Hidup
Butuh Proses dan Bukan Terpaku Pada Teori
Membaca
buku biografi bermanfaat untuk memperkaya pengalaman jiwa kita. Misalnya
membaca biografi para tokoh politik, pendidikan, wirausaha, dll. Saya,
misalnya, menyenangi buku biografi- misalnya biografi tentang Ciputra. St.
Sularto (2010), memamparkan biografi Ciputra dengan gaya bahasa berbeda. Dia
memaparkan biografinya secara ringkas.
Ciputra memang
memulai hidupnya dengan sebuah mimpi yang kecil, dan kemudian dia punya mimpi
yang lebih besar. Persisnya di awal usianya 30 tahun dia mampu mewujudkan
mimpinya menjadi nyata- dream come true.
Yaitu sebagai direktur sebuah perusahaan Pt. Pembangunan Jaya. Buat ukuran
anak-anak zaman sekarang perjalanan hidup Ciputra untuk menapak karirnya
sungguh sangat impossible- sangat sulit- dan juga mungkin tidak pernah terlintas
dalam pikiran mereka. Mengapa demikian ?
Ciputra
betul-betul mengawali hidupnya dari kondisi uncomfort
zone- suasana rumah yang memang jauh dari suasana nyaman. Memasuki masa
remaja sekitar zaman perang dunia ke-2, saat tinggal di Sulawesi Tengah, ia kehilangan
ayahnya yang tercinta.
Ia
menyaksikan tentara Jepang menyeret ayahnya dan memisahkan dari keluarga. Ia
dituduh sebagai mata-mata Belanda dan dijebloskan ke dalam penjara. Ayahnya
meninggal dalam tahanan Jepang, namun hingga sekarang dia tidak mengetahui
kuburan ayahnya.
Ia
tidak saja kehilangan ayah, namun juga kehilangan mata pencarian. Toko
kelontong, sumber rezki/ sumber keuangan buat menghidpi keluarga juga hancur.
Sejak itu mereka (ia dan keluarganya) jatuh miskin. Masa remaja yang seharusnya
ceria ia lalui dengan penuh suasana suram.
Fenomena
umum adalah bahwa orang miskin jarang diperhitungkan keberadaanya. Mereka
sering dilihat sebelah mata. Itu sangat dirasakan oleh Ciputra. Ia merasakan
betapa tidak enaknya menjadi orang miskin dan tidak pernah/ jarang dihargai
eksistensinya oleh orang lain. Inilah pemicunya bagi Ciputra untuk segera
bangkit dan mematrikan tekad “Aku harus menjadi orang kaya dan sukses”.
Untuk
menjadi kaya dan sukses harus melalui jenjang prestasi. Makanya ia ingin berprestasi
dan juga ingin independent (mandiri).
Ia juga ingin bisa membantu orang lain. Tentu saja itu bisa dilakukan melalui
strategi. Apa strategi yang ditempuh Ciputra ?
“Yaitu
dengan meninggalkan kampung halaman, dengan cara merantau atau hijrah”.
Ia
memutuskan untuk merantau ke pulau Jawa, pulau yang SDM-nya lebih baik dari
pulau-pulau lain di Indonesiasejak dahulu. Utamanya ia pergi ke pulau Jawa
adalah untuk menuntut ilmu, yaitu ingin masuk ke ITB.
Apa
mustahil untuk bisa kuliah di ITB saat itu ? Transportasi menuju pulau Jawa di
tahun 1940-an dan 1950-an belum lagi semudah dan senyaman zaman dirgantara
sekarang. Saat itu hanya mengandalkan kapal laut dengan jarak tempuh hitungan
minggu. Begitu pula masuk ITB di tahun-tahun tersebut juga tidak semudah di
zaman cyber sekarang, yang kadang kala juga banyak program-program yang membuat
calon mahasiswa memperoleh kemudahan.
Dengan
berbagai tantangan dan keterbatasan maka Ciputra berhasil menjadi mahasiswa
ITB. Namun kehidupannya sebagai mahasiswa ITB tidak senyaman teman-temannya
yang lain. Sejak tingkat dua ITB kiriman keuangan dari ibunya sudah terputus.
Akibat kesulitan ekonomi, jadinya Ciputra memutar otaknya bagaimana untuk bisa
mencari duit agar mampu membantu diri sendiri- menopang kehidupan sebagai
seorang mahasiswa yang lagi dilanda kesulitan hidup.
Sebagian
teman-temannya mempunyai kecukupan uang dan mereka bisa hangout, mengikuti
kegiata ekskul, menekun hobby di bidang kesenian dan olahraga, atau meluangkan
waktu untuk memadu janji dengan kekasihnya. Maka hal seperti itu sangat
mustahil bagi Ciputra.
Ia
mencari kerja serabutan sambil kuliah. Ia pernah menjadi pedagang batik. Ia
bukan menggelar dagangannya di pasar kakilima di kota Bandung. Namun ia mencari
batik ke Bandung dan menjualnya ke Medan. Selain itu ia juga sempat menjual
meubel. Ia merancang gambar meubel dan
membayar tukang meubel untuk membuatkannya.
Banyak
orang yang malah merintis usaha- bisnis- setelah mereka wisuda, menjadi seorang
sarjana. Sehingga merasa kesulitan untuk eksis. Namun Ciputra memulai usaha
bisnis saat masih kuliah, itu karena desakan ekonomi- kesulitan biaya hidup.
Maka berama temannya mereka mendirikan konsultan yang mereka beri nama “PT
Perentjanaan Djaja”. Betl-betul kesulitan hidup- suasana uncomfort zone- memberi dampak motivasi yang dahsyat. Perusahaan
yang mereka rancang tersebut masih beroperasi hngga sekarang. Agar kuliah tidak
terganggu, maka Ciputra sangat ketat dengan pengelolaan waktu- time management yang bagus.
Mengapa
Ciputra memulai kemandirian hidup dan semangat entrepreneur sedini mungkin ? Sekali lagi, bahwa itu karena faktor
kesusahan hidup. Derita kemiskinan dan merasa tidak nyaman diremehkan orang
akibat faktor kemiskinan dan juga faktor kesulitan keuangan saat kuliah di ITB
telah menjadi bahan bakar buat menyalakan semangan juangnya.
Semangat
entrepreneurnya muncul karena ia lahir di tengah keluarga pedagang. Tidak heran
kalau sejak kecil ia bisa bermain dan bergerak di antara barang dagangaan. Ia
bertemu dan berkomunikasi dengan pelanggan toko sejak masa kanak-kanak.
Orangtuanya telah berhasil menciptakan lingkungan enterpreneur buatnya.
Nilai-nilai enterpreneurship tertanam sejak kecil, hingga remaja dan juga
hingga dewasa.
Seorang
enterpreneur harus menghormati dan menghargai pelanggannya. Ciputra tahu dari
ayah dan ibunya, bahwa seorang pedagang/ enterpreneur harus menghargai
pelanggannya. Keunggulan dalam pelayanan terwujud dalam bagaimana cara
memuaskan pelanggan.
“Apa
saja yang dijual Ciputra pada waktu kecilnya ?”
Ia
juga harus mampu menjual hasil pertanian untuk kehidupan keluarga
sehar-hari. Ia juga terbiasa membuat
topi dari pandan dan menjual ke masyarakat. Ia tidak merasa malu atau enggan
melakukannya. Begitulah cara Ciputra dalam mengisi masa remajanya, dan sekali lagi
kebiasaan ini menubuhkan jiwa enterpreneur dalam dirinya.
Bagaimana
dengan orang sekarang dalam menumbuhkan jiwa enterpreneurnya ? Ya utamanya
dalam bentuk membaca buku-buku tentang wirausaha, juga menghadiri seminar
tentar kewirausahaan hingga yang diperoleh hanya sebatas teori demi teori
tentang cara berwirausaha. Mereka umumnya buta untuk melangkah, atau juga belum
kuat percaya dirinya untuk terjun sebagai seorang wirausahawan muda. Teapi that
is oke dari nggak pernah tahu tentang kewirausahaan sama sekali.
Paling kurang
sejak usia anak-anak hingga remaja, seseorang yang ingin berwirausaha musti
rajin-rajin untuk bertandang/ berkunjung ke pusat-pusat wirausaha agar mereka keciprat semangat
wirausaha.
Membangun
wirausaha saat masih kuliah , ini adalah awal sukses bisnisnya Ciputra. Ya saat
para temannya asyik menggeluti hobby, maka Ciputra telah memulai merajut
mimpinya dengan serius. Yakni untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dibelit
kesusahan finansial.
“Saya harus
menjadi arsitek yang berjiwa enterpreneurial. Hasrat inilah yang akhirnya
membawa keputusan saya untuk mendirikan PT Penbangunan Jaya bersama pemerintah
DKI Jakarta dan beberapa pengusaha nasional. Saya bukan pasif lagi menunggu
pekerjaan, tetapi aktif menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri maupun bagi
orang lain”. Demikian papar Ciputra
dalam meneguhkan dirinya.
Hidup perlu
punya visi dan kita harus selalu bermimpi. Itulah prinsip hidup Ciputra. Dalam
tahun 1960-an ia mendirikan Jaya Group, dan selanjutnya tahun 1970-an ia
mendirikan perusahaan Metropolitan Group bersama kawan-kawannya dari ITB.
Kemudian pada tahun 1980-an ia mendirikan Ciputa Group, bukan bersama
teman-temannya, namun bersama anak-anaknya sendiri.
Saya yang lagi
menulis artikel ini lagi merasa bersimpati kepada seseorang yang baru saja
meraih gelar sarjananya dari jurusan teknik. Ia lulusan universitas terkemuka
dengan nilai sangat bagus yang telah membuat bahagia orangtuanya. Namun setelah
itu ia terlihat kebingungan hendak bagaimana lagi dan hendak mau diapakan ijazah
sarjananya.
Terasa kalau
hanya bangga dengan nilai yang tinggi itu adalah kebanggaan yang semu. Nilai
yang tinggi tak lebih hanylah sebagai hiasan pada selembar ijazah. Sarjana baru
ini terlihat sangat tidak berdaya dan barangkali sarjana baru ini adalah
gambaran dari sebagian sarjana baru di Indonesia yang hanya sekedar jago atau
cerdas dengan kertas. Setiap hari waktunya habis dengan merunduk mengotak atik
gadgetnya dan ia tidak jauh berbeda dengan anak-anak SMP dan juga anak SMA yang
sedang mabuk dengan gadgetnya.
Ya sarjana baru
ini hanya sebatas cerdas kertas, cerdas dengan teori. Ibarat orang yang ingin
pintar main bola maka dia sudah terlalu banyak membaca buku teori bagaimana
cara main bola. Yang dia butuhkan bukan teori tetapi dia butuh langsung
berlatih menendang bola. Semakin banyak ia berlatih menendang bola makaakan
semakin hebat ia untuk menjadi pemain profesional. Jadi yang dibutuhkan
mahasiswa baru ini adalah sebuah action.
“Sarjana baru
yang bermental penakut ini tidak perlu lagi pendidikan, dengan arti kata kata
belajar sebatas teori, belajar sebatas mencari perhatian dosen agar bisa
memperoleh nilai yang tinggi. Yang dia butuhkan adalah latihan demi latihan. Ia
membutuhkan ratusan kali latihan di lapangan kerja yang nyata. Berinteraksi
dengan banyak orang, tidak perlu merasa alergi atau merasa lebih hebat dengan
orang- orang yang bukan tamatan universitas, karena bisa jadi mereka lebih
hebat lewat pengalaman lapangannya. Indonesia sangat membutuhkan sarjana yang
rajin melakukan proses, berevolusi untuk meningkatkan kualitas, dan tidak
membutuhkan sarjana yang banyak berteori untuk menghadapi hidup.
Semua anak muda
dan terutama para sarjana harus banyak melakukan proses bukan sekedar terpaku
pada teori. Sekarang pekerjaan amat sulit, namun kesempatan buat berwirausaha
sangat terbuka lebar. Ciputra menyatakan bahwa wirausaha harus dimulai dari
pendidikan yang bukan asal-asalan. Karena kunci utama perubahan manusia ada
pada diri manusia itu sendiri. Dengan kata lain kunci utama mengatasi masalah
pengangguran dan kemiskinan adalah dengan mendidik dan “melatih diri, pratek
langsung sebanyak mungkin”.
Maka manusia seperti
inilah yang kita sebut sebagai manusia enterpreneur.
Manusia enterpreneur tidak akan jadi beban masyarakat, ia malah bisa
menciptakan pekerjaan bagi orang lain. Ia akan mampu mengubah kekayaan alam dan
budaya Indonesia menjadi produk yang dibutuhkan dunia. Kalau boleh jiwa
enterpreneur harus dimulai lebih dini agar tumbuhnya dalam jiwa lebih kuat,
kalau diperkenalkan saat sudah dewasa maka dampaknya sedikit membekas.
Pendidikan Amerika Serikat meberikan latihan enterpreneurship lebih dini yakni sejak dari pendidikan dasar, dan enterpreneur memperkaya kurikulum
mereka. Jadinya enterpreneur mereka
lebih sukses. Kita di Indonesia juga harus lebih sukses, semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them