. Entah fungsi
optimal hidungku yang sudah kembali lagi atau memang udaranya yang bersih.
Bandung - atau mungkin Lembang yang sama-sama dingin (bahkan lebih dingin
Melbourne saat ini), rasanya tidak sesegar ini.
Kali ini aku bersama rombongan tinggal di hotel yang mega,
megah menurutku. Letaknya dalam kota. Pertama aku melepaskan sandal dan
menginjakkan kakiku pada lantai tak berkarpet di kamar mandi hotel, aku memekik
kecil. Lantainya seperti es! Dinginnya menusuk tulangku. Aku langsung mencari penghangat ruangan dan
menghangatkan diri. Kata orang bahwa kalau kita menggunakan air tanpa memakai
pemanas, lama-lama tulang kita akan sakit. Wah, repot juga ya.
Kami juga pergi melewati daerah Dandenong Plaza. Dandenong
adalah suburb yang paling dekat dengan Clayton, ya diplesetkan menjadi Klaten.
Banyak muslim yang tinggal di Dandenong ini, entah itu orang Turki, orang Timur
Tengah, India, Pakistan, Vietnam, bahkan orang Indonesia atau orang
Australianya sendiri. Maka tidak aneh jika banyak perempuan berjilbab yang
berlalu lalang di daerah ini.
Enam bulan lalu, Pak Dadang membawa kami ke daerah
Dandenong. Peraturan lalu lintas di Australia sangat strick. Salah satunya, ya,
itu. Dan setiap orang di dalam mobil harus mengenakan seat belt, walau bayi
yang baru lahir pun. Aku beruntung pernah dibawa teluk Melbourne untuk melihat
penguin. Ada dua jenis pinguin, yang satu adalah King Penguin, yang satu lagi
Gentoo Penguin. King Penguin itu terkesan tinggi dan gagah. Dia punya
semburat kekuningan di lehernya. Kalau Gentoo Penguin lebih berkulit tebal,
pendek dan banyak lemaknya (King juga banyak lemaknya, sih). Gentoo Penguin
lebih suka berenang daripada King Penguin, belum nemu alesannya kenapa, hhh.
Sisa hari hanya kami habiskan berbelanja di Queen Victoria
Market. Aku benar-benar tidak merasakan waktu di pundakku saat aku berlibur di
Melbourne. Semuanya berjalan begitu cepat! Namun, kali ini aku harus
benar-benar mengucapkan selamat tinggal untuk Melbourne, entah kapan aku dapat
menginjakkan kakiku di tanahnya lagi. Terima kasih, Melbourne, selamat tinggal!
Jangan pernah lupakan kami
2. Mengunjungi Box Hill Institute
Akhirnya
tibalah saatnya bagi kami buat berkunjung ke BoxHill Institut. Lembaga ini
berlokasi di daerah Box Hill. Mayoritas penduduknya terlihat berwajah Asia-
terutama dari China. Box Hill
Institut of Technical and Further Education, lembaga ini mirip dengan BLK
(Balai Latihan Kerja) atau BLPT (Balai Latihan Pendidikan Teknik)
buat Indonesia. Kalau BLK berguna untuk untuk membekali, mengingkatkan, dan
mengembangakan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan
kesejahteraan tenaga kerja. Sedangkat BLPT berguna untuk pakan salah satu lembaga diklat
milik Pemerintah yang berfungsi sebagai Badan Pendidikan dan Latihan (Diklat)
yang khusus mendidik dan melatih siswa- siswi
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Bis kami berhenti di
pinggir jalan, di depan komplek gedung BoxHill Institut. Namuan buat sementara
kami harus menunggu konfirmasi dari pihak institute. Rachman segera melangkah
menuju reseptionis untuk klarifikasi kunjungan kami.
Lokasi
pekarangan insitut tidak bisa dimasuki oleh kendaraan dengan leluasa. Khawatir
mobil-mobil yang masuk ke dalam pekarangan BoxHill Institut bakal menghancurkan
lantai halamannya, maka pihak institute memasang papan berisi peringatan: Maximum gross vehicle weight not to exceed
13.6 ton beyond this point.
Khawatir
mobil wisata kami bakal merusak pekarangan komplek Box Hill Institut ini, maka
kami semua harus turun dan berjalan menuju kampus Box Hill ini. Aku ikut
menyusul grup, aku sedikit tertinggal karena keasyikan mengambil foto- foto
apalagi kalau ada berlatar belakang nama tempat, nama toko, nama kota dan
seterusnya. Ini semua bakal jadi memory setelah sampai di Indonesia.
Aku
melepaskan pandangan ke kiri dan ke kanan. Aku melihat bahwa pada umumnya
mahasiwa Box Hill Institut ini adalah laki-laki. Kemudian hal lain bahwa mereka
terlihat tidak begitu tertarik dengan teori- maksudnya mereka adalah mahasiswa
yang sedang mencari skill/ keterampilan. Penampilan mereka tidak begitu rapi-
rambut panjang dan sebagian duduk dalam grup sambil menghisap rokok. Kalau di
Indonesia mereka dapat aku sebut sebagai mahasiswa kelas dua. Namun itulah
nanti yang bakal aku tanyakan, yaitu tentang strategi belajar mahasiswa yang
hidup tanpa cita- cita menjadi mahasiswa atau sarjana yang punya jati
diri.
3. Profil Sukses Jadi Pemandu Wisata
Kami
masih menunggu info dari Mas Rachman. Aku kagum dengan kemampuan guide kami
yang terlihat sudah berkualitas internasional. Tadi saat di hotel Rachman
sempat membocorin tentang kisah hidupnya padaku. Namun aku sendiri dullu saat
masih sebagai mahasiswa IKIp Padang (Sekarang UNP- Universitas Negeri Padang)
pernah menjadi pemandu resmi untuk Propinsi Sumatra Barat.
Bekerja menjadi pemandu
wisata atau tour guide pastinya bukanlah sebuah cita-cita. Namun tanpa
Anda ketahui, ternyata menjadi pemandu wisata itu sangat menyenangkan dan dapat
menjadi prospek menjanjikan ke depan.
Selain jalan-jalan, pemandu wisata juga digaji dengan honor yang cukup
besar. Bila Anda memiliki hobi jalan-jalan baik dalam maupun luar Negeri, maka
tak tertutup kemungkinan bagi Anda menjadi pemandu wisata baik lepas maupun
paruh waktu.
Seperti dikutip dari
Okezone.com, seorang fungsionaris Himpunan Pemandu Wisata Indonesia (HPI) Sumut
Aisyah mengatakan bahwa pemandu wisata bisa mendapatkan penghasilan rata-rata
Rp3 Juta per bulan sebagai honor, ditambah bila sewaktu-waktu banyak wisatawan
yang berkunjung dan memerlukan pemandu.
Namun untuk menjadi
pemandu wisata, Anda harus memiliki kemampuan khusus seperti komunikasi dan
penguasaan sejumlah bahasa asing, menguasai segala sisi dari objek wisata,
berwawasan luas serta profesional[2].
Selain itu, seorang pemandu wisata juga harus cermat dalam memilih jenis wisata
yang akan digelutinya, seperti:
a.
Pemimpin Wisata (Tour Leader)
Seperti yang dilansir dari Kompas.com, Tour Leader
adalah seorang pemandu wisata yang bertanggung jawab memimpin rombongan turis
selama perjalanan (rute perjalanannya), mulai berangkat sampai kembali lagi ke
negara asal. Tour Leader dapat merangkap sebagai tour guide. Kalau
profesi ini ditekuni dengan serius, setiap bulannya tour leader bisa
menghasilkan Rp30-50 Juta per bulan.
b.
Pemandu Wisata Alam (Natural Tour Guide)
Pemandu wisata ini akan lebih menantang sebab memimpin
sejumlah wisatawan ke objek wisata yang masih bersifat alami seperti gunung,
cagar alam, pulau atau lautan yang penuh dengan panorama indah dan asri.
c.
Pemandu Wisata Sejarah (Historical Tour Guide)
Banyak wisatawan yang menyukai objek wisata bersejarah.
Sehingga untuk berwisata dan menggali nilai sejarahnya diperlukan seorang
pemandu wisata yang harus memiliki pengetahuan yang luas seputar seluk beluk
sejarah dan geografis objek wisata tersebut. Seperti contoh wisata Candi
Borobudur, Prambanan dan wisata gua.
d.Pemandu
Wisata Budaya (Cultural Tour Guide)
Sebagai pemandu wisata, Anda disarankan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang budaya dan tradisi masyarakat yang tinggal di sekitar objek
wisata tersebut. Disamping dapat memberi pelayanan yang baik terhadap
wisatawan, Anda juga dapat membangkitkan daya tarik wisatawan untuk mengenal
budaya masyarakat tersebut lebih luas.
e.
Pemandu Wisata Pendidikan (Educational Tour Guide)
Seorang pemandu wisata harus mampu mengarahkan para wisatawan
untuk memperkenalkan objek wisata yang mengandung ilmu pengetahuan bagi para
pengunjung, misalnya wisata museum gunung merapi, perpustakaan, seni dan
sebagainya.
Bidang
wisata apapun yang digeluti oleh seorang pemandu wisata, kunci utama yang harus
dimiliki adalah sikap profesional, pengetahuan yang luas seputar objek wisata
tertentu serta jaminan keamanan dan kenyamanan wisatawan. Bila Anda memberikan
pelayanan yang baik bagi wisatawan, pastinya Anda pun akan direkomendasikan
untuk memandu wisata lainnya terlepas Anda menekuninya hanya sekedar sebagai
profesi lepas atau paruh waktu.
Rachman pada masa kecil tergolong cerdas, ia selalu memperoleh
juara di sekolah. Namun saat menginjak bangku SMP dan SMA disiplin belajarnya
mulai terganggu. Waktunya lebih banyak dimanfaatkan buat kegiatan luar sekolah.
Pada masa remaja keberadaan teman sangat berarti dan eksistensi sekolah agak
terabaikan, jadinya kualitas pendidikannya memang merosot.
Pada
saat SD, Rachman sangat ingin untuk menjadi seorang Jenderal dalam bidang
militer. Maka ia sangat berambisi buat masuk ke AKABRI. Namun apa yang mau
dikata bahwa prestasi akademiknya sangat anjlok- sangat hancur. Impiannya untuk
menjadi Jenderal- masuk AKABRI harus kandas di tengah jalan. Saat itu nilai
fisika dan matematikanya jauh dibawah standar. Di balik itu Rachman tidak
menyesali apa yang telah ia lakukan- semua itu ada hikmahnya- ia merasakan
bahwa bahwa ia punya bakat pada bidang verbal dan spatial. Jadinyaia memutuskan
untuk menjadi tour leader- berkarir dalam dunia wisata dan bisa menembus dunia
internasional.
Rachman
hanya menyelesaikan pendidikan hingga SMK dengan jurusan Parawisata. Tamat SMK
ia kemudian bekerja di sebuah hotel dan juga pada industry wisata, yaitu pada
tour dan travel. Ranchman ternyata tidak menyelesaikan pendidikannya pada
universitas bergengsi seperti UI, UNPAD, UNDIP atau UGM. Ia hanya menyelesaikan
pendidikan sarjananya pada UT (Universitas Terbuka).
Meski
hanya tamat UT, namun kualitas pribadinya/ profesionalnya jauh melebihi
sebagian tamatan Perguruan Tinggi yang ngetop. Itu menurut penilaianku. Ia
menambahkan bahwa kualitas seseorang juga ditentukan oleh keputusan dan cara
berfikir seseorang. Ranchman banyak belajar dari alam- dari pengalaman hidup.
Sekarang
ia memiliki keluarga bahagia dengan dua orang putri. Aku rasa bahwa karirnya
dalam dunia traveling sangat bagus. Kemampuan profesinya- sekali lagi- dapat
dikatakan sudah level master (S.2) dan sudah menjadi tour leader kelas dunia.
Soalnya ia sering memandu grup wisata ke luar negeri seperti Australia, Eropa
dan beberapa negara lainnya.
4. Box Hill Institute Lebih dekat
Box Hill Institute adalah
sebuah lembaga pendidikan menengah dan tinggi yang berlokasi
di pinggiran timur Melbourne
di Victoria, Australia,
dengan kampus tambahan
di luar negeri
(di luar Australia). Kampus ini memberikan berbagai kursus/
pendidikan- kursus
singkat, pendidikan internasional dan
pelatihan industri.
Pendidikan
internasional di Box Hill Institute
bukan hanya berbicara tentang ruang kelas dan
papan tulis – namun
pendidikan tentang pengalaman seumur hidup.
Akhirnya kami disambut
dalam aula khusus dan setelah itu kami diajak berjalan jalan keliling kampus.
Ada 3 pembicara yang memperkenalkan tentang kampus ini yaitu Chris Gaffney,
Peter Axton dan Yuan Fang.
Chris Gaffney adalah
seorang manajer untuk pusat akses kejuruan dan pendidikan.
Ia membahas tentang Pendidikan Terapan - belajar
di semua tingkatan membangun kemampuan untuk bekerja dan meningkatkan kehidupan.
Pengalaman global - menjadi bagian dari dunia yang terhubung.
Pengembangan Tenaga Kerja dan
Produktivitas - meningkatkan
kinerja bisnis. Belajar inovasi - menambahkan nilai pengalaman belajar.
Tantangan yang
signifikan dan
peluang bagi ekonomi Australia, maka
sektor pendidikan memegag peran penting dan khususnya lembaga
kejuruan.
Di
negara kita (Indonesia) belum banyak yang
memahami pentingnya pendidikan vokasi sebagai sarana mendidik mahasiswa siap
pakai yang dibutuhkan industri dan dunia kerja[3].
Contoh nyata program pendidikan yang berkonsep link and match adalah program
diploma. Tapi mengapa peminat program yang mendidik alumninya menjadi lulusan
siap pakai ini tak sebanyak peminat program sarjana?
Bagi sebagian
masyarakat mungkin program diploma masih dipahami sebagai program non gelar.
Sedangkan program sarjana dinilai lebih mantap karena ada embel-embel gelar
bagi alumninya. Padahal sudah ada program D4 yang setara dengan sarjana di
jalur profesional. Cuma masalahnya bila tidak ada embel-embel gelar baik di
depan atau di belakang nama, rasanya kok belum menjual ya. Faktor lain adalah
minimnya informasi tentang program diploma. Sebagian malah mendefinisikan
program diploma sebagai program 3 tahun. Padahal program diploma mencakup
diploma 1, diploma 2, diploma 3, hingga diploma 4. Sejatinya program diploma
adalah bagian dari pendidikan vokasional, yakni jenis pendidikan yang dirancang
untuk mengembangkan keahlian, keterampilan, kemampuan, pemahaman, dan tingkah
laku yang diperlukan dalam dunia kerja.
Dalam Undang-Undang
Sikdiknas (Sistem Pendidikan Nasional), pendidikan vokasional diperluas menjadi
tiga jenis yaitu pendidikan kejuruan, vokasi dan profesional. Ketiganya sama-sama
bertujuan menyiapkan peserta didik untuk bekerja pada bidang tertentu.
Pendidikan vokasi misalnya, menyiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan
dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara program sarjana. Sedang
pendidikan profesional menyiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan
persyaratan keahlian khusus.
Dalam hal keahlian yang
didapat alumninya jelas ada perbedaan mendasar antara pendidikan vokasional dan
akademi. Keahlian lulusan pendidikan akademik ada pada penguasaan ilmu pengetahuan
secara teori, sedangkan keahlian lulusan pendidikan vokasional pada penguasaan
praktek dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Ini sebabnya lulusan
pendidikan vokasional lebih mudah diserap pasar, dan seharusnya bisa menjadi
solusi dalam menekan angka pengangguran.
Data di beberapa negara
menunjukkan pendidikan vokasional sudah menjadi primadona. Sebut saja Jepang,
Korea Selatan, Taiwan, dan Australia. Dimana peminat masuk PT hanya sekitar 10
hingga 15 persen. Sisanya lebih memilih pendidikan vokasional.
Dikatakan bahwa
kontribusi pengembangan keterampilan
untuk pertumbuhan ekonomi dan pentingnya
memiliki tenaga kerja yang terampil untuk memenuhi kebutuhan industri
cukup signifikan. Maka itulah peran pendidikan
kejuruan dalam masyarakat dan pembangunan
daerah dan dalam memberikan peluang
pengembangan bagi individu.
Pusat untuk adult education di Boxhill institu ini
tercatat memiliki siswa/ mahasiswa yang usia mereka adalah antara 25-39 tahun dan
antara 40-59 tahun
(75% adalah perempuan).
Malah Saat
ini ada 49
peserta didik yang terdaftar di pusat Adult Education yang usia mereka
sekitar 90 tahun-
luar biasa.
Box
Hill Institute terus memperkuat kemitraannya dengan perguruan tinggi yang
dipilih-
seperti dengan Monash , Deakin ,
Latrobe dan ACU. Hubungan ini telah menciptakan jalur baru dan kesempatan bagi para
mahasiswa belajar
atau magang atau menambah keterampilan pada Box Hill Institute. Kemitraan ini menjamin bahwa terlepas dari apa
tahap kehidupan peserta didik berada, Box Hill Institute menawarkan kesempatan
pendidikan. Kampus ini cukup peduli dengan konsep life-long learning di Australia- Ini berarti bahwa lulusan sekolah dan
orang dewasa dari segala usia, terlepas
dari keadaan hidup, mampu
berpartisipasi dalam belajar sepanjang
rentang hidup mereka untuk meningkatkan
prospek ekonomi, sosial
dan budaya mereka.
Juga diketahui bahwa kelompok usia belajar (demografis utama) adalah usia
15 hingga 24 tahun dengan, selama
5 tahun terakhir, peningkatan
dalam kelompok berusia 25-64 tahun.
D. Pagi Yang Dingin
1. Suhu Yang sejuk
Aku
merasa sudah nyaman dan senang berada di
kota Melbourne. Ibarat tinggal dalam kota impianku, apalagi dalam musim semi dengan langit siang nan biru dan
langit malam penuh bintang, sekali sekali meteor berseliweran di luar angkasa.
Suhu kota ini sudah bersahabat denganku dan tidurku terasa juga nyaman sekali. Sepertinya aku
menjadi kaget kalau hari ini adalah hari Selasa tanggal 17 September. Dengan
demikian ini adalah hari yang terakhir bagi kami berada di kota yang paling
indah ini.
Orang
mengatakan bahwa Melbourne adalah kota yang memiliki 4 musim dalam satu hari.
Ah pada mulanya aku tidak percaya karena tidak tahu maksudnya. Maksudnya adalah
bahwa kadang kadang dalam sekejam suhu terasa hangat- ibarat dalam musim panas,
kemudian jadi sejuk ibarat dalam musim semi, wah bila hujan turun dan angin
kutub selatan bertiup dingin wah ibarat dalam musim salju.
Rachman
menginstruksikan bahwa kami besok- pagi pagi sekali- jam 4 subuh harus bangun
agar bisa sholat subuh dan berkemas- kemas untuk menuju bandar udara sekitar
jam 6 pagi. Aku tidak tahu, mengapa aku merasa sedih meninggalkan kota
Melbourne, namun juga merasa gembira untuk menuju kota Sydney. Karena Sydney
adalah kota impianku sejak masa kecil.
Enam
bulan sebelumnya aku juga telah datang ke kota Sydney, namun hanya sekedar
transit dari Melbourne menuju Jakarta. Jadi saat itu aku merasa penasaran
bagaimana menginjak kota dan jalan-jalan di daerah ini. Sekarang tentu aku
bahagia, karena besok kami bisa tinggal agak lama di kota Sydney dan melakukan
beberapa aktivitas.
Ya
malam ini aku juga berkemas- kemas buat mempak semua barang- barang yang sudah
bertemaran dalam kamar hotel ke dalam traveling
bag dan tas tentenganku. Aku menelusuri kamar mandi, ruang bawah tempat
tidur, dalam lemari hingga ke etalase dekan pesawat TV barang barang milikku.
Aku memastikan tidak ada yang tercecer dan juga memastikan beratnya tidak lebih
dari 20 Kg, sebab kalau lebih bakal mendapat tambahan ongkos yang biayanya
lebih mahal dari item/ barang yang aku bawa. Setelah itu baru aku memastikan
bahwa barang barang milik Abdul Hajar semua sudah masuk ke dalam tas dan
traveling bagnya.
Aku
merasa khawatir kalau koran-koran Australia yang aku pungut dan aku simpan
dalam traveling bag bakal terasa berat. Mengapa aku membawa koran Australia ?
Yak arena aku guru Bahasa Inggris dan ini bisa menjadi authentic sources
(materi autentik) buat pengajaran Bahasa Inggris. Maka aku mensortir
koran-koran berdasarkan tingkat kesulitan bahasa Inggrisnya dan berdasarkan
menarik atau tidaknya konten koran tersebut.
Aku
kemudian mengajak Abdul Hajar untuk turun ke bawah guna untuk memulangkan
sambungan listerik berkaki tiga pipih yang aku pinjam lewat resepsionis. Aku
sudah mencari sambungan listrik seperti itu di Batusangkar, Padang dan Jakarta,
namun aku belum menjumpainya.
Tadi
siang aku menjumpai alat seperti ini di shopping
center Paddys- di sebuah
pasar Melbourne. Ternyata harganya 10
dollar- bandingkan dengan perkiraan harga di Batusangkar mungkin hanya sekitar
Rp. 8.000 atau kurang dari satu dollar. Aku segera memulangkan alat tersebut
kepada front officer dan aku menerima
uangku kembali 20 dollars sebagai uang jaminan. Jadi andaikata hilang maka aku
harus membayarnya 20 dollar atau dua kali harga pasar.
Aku
selalu membiasakan diri untuk bangun lebih cepat dan sebagai konsekwensi
tidurku juga harus cepat. Kalau di Sumatera aku bangunnya labih dan bisa sholat
tahajut- eh bukan bermaksud ria dan butuh pujian, namun demikian warna hidupku.
Sholat adalah sarana buat mendekatkan diri pada Sang Pencipta Alam- Allah swt,
dan sholat bisa membuat hati merasa tenang.
Selama
berada di kota Melbourne, kami sarapan pagi selalu di dining room hotel Rydges.
Sedangkan buat makan siang dan makan malam selalu di luar di berbagai restoran.
Seperti di restoran milik immigrant China, Vietnam dan juga restoran Singapura.
Kunjungan ke Australia
kali ini terasa indah dan aku bisa menyantap makanan/ hidangan di restoran
dengan rasa aman, tanpa takut termakan daging babi. Namun aku menghindari
hidangan daging ayam, daging bebek dan juga daging sapi. Meski semua daging ini
halal, namun penyemblihannya juga harus halal. kalau penyemblihannya tidak
sesuai syariat Islam maka nilai daging ini dalam pandangan Islam bisa jadi haram.
Paling kurang penyemblihannya harus membaca bismillah.
Kunjunganku ke
Australia 6 bulan lalu terasa sangat menakjubkan. Namun kami saat itu (aku,
Inhendri Abbas dan Desi Dahlan) merasa tersiksa setiap kali harus mau makan,
karena kurang mengenal mana restoran halal. saat itu kami dipandu buat pergi
makan oleh teman yang menikah dengan orang Amerika, tentu mereka tidak begitu
peduli dengan kualitas halal atau haramnya sebuah hidangan. Jadinya tiap kali
makan maka selera makan kami terasa tak sempurnamalah selera makan hilang sama
sekali. Sehingganya kami harus bikin masakan di hotel apartemen hingga merasa
nyaman untuk makan.
Aku kangen bertemu
dengan restoran Indonesia saat itu dan dalam kunjungan kali ini, kami juga belum bertemu restoran Indonesia, apalagi
restoran Padang. Padahal restoran ada dimana mana di nusantra, mengapa restoran
Padang tak begitu pesat di Australia, bisa jadi para karyawannya kurang dalam
kualitas Bahasa Inggris. Memang ya bahwa rata ratakaryawan di restoran adalah
mahasiswa S.2 yang hanya sebatas kerja sambilan di sini.
Ada perbedaan setting
restoran di Indonesia dan Australia. Semua jenis makanan yang dijual di
restoran Indonesia dapat kita lihat yang pajangan pada etalase di depan.
Sementara semua jenis makan di restoran Australia tersimpan di dapur. Jenis
makanan hanya dapat dipesan sesuai jenis hidangan yang tersedia. Di restoran
Indonesia kita malah bisa menonton bagaiman proses memasak hidangan, namun
tidak demikian dengan restoran di sini. Semua makanan diolah di dapur dan
setelah siap saji mungkin juga tersimpan di dapur, kalau ada pesanan baru
dibawa ke luar- disajikan buat tamu.
Ada hal-hal yang bisa
kita sarankan kepada pebisnis restoran di Indonesia, terutama pada restoran
Padang agar memperhatikan porsi variasi sayurnya. Restoran Padang kerap
terlihat kekurangan porsi sayuran. Pada hal ada banyak sayur yang bisa
disajikan seperti sayur bawang, lettuce, jamur, bayam, kangkung, salada, dll
dalam jumlah banyak. Juga perlu menyajikan irisan buah-buahan segar sebagai
hidangan penutup. Dengan demikian restoran Padang sangat memenuhi standar
kesehatan untuk masyarakat internasional. Jadi disamping peduli dengan nilai
cita rasa juga peduli pada nilai kesehatannya.
2.
Bayar 18 Dollar- WiFi Tidak Gratis
Mas
Rachman menelpon kami, meminta agar kami semua berkumpul di lobby hotel. Aku
harus turun dari kamar 2012 dan aku memang sudah bersiap- siap berpakaian dan
juga membawa turun bagasi. Ya kami sudah melihat Rachman sudah duluan hadir
buat menunggu kami dekat front desk.
Aku sendiri mendekati front officer
buat menyerahkan kunci kamar. Aku merasa lega.
Ah
ternyata aku belum merasa legaaku diminta harus membayar penggunakan WiFi 12
dollar. Ah aku kesal, karena secara resmi aku merasa tidak menggunakan WiFi
yang di kampungku WiFi itu memang gratis.
Selama berada di
Melbourne aku memang merasa terputus hubungan dengan eman dan terutama dengan
keluarga di Indonesia. Tidak ada hubungan lewat SMS dan telepon, paling kurang
hubungan lewat Facebook. HP ku memang sengaja aku bikin pada posisi off-roaming
agar tak cepat kehabisan pulsa. Aku gembira saat kembali dari kampus Box Hill
Institut tablet (phonecell) ku mendeteksi sinyal WiFi di luar hotel Rydges
tempat kami menginap. Aku sengaja berlama- lama di luar menikmati WiFi gratisan,
soalnya kalau masuk ke hotel tentu akan mencatat pemakaian WiFi-ku, demikian
menurut perkiraanku.
Aku merasa riang
gembira dengan WiFi gratisan di luar hotel. Apa lagi loadingnya cepat. Beberapa
foto, atau lusinan foto yang aku upload segera terkirim. Aku gembira teman dan
familiku di Batusangkar bakal mengikuti perkembangan perjalanan kami.
Aku main facebook
sepuas-puasnya. Aku membalas semua status teman-teman lewat facebookku dan
sekaligus juga mengupload foto foto terus. Bosan di luar, aku masuk menyelinap-
menyembunyikan tabletku dari pantauan petugas hotel dan terus ke kamarku di
lantai 20. Syukur bahwa sinyal WiFi cukup kuat di kamarku dan aku terus bermain
dan aku nggak mau tidur atau beristirahat. Aku merasa rigi bila tidak
mengupdate fb lewat WiFi gratisan. Namun pas jam 9 malam, jaringan WiFi
terputus. Wah lumayan WiFi gratisan, demikian fikirku lagi.
Ku pikir mungkin aku
memanfaatkan WiFi hanya selama 4 jam saja. Namun astaga saat menyerahkan kunci
aku harus bayar atau charge 18 dollar. Mesin front desk mendeteksi machine
tabletku- aku dalam hati mau protes, namun aku merasa malu. Aku merasa nyesal
karena bayar kemahalan yaitu Rp. 200 ribu hanya untuk pemakaian WiFi selama 4
jam. Apalagi aku sendiri merasa tidak memakai WiFi hotel secara resmi.
“Ini kan Australia. Aku
baru separo mengerti dengan way of life dan hal-hal detail tentang peraturan di
Australia. Haaa aku harus bayar 18 dollar. Memang ada rasa menyesal….kok
kemahalan ya. Dari pada bayar semahal itu mendingan aku beli souvenir buat
keponakanku di kampung. Dengan 18 dollar aku bisa beli kira kira 8 biji peci
bermerek Australia dan bermanfaat buat 8 orang di kampung”.
Pagi ini kami semua
hanya akan sarapan melalui snack dalam kotak, waktu di hotel ini memang sudah
berakhir. Aku berfikir bahwa bentuk sarapan kotak mungkin juga ada nasi
gorengnya atau paling kurang kue-kue gorengan dan ada satu botol air mineral.
Wah ternyata tidak.
Isi kotak buat sarapan
hanya satu box jajanan buatan Australia, ya ada cereal dari honey oat, minuman
juice buah tropical pouch- rasanya terasa baru dan terasa aneh di lidahku, jadi
susah buat aku telan. Kemudian juga ada nutty
fruit full cream milk dan cookies.
Bis wisata yang
dikemudikan oleh sopir yang bernama Michael telah datang. Ia bersiap-siap membantu
kami buat memuat barang- barang. Aku tidak menghabiskan semua sarapan kecuali
hanya cereal. Ah…aku ingin tidur dalam bis nanti atau sekedar memejamkan mata.
Semalaman tidurku tidak begitu nyenyak. Namun aku tidak mau buang buang waktu,
aku sholat sunat dan kemudian membaca serta menyelesaikan naskah novelku.
3. Malu Bertanya Sesat di Jalan
Sekali- sekali aku
membuka mata agar aku tidak terlalu rugi untuk menikmati sisa pengalaman yang
tinggal. Akhirnya bis berhenti dekat bandara Melbourne buat terbang menuju
Sydney lagi. Aku jadi ingat dengan pengalaman kami bertiga, sama sama pendatang
baru dan sama- sama tidak tahu dengan Australia. Saat itu kami bertiga (Aku,
Desi dan Inhendri) mengembara di benua ini ibarat kecil yang minim pengalaman.
Kami melangkah dalam
ruang terminal bandara yang sangat luas. Ya betul kami ibarat anak kecil
yang bereksplorasi dalam labirin. Kami
jalan sedikit sesat, bergerak sedikit dan juga tersesat. Solusinya adalah saat
tersesat ya rajin- rajin bertanya. Seperti kata pepatah: malu bertanya sesat di
jalan. Kalau kami sebaliknya yaitu sesat dulu bertanya kemudian dan kami sangat
berani buat bertanya.
Rachman, tour leader
kami selalu proaktif demi kenyamanan dan keselamatan kami. Ia memerintahkan
agar kami melepaskan stiker/ label pada bagasi yang bertuliskan “Melbourne”.
Soalnya kalau tidak dilepas, kelak setelah sampai di Sydney bagasi kami bisa
kembali ke Melbourne, dikira nanti oleh petugas immigrasi bahwa ini bagasi
menuju Melbourne.
Kami mengikuti langkah
Rachman. Aku melangkah dengan rasa rileks, tidak takut tersesat seperti
berpergian semester lalu. Aku kadang-kadang memperhatikan gerak-gerik bule-bule
yang juga ikut antrian. Anak anak mereka yang kecil-kecil juga ikut antrian
dengan tertib. Mereka juga belajar untuk mampu mengurus diri.
“Pantesan anak-anak
bule semuanya pada cerdas-cerdas, kecil-kecil mereka sudah punya pengalaman
internasional. Lihat- mereka sudah mengerti dimana harus berdiri, bagaimana
melintasi proses immigrasi, bagaimana prilakunya saat melihat anjing pelacak
mengendus- endus tas mereka. Penting sekali bagi anak anak memilikim pengalaman
positisf seluas mungkin”.
4. Tak Ada Sarapan dalam Pesawat
Sebagaimana
kebiasaanku, tidak makan dan tidak minum kalau mau berpergian. Karena aku
selalu khawatir kalau tidak bisa menjumpai toilet. Karena pernah dalam hidup
aku susah menemui toilet dan merasa tersiksa dalam perut.
Jadinya
tadi pagi aku tidak menghabiskan semua sarapanku, dengan alasan dalam fikiran
bahwa kami juga akan memperoleh makanan dalam pesawat. Karena tidak boleh
membawa makan dan minum dalam pesawat maka aku hanya meninggalkan saja di
bandara. Jadinya bottle air, susu full
cream dan kue-kue snack juga aku tinggalkan dengan hati berat.
Kami
terus melangkah menuju boarding proses. Agak lama kami antrian dan memang perut
mulai terasa keroncongan dan juga rasa haus. Tidak begitu lama, kami semua
sudah berada dalam pesawat Jet-Star. Betul- betul lapar…, aku berharap
pramugari segera datang buat mendistribusikan sarapan buat penumpang. Aku sudah
tidak sabaran dan telah membuka meja buat memudahkan pramugari meletakan
minuman dan makanan.
Tiba-
tiba Ibu Aat yang duduk disebelahku berbicara separoh berbisik. “Pak Marjohan,
makanan dan minuman dalam trolley
semua musti kita bayar !”. Wah aku jadi lemes mendengarnya.
Penerbangan ini mengapa
berbeda. Dalam pesawat Qantas kami memperoleh satu set makanan. Namun pesawat
ini tidak, Pesawat Jet-Star mungkin pesawat buat domestik. Jadi manajemennya
tentu juga beda dengan pesawat internasional.
Aku jadi malu, pelan-
pelan aku lipat kembali meja hiding di depan. Aku mau beli makanan, namun
dollarku sudah menipis. Kalau aku beli juga tentu aku segan makan sendirian
karena sebagai orang timur tidak etis makan dan minum sendirian dalam grup.
Paling kurang aku musti membeli lebih
buat mentraktir Ibu Aat dan juga Mas Nurhadi teman sebangku ku. Jadinya aku
tidak beli dan biarlah menahan lapar dan juga haus dalam pesawat ini.
Lapaaarrr…dan juga hauuss !!
5. Membuat kesibukan.
Ternyata
penerbangan dengan pesawat Jet-Star adalah buat penerbangan kelas ekonomi. Para
penumpang kelas ekonomi tidak memperoleh fasilitas hiburan dan snack- makanan.
Penerbangan yang yang seperti aku alami untuk lintas propinsi ditanah air.
Penerbangan
dua jam dari Melbourne ke Sydney tanpa ada fasilitas hiburan juga terasa
membosankan. Mau baca- baca juga tidak ada tersedia koran dan majalah. Terpaksa
kita sendiri harus kreatif dan beruntung bagi mereka yang punya buku buku
sendiri.
Aku melemparkan
pandangan ke arah kanan. Sekali- sekali aku dengar suara balita- merengek
bosan. Balita tersebut tentulah warga Australia keturunan Asia selatan. Mungkin
India atau Pakistan, atau juga mungkin Srilangka atau Bangladesh. Karena 4
bangsa ini wajah mereka mirip dan susah membedakannya.
Standar dan cara hidup
mereka terlihat sudah seperti warga Australia secara umum. Agar anak mereka
tidak bosan dalam perjalanan yang panjang maka orang tua menyiapkan
pernak-pernik kebutuhan anak. Aku lihat ada tablet atau android, snack, cemilan
susu kotak, buku bacaan dan crayon buat mewarna.