Meledakan Pertumbuhan
Kecerdasan Anak
Tumbuh-kembang
seorang anak sebetulnya dapat dilihat dari berbagai sisi, yaitu sisi kognitif
(perkembang otak), psikomotorik (keterampilan atau gerak) dan afektif. Seorang
anak itu sendiri juga bisa dilihat dari unsur biologis, psikologis, spiritual,
dan sosial. Seorang anak berada dalam masa keemasan atau “golden age” yang pertumbuhannya begitu dasak dalam bentuk ledakan
yang hebat.
Ide ini mungkin
sulit untuk dipahami. Namun mari kita telusuri kembali pada awal-awal masa
pertumbuhannya. Di awal masa kelahirannya, seorang bayi terlahir dengan berat 3
kg. kemudian pertumbuhan berat badannya berturut turut adalah 65 %, 60%, 50%,
40 % dan terus mencapai angka 10 %, 5% hingga mencapai angka pertumbuhan yang
stabil setelah proses pertumbuhan dalam ledakan besar itu berakhir.
Tentu saja
pertumbuhan biologis (tubuh) anak dalam ledakan yang hebat terjadi bagi anak
yang mengkonsumsi asupakan gisi secara normal dan sempurna. Hingga pertumbuhan
anak berakhir setelah terjadi osifikasi atau pengerasan tulang di akhir masa
remaja mereka.
Penambahan berat
badan bayi dengan asupan gizi yang sempurna terjadi setiap minggu dan bisa
diukur setiap bulan. Penambahan dari tumbuhnya ukuran tubuh, dalam bentuk
ledakan terus terjadi selama masa anak-anak dan berakhir dalam masa remaja.
Yang mana hitungan pertumbuhannya terlihat setiap tahun.
Otak adalah
organ yang betanggung jawab untuk membuat seorang bayi atau anak menjadi
cerdas. Ledakan kecerdasan juga terjadi dalam usia anak-anak. Dimana ditandai
dengan pertumbuhan lingkaran kepala dalam ukuran millimeter setiap minggu dalam
tahun pertama dan kedua dari kehidupannya. Setelah pertumbuhan otak
sempurnamaka selanjutnya yang terlihat adalah pertumbuhan kecerdasan anak.
Dalam buku David
Hull (1985) dalam buku “The Macmillan
Guide to Child Care” menggambarkan tentang ledakan pertumbuhan kecerdasan
anak dari segi personal dan sosial, keterampilan berbahasa, gerak halus dan
gerak kasar. Ledakan kecerdasan terjadi dalam masa 2 tahun (masa bayi), dimana
ledakan terhebat adalah dalam tahun pertama. Ledakan-ledakan kecerdasan
mencapai perkembangan dasar hingga mereka berusia 5 tahun.
Perkembangan
personal dan sosialnya dari mampu tersenyum karena digoda hingga mampu memakai
baju sendirian dalam waktu singkat. Pertumbuhan kemampuan bahasa dimulai dari
seonggok bayi merah, yang hanya mampu menangis, kemudian mampuan melambaikan
tangan hingga mampu ngobrol dalam kalimat yang sempurna dalam waktu 4 tahun. Sedangkan
kemampuan motoriknya, dimulai dari mampu memegang tangan, menjangkau permainan
hingga mampu melukis kepala manusia pada usia 4 tahun.
Betapa ledakan
kecerdasan terjadi dimana- mana dan juga bagi anak-anak kita. Ledakan
kecerdasan yang dahsyat dalam masa 4 atau 5 tahun pertama kehidupan mereka
merupakan bentuk kecerdasan dasar- basic
intelligent- dimana selanjutnya kecerdasan mereka siap buat dikembangkan.
Mereka sudah memiliki kecerdasan dasar yang hebat yang siap buat untuk diledakan
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal. Namun bagaimana
respon lingkungannya, termasuk guru dan orang tuanya ?
Orang tua yang
peduli dengan pertumbuhan dan perkembangan anak akan memperdalam tentang ilmu parenting mereka. Anak- anak bisa maju
terutama karena memperoleh pengasuhan dari orang tua yang berkualitas. Pada
umumnya bangsa-bangsa yang memilki SDM yang bagus adalah karena mampu
mengoptimalkan ledakan kecerdasan anak-anak mereka. Kita agaknyaperlu belajar
dari rahasia manajemen mendidik anak atau parenting
management mereka.
Di dunia ini
sangat banyak negara-negara yang memiliki orang tua yang hebat dalam mendidik
anak dan juga ada orang tua yang hebat dalam mendidik anak di negara kita. Ya
anak-anak bisa menjadi maju, sekali lagi,
adalah karena orang tua mereka sangat
memahami konsep parenting- yaitu
peran orang tua yang bertanggung jawab dalam mendidik dan membesarkan mereka
(anak-anak).
Mari kita pahami
bagaimana parenting mereka. Misalnya,
kita pilih saja parenting dari4 negara
maju saja. Yaitu negara yang yang
terkenal hebat dalam mendidik anak. Negara tersebut
adalah Perancis, Cina, Amerika dan
Jepang. Orang tua di negara-negara tersebut adalah orang tua yang ideal dan
kita patut belajar dari bentuk parenting
mereka.
1).Orang Tua
Perancis
Penulis merasa
beruntung bisa berkenalan dengan tiga orang Perancis, Louis Deharveng, Anne
Bedos dan Francoisse Brouquisse. Mereka telah menjadi teman penulis sejak tahun
1993 sampai sekarang (2012). Mereka sering mengunjungi (berlibur) ke tempat penulis
secara teratur di Batusangkar. Tentu saja penulis punya kesempatan untuk saling
bertukar fikiran dengan mereka. Itu membuat penulis mengenal negara Perancis
dan budaya negara mereka lebih mendalam. Penulis jadi tahu mengapa Perancis menjadi
salah satu negara terhebat di Eropa dan juga di dunia. Itu semua karena
masyarakat Perancis dibesarkan dan didik oleh orang tua yang sasngat hebat
dalam mendidik keluarga mereka.
Apakah orang
Perancis bersikap lebih baik ? Penulis pernah berbincang-bincang dengan orang
Perancis. Penulis dan juga tetangga berkesimpulan bahwa ‘Orang Perancis
bersikap lebih baik”. Teman-teman penulis orang Perancis tersebut bukan orang
timur namun mereka berbicara sangat sopan dan juga makan dan minum tanpa
mubazir. Cara mereka makan sangat sesuai dengan ajaran Islam, makan tanpa
menyisakan makanan.
Salah seorang
famili keluarga kami menikah dengan wanita Perancis dimana penulis bisa
mengamati bagaimana mereka mendidik dan membesarkan anak mereka. Penulis melihat bahwa
keluarga Prancis tidak repot/ bising
pada waktu makan kita. Mereka
tampak seperti sedang
berlibur- ya terlihat rileks saja. Anak balita
mereka bisa duduk tenang di kursi, menunggu makanan. Tidak ada jeritan
atau juga tidak merengek. Penulis juga
mencari karakter keluarga Perancis dan benar bahwa itu adalah karakter
rata-rata.
Penulis sering melihat anak kecil
yang mudah marah pada waktu makan dan
anak-anak Perancis jarang bersikap demikian.
Bila anak mereka rewel maka orang tua mereka tidak bersikap angresif
dalam menenangkan anak mereka, kecuali mereka selalu bersikap tenang atau
rileks saja. Pelajaran
dari keluarga Perancis, bahwa orang tua
Perancis memperkenalkan pelajaran cara
“bersopan santun” dalam hidup kepada anak-anak
mereka sebagai berikut:
a) Anak-anak harus mengatakan halo, selamat tinggal, terima kasih dan minta
pamit. Ungkapan ini membantu mereka dalam bergaul dan sekaligus membuat pribadi
mereka disenangi.
b) Ketika anak-anak menunjukan karakter nakal, maka orang tua memberi
mereka peringatan dengan cara
"Membelalakan mata"- sebagai isyarat teguran, tanpa harus mengomel
atau membentak.
c) Orang tua Perancis mengingatkan
pada anak bahwa “siapa yang bos/ pimpinan”.
Orang tua Prancis mengatakan, "Ini saya yang memutuskan",
maksudnya agar anak mampu
bertanggungjawab dan mengambil keputusan.
d) Jangan takut untuk mengatakan "tidak." Dan anak-anak harus
belajar bagaimana mengatasi frustrasi.
Mengapa anak-anak Prancis tidak terbiasa melempar
makanan? Dan mengapa orang tua mereka tidak suka berteriak atau menghardik ?
itu sudah menjadi karakter positif mereka. Orang tua Prancis juga tidak sempurna, namun mereka memiliki
kebiasaan yang bagus dan benar-benar
mereka laksanakan. Mereka bersemangat
kalau berbicara dengan anak-anak, tidak asal-asalan dalam menjawab pertanyaan
anak. Mereka mengajak anak melakukan eksplorasi- memperkenalkan alam pada anak-
mengajak mereka ke luar rumah dan juga
membacakan banyak buku- untuk memperkenalkan bacaan pada anak. Mereka
juga membawa anak untuk belajar tenis,
kursus melukisan dan ke museum ilmu pengetahuan interaktif.
Orang tua
Perancis selalu melibatkan diri dalam keluarga. Mereka menganggap bahwa orang
tua yang baik perlu menyediakan waktu buat anak. "Bagi saya, malam hari
adalah waktu buat bersama keluarga/ anak. Orang tua Perancis sering memberi
anak stimulus (rangsangan untuk berbuat positif) dan selalu ingin anak mereka
menerapkan disiplin.
Bagaimana mereka
mendidik anak ? Ya tentu saja melalui disiplin. Namun kata disiplin tidak
berhubungan dengan hukuman- sebagai pengertian yang sempit. Kalau ada kesalahan
langsung membentak anak- bukan demikian. Orang tua Perancis tidak
buru-buru menjemput anak yang menangis
namun mendorong mereka untuk menenangkan diri sendiri. Ketika anak-anak mencoba untuk mengganggu
pembicaraan, ibu berkata, "Tunggu
sebentar ya sayang, ibu tengah berbicara..!!" Kata sang ibu dengan
sopan dan sangat tegas pada anak.
Ibu atau ayah
Perancis juga mengajar anak-anak mereka bagaimana : belajar bermain sendiri.
"Yang paling penting adalah bahwa ia belajar untuk menjadi bahagia dengan
dirinya sendiri, "Orang tua Perancis mempercayakan anak-anak untuk cukup
banyak kebebasan dan otonomi/ kemandirian.
Menyediakan makanan buat diri sendiri, menyediakan pakaian buat diri
sendiri- jadi dari usia kecil tidak diajar bermanja atau serba dibantu. Ya
bagaimana kelak anak bisa sukses dalam hidup kalau mereka sepanjang hidup
terbiasa banyak dibantu.
2).Orang Tua
Cina
Dimana-mana di
dunia orang Cina terkenal sebagai orang yang berhasil. Dapat dikatakan bahwa
majunya negara Singapura adalah juga karena pengaruh orang-orang keturunan
Cina. Ekonomi Indonesia juga dipengaruhi oleh sebagian orang-orang keturunan
Cina. Dari media masa kita dapat ketahui bahwa orang-orang Canada dan Amerika
Serikat keturunan Cina juga termasuk orang-orang yang berpengaruh di sana.
Kita bertanya-tanya bagaimana orang tua Cina dalam membesarkan anak-anak mereka
hingga sukses.
Kita bertanya-tanya apa yang dilakukan orang tua hingga
menghasilkan anak yang jago dalam
matematika, musik, ICT dan perlombaan sains. Amy Chua (2011) seorang
penulis tentang parenting mengungkapkan beberapa
hal yang tidak pernah diizinkan oleh orang tua Cina pada anak-anak mereka:
a) Menginap atau
bermalam di rumah seseorang.
b) Hura-hura
atau buang-buang waktu.
c) Mengeluh.
d) Menonton TV atau bermain game computer
e) Memperoleh skor nilai yang rendah.
Ibu-ibu di negara Cina mengatakan
bahwa mereka percaya anak-anak mereka
bisa menjadi siswa "yang terbaik", bahwa "prestasi akademik mencerminkan orang tua yang
sukses," dan bahwa jika anak-anak tidak berprestasi di
sekolah berarti ada "masalah" dan itu berarti orang tua sang anak "tidak melakukan pekerjaan mendidik dengan baik’.
Orang tua Cina
menuntut nilai sempurna
karena mereka percaya bahwa anak
mereka bisa mendapatkannya. Jika
anak mereka tidak mendapatkan maka ibu
Cina menganggap itu karena
si anak tidak bekerja/ belajar cukup keras. Maka solusi atas kondisi tersebut
“anak perlu dikritik atau dipermalukan”. Bukan hanya sekedar mempermalukan anak
namun orang tua berlepas tangan dalam hal mendidik.
Orang tua
Cina percaya bahwa anak-anak mereka
berutang kepada mereka semuanya karena
mereka telah berkorban dan berbuat
banyak bagi anak-anak mereka. Dan
memang benar bahwa ibu Cina menyediakan
waktu yang sangat melelahkan agar anak bisa
mengikuti les privat, pelatihan, menginterogasi dan memata-matai anak-anak mereka. Maka
pemahamannya adalah bahwa anak-anak Cina
harus menghabiskan hidup mereka
dan mentaati mereka dan membuat mereka bangga.
Orang tua Cina percaya bahwa mereka tahu apa yang terbaik untuk anak-anak mereka dan karena itu
mereka mengesampingkan semua
keinginan anak-anak yang belum logika.
Itu sebabnya putri Cina belum dapat memiliki pacar saat di
bangku SMA dan mengapa anak-anak Cina
tidak bisa pergi hura-hura.
3). Orang
Tua Amerika
Suatu hari penulis
berkenalan dengan Dr. Jerry Drawhorn. Dari Jerry penulis mengetahui beberapa
kebiasaan dan budaya orang amerika. Sebagai seorang arkeolog ia pernah
berbicara tentang kecerdasan. Ada banyak orang Amerika yang begitu pintar dan
kepintaran mereka adalah sebagai kontribusi dari orang tua mereka. Penulis
kemudian mencari tahu bahwa dari beberapa kelompok etnik yang ada di Amerika
maka etnik Yahudi termasuk unggul dalam mendidik keluarga mereka.
Etnik Yahudi Amerika telah lama dikagumi oleh banyak orang di Amerika
karena kemampuan mereka dalam menghasilkan anak-anak yang berkembang secara
akademis. Mereka punya budaya “guilty”
atau merasa bersalah kalau tidak berhasil dalam hidup dan ini punya dampak
dalam menciptakan keberhasilan mereka.
Rasa bersalah (guilty) adalah bentuk emosi yang memberi rasa rumit dalam
fikiran. Orang tua Yahudi merasa bersalah kalau keluarga mereka gagal atau
kurang berhasil dalam berbuat. Gambarannya bisadalam bentuk ungkapan:
“I am ashamed if I am not success, my
parent will be embarrassed if I am fail, our people will be forgotten if we
have very poor score, etc”
Rasa bersalah ini merupakan dorongan yang kuat dalam melindungi dan juga
dalam menyempurnakan mutu kehidupan diri dan kehidupan keluarga. Agar hasil
kegiatan mereka bisa sempurna maka mereka tidak mau berbuat asal-asalan, mereka
berbuat lebih profesional. Rasa bersalah telah mendorong semua orang Yahudi
untuk berbuat secara serius dalam berbagai bidang kehidupan sehingga mereka
menjadi bangsa yang berkualitas.
Orang tua Yahudi juga menularkan rasa bersalah pada anak mereka, sehingga
dalam belajar bila mereka tidak memperoleh hasil yang belum maksimal maka akan
timbul rasa guilty atau rasa bersalah. Selanjutnya rasa bersalah menjadi
pendorong untuk berbuat lebih berkualitas. Jadi bagaimana
anak-anak Yahudi memperoleh skor
akademik yang tinggi dan juga untuk mendapatkan perhatian
dari perguruan tinggi terbaik?
Tentu saja adanya dorongan yang kuat dari dalam hati, bila tidak bisa maka
mereka akan mengalami rasa bersalah (guilty) yang mendalam.
4) Orang Tua Jepang
Bagaima dengan
kualitas karakter anak-anak di Jepang ?
Kualitas mereka terbentuk dari kualitas parenting
para orang tua dan juga dukungan media masa sehingga terbentuklah masyarakat
yang punya disiplin, empati dan pendidikan yang pro pada karakter.
a) Menumbuhkan
disiplin keluarga.
Tentu saja
setiap pemuda dan pemudi Jepang yang ingin menikah maka mereka terlebih dahulu
mengikuti kursus parenting, atau juga
belajar secara otodidak tentang menjadi orang tua yang baik (parenting). Jadinya setelah menikah dan
punya anak maka mereka tidak kebingungan dalam menanamkan konsep. Disiplin
adalah konsep utama yang selalu ditanamkan oleh orang tua untuk keluarga
mereka.
Karena memahami
konsep parenting, maka ibu di Jepang
bersikap lembut namun juga tegas. Sejak lahir, anak-anak selalu bersama ibunya.
Mereka tidak pernah luput dari pengawasan sang ibu. Ibu-ibu di Jepang
disiplin sekali terhadap anak-anaknya dan kedisiplinan ini diajarkan sejak
dini. Anak-anak tidak selamanya bersikap manis, kadang-kadang bersikap agak
nakal dan menjadi hilang kontrol.
Jika sang anak
tidak mematuhi- bersikapmenganggu ketertipan umum, maka mereka akan memukul
kepala si anak. Hukuman ini lazim buat orang Jepang, dan memukul kepala tentu
saja tidak lazim bagi kita dan juga tidak harus kita tiru (mungkin diganti
dengan bentuk mencubit atau memukul selain kepala untuk tujuan mendidik.
Namun di tempat
umum, ibu-ibu Jepang pantang untuk memarahi atau bersikap kasar terhadap anak,
karenaanak perlu dipelihara harga dirinya. Mereka dihukum ketika sudah di
rumah. Oleh sebab itu, anak-anak Jepang jarang yang bersikap seenaknya karena
jika mereka melanggar aturan maka mereka tahu apa konsekwensinya. Namun kadang
ada juga ibu-ibu yang memukul kepada si anak di tempat umum jika sang anak
bersikap kelewatan atau berbahaya.
b) Berempati
bisa berarti memahami perasaan orang lain.
Orang tua Jepang
umumnya sudah punya wawasan yang baik, yang mereka peroleh lewat pendidikan
atau lewat otodidak, hingga mereka bisa menjadi model bagi anak. Orang tua yang
berkarakter baik akan cenderung melahirkan anak yang juga baik. Umumnya orang
Jepang dan juga orang di negara maju cenderung
mendahulukan orang lain sebelum diri sendiri. Misal kalau lagi menyetir
maka cenderung memperlihatkan kesabaran dan tidak mau menjadi raja jalanan.
Ketertiban dan
sopan santun anak sangat diperhatikan di Jepang bila anak tidak tertib maka mereka memperoleh hukuman. Di tempat
umum, anak-anak jangan sampai mengganggu kenyamanan orang lain. Misalkan
di restoran, tidak ada anak-anak yang hilir mudik, berjalan kesana kemari.
Semua anak duduk di bangkunya masing-masing. Bayi selalu digendong atau
dipangku oleh ibunya. Jika sang bayi rewel, sang ibu akan berdiri dan
menggendongnya.
Di rumah sakit,
klinik, mall, dan tempat umum lainnya, tidak ada anak-anak yang berjalan mundar
mandir, lari kesana kemari, berbicara keras-keras. Misalkan di klinik atau
rumah sakit, berbahaya jika anak kita berjalan-jalan atau bahkan berlari-lari.
Di kereta, anak-anak harus duduk dengan tertib dan tidak berisik. Banyak
penumpang yang ingin tidur dan beristirahat, jadi pikirkan kenyamanan mereka
juga.
Pengalaman-pengalaman
parenting dari orang tua di negara
maju tadi perlu kita adopsi untuk menemani ledakan kecerdasan anak sejak dari
masa bayi hingga mereka remaja dan dewasa. Ada beberapa catatan yang harus kita
kuasai antara lain: memperkenalkan pelajaran cara “bersopan santun” dalam
hidup kepada anak-anak,mengajarimereka bertegur sapa,mengucapkan terima kasih,
menghindari banyak mengomel pada anak, apa lagi sampai menghardik-hardik.
Berkomunikasi dengan anakdengan penuh semangat. Juga mengajarkan pada anak
untuk bisa menghargai waktu, tidak hura- hura,lupa diri karena asyik dengan
permainan.