Rabu, 14 Juni 2017

Keterampilan Dan Keberanian Untuk Kehidupan



Keterampilan Dan Keberanian Untuk Kehidupan

            Skill and experiences ring more louder than theory- keterampilan dan pengalaman lebih nyaring bunyinya dari hanya sekedar teori. Kalimat ini bisa kita buktikan dalam pengalaman hidup ini. Misanya pada apa yang terjadi pada seorang lelaki muda, sebut saja namanya Abdul Jalil, lelaki muda immigran Mesir. Abdul Jalil seorang lelaki muda asal Mesir berwajah tampan, tinggi sekitar 180 cm dan berambut ikal. Ia mampu berkomunikasi dalam empat bahasa yaitu bahasa Arab, Perancis, Inggris dan bahasa Indonesia.
Pastilah ia seorang lelaki yang smart. Kemampuan polyglotnya- banyak bahasa- juga dibuktikan dengan kemampuannya menulis dalam huruf Arab dan huruf latin buat bahasa Indonesia, Perancis dan Inggris. Saya sendiri merasa susah payah untuk menguasai tatabahasa Arab dan Perancis serta menulis dalam huruf Arab. Sementara bagi Abdul Jalil keempat bahasa ini sudah terasa amat fasih dan amat mudah bagi lidahnya. Sekali lagi bahwa pastilah ia seorang lelaki muda yang amat cerdas, dan kecerdasanya ini akan mampu mendatangkan banyak keberuntungan baginya, semisal kekayaan dan uang yang jumlahnya lebih dari cukup.
Wah ternyata itu tidak. Malah tiap hari ia hidup dalam kondisi yang bersahaja dan sangat sederhana. Saya sering menjumpainya merokok yang tidak putus-putusnya, ini sebagai indikasi bahwa ia lagi dilanda stress akibat tidak punya uang. Ya baginya uang susah buat mampir. Mengapa hal ini terjadi ?
Saya yakin bahwa saat masih berada di Mesir, Abdul Jalil pasti seorang siswa yang sangat cerdas dan sangat berbakat. Huruf bahasa Arab dan tatabahasa Arab sangat jauh berbeda dengan tatabahasa Perancis dan Inggris dan perbedaan antara huruf Arab dan huruf Latin. Namun itu semua sangat dikuasai oleh Abdul Jalil. Sehingga suatu ketika ia menjumpai situs Darmasiswa yaitu “an Indonesia scholarship program” yang boleh dilamar oleh mahasiswa dari 83 negara di dunia.
Beberapa tahun lalu saya sempat berjumpa dengan para mahasiswa asal Eropa Tengah (Rumania dan Bulgaria) yang tengah belajar di Sekolah Tinggi Seni di Padang Panjang melalui program beasiswa Darmasiswa dari Dikti. Juga saya berjumpa sangat banyak mahasiswa asing yang terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Gunadarma juga melalui program beasiswa Darmasiswa dari pemerintah Indonesia.
Setelah membaca informasi tentang kuliah beasiswa di Indonesia dan membaca profil beasiswa Darmasiswa, maka Abdul Jalil menjatuhkan pilihan untuk kuliah di Indonesia dengan pilihan jurusan Bahasa Indonesia. Tentu saja sebelum menjadi mahasiswa di Indonesia, dia telah bergiat untuk menguasai dasar-dasar bahasa Indonesia secara self learning. Ini dibantu dengan teknologi google language dan juga situs-situs belajar bahasa lainnya. Utamanya dia menguasai cara pengucapan bahasa Indonesia, kosakata dan tatabahasa dasar bahasa Indonesia.
Akhirnya Abdul Jalil berangkat menuju Indonesia setelah lulus seleksi, mengurus dokumen keimigrasian dan visa belajar di Indonesia ari kantor Kedutaan Indonesia di Kairo. Abdul Jalil memilih jurusan bahasa Indonesia dan kuliah di UGM Yogyakarta. Tentu saja ada visi dan misi mengapa dia tertarik buat belajar bahasa Indonesia, mungkin juga ingin menikah dengan orang Indonesia ?
Keputusan menikah di Indonesia memang beda dari Mesir. Pernikahan di Indonesia bisa dibikin lebih sederhana dan juga bisa dibikin sumper rumit dan super mewah. Bagi yang belum mampu biaya menikah bisa dicicil ada pinjam uang sana-sini. Tidak demikian halnya dengan di Mesir. Bisa jadi sepasang anak muda yang saling jatuh cinta begitu mendalam, namun ketika mau menikah cinta mereka bisa berantakan.
Di Mesir menikah tidak cukup sekedar bermodalkan cinta saja. Banyak pemuda Mesir merasa kesusahan buat menikahi kekasih mereka karena mahalnya harga mahar. Orangtua akan meminta mahar dengan nilai sekitar 150.000 EGP atau setara dengan 225 juta Rupiah. Cukup banyak yang merasa tidak mungkin bisa punya tabungan sebanyak itu. Khusus bagi laki-laki yang masih muda, yang tidak punya uang, jadinya cinta mereka harus. Selain biaya mahar yang tinggi, biaya pesta perkawinan juga cukup tinggi yaitu sekitar 50.000- 100.000 EGP, atau sekitar 75 juta hingga 150 juta rupiah.
Ada juga yang mengatakan bahwa bukan mahalnya biaya mahar, namun seorang laki-laki Mesir yang mau menikah harus menyedakan terlebih dahulu sebuah rumah atau apartemen buat istri mereka setelah menikah. Harga sebuah apartemen sekitar 225 juta Rupiah, ya setara dengan harga sebuah rumah perumnas ukuran sederhana di Indonesia. Tidak semua lelaki muda yang mau menikah bisa menyediakan rumah, jadinya banyak laki-laki Mesir yang telat menikah, yaitu mendekati usia 40 tahun.
Hal yang demikian juga dialami oleh Abdul Jalil. Mahalnya harga pernikahan membuat laki-laki ini tetap single sampai usia di atas 30-an, sampai ia punya kesempatan untuk memperoleh beasiswa kuliah di Yogyakarta. Dengan kemudahan media sosial, utamanya Facebook, dia mulai rajin berselancar- browsing- untuk mendapatkan gadis idamannya yang mampu mengisi kekosongan hatinya. Akhirnya yang beruntung adalah seorang gadis di Sumatera. Mereka saling kontak dengan intens dan berjanji, sempat saling ketemuan di Jakarta dan Yogyakarta beberapa kali.
Gadis lembut Sumatera sangat merespon cinta lelaki ganteng ini. Kualitas cinta mereka semakin meningkat saban hari. Abdul Jalil memutuskan untuk datang menemui calon mertua, meminang secara sederhana dan menikah dengan proses yang sangat ringan, kontra dengan proses pernikahan di Mesir yang terasa mahal.
Tentu saja dengan menikah terjadi perpaduan dan kemudia akan terasa persamaan dan perbedaan. Rasa cinta yang tinggi dan persamaan keyakinan- yaitu agama Islam- menjadi perekat perkawinan yang cukut kuat. Setahun setelah menikah perkawinan mereka membuahkan seorang momongan mungil yang tampan. Dan sekarang bayi mereka sudah menjadi balita- aktif dan suka mengganggu ayahnya.
Balita mereka dengan perpaduan wajah Indonesia dan Mesir terlihat sangat tampan, membuat keluarga besar mereka menjadi terhibur. Balita mereka bisa tumbuh sempurna, apalagi Abdul Jalil dalam usia yang cukup telat buat berumah tangga cukup rajin mendalami ilmu parenting, jadinya bisa membantu pertumbuhan dan perkembangan buah hati mereka. Namun tetap ada masalah yang mengganjal.
Mereka memutuskan buat menyewa rumah kecil sendiri. Dan kendala baru bahwa dapur rumah tangga mereka kadang tidak berasap. Anak dan istrinya butuh makan. Dalam realita bahwa kecerdasan berbahasa Abdul Jalil- menguasai 4 bahasa- belum mampu mengusir rasa lapar keluarga. Dalam kondisi begini yang diperlukan oleh keluarga Abdul Jalil adalah pengalaman dan keterampilannya untuk mencari nafkah. Ternyata Abdul Jalil yang cerdas kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan kampung istrinya sehingga ia belum mampu buat pencari nafkah.
Sebagai seorang ayah dan suam ternyata Abdul Jalil barur sebatas cerdas kognitif, cerdas di atas kertas, atau cerdas akademik. Anak dan istrinya butuh rupiah atau dollar dan sangat berharap agar dia punya life skill- kecerdasan dan keterampilan buat mencari nafkah, mungkin menjadi pekerja tukang, pedagang kecil, atau membuka warung kecil ala Mesir di Sumatra- namun itu belum ada.
Sebenarnya Abdul Jalil bukan lelaki yang pemalas. Ia pun sempat berdagang kecil-kecilan, seperti berdagang kurma, namun kurma bukan kebutuhan utama orang di Sumatra jadinya keberuntungan masih agak jauh darinya. Buat sementara mereka membuat alternatif, yaitu sang istri sebagai pencari nafkah part time, tentu saja dengan nominal upah dan gaji yang kecil untuk menopang ekonomi mereka. Sementara Abdul Jalil sebagai pengasuh balita di rumah.
Perkawinan mereka cukup bagus namun Abdul Jalil masih kebingungan, mau bagaimana lagi. Mau membawa keluarga ke Mesir, biaya pesawat dan kebutuhan lain begitu mahal. Laki-laki yang mau menikah, sebagai pemimpin rumah tangga, memang memikirkan secara matang dan menyiapkan keuangan yang cukup buat mendukung perkawinan mereka.
Perkawinan tidak hanya sebatas kata cinta. Karena ungkapan “I love you” hanya sebagai hiasan pada hati namun tidak bisa membuat perut kenyang. Kehidupan perkawinan butuh uang dan makan. Makan laki-laki harus terampil buat mencari rezeki. Kalau istri mampu mencari tambahan rezeki, tentu itu berguna buat meringankan beban suami.
Dalam membangun relasi dengan seseorang dan juga buat menjaga kelanggengan keluarga sangat diperlukan teori yang relevan. Namun untuk memenuhi kebutuhan dasar- maan, pakaian, perumahan- diperlukan proses kehidupan. Proses kehidupan yang memerlukan keterampilan dan pengalaman yang luas.
Hal ini juga terbukti pada kisah sukses seseorang yang tinggal di pulau Bali. Saya jadi hanyut dalam emosi saat membaca biografi Gusti Ngurah Anom- Ajik Cok, seorang raja pendiri galeri oleh-oleh khas Bali. A.Bobby (2015) memaparkan kisah sukses Ajik Cok dengan apik, sekali lagi, saya terbawa emosi membaca biografinya.
Gusti Anom, panggilannya Ajik Cok, waktu kecil dikenal sebagai anak yang bodoh, miskin, dan nakal. Namun setelah dewasa ia mampu keluar dari jerat kemiskinan. Ayahnya seorang petani penggarap, jadi sangat miskin dan ia pun punya dua istri. Ibunya Ajik Cok adalah istri kedua. Untuk mendukung ekonomi keluarga, ibunya berjualan kue kecil-kecilan.
Ajik Cok terakhir sempat masuk sekolah pariwisata, namun karena keterbatasan dana buat beli buku, pakaian dan kebutuhan sekolah lainnya maka Ajik Cok memutuskan buat drop out dari sekolah. Saat sekolah ia pun sering menunggak spp.
Didera oleh kemiskinan yang tidak berkesudahan akhirnya ia memutuskan meninggalkan rumah hanya berbekal pakaian yang melekat di badan. Ia merantau menuju kota Denpasar dengan harapan moga-moga ada perubahan pada kehidupannya. Dia mau mengerjakan apa saja jenis pekerjaan. Tidak pilih-pilih pekerjaan. Pekerjaan pertama yang ia geluti adalah sebagai tukang cuci mobil para tamu hotel dan ia pun tidur di emperan.
Beberapa waktu kemudian ia melamar menjadi buruh garmen- pakaian jadi. Profesi ini ia tekuni dengan bersemangat dan penuh hati-hati. Sehingga ia menjadi kesayangan bos. Karena karakternya yang rajin dan bekerja penuh semngat. Ia pun menjadi orang kepercayaan bosnya. Dan ia pun mengembangkan dan menumbuhkan perusahaan garmen milik bosnya.
Seiring waktu ia pun pamit sebagai buruh garmen dan memberanikan diri pula untuk membuka usaha garmen sendiri. Tentu saja secara kecil-kecilan dan ia pun langsung menjajakan produk konveksinya ke pantai, lokasi wisata, tanpa malu-malu. Ia pun belajar mengatasi beberapa kelemahan. Usaha garmennya pun tumbuh. Tidak puas hanya dengan usaha konveksi maka ia juga membuka toko oleh-oleh yang diberi nama toko krisna.
Ia tidak punya ilmu formal dari bangku sekolah yang bayak. Kecuali ia suka menimba pengalaman yang berharga dari banyak orang. Ia suka sekali learning by doing. Dengan metode bisnis- lihat, tiru, kembangkan- maka bisnis garment dan bisnis toko oleh-oleh berkembangkan pesat. Ia sekarang punya toko oleh-oleh krisna 1 hingga toko krisna 5. Sekarang banyak supplier yang tertarik untuk bergabung dengan Ajik Cok.
Saya tetap percaya bahwa proses kehidupan melalui keterampilan an keberanian lebih dahsyat hasilnya daripada hanya sekedar tahu teori. Tahun 1986 saat saya kuliah saya sempat membaca sebuah buku biografi Hasyim Ning dan hingga sekarang isi buku itu masih berkesan. Makanya apa yang kita pelajari saat masih kecil- anak anakdan remaja akan berkesan seumur hidup.
Hasyim Ning adalah seorang pengusaha sukse kelahiran Padang. Pendidikan formalnya tidak tinggi, ia hanya sekolah di SD Adabiah Padang dan juga Mulo di Padang. Mulo adalah sekolah Belanda setingkat dengan SMP yang kepanjangannya “Meer Uitgebried Larger”. Karena kesulitan hidup maka ia merantau ke Jakarta dan bekerja menjadi tukang cuci mobil. Kemudian ia dipercaya menjadi perwakilan motorcars. Karena bergelut dengan bisnis maka ia mengambil kursus pembukuan, sejenis ilmu akutansi.
Karena faktor dorongan hidup ia hijrah ke Tanjung Karang. Ia menjadi pemborong tambang batubara di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Ia kemudian pindah lagi ke Jakarta dan bekerja sebagai aministrasi kebun teh.
Hidup ini butuh keberanian dan juga butuh ilmu praktis yang langsung terpakai di lapangan. Kemampuan bergaul dan kemampuan berkomunikasi, kemampuan membaca peluang hidup, serta izin Allah Swt telah mengantarkannya menjadi Presiden Direktur Jakarta Motor Company.
Ada lagi tokoh kehidupan yang tumbuh sukses bukan karena otaknya penuh dengan teori, namun karena proses kehidupan yang ia alami mengantarkan dia dari kegelapan hidup menjadi kegemilangan masa dewasanya. Dia adalah Bazrizal Koto.
Dekat kampus UNP Padang ada plaza Basko. Saya baru tahu kalau Basko itu singkatan dari Basrizal Koto. Basko adalah pengusaha sukses yang tidak tamat SD. Proses kehidupannya adalah menggeluti bisnis yang menyentuh kebutuhan orang banyak yaitu seperti: media, percetakan, pertambangan, peternakan, perhotelan dan properti. Basrizal Koto mengawali proses hidupnya tanpa modal, dan pendidikan yang rendah, namun punya pengalaman hidup yang tinggi.
Awal proses kehidupannya adalah setelah putus sekolah ia merantau ke Riau. Namun ibunya menitip nasehat, bukan uang karena hidup miskin, yaitu agar: pandai-pandai dalam berkomunikasi, carilah segala kemungkinan/ peluang hidup, dan manfaatkan kesempatan. Sampai di Pekanbaru untuk bisa hidup, maka ia sempat menjual pisang dan petai, menjadi kenek oplet (kondektur oplet) dan ini kesempatan buat belajar berkomunikasi, melayani orang atau penumpang. Kemudian ia menjadi sopir dan ia juga menjadi makelar kendaraan. Setelah itu baru ia menekuni bisnis yang lebih berarti yaitu pada usaha properti dan juga pertambangan.Pesan artikel ini kepada anak muda bahwa selain tekun dalam studi, mendalami teori ilmu dan bidang studi, juga perlu memiliki pengalaman hidup yang diperoleh melalui proses beraktivitas. Harus membuang jauh budaya instan seperti ingin cepat kaya dan cepat pintar. Ini adalah nonsense atau omong kosong. Bahwa pintar dan kaya yang berkualitas harus dipakai melalui proses, bukan melalui proses yang instan, namun proses yang punya target capaian, yang didukung dengan keberanian, tidak gengsi-gengsian, mampu berkomunikasi, mampu membaca peluang dan juga dekat dengan manusia dan dekat dengan Allah Swt.     

Hidup Butuh Proses dan Bukan Terpaku Pada Teori



Hidup Butuh Proses dan Bukan Terpaku Pada Teori

            Membaca buku biografi bermanfaat untuk memperkaya pengalaman jiwa kita. Misalnya membaca biografi para tokoh politik, pendidikan, wirausaha, dll. Saya, misalnya, menyenangi buku biografi- misalnya biografi tentang Ciputra. St. Sularto (2010), memamparkan biografi Ciputra dengan gaya bahasa berbeda. Dia memaparkan biografinya secara ringkas.
Ciputra memang memulai hidupnya dengan sebuah mimpi yang kecil, dan kemudian dia punya mimpi yang lebih besar. Persisnya di awal usianya 30 tahun dia mampu mewujudkan mimpinya menjadi nyata- dream come true. Yaitu sebagai direktur sebuah perusahaan Pt. Pembangunan Jaya. Buat ukuran anak-anak zaman sekarang perjalanan hidup Ciputra untuk menapak karirnya sungguh sangat impossible- sangat sulit- dan juga mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka. Mengapa demikian ?
            Ciputra betul-betul mengawali hidupnya dari kondisi uncomfort zone- suasana rumah yang memang jauh dari suasana nyaman. Memasuki masa remaja sekitar zaman perang dunia ke-2, saat tinggal di Sulawesi Tengah, ia kehilangan ayahnya yang tercinta.
            Ia menyaksikan tentara Jepang menyeret ayahnya dan memisahkan dari keluarga. Ia dituduh sebagai mata-mata Belanda dan dijebloskan ke dalam penjara. Ayahnya meninggal dalam tahanan Jepang, namun hingga sekarang dia tidak mengetahui kuburan ayahnya.
            Ia tidak saja kehilangan ayah, namun juga kehilangan mata pencarian. Toko kelontong, sumber rezki/ sumber keuangan buat menghidpi keluarga juga hancur. Sejak itu mereka (ia dan keluarganya) jatuh miskin. Masa remaja yang seharusnya ceria ia lalui dengan penuh suasana suram.
            Fenomena umum adalah bahwa orang miskin jarang diperhitungkan keberadaanya. Mereka sering dilihat sebelah mata. Itu sangat dirasakan oleh Ciputra. Ia merasakan betapa tidak enaknya menjadi orang miskin dan tidak pernah/ jarang dihargai eksistensinya oleh orang lain. Inilah pemicunya bagi Ciputra untuk segera bangkit dan mematrikan tekad “Aku harus menjadi orang kaya dan sukses”.
            Untuk menjadi kaya dan sukses harus melalui jenjang prestasi. Makanya ia ingin berprestasi dan juga ingin independent (mandiri). Ia juga ingin bisa membantu orang lain. Tentu saja itu bisa dilakukan melalui strategi. Apa strategi yang ditempuh Ciputra ?
            “Yaitu dengan meninggalkan kampung halaman, dengan cara merantau atau hijrah”.
            Ia memutuskan untuk merantau ke pulau Jawa, pulau yang SDM-nya lebih baik dari pulau-pulau lain di Indonesiasejak dahulu. Utamanya ia pergi ke pulau Jawa adalah untuk menuntut ilmu, yaitu ingin masuk ke ITB.
            Apa mustahil untuk bisa kuliah di ITB saat itu ? Transportasi menuju pulau Jawa di tahun 1940-an dan 1950-an belum lagi semudah dan senyaman zaman dirgantara sekarang. Saat itu hanya mengandalkan kapal laut dengan jarak tempuh hitungan minggu. Begitu pula masuk ITB di tahun-tahun tersebut juga tidak semudah di zaman cyber sekarang, yang kadang kala juga banyak program-program yang membuat calon mahasiswa memperoleh kemudahan.
            Dengan berbagai tantangan dan keterbatasan maka Ciputra berhasil menjadi mahasiswa ITB. Namun kehidupannya sebagai mahasiswa ITB tidak senyaman teman-temannya yang lain. Sejak tingkat dua ITB kiriman keuangan dari ibunya sudah terputus. Akibat kesulitan ekonomi, jadinya Ciputra memutar otaknya bagaimana untuk bisa mencari duit agar mampu membantu diri sendiri- menopang kehidupan sebagai seorang mahasiswa yang lagi dilanda kesulitan hidup.
            Sebagian teman-temannya mempunyai kecukupan uang dan mereka bisa hangout, mengikuti kegiata ekskul, menekun hobby di bidang kesenian dan olahraga, atau meluangkan waktu untuk memadu janji dengan kekasihnya. Maka hal seperti itu sangat mustahil bagi Ciputra.
            Ia mencari kerja serabutan sambil kuliah. Ia pernah menjadi pedagang batik. Ia bukan menggelar dagangannya di pasar kakilima di kota Bandung. Namun ia mencari batik ke Bandung dan menjualnya ke Medan. Selain itu ia juga sempat menjual meubel. Ia merancang gambar meubel  dan membayar tukang meubel untuk membuatkannya.
            Banyak orang yang malah merintis usaha- bisnis- setelah mereka wisuda, menjadi seorang sarjana. Sehingga merasa kesulitan untuk eksis. Namun Ciputra memulai usaha bisnis saat masih kuliah, itu karena desakan ekonomi- kesulitan biaya hidup. Maka berama temannya mereka mendirikan konsultan yang mereka beri nama “PT Perentjanaan Djaja”. Betl-betul kesulitan hidup- suasana uncomfort zone- memberi dampak motivasi yang dahsyat. Perusahaan yang mereka rancang tersebut masih beroperasi hngga sekarang. Agar kuliah tidak terganggu, maka Ciputra sangat ketat dengan pengelolaan waktu- time management yang bagus.
            Mengapa Ciputra memulai kemandirian hidup dan semangat entrepreneur sedini mungkin ? Sekali lagi, bahwa itu karena faktor kesusahan hidup. Derita kemiskinan dan merasa tidak nyaman diremehkan orang akibat faktor kemiskinan dan juga faktor kesulitan keuangan saat kuliah di ITB telah menjadi bahan bakar buat menyalakan semangan juangnya.
            Semangat entrepreneurnya muncul karena ia lahir di tengah keluarga pedagang. Tidak heran kalau sejak kecil ia bisa bermain dan bergerak di antara barang dagangaan. Ia bertemu dan berkomunikasi dengan pelanggan toko sejak masa kanak-kanak. Orangtuanya telah berhasil menciptakan lingkungan enterpreneur buatnya. Nilai-nilai enterpreneurship tertanam sejak kecil, hingga remaja dan juga hingga dewasa.
            Seorang enterpreneur harus menghormati dan menghargai pelanggannya. Ciputra tahu dari ayah dan ibunya, bahwa seorang pedagang/ enterpreneur harus menghargai pelanggannya. Keunggulan dalam pelayanan terwujud dalam bagaimana cara memuaskan pelanggan.
            “Apa saja yang dijual Ciputra pada waktu kecilnya ?”
            Ia juga harus mampu menjual hasil pertanian untuk kehidupan keluarga sehar-hari.  Ia juga terbiasa membuat topi dari pandan dan menjual ke masyarakat. Ia tidak merasa malu atau enggan melakukannya. Begitulah cara Ciputra dalam mengisi masa remajanya, dan sekali lagi kebiasaan ini menubuhkan jiwa enterpreneur dalam dirinya.
            Bagaimana dengan orang sekarang dalam menumbuhkan jiwa enterpreneurnya ? Ya utamanya dalam bentuk membaca buku-buku tentang wirausaha, juga menghadiri seminar tentar kewirausahaan hingga yang diperoleh hanya sebatas teori demi teori tentang cara berwirausaha. Mereka umumnya buta untuk melangkah, atau juga belum kuat percaya dirinya untuk terjun sebagai seorang wirausahawan muda. Teapi that is oke dari nggak pernah tahu tentang kewirausahaan sama sekali.
Paling kurang sejak usia anak-anak hingga remaja, seseorang yang ingin berwirausaha musti rajin-rajin untuk bertandang/ berkunjung ke pusat-pusat  wirausaha agar mereka keciprat semangat wirausaha.
Membangun wirausaha saat masih kuliah , ini adalah awal sukses bisnisnya Ciputra. Ya saat para temannya asyik menggeluti hobby, maka Ciputra telah memulai merajut mimpinya dengan serius. Yakni untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dibelit kesusahan finansial.
“Saya harus menjadi arsitek yang berjiwa enterpreneurial. Hasrat inilah yang akhirnya membawa keputusan saya untuk mendirikan PT Penbangunan Jaya bersama pemerintah DKI Jakarta dan beberapa pengusaha nasional. Saya bukan pasif lagi menunggu pekerjaan, tetapi aktif menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri maupun bagi orang lain”.  Demikian papar Ciputra dalam meneguhkan dirinya.
Hidup perlu punya visi dan kita harus selalu bermimpi. Itulah prinsip hidup Ciputra. Dalam tahun 1960-an ia mendirikan Jaya Group, dan selanjutnya tahun 1970-an ia mendirikan perusahaan Metropolitan Group bersama kawan-kawannya dari ITB. Kemudian pada tahun 1980-an ia mendirikan Ciputa Group, bukan bersama teman-temannya, namun bersama anak-anaknya sendiri.
Saya yang lagi menulis artikel ini lagi merasa bersimpati kepada seseorang yang baru saja meraih gelar sarjananya dari jurusan teknik. Ia lulusan universitas terkemuka dengan nilai sangat bagus yang telah membuat bahagia orangtuanya. Namun setelah itu ia terlihat kebingungan hendak bagaimana lagi dan hendak mau diapakan ijazah sarjananya.
Terasa kalau hanya bangga dengan nilai yang tinggi itu adalah kebanggaan yang semu. Nilai yang tinggi tak lebih hanylah sebagai hiasan pada selembar ijazah. Sarjana baru ini terlihat sangat tidak berdaya dan barangkali sarjana baru ini adalah gambaran dari sebagian sarjana baru di Indonesia yang hanya sekedar jago atau cerdas dengan kertas. Setiap hari waktunya habis dengan merunduk mengotak atik gadgetnya dan ia tidak jauh berbeda dengan anak-anak SMP dan juga anak SMA yang sedang mabuk dengan gadgetnya.
Ya sarjana baru ini hanya sebatas cerdas kertas, cerdas dengan teori. Ibarat orang yang ingin pintar main bola maka dia sudah terlalu banyak membaca buku teori bagaimana cara main bola. Yang dia butuhkan bukan teori tetapi dia butuh langsung berlatih menendang bola. Semakin banyak ia berlatih menendang bola makaakan semakin hebat ia untuk menjadi pemain profesional. Jadi yang dibutuhkan mahasiswa baru ini adalah sebuah action.
“Sarjana baru yang bermental penakut ini tidak perlu lagi pendidikan, dengan arti kata kata belajar sebatas teori, belajar sebatas mencari perhatian dosen agar bisa memperoleh nilai yang tinggi. Yang dia butuhkan adalah latihan demi latihan. Ia membutuhkan ratusan kali latihan di lapangan kerja yang nyata. Berinteraksi dengan banyak orang, tidak perlu merasa alergi atau merasa lebih hebat dengan orang- orang yang bukan tamatan universitas, karena bisa jadi mereka lebih hebat lewat pengalaman lapangannya. Indonesia sangat membutuhkan sarjana yang rajin melakukan proses, berevolusi untuk meningkatkan kualitas, dan tidak membutuhkan sarjana yang banyak berteori untuk menghadapi hidup.
Semua anak muda dan terutama para sarjana harus banyak melakukan proses bukan sekedar terpaku pada teori. Sekarang pekerjaan amat sulit, namun kesempatan buat berwirausaha sangat terbuka lebar. Ciputra menyatakan bahwa wirausaha harus dimulai dari pendidikan yang bukan asal-asalan. Karena kunci utama perubahan manusia ada pada diri manusia itu sendiri. Dengan kata lain kunci utama mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan adalah dengan mendidik dan “melatih diri, pratek langsung sebanyak mungkin”. 
Maka manusia seperti inilah yang kita sebut sebagai manusia enterpreneur. Manusia enterpreneur tidak akan jadi beban masyarakat, ia malah bisa menciptakan pekerjaan bagi orang lain. Ia akan mampu mengubah kekayaan alam dan budaya Indonesia menjadi produk yang dibutuhkan dunia. Kalau boleh jiwa enterpreneur harus dimulai lebih dini agar tumbuhnya dalam jiwa lebih kuat, kalau diperkenalkan saat sudah dewasa maka dampaknya sedikit membekas. Pendidikan Amerika Serikat meberikan latihan enterpreneurship lebih dini yakni sejak dari pendidikan dasar, dan enterpreneur memperkaya kurikulum mereka. Jadinya enterpreneur mereka lebih sukses. Kita di Indonesia juga harus lebih sukses, semoga.     

Budaya Membaca Untuk Melejitkan Potensi Diri



Budaya Membaca Untuk Melejitkan Potensi Diri

            Saat saya terbang dengan pesawat Qantas dari Jakarta menuju Melbourne, saya menemui pemandangan dan pengalaman baru di bandara Ngurah Rai- Bali, Bandara Sydney dan bandara Tullamarine Melbourne. Tiga bandara dengan banyak orang asing. Saya menyukai Indonesia dan mengapresiasi warga Indonesia sangat banyak. Namun saya  lihat ada perbedaan dalam pemanfaatan waktu senggang di antara mereka. 
            Yang berkulit coklat, saya asumsikan sebagai orang kita (bukan bermaksud buat merendah warga negara kita, namun sebagai tujuan memotivasi), selama dalam pesawat lebih suka ngobrol dan anak-anak muda sibuk main game dengan gadget. Sementara yang berkulit putih lebih memilih tidur, mendengar e-book atau membaca buku yang sengaja mereka persiapkan dari rumah buat dibaca selama perjalanan.
            Saya jadi teringat dengan catatan membaca literasi para siswa di dunia yang saya baca pada salah satu dinding bagian dalam di rumah puisi Taufik Ismail di Aie Angek dekat Padang Panjang, Sumatra Barat. Sella Panduarsa Gareta (2014) menyelami sastra di rumah Taufik Ismail, menyatakan bahwa ada beberapa negara yang mewajibkan siswa mereka untuk membaca buku- novel, biografi, dan buku sastra lainnya, yakni sebagai berikut:
            “Bahwa siswa Thailand Selatan, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam diwajibkan oleh pihak sekolah membaca 5 sampai 7 buku dalam waktu sekitar dua tahun. Siswa Rusia, Kanada, Jepang, Swiss dan Jerman diwajibkan pihak sekolah membaca 12 hingga 22 judul buku. Siswa Perancis, Belanda dan Amerika Serikat diwajibkan pihak sekolah membaca 30 judul buku dalam waktu dua tahun.” Bagaimana dengan di Indonesia ?
            Siswa SMA di Indonesia tahun 1929 hingga 1942 juga membaca sekitar 25 judul buku pertahun. Yaitu di saat nama sekolah AMS Hindia Belanda, AMS itu singkatan dari Algemeene Middlebare School. Saat di sekolah AMS Hindia Belanda dahulu siapa yang membaca 25 judul buku pertahun ? Itu yang namanya Soekarno, Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Muhammad Natsir, Ali Sastromijoyo dan Muhammad Yamin. Namun dari tahun 1943- 2008, siswa wajib membaca nol buku pertahun.
            Di negara-negara maju yang saya tangkap pengertiannya bahwa betapa pendidikan di negara tersebut kegiatan membaca literasi telah melampaui target ketuntasan sehingga semua anak-anak sekolah sangat menyukai membaca dan membaca telah menjadi kebutuhan utama mereka. Sementara kemampuan membaca untuk pendidikan kita- dari kacamata dunia, kemungkinan belum mencapai target sempurna. Hanya baru sebatas kenal abjad dan mampu membaca peggalan dongeng ringan.
            Membaca dalam pendidikan kita baru sebatas pemberian PR. Guru-guru menugaskan siswa buat membaca dan membuat ringkasan. Siswa membuat ringkasan dan membaca dengan perasaan enggan, bosan dan mendongkol.
            Saat membaca terasa sangat berat dan membosankan bagi kebanyakan siswa SD di negeri kita, sementara itu membaca di negara Skandinavia terasa sebagai kebutuhan primer. Begitu pulang sekolah para siswa dari kelas rendah membawa buku cerita atau novel anak-anak yag ukurannya cukup tebal. Membaca dengan antusias dengan bantuan orang tua di rumah. Membaca kemudian meningkatkan kualitas verbal dan komunikasi mereka, juga menggugah imajinasi mereka hingga mereka menjadi siswa terkemuka.
            Ngainun Naim (2013: 1-7) memaparkan tentang potret buram membaca literasi di negara kita. sebuah data paradoks menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang sukses menjadi model untuk pemberantasan buta aksara di kawasan Asia Pasifik. Namun angka yang sedemikian menggembirakan ternyata tidak seiring dengan hasil survei UNESCO tentang minat membaca masyarakat Indonesia. Survei tersebut menunjukan bahwa minat membaca masyarakat Inonesia sangat redah. Tahun 2006, minat membaca masyarakat Indonesia berada pada posisi paling rendah di kawasan Asia. Sementara International Educational Achievement mencatat bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN.
            Apa yang menjadi penyebab membaca belum bisa menjadi budaya ? Sesungguhnya siapapun orangnya, apa pun profesinya, memiliki tradisi membaca. Maka semua profesi punya kontribusi positif untuk membangun budaya membaca. Namun profesi yang paling menggalakan minat membaca adalah mereka yang berasal dari dunia pendidikan. Apalagi kegiatan sehari-hari mereka juga dekat dengan dunia pengembangan ilmu.
            Namun tampaknya dunia pendidikan juga belum terlalu dekat dengan tradisi membaca. Banyak dosen dan guru ternyata belum banyak yang membaca secara tekun. Pada hal bagi mereka membaca merupakan sarana yang paling efektif untuk memperkaya wawasan. Himbauan bahwa dosen dan guru yang baik musti terbiasa membaca dan terus membaca untuk memperbarui dan menambah wawasan serta ilmu pengetahuannya hingga mereka layaknya mencari orang berlevel internasional.
Kesukaan terhadap membaca yang tinggi saya temui pada Craig Pentland, teman Australia saya, dimana kami sudah berteman sejak 22 tahun yang lalu. Setiap kali datang ke Sumatra untuk berlibur dia selalu membawa dua atau tiga buku yang dibaca selama berada di Sumatra. Tak jarang begitu liburannya berakhir dan ia telah menyelesaikan membaca 2 atau 3 buku. Begitu juga dengan teman-teman saya dari Eropa- Louis, Annes Bedos dan Francois, juga memanfaatkan waktu istirahat mereka buat membaca buku-buku. Saat membaca mereka terlihat sangat fokus dan sangat menikmatinya.
Desi Anwar (2015: 90-93) seorang wartawan yang produktif dan seorang host pada Metro TV juga berbagi pengalaman tentag betapa membaca itu sangat penting dan sangat menyenangkan. Dia sudah gemar membaca sejak masih kanak-kanak. Pengalaman membacanya dimulai dengan membaca novel pada usia 7 tahun. Dia masih ingat betapa asyik rasanya memegang buku, terasa berat dan serius. Pada mulanya Desi membaca degan susah payah, halaman demi halaman, seperti mahasiswa yang bersemangat menghadapi ujian. Dia sudah bertekad menyelesaikannya dan ia mengharuskan dirinya menyelesaikannya. Akhirnya dia merasakan kesenangan dalam membaca. Membaca telah membawanya ke masa yang lain, membaca telah menjadi sumber kesenangan yang sejati. Ya benar bahwa membaca adalah keunikan sejati yang dapat kita miliki karena membaca berarti menyerahkan diri kita kepada semua indra.   
Pertama kali membaca bukusaya memang merasakan kesulitan dan kejenuhn dalam menaklukan halaman demi halaman. Dan buku pertama yang taklukan adalah sebuah buku biografi milik teman satu kos saya. Nama bukunya “Pasang Surut Pengusaha Pejuang- Otobiografi Hasyim Ning”. Buku tersebut hanya setebal 392 halaman, namun terasa sangat tebal dan sangat berat saat itu.
Yang penting saat itu saya sudah punya motivasi untuk membaca keseluruhan isi buku tersebut. Maka mulailah saya menamatkan buku tersebut dengan cara memaksa diri. Pada mulanya saya coba membaca 10 halaman, kemudian istirahat dan membaca 10 halaman lagi. Saya buat target buat menamatkan keseluruhab halamannya. Saya biasakan membaca buku dengan menggunakan pensil.
Bila ada hal-hal yang penting buat saya maka akan saya garis bawahi. Nanti setelah saya menamatkan buu tersebut baru saya pindahkan ke buku catatan saya. Akhirnya dengan susah payah saya berhasil mematkan membaca buku tersebut dalam waktu hampir 2 minggu. Saya kemudian membaca tiap, sekarang setelah hampir 30 tahun , membaca sudah terasa sebagai kebutuhan primer saya.
Setiap orang yang telah terbiasa dengan budaya membaca mereka akan sangat beruntung. Sementara itu membaca sangat direkomendasikan oleh Al-Quran (oleh Allah Swt): Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan (Surat 96:1).
Budaya membaca akan mampu buat melejitkan potensi diri. Ngainun Naim (2013:155-189) mengupas tentang membaca dalam rangka menangkap makna dan meraih prestasi. Ada banyak orang yang berubah karena membaca, misal lewat membaca biografi yang bisa mengantarkan menjadi penulis hebat.  
Salah seorang yang hidupnya berubah karena membaca, khususnya membaca biografi orang-orang terkenal, adalah Edward Bok. Pada masa kecilnya, Bok yang merupakan imigran Belanda di Amerika hidup dalam kubangan kemiskinan. Dalam sejarah hidupnya, Bok tidak pernah bersekolah lebih dari enam tahun.
Dia meninggalkan sekolah ketika berumur tiga belas tahun. Sebagai gantinya ia mulai mendidik dirinya sendiri. Dia menabung sampai dia mendapatkan cukup uang untuk membeli ensiklopedi biografi Amerika. Kemampuan membeli ensiklopedi ini membuatnya memperoleh banyak inspirasi dan membangun kreativitas dirinya. Pengaruh bacaan tersebut mendorongnya untuk melakukan hal yang luar biasa. Dalam perjalan selanjutnya, Bok menjadi penulis biografi yang ternama. Ia telah mewawancarai ratusan tokoh terkenal dan menulis biografi mereka. Semua itu bermula dari sebuah langkah mendasar, yaitu membeli dan kemudian membaca secara intensif biografi mereka.
Salah seorang pakar psikologi Indonesia adalah Prof. Dr. Ashar Sunyoto Munandar. Dalam perjalanan panjang hidupnya, Ashar mengaku bahwa ia begitu dipengaruhi oleh kata-kata yang tersusun rapi dalam aneka buku dongeng. Beberapa buku cerita dari masa kecilnya yang berkesan adalah Dik Trom, Piltje Bel, dan buku cerita karya Dr. Karl May. Bahkan, tanpa disadarinya, buku cerita itu pula yang memberikan rangsangan imajinasi dan wawasan luas tentang kehidupan.
Kesempatan meminjam buku bacaan di usia belia ini menjadi penanda signifikan bagi munculnya minat besar Prof. Ashar untuk membaca. Sejak itu, minatnya  membaca tumbuh pesat. Membaca dan terus membaca telah menjadikan Prof. Ashar sebagai pribadi penuh kualitas sehingga ia menjadi seorang pakar psikolog ternama di negeri ini. Bacaan cerita di masa kecilnya telah menjadikan dia sebagai pribadi yang terus tumbuh dan berkembang.
Besarnya pengaruh buku cerita juga dialami oleh penuis cerita yang cukup populer di dunia melalui bukunya Harry Potter, dia adalah J.K Rowling. Ia menulis novel legendaris tersebut dalam tujuh seri. Itu tentu saja merupakan hasil kerja keras dan perjuangan J.K Rowling yang sangat luar biasa. Orang mungkin hanya melihat dari sisi hasilnya saja. Padahal, kesuksesan yang diraihnya sesungguhnya dipegaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah pengaruh bacaan pada masa kecilnya.
J.K Rowling menuturkan tentang kenangannya yang paling jelas mengenai masa kanak- kanaknya. Adalah ayahnya yang duduk dan membacakan buku buatnya The Wind in the Willows. Bacaan demi bacaan yang terus digelontor orang tuanya pada masa kecil J.K Rowling secara tidak disadari telah membuat kesan hebat pada dirinya. Maka J.K Rowling mulai memimpikan cerita- cerita fantasis yang anehnya memiliki alur yang bagus dengan tokoh-tokoh yang begitu nyata.
Pengaruh bacaan kemudian mendorongnya untuk menjadi seorang penulis. Menulis baginya merupakan dorongan yang sangat hebat. Yang jelas membaca telah memberi kontribusi besar pada kemampuan J.K Rowling dalam menulis. Kesuksesan yang kini diraihnya merupakan akumulasi dari bacaan yang telah lengket dalam kehidupannya semenjak kecil. Begitulah, membaca kisah hidup para tokoh telah mengubah kehidupannya. Tentu saja ada banyak orang yang telah memperoleh manfaat positif dari kebiasaan membaca.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...