Cita-cita Tidak Jatuh Dari Langit
Saat
kita masih kecil bersekolah di TK dan
SD, ibu guru, bapak guru dan juga orang tua kita rajin memotivasi kita agar
kita memiliki cita-cita- kelak di masa depan, agar kita bisa menjadi orang sukses. Mereka berdoa dan
berharap “moga-moga kamu kelak bisa menjadi orang yang berguna bagi bangsa
negara dan agama. Untuk itu gantungkanlah cinta-cintamu setinggi bintang di
langit”.
Ya…jadinya
sejak itu kita menggantung cita-cita setinggi bintang di langit dan belajar
sekuat tenaga. Cita-cita anak-anak TK dan SD memang sangat tinggi, mereka ingin
menjadi Presiden, menjadi Menteri dan menjadi Jenderal. Bertambah usia maka
cita-cita mereka sedikit menjadi lebih realis, kemudian mereka ingin menjadi
dokter, polisi, pilot, tentara, perawat, dan pramugari. Cita-cita mereka sesuai
dengan profesi yang sering mereka jumpai, cara berpakaian orang dengan profesi
yang telah kita sebutkan di atas membuat mereka kagum dan ingin pula berkarir
seperti mereka.
Kebanyakan
anak-anak (siswa SD hingga siswa SLTA) berfikir bahwa untuk menggapai sebuah
cita-cita tidak begitu ribet. Cukup belajar sekuat mungkin. Bila mereka bisa
juara kelas apalagi juara umum maka kelak karir yang hebat bakal berada
digenggam. Saat mereka duduk di bangku SMA, maka kalau mereka ujian dan mampu
memperoleh skor mata pelajaran yang masuk ke dalam Ujian Nasional, maka mereka
bakal mampu kuliah di Perguruan tinggi favorit. Dan kalau sudah kuliah di sana
(menjadi sarjana) maka karir yang basah
dengan gaji yang gede bakal mengucur ke dalam kantong mereka.
Dalam
masa-masa sebelumnya bahwa merekrut PNS, Pegawai BUMN dan pegawai swasta terlihat
begitu agak longgar- hanya berdasarkan skor memang mereka termasuk orang-orang
yang beruntung. Namun peraturan perekrutan sudah jauh berubah. Untuk PNS,
misalnya, pemerintah sangat membatasi penerimaannya. Karena selama ini jumlah
PNS yang berlimpah dan tak terkendalikan telah ikut memberatkan anggaran negara
untuk menggaji mereka. Dan gara-gara rektuitmen PNS dilakukan secara
asal-asalan maka cukup banyak yang direkrut para PNS yang kurang rajin, yang
kinerjanya kurang bagus dan kurang mampu memajukan negara.
Dulu
nilai yang tinggi seolah-olah berguna buat menjangkau bintang-bintang yang
tinggi, atau cita-cita yang bertebaran di langit. Begitu juara umum maka kelak
seseorang bisa meraih karir sebagai dokter, perawat, pramugari, dll. Sekarang
tidak lagi, malah dikatakan nilai yang tinggi berguna hanya buat syarat
kelulusan dari Perguruan Tinggi, sementara untuk karir lebih didukung oleh
keterampilan berwirausaha, leadership
dan kemampuan berkomunikasi.
Sebetulnya
juga ada karir yang cukup menantang yang tidak mutlak ditentukan oleh nilai
atau skor yang tinggi, tapi dipengaruhi oleh multi talenta seseorang. Untuk hal
ini kita bisa bercermin pada biografi public
figure, sebut saja seperti Mutiara Djokosoetono , Najwa Shibab, dan Oki
Setiana Dewi.
1)
Profil Pendiri Armada Taxi
Bagi
warga Jakarta dan siapa saja yang mengunjungi Jakarta sudah pasti mengenal
Taksi Blue Bird. Ini sebuah armada taksi yang banyak bersileweran di kota
Jakarta, dan sudah merupakan salah jenis kendaraan yang paling banyak digunakan
oleh masyarakat di ibukota Jakarta. Pendiri
Taksi Blue Bird adalah seorang perempuan pejuang dari Malang bernama Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono. Ia berasal
dari keluarga berada, namun pada usia 5 tahun keluarganya bangkrut. Kehidupan
berubah drastis. Dari seorang gadis cilik yang dikelilingi fasilitas hidup naik
kemudian menjadi miskin. ia kemudian meniti bangku sekolah dalam kesederhanaan
luar biasa.
Jadi
penderitaan dan hidup susah bisa memicu seseorang dalam memperkuat motivasi
berprestasinya. Kesederhaan hidup Mutiara
Siti Fatimah Djokosoetono telah menjadi motivasi hidupnya. Kesederhanaan
hidup Bu Djoko semasa kecil, seperti makanan yang tak pernah cukup, pakaian
seadanya, tak pernah ada uang jajan.
Menginjak
remaja ketegaran semakin terasah. Ia bertekad memperkaya diri dengan ilmu dan
kepintaran atau skill. Ia banyak membaca kisah-kisah inspiratif yang diperoleh
dengan meminjam. Jadi tidak ada orang yang ingin sukses menjauhi kebiasaan
membaca. Membaca malah bisa memperkaya wawasan berfikir seseorang.
Ia
menyelesaikan pendidikan HBS, kemudian lulus Sekolah Guru Belanda atau Europese
Kweekschool. Dengan tekad yang kuat ia meninggalkan kampung halaman untuk
merantau ke Jakarta. Dan berhasil masuk Fakultas Hukum Universitas Indonesia
dengan menumpang di rumah pamannya di Menteng. Kemudian jalan hidup membawa
berkenalan dengan Djokosoetono, dosen yang mengajarnya, yang juga pendiri serta
Guberbur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Laki-laki itulah yang menikahinya
selagi Bu Djoko masih kuliah.
Mereka
dikaruniai 3 anak, bekerja sebagai dosen di FHUI dan PTIK. Untuk menambah
penghasilan keluarga, Bu Djoko berjualan batik door to door. Tak ada gengsi,
tak ada malu, tak ada rasa takut direndahkan oleh sesama isteri. Karakter tidak
gengsi-gengsian penting untuk meraih sukses. Namun penjualan batik yang sempat
sukses kemudian menurun. Hingga Bu Djoko beralih kemudian berusaha telur di
depan rumahnya.
Realita
berjualan telur menjadi pilihan bisnis yang brilian masa itu. Saat itu telur
belum sepopuler sekarang. Kemudian suaminya sakit-sakitan dan suaminya
meninggal. Tak berapa lama setelah kepergian suaminya. PTIK dan PTHM memberi
kabar yang cukup menghibur keluarga. Ia mendapatkan dua buah mobil bekas, sedan
Opel dan Mercedes. Disinilah embrio lahirnya Taksi Blue Bird.
Pada
suatu malam, Bu Djoko mulai merancang gagasan bagi operasional taksi yang
dimulai dengan dua buah sedan pemberian yang dimiliki. Bu Djoko menyusun konsep
untuk menjalankan usaha taksinya. Ia memikirkan mobil, cara mengelola dan juga
memikirkan pengemudi. Pengemudi itu akan dididik dengan baik, dibina, dirangkul
untuk sama-sama berkembang. Inilah fase yang penting dalam sejarah kelahiran
Blue Bird.
Usaha
taksi terebut menggunakan penentuan tarif sistem meter yang kala itu belum ada
di Jakarta. Untuk order taksi, ia menggunakan nomor telefon rumahnya. Karena
Chandra ditugaskan menerima telepon dari pelanggan maka orang-orang menamakan
taksi itu sebagai Taksi Chandra. Taksi Chandra yang hanya dua sedan itu
kemudian melesat popular di lingkungan Menteng karena pelayanan yang luar
biasa. Order muncul tanpa henti. Dari hasil keuntungan saat itu, BU Djoko bisa
membeli mobil lagi.
Permintaan
akan Taksi Chandra terus mengalir. Beberapa mobil yang telah dimiliki dirasa
kurang mencukupi. Titik layanan kian melebar, tak hanya di daerah Menteng,
tebet, Kabayoran Baru dan wilayah-wilayah di Jakarta Pusat, tapi juga sampai ke
Jakarta Timur, Barat dan Utara. Dalam kesederhanaan Bu Djoko memimpin
perjalanan besar membawa Blue Bird siap mengarungi zaman. Dia menanamkan kepada
awak angkutan bagaimana menumbuhkan sense
of belonging yang tinggi terhadap Blue Bird dengan menjadi
"serdadu-serdadu" tangguh dan penuh pengorbanan.
2)
Profil Tokoh Muslimah Muda
Oki Setiana Dewi, sosok publik figur satu ini mungkin sudah tidak asing
lagi di telinga kita, profil tokoh muslimah muda yang cantik ini mulai dikenal
ketika ia sukses membintangi film yang berjudul "Ketika Cinta Bertasbih”.
Aktif sebagai seorang penulis, pembicara di berbagai pertemuan serta juga
sebagai uztadzah,
Oki
sendiri menyelesaikan SMA nya juga di SMAN 1 Depok. Ketika SMA, Oki selalu
langganan menjadi juara kelas. Ia juga sering mewakili sekolahnya dalam
berbagai perlombaan akademis dan non-akademis. Oki termasuk siswa yang pintar
hingga bisa diterima di Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
pada tahun 2012.
Usai
meraih gelar sarjana, Oki menjadi santriwati program Tahfidzul Qur’an di Rumah
Qur’an yang terletak di Depok- Jawa Barat. Lalu, ia mempelajari bahasa Arab di
Universitas Umm Al Qura di Makkah pada tahun 2012.
Kisah
Oki ketika memutuskan memakai jilbab adalah ketika sang bunda terserang sakit
yang kata dokter sudah sulit disembuhkan. Mendengar itu Oki jadi sangat sedih.
Ia pun lalu memutuskan untuk berjilbab agar bisa lebih dekat dengan Allah dan
bisa lebi khusyuk mendoakan kedua orang tuanya terutama bundanya. Sejak saat
itulah Oki memakai jilbab.
Selain
menjadi artis, ia juga aktif sebagai penulis dengan beberapa judul bukunya
yaitu Melukis Pelangi :Catatan Hati Oki Setiana Dewi, Sejuta Pelangi : Pernik
Cinta Oki Setiana Dewi, Cahaya Di Atas cahaya Perjalanan Spiritual Oki Setiana
Dewi, Hijab I'm In Love, Dekapan Kematian, Ketika Guru SD Sakit. Dalam bukunya
yang berjudul Hijab I’m In Love, merupakan karyanya yang paling berbeda karena
ia juga mengeluarkan album perdananya dengan judul yang sama.Dalam album Hijab Im in Love (2013) ini dinyanyikan bersama adiknya bernama Shindy.
Oki
juga sering mengisi seminar kemuslimahan dan kepemudaan. Oki juga meluangkan
waktunya mengajar ngaji di TPA untuk anak-anak dan ibu-ibu. Oki menggalakkan
kegiatan DMKM yaitu Dari Masjid ke Masjid dan juga program “Yuk Mengaji, Al
Qur’an di Hati” dimana pelaksanaannya juga menyentuh lingkungan Lapas Wanita
Tangerang. Kecerdasan dan prestasi Oki juga diakui ketika dirinya ditunjuk
sebagai duta untuk Anak-anak Rumah Autis dan duta Internet Sehat dan Aman oleh
kementrian Komunikasi dan Informatika. Oki Setiana Dewi menikah dengan Ory
Vitrio yang seorang pengusaha pengusaha restoran.
3)
Profil Presenter Sukses
Kita
telah membaca kisah sukses Mutiara Siti
Fatimah Djokosoetono dan Oki Setiana Dewi secara sekilas, kemudian bagaimana
dengan kisah sukses Najwa Shihab ? Najwa Shihab nama wanita satu ini
dikenal masyarakat sebagai presenter atau pembawa acara di Mata Najwa yang disiarkan
di Stasiun televisi Metro TV. Dia merupakan putri kedua dari seorang Tokoh
bernama Prof. Dr. Quraish Shihab yang merupakan seorang cendekiawan
muslim Indonesia. Berarti Najwa didik dengan banyak ilmu pengetahuan dan banyak
pengalaman.
Mengenai
pendidikan, Ketika di Sekolah Menengah Atas (SMA), Najwa Shihab terpilih
sebagai siswa yang berangkat ke Amerika selama satu tahun dalam program bernama
AFS yang dikelola oleh Yayasan Bina Antarbudaya, karena memiliki wawasan yang
luas dan didukung dengan kemampuan berbahasa Inggris. Najwa Shihab kuliah di
Universitas Indonesia dengan mengambil jurusan Ilmu Hukum dan menjadi alumni
pada tahun 2000. Kendati lulus sebagai Sarjana Hukum, Najwa Shihab lebih
memilih terjun di dunia jurnalistik ketimbang seorang pengacara.
Tidakah
mengehrankan, ia kemudian bergabung dengan Metro TV salah satu Stasiun Televisi
Indonesia untuk mengasah kemampuannya dibidang jurnalistik. Dia dianugrahi
penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dalam hal laporan-laporanya
ketika menjadi repoter bencana Tsunami di Aceh dimaa ia merupakan reporter
pertama yang berhasil melaporkan kondisi setelah tsunami menerjang Aceh, dari
laporan atau liputannya, dinilai memberi andil yang sangat berarti dalam hal
berkembangnya kepedulian dan juga rasa empati masyarakat luas terhadap tragedi
tsunami tersebut yang banyak memakan korban jiwa.
Terlihat
bahwa cita-cita seseorang tidak jatuh dengan mudah dari langit. Cita-cita
setinggi bintang di langit adalah kata-kata yang diucapkan buat anak-anak kecil
sebatas ilusi. Kisah hidup ringkas 3 publik figur di atas memberi tahu pada
kita bahwa cita-cita buat sukses harus dipersiapkan, bukan semudah membalik
telapak tangan dan, juara kelas saja juga tidak menjamin buat sukses.
Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono mengingatkan kita
betapa pentingnya seseorang bisa membaca peluang- seperti memimpikan bisnis
dalam sektor transportasi taxi yang didukung dengan semangat dan kegigihan
tekad. Pintar saja secara akademik, sebagaimana yang dimiliki Oki, juga belum
menjamin buat sukses. Ia mengasah potensi diri untuk memilki keterampilan
berganda, bisa sebagai pembicara dan penulis. Tentu saja sejak kecil dan remaja
ia juga rajin berlatih berpidato, ikut berorganisasi dan berlatih dalam menulis
dan jurnalistik, kemudia ia juga mendalami ilmu Al-Quran dan ilmu jiwa, hingga
ia menjadi seorang publik figur nasional.
Begitu juga dengan Najwa Shihab, bahwa ia juga
memilki kepintaran berganda, kemampuan berbahasa Inggris dan keberanian. Andai
ia seorang perempuan yang pasif dan pemalu maka tentu ia sulit untuk move-on. Jadinya bahwa aktif
berorganisasi, banyak membaca untuk memperluas wawasan serta kemampuan dalam
menulis- jurnalistik- telah memuluskan karir Najwa Shihab itu sendiri.