Menuntut Ilmu Buat Menajamkan Fikiran
OLeh:
Marjohan, M.Pd
SMAN
Negeri 3 Batusangkar
Menuntut ilmu sudah
menjadi kebutuhan masyarakat kita. Sekarang banyak orang tua dan anak-anak
mereka berlomba agar bisa bersekolah di sekolah yang terkemuka kualitasnya.
Dari tulisan-tulisan yang kita baca pada
media cetak dan internet ditemui bahwa banyak pelajar Indonesia yang begitu
tekun dalam belajar, mengikuti kursus atau bimbingan belajar agar lebih cerdas.
Kita sering melihat
bahwa skor ujian anak-anak Indonesia cukup bagus, malah sering memperoleh juara
olimpiade sains di dunia. Tentu saja mereka diharapkan bisa memimpin sains dan
tekhnologi, namun kenyataan pendidikan kita tetap tertinggal disbanding negara
tetangga seperti Malaysia, Singapura, Australia, dan New Zealand. Penyebabnya
adalah karena budaya pendidikan kita yang berorientasi pada skor-tes, yang
alhasil tidak mampu mengasah keterampilan berpikir dan kreativitas pelajar.
Padahal kedua kemampuan (keterampilan berfikir dan kreativitas) itulah yang
menjadi dasar untuk bisa menjadi ilmuwan yang berhasil.
Ya betul bahwa para
siswa dan sekolah berorientasi mengejar
skor-tes setinggi-tingginya. Para siswa yang memiliki skor-tes lebih tinggi
akan lebih baik karir masa depannya karena persyaratan masuk ke berbagai
institusi pendidikan yang lebih tinggi dan lebih baik ditentukan oleh skor-tes.
Semakin tinggi skornya tentu semakin baik pula peluangnya. Beragam pekerjaan
bergengsi juga hanya bisa dimasuki oleh mereka-mereka yang memiliki skor
tinggi. Sekolah yang para siswanya meraih skor-tes tinggi akan naik
reputasinya, dan dengan demikian menjamin pendanaan lebih banyak. Guru pun
ditekan untuk mengajar dengan orientasi agar siswa bisa memperoleh skor-tes
yang tinggi. Tidak heran jika kemudian latihan-latihan tes mengambil porsi
besar dalam pendidikan di sekolah-sekolah di kita- terutama di sekolah unggulan
karena keberhasilan sebuah sekolah semata-mata dinilai dari catatan skor-tes
yang diperoleh sekolah itu.
Akibat iklim pendidikan
berorientasi skor-tes, para orangtua lazim memasukkan anak-anaknya ke suatu les
pelajaran tambahan di luar sekolah sejak usia dini. Akibat waktu sekolah yang
panjang dan beban PR yang berat, para pelajar kita hanya terasah kemampuan
intelektualnya dalam hal mengingat fakta-fakta untuk kemudian ditumpahkan
kembali saat ujian. Hasil dari budaya pendidikan semacam itu adalah kurangnya
keterampilan menelaah, menginvestigasi dan bernalar, yang sangat dibutuhkan
dalam penemuan-penemuan ilmiah.
Saya sendiri mengajara
pada sebuah sekolah unggulan, dimana para siswa lebih sering menggenggam
buku-buku berisi rumus-rumus dan sangat lemah dalam melihat hubungan-hubungan
dalam berbagai literature-mereka kurang terbiasa banyak membaca buku-buku yang
bisamembaca wawasan mereka. Termasuk bagi mereka yang tercatat sebagai jagoan,
akhirnya kebiasaan mereka tidak melahirkan talenta saintifik.
Indonesia sendiri telah
berkali-kali memiliki para juara. Akan tetapi mereka merupakan hasil
penggodokan khusus oleh tim khusus olimpiade sains. Mereka bukan hasil alami
iklim pendidikan seperti biasa.
Pendidikan di negara
yang maju di Asia, seperti di Singapura dan Malaysia, juga seperti itu. Negara ini digambarkan kuat dalam menyerap
pengetahuan yang ada dan dalam mengadaptasi teknologi yang sudah ada (maklum,
mereka canggih dalam mengingat). Akan tetapi belum signifikan dalam membuat
kontribusi orisinil terhadap ilmu-ilmu dasar. Hingga kini tidak ada
temuan-temuan ilmiah berarti dari Asia. Kemajuan besar dalam sains dan
teknologi yang digapai negeri-negeri Asia tidak ada yang merupakan karya
orisinil Asia: nyaris semuanya merupakan adaptasi teknologi dari negeri-negeri
barat.
Saya sering berbagi
cerita dengan siswakelas 12 di SMA dan mereka sangat berambisi untuk bisa
mengikuti bimbingan belajar, malah ada yang melahap dua atau tiga bimbingan
belajar, berharap agar mereka bisa memperoleh passing grade yang tinggi dan
akhirnya bisa kuliah di Perguruan Tinggi yang bergengsi.
Makin dekat datang
tanggal Ujian Nasional maka kebutuhan buat ikut bimbel semakin tinggi, harapan
agar skor UN bisa jadi hebat. Di mana-mana di berbagai sekolah di seluruh penjuru
negeri, orientasi pengajarannya hanya agar para peserta didiknya berhasil
melewati ujian nasional. Bulan-bulan menjelang ujian, berbagai mata pelajaran
yang tidak diujiankan akan dihapus dari jadwal, dan dianggap menjadi pelajaran
kelas dua. Latihan tes ditekankan. Berbagai les diselenggarakan. Maklum,
sekolah akan dianggap gagal jika tidak berhasil meluluskan siswa-siswanya dalam
ujian nasional.
Pendidikan yang
berorientasi skor-tes menjadi berkah tersendiri bagi industri persiapan tes.
Industri itu akan menjadi industri pendidikan yang paling menjanjikan. Namun itu semua kebijakan pemerintah. Silahkan
mengikuti bimbel namun jangan lupa buat membuat adaptasi teknologi sehingga
memakmurkan negeri ini.
Yang perlu kita ingat bahwa skor yang tinggi hanya berguna buat
memudahkan untuk kelulusan dari universitas. Sementara untuk kesuksesan sangat
ditentukan oleh factor lain seperti keterampilan dalam kepemimpinan, motivasi
diri, kemampuan berkomunikasi, kemampuan beradaptasi, membaca peluang
sebagaimana yang dibuktikan oleh biografi Presiden Sukarno, Irwan Prayitno-
Gubernur Sumatra Barat, Ciputra sebagai pemisnis kelas dunia dimana mereka
lulusan Perguruan Tinggi favorite di Indonesia. Namun Perguruan Tinggi tersebut
tidak menjanjikan pekerjaan, kecuali hanya mengasah nyali dan keberanian dalam
berbuat. Demikian juga yang dilakukan oleh Kasmiati yang belajar dari alam dan
ibu Ade yang meninggalkan karir PNS dan menemui pekerjaan yang memberikan
tantangan buatnya.
1). Presiden Sukarno, dilahirkan
dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo seorang guru, dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai, seorangperempuan Bali.
Sukarno waktu kecil tinggal bareng
kakeknya di Tulung Agung, Jawa Timur. Sekolah berkualitas memang penting untuk
memacu motivasi, maka ayah Sukarno memasukkannya ke sekolah Eerste Inlandse
School, sekolah tempat ayahnya bekerja. Berarti ayahnya juga guru yang
hebab. Ayah yang hebab akan memotivasi anak untuk jadi hebat.
Sukarno sejak dari
kecil sudah punya prinsip senang dengan”kemandirian” yang dia berdiri istilah dengan “berdikari
atau berdiri di atas kaki sendiri” Ia berdikari dalam meningkatkan kualitas
diri, melalui banyak membaca, belajar pidato sendirian, dan juga dalam
menguasai bahasa asing. Ya Bung karno
menganut ideologi ‘berdiri di atas kaki sendiri’. Saat menjadi presiden Bung
Karno dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid.” Persetan
dengan bantuanmu. Ia mengajak negara-nega-ra sedang berkembang (baru merdeka)
bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil mengge-lorakan semangat
revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI. Bung Karno juga memiliki
slogan yang kuat yaitu “gantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa
rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur”.
Dalam usia 16 tahun,
Bung Karno fasih berbahasa dan membaca dalam Bahasa Belanda. Ia sudah membaca
karya besar orang-orang besar dunia. Di antaranya dalah Thomas Jefferson dengan
bukunya Declaration of Independence.
Bung Karno muda, juga mengkaji gagasan-gagasan George Washington, Paul Revere,
hingga Abraham Lincoln, mereka adalah tokoh hebat dari Amerika Serikat. Tokoh
pemikir bangsa lain adalah seperti Gladstone, Sidney dan Beatrice Webb juga
dipelajarinya. Bung Karno juga mempelajari ‘Gerakan Buruh Inggris” dari
tokoh-tokoh tadi. Bung Karno juga membaca tentang Tokoh Italia, dan ia sudah
bersentuhan dengan karya Mazzini, Cavour, dan Garibaldi. Tidak berhenti di
situ, Bung Karno bahkan sudah menelan habis ajaran Karl Marx, Friedrich Engels,
dan Lenin. Semua tokoh besar tadi, menginspirasi Bung Karno muda untuk menjadi
maju dan smart.
Kemudian, bagaimana
masa kecil dan proses kreatifitas Bung
Karno yang lain? Agaknya Bung Karno telah memiliki jiwa leadership (kepemimpinan) sejak kecil, karena apa saja yang
diperbuat Bung Karno kecil, maka teman-temannya akan mengikuti. Apa saja yang
diceritakan Bung Karno kecil, maka teman-teman akan patuh mendengarkannya. Oleh
teman-temannya, Bung Karno bahkan dijuluki “jago”. karena gayanya yang begitu
“pe-de atau Percaya Diri”. Itu pula yang mengakibatkan ia sering berkelahi
dengan anak anak Belanda.
Bung Karno adalah juga
orator Ulung. Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka yang
mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala
macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya dan latihan latihan berpidato
yang ia lakukan. Ketika masih belajar Bung Karno sering berlatih berpidato
sendirian di depan kaca dan juga berbicara di depan gang nya (teman-temanya).
Setelah ituSukarno
menyambung sekolah ke HBS (Hogere Burger School) dan ia juga sempat
sekolah di Europeesche Lagere School (ELS).Membaca adalah
kebiasaan positif yang selalu dilakukan Bung Karno sejak kecil. Apa alasan
mengapa Bung Karno harus gemar membaca, rajin belajar dan belajar tentang
segala sesuatu ? Didorong oleh ego yang
meluap-luap untuk bisa bersaing dengan siswa-siswa bule, maka Bung Karno sangat
tekun membaca, dan sangat serius dalam belajar. Ketika belajar di HBS- Hoogere
Burger School Surabaya, dari 300 murid
yang ada dan hanya 20 murid saja yang pribumi (satu di antaranya adalah Bung
Karno) yang sulit menarik simpati teman-teman sekelas. Mereka memandang rendah
kepada anak pribumi sebagai anak kampungan. Namun Bung Karno adalah murid yang hebat
sehingga satu atau dua guru menaruh rasa simpati padanya.
Rasa simpati gurunya, membuat Bung Karno bisa memperoleh
fasilitas yang lebih untuk
“mengacak-acak atau memanfaatkan” perpustakaan dan membaca segala buku, baik
yang ia gemari maupun yang tidak ia sukai. Umumnya buku ditulis dalam bahasa
Belanda. Problem berbahasa Belanda menghambat rasa haus ilmunya (membaca buku
yang ditulis dalam bahasa Belanda). Entah strategi apa yang ia peroleh secara
kebetulan, namun Bung Karno punya jalan pintas (cara cepat) dalam menguasai
bahasa Belanda. Bung karno menjadi akrab dengan noni Belanda sebagai
kekasihnya. Berkomunikasi langsung dalam bahasa asing (Bahasa Belanda) adalah
cara praktis untuk lekas mahir berbahasa Belanda. Mien Hessels, adalah salah
satu kekasih Bung Karno yang berkebangsaan Belanda.
Saat sekolah di HBS,
Sukarno indekost di pondokan H.O.S. Tjokroaminoto, seorang pemuka
masyarakat, cendekiawan dan teman ayahnya. Saat bersekolah Sukarno aktif
berorganisasi, dan akti mengambil peran dan juga selalu berrtukar fikiran
dengan para tokoh.
Sukarno
mengikuti organisasi Tri Koro Dharmo, kemudian ganti nama menjadi Jong Java
atau Pemuda Jawa.
Dari hasil banyak
berdiskusi, Sukarno tentu punya banyak ide, dan ia jadi rajin menulis.
Tulisannya terbit pada surat kabar Oetoesan Hindia, pimpinan Tjokrominito. Bung
Karno juga gemar menuliskan opini-opininya dalam bentuk artikel. Kumpulan
tulisannya dengan judul “Dibawah Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama
boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno
sebagai Soekarno. Tulisanya yang lain dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme,
dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai
titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya.
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921 Soekarno melanjutkan
ke Technische Hoogeschool te Bandoeng
(sekarang ITB)
di Bandung
dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921 setelah dua bulan dia
meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan
tamat pada tahun 1926.
Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei
1926 dan pada Dies Natalis
ke-6 TH Bandung
tanggal 3 Juli
1926 dia
diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya.
Saat kuliah di Bandung,
Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan
anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.
Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes
Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Jadi yang juga membuat
Sukarno tumbuh berkualitas, selain dia memiliki motivasi belajar yang hebat,
dia juga memiliki teman-teman yang berkualitas untuk tempat mengasah logika dan
intelektual komuniasi sosialnya.
Tamat dari ITB, Sukarno
tidak mencari kerja, ia malah mendirikan pekerjaan, pada tahun 1926 ia mendirikan biro
insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan.
Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis
bangunan lainnya. Malah ketika dibuang di Bengkulu
menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di
tengah kota.
2). Ir. Ciputra, lahir di Parigi, Sulawesi
Tengah, adalah seorang insinyur dan pengusaha di
Indonesia.
Ia terkenal sebagai pengusaha properti yang sukses, antara lain pada Jaya Group, Metropolitan Group, dan
Ciputra Group. Selain itu ia
juga dikenal sebagai seorang filantropis, dan berkiprah di bidang pendidikan dengan
mengembangkan sekolah dan Universitas Ciputra. Masa muda Ciputra
menghabiskan masa kecil hingga remajanya di Parigi, Sulawesi
Tengah. Sejak kecil Ciputra sudah merasakan kesulitan dan kepahitan hidup.
Bapaknya Tjie Siem Poe ditangkap oleh pasukan tak dikenal, karena dituduh
sebagai mata-mata Belanda/Jepang dan tidak pernah kembali lagi pada tahun 1944.
Ketika remaja ia
bersekolah di SMP dan SMA Frater Don Bosco
di Manado.
Setamatnya dari SMA,
ia meninggalkan desanya menuju Jawa. Ia kemudian kuliah di Institut Teknologi Bandung. Pada tingkat
empat, ia bersama Budi Brasali dan Ismail Sofyan mendirikan usaha konsultan
arsitektur bangunan yang berkantor di sebuah garasi. Setelah
Ciputra meraih gelar insinyur pada tahun 1960, ia pindah ke Jakarta.
Setelah menyelesaikan
kuliahnya di ITB,
Ciputra mengawali kariernya di Jaya Group, perusahaan daerah
milik Pemda DKI.
Ciputra bekerja di Jaya Group sebagai direksi
sampai dengan usia 65 tahun, dan setelah itusebagai penasihat. Di perusahaan
tersebut, Ciputra diberi kebebasan untuk berinovasi, termasuk di antaranya
dalam pembangunan proyek Ancol.
Ciputra
saat ini dikenal sebagai sosok penyebar entrepreneurship / kewirausahaan
di Indonesia. Dalam setiap kesempatan, ia selalu menanamkan pentingnya
kewirausahaan untuk membuat bangsa Indonesia maju.
3) Irwan Prayitno, yang gelar lengkapnya adalah Prof. Dr. H.
Irwan Prayitno, SPsi, MSc
datang dari keluarga Minangkabau,
Irwan menjalani pendidikan menengah di Padang. Irwan Prayitno adalah anak
pertama, memiliki tiga adik, dari orangtua yang sama-sama dosen.
Jadi orang tua yang berpendidikan biasanya mampu mendidik
anak yang juga cerdas dan berkualitas. Masa kecilnya yang sering pindah-pindah
telah membuat pengalaman geografi dan pengalaman adaptasi sosial. Irwan
menjalani pendidikan menengah di Padang dan mulai berkecimpung di organisasi
sejak SMA, menjalani dua kali kepengurusan OSIS pada tahun kedua dan ketiga di SMA Negeri 3 Padang. Selama di SMA, ia meraih
juara pertama di kelasnya dan selalu dipercayakan sebagai ketua kelas.
Ternyata anak-anak yang sempat menjadi ketua Osis saat di SMA
memiliki kemampuan leadership yang
bagus dan pada umumnya sukses setelah dewasa. Ini dibuktikan pada beberapa
teman. Teman saya saat di SMA, Hidayat Rusdi, saat di SMA ia pernah menjadi
ketua Osis di SMA Negeri 1 Payakumbuh dan setelah dewasa ia sukses berkarir di
Perusahaan Perminyakan. Teman saya lain, adalah juga bernama Rusdi, tetapi
Rusdi Thaib. Saat di SMA ia juga pernah menjadi Ketua Osis di SMA Solok, dan
setelah dewasa ia berkarir sebagai Dosen Pasca Sarjana dan di Atase Budaya di
Kantor Kedutaan. Betapa pentingnya para siswa harus memiliki keterampilan
leadership saat masih kecil atau remaja, dengan harapan setelah dewasa akan
lebih mudah meraih sukses dalam karirnya.
Selanjutnya tentang Irwan, ia sempat berkeinginan melanjutkan
kuliah ke ITB bersama dengan teman-temannya. Namun, karena memunyai masalah
mata, ia mengalihkan pilihan ke Universitas Indonesia. Setelah tamat pada
1982, ia mendaftar ke Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. Selama kuliah, selain menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan
kemahasiswaan, ia banyak menghabiskan waktu di luar kampus untuk berdakwah,
mengajar di beberapa SMA swasta, dan menjadi konselor di bimbingan belajar
Nurul Fikri. Ini mengakibatkan kuliahnya tidak lancar. Namun, menurutnya yang
ia cari dalam pendidikan bukanlah nilai semata, tetapi pengembangan diri.
Saat mulai masuk perguruan tinggi, ia aktif dalam
diskusi-diskusi dakwah dan perhimpunan mahasiswa. Ia pernah bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta.
Karena IPK rendah, Irwan memilih tidak melamar pekerjaan di Jakarta. Ia
memutuskan pulang ke Padang untuk berdakwah dan melanjutkan mengajar kursus.
Sebelum mengakhiri kuliahnya, ia telah berpikir bagaimana merintis yayasan yang
bergerak di bidang pendidikan. Semula, Irwan merintis kursus bimbingan belajar
Adzkia di Lolong pada 1987. Selain
dirinya, beberapa pendiri Adzkia adalah sekaligus guru di antaranya Syukri Arief dan Mahyeldi Ansharullah.
Saat itu saya kuliah di jurusan Bahasa Inggris-IKIP Padang
dan saya juga menyibukan di pada Perpustakaan Masjid Al-azhar di Komplek
Pendidikan IKIP dan UNAND. Di sana saya berkenalan dengan Bang Irwan Prayitno
yang sering membawa anak sulungnya. Dan saya mengira itu adalah adiknya,
ternyata adalah anaknya.
Saya masih ingat bahwa pada awal karirnya, ia sempat memberi
bimbingan konsultasi gratisan bagi mahasiswa yang mau kuliah melalui kegiatan
amal yang diselenggarakan oleh Yayasan Amal Shaleh di Air Tawar- Padang.
Yayasan ini dibimbing oleh Dr Muchtar Naim, seorang sosiolog dari Unand.
Akhirnya Bang Irwan bikin kegiatan bimbingan belajar dan juga aktivitas sosial
yang lebih professional. Ia dan teman- teman membuat kelas-kelas kursus.
Pada 1988, kelas kursus berpindah ke Komplek PGAI, Jati. Bermula dari kursus bimbingan
belajar, Irwan membentuk Yayasan Pendidikan
Adzkia yang secara bertahap mewadahi taman kanak-kanak hingga perguruan
tinggi. Secara bertahap sejak 1994, Adzkia membuka jenjang perguruan tinggi,
selain taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah
kejuruan. Dalam pembinaan anak didik, ia mencurahkan ilmu psikologi yang
ditimbanya di bangku kuliah.
Perkembangan Yayasan Pendidikan Adzkia berpengaruh pada
kemapanan hidupnya, mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan. Pada tahun 1995,
Irwan mengambil kuliah di Selangor, Malaysia sambil membawa serta istri dan
anaknya. Namun, karena IPK rendah, lamarannya sempat beberapa kali ditolak.
Teman sesama aktivis dakwah di Selangor mempertemukannya dengan Pembantu Rektor
UPM. Kepada Prof. Hasyim Hamzah, Irwan menyatakan kesanggupan menyelesaikan
studi dalam tiga semester. Ia mengambil kuliah S-2 bidang pengembangan SDM (Human
Resource Development) di Universitas Putra Malaysia (UPM),
Selangor. Tamat satu setengah tahun lebih awal dari waktu normal tiga tahun
pada 1996, ia melanjutkan kuliah S-3 di kampus yang sama.
Sehari-hari di Selangor, ia harus bekerja keras mengurus
keluarga. Saat itu, ia telah memiliki lima anak. Dengan istri, ia berbagi tugas
karena tak ada pembantu. Irwan mengaku, di antara kegiatannya, dirinya hanya
mengalokasikan sekitar 10 sampal 20 persen untuk kuliah. Kegiatan dakwahnya
tetap berlanjut. Bahkan, ia menunaikan dakwah sampai ke London, Inggris dan
harus mengerjakan tugas-tugas perkuliahan dalam perjalanan di dalam mobil,
pesawat, atau kereta api.
Move on yang
dilakukan oleh Irwan Prayitno sangat pesawat, bagaimana ia bisa menjadi Ketua
Partai Keadilan, menjadi anggota DPR RI, dan terus menjadi Gubernur Sumatra
Barat. Namun beberapa catatan awal hanya bertujuan bahwa Irwan Prayitno kuliah
ke Universitas Indonesia bukan untuk mencari pekerjaan, namun untuk mematangkan
pribadi, mengembangkan pemikiran, intelektual, mengawas leadership, kemampuan
komunikasinya serta keberanian enterpreurship-nya.
4). Ibu Ade, saya tidak tahu dengan namalengkapnya. Yang saya
tahu bahwa ia adalah Ibu kandung dari salah seorang murid saya. Ibu ade dahulu
juga kuliah di IKIP Padang dan setelah itu menjadi Guru. Profesi guru akhirnya
ditinggalnya, bukan profesi ini ini tidak bagus, namun bakat berbisnis atau
berwirausahanya lebih berkembang. Saya sepat bertukar cerita saat saya berbelanja
di tokonya.
Ibu Ade punya bisnis dalam bidang property (pengembangan perumnas), emas dan money changer. Di daerah
yang tidak jauh dari rumahnya, ia mengobservasi ada hamparan tanah yang kurang
produktif. Maka ia menemui pemilik tanah tersebut dan terjadi transaksi. Pendek
kata tanah tersebut telah menjadi milik Ibu Ade dan selanjutnya dibuat kavling
dan pembangunan perumahan buat warga dan utamanya para PNS. Sekarang property
atau perumnas yang dikembangkan oleh Ibu Ade menjadi Perumnas yang cukup
popular di kota Batusangkar.
Selain itu Ibu Ade juga menggeluti bisnis jual beli emas dan
valas (valuta asing). Ya tidak hanya Ibu Ade, tetapi juga banyak orang yang
memahami bahwa Jual beli valuta asing (foreign exchange trading)
semakin dilirik selain investasi saham, obligasi, emas. Berbisnis pada bidang
ini menekankan pada kecepatan transaksi dan juga keuntungan. Dalam investasi
ini perlu fokus penuh dan jeli dalam melihat pergerakan market dan yakin saat
mengambil keputusan. Ya sama seperti investasi lainnya, kita perlu kenali dan
pahami agar bisa menikmati hasilnya. Bagi pemula juga bisa melakukan bisnis ini
misal dengan cara mengikuti saja aktivitas para trader top. Dengan mengikuti
pola trading mereka maka para investor pemula relatif lebih mampu mengidentifikasi
peluang serta menghindari kerugian dengan lebih baik.
Saya tidak menjelaskan cara berbisnis property, emas,
obligasi dan valas, namun ingin menginformasikan bahwa kaum perempuan, seperti
Ibu Ade, juga melihat bahwa kuliah di Perguruan Tinggi bukan untuk mencari
kerja, namun buat mematangkan pola berfikir. Malah pekerjaan sebagai Guru yang
diberikan oleh Perguruan Tinggi telah ditinggalkan oleh Ibu Ade. Dan kemampuan
melihat dan membaca peluang dan keberanian untuk berbisnis telah mengantar Ibu
Ade sebagai warga yang terkemuka di kota Batusangkar.
5) Kasmiati, tidak pernah kuliah di Perguruan Tinggi.
Iamenikah di usia muda, usia 22 tahun dan setelah punya 5 anak terasa himpinan
masalah ekonomi yang mendera. Gaji suaminya sebagai prajutit TNI tidak pernah
mencukupi, hingga ia berhutang dan akhirnya terpaksa gali lobang tutup lobang
untuk menutupi kekurangan uang. Namun masalah keuangan makin melebar. Akhirnya
ia menuntut ilmupada Universitas Kehidupan. Maksudnya ia curhat kepada
lingkungan, tetangga, kenalan dan family yang dianggap lebih dewasa dan tahu
solusinya. Akhirnya ia tertarik berbisnis dalam bidang kuliner dengan nama
warung “Warung Ketupat Uni Upik”. Usahanya tidak begitu besar, namun ia sudah
memiliki karyawan dan bisa menyediakan kebutuhan sarapan para langganannya yang
jumlahnya cukup banyak menurut pandangan. Di sini yang penting bagaimana
pandangan Uni Kasmiati dalam merajut sukses pada bisnis warungnya.
Kita sering mendengar bahwa urusan perut itu tidak bisa
ditolerir. Ya, anggapan tersebut memang ada benarnya, karena kebutuhan manusia
akan makan dan minum sudah menjadi kebutuhan pokok yang sama sekali tidak bisa
ditunda-tunda. Dengan demikian, tak heran bila beberapa tahun belakang ini
banyak pebisnis makanan betebaran di mana-mana, mulai dari pedagang makanan
tradisional dengan istilah pedagang kaki lima, hingga pedagang makanan modern
yang diklaim sebagai pengusaha kafe dan resto.
Kasmiati
membuka usaha warung makanan yang modalnya cukup bisa dijangkau. Usaha makanan
dan minuman bermodal rendah dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai
jenis dan tempat usahanya.
Kasmiati
membuat survey di awal membikin warung dan ia menemukan produk khususbuat
usahanya yaitu “Ketupat Gulai”. Meskipun juga ada produk lain seperti nasi goring,
nasi soto, nasi sup dan aneka minuman.
Kebetulan Kasmiati memiliki lokasi usaha yang bagus, yaitu
pada daerah persimpangan jalan di dekat Rumah Sakit Umum yang pengunjungnya
selalu ramai. Tentu saja mereka membutuhkanjajan buat mengusir lapar.
Kasmiatim membuat konsep warungnya yaitu bagaimana agar
outlet makannya dapat menarik pengunjung dan membuat mereka nyaman untuk
memasukinya. Konsepnya ya warung dengan tata ruang yang sederhana, tetapi
bersih dan nyaman.
Kasmiati juga memperhatikan pelayanan yang mengesankan. Ya
Kasmiati membutuhkan beberapa orang karyawan buat membantu. Dan karyawan
dilatih dan namun juga diaggap sebagai family, agar mereka bekerja dengan
ikhlas dan setia, dengan bayaran gaji yang bagus. Karena karyawan juga
merupakan aset bisnis.
Kasmiati kemudian juga menguasai manajemen keuangan. Disiplin
adalah kunci untuk menjamin kondisi keuangan kita baik baik saja. Sederhananya
dibisnis kuliner keuntungan bersih yang seharusnya kita dapat adalah 20 % jadi
kalo outet kita menghasilkan 100 % per bulan mestinya 20 % masuk ke rekening
kita. Ada bebrapa hal yang biasanya membuat bisnis kuliner kita tidak ada
untung. Antara lain biaya bahan baku yang berlebihan, mestinya biaya bahan baku
kita kontrol maksimal 60% dari target penjualan harian kita. Yang kedua biaya
operasional yang cetar membahana, bisa jadi karena sewa tempat yang terlalu
mahal, jumlah karyawan yang terlampau banyak. Intinya jika kita dapat mengelola
keuangan dengan baik maka kita dapat menghasilkan uang dari bisnis kuliner kita.