Melejitkan
Kecerdasan Yang Berimbang
Lebih
dari sepuluh tahun lalu, sekitar tahun 2000-an, dunia pendidikan kita mengenal
istilah quantum quotient atau
kecerdasan quantum. Maka saya juga sempat menemukan literatur yang relevan.
Bobbi De Porter dan Mike Hernacki (2002) menjelaskan tentang quantum learning,
yaitu bagaimana membiasakan belajar dengan nyaman dan menyenangkan. Dimakah
sekolah yang menyenangkan dalam hidup ini bisa kita jumpai ?
Bagi
saya pribadi, sekolah utama yang menyenangkan ada di Taman Kanak-kanak. Karena
taman kanak-kanak adalah sebuah taman pendidikan yang indah. Kemudian di tempat
bimbel yang dikondisikan. Selanjutnya bahwa sekolah yang menyenangkan tersebut
pada beberapa sekolah dasar, SLTP dan SLTA.
Fokus
belajar pada taman kanak-kanak juga meliputi tiga ranah, yaitu kognitif,
psikomotorik dan afektif. Tujuan pembelajarannya adalah agar anak menguasai
gerak kasar dan gerak halus dan juga dasar-dasar keterampilan sosial. Adapun
metodepembelajaran di taman kanak-kanak adalah dalam bentuk learning by doing, learning by playing,
learning by imitating and learning by exploring. Karena merasa nyaman dan
begitu menyenangkan belajar di taman kanak-kanak, maka cukup umum anak-anak TK
yang sangat mengidolakan guru mereka dan lebih mendengar apa yang diucapkan dan
dikomentari oleh guru-guru mereka.
Juga
banyak siswa yang merasa nyaman dan senang belajar pada beberapa SD, SLTP dan
SLTA. Juga ada rasa nyaman dalam belajar terjadi pada beberapa bimbingan
belajar. Mengapa ini terjadi ?
Yang
diperlukan oleh anak-anak untuk belajar adalah memang lingkungan yang
menyenangkan, kemampuan berkomunikasi, keterampilan belajar dan menumbuhkan
rasa percaya diri. Dorothy Law Nolte menulis puisi edukasi yang berjudul “children learn what they live- anak anak
belajar dari lingkungan”, sebagaimana saya baca pada buku SEFT- Spiritual Emotional Freedom Technique (Ahmad Faiz Zainuddin,
2009). Beberapa cuplikan puisinya mengenai suasana pendidikan dengan lingkungan
positif, yaitu sebagai berikut:
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang penuh toleransi, ia belajar untuk bersabar.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang memberi pujian, ia belajar untuk menghargai.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang menerimanya apa adanya, ia belajar untuk
mencintai.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang memberikan dukungan, ia belajar untuk
menyenangi dirinya.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang memberikan penghargaan, ia belajar untuk
memiliki tujuan dan cita-cita.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang suka berbagi, ia belajar untuk bermurah hati
dan suka memberi.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang menjunjung tinggi kejujuran, ia belajar untuk
mencintai kebenaran.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang menghargai keadilan, ia belajar untuk
bersikap adil.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang baik hati dan penuh tenggang rasa, ia belajar
untuk menghormati.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang penuh rasa aman, ia belajar untuk memiliki
keyakinan dan berbaik sangka.
- Jika anak tumbuh di lingkungan
yang bersahabat, ia belajar untuk merasa bahwa
dunia ini indah dan hidup ini
begitu berharga.
Nah
bagaimana dengan anak-anak di lingkungan kita ? Mengapa di sekolah-sekolah dan
kelas-kelas tersebut aktivitas terasa nyaman dan menyenangkan ? Suasana ini
terjadi karena adanya lingkungan yang memberi semangat dan dukungan, lingkungan
yang memberi pujian dan juga menerimanya, lingkungan yang memberi penghargaan
dan rasa aman, serta lingkungan yang penuh bersahabat dengan anak didik.
Bobbi
De Porter dan Mike Hernacki menambahkan bahwa setiap hari anak akan memperoleh
dua macam komentar dari teman, orangtua,
guru dan lingkungan mereka, yaitu komentar positif dan komentar negatif. Adalah
berbahaya bila anak banyak memperoleh komentar negatif, sebab semangat belajar
mereka bisa melorot.
Jika
anak sering kena ancam atau tidak memperoleh modeling dalam hidup, maka kecerdasannya pada akhirnya
akan mandek. Lingkungan yang kaya akan rangsangan, menghasilkan siswa yang
sukses. Sementara lingkungan yang miskin dengan rangsangan akan menghasilkan
siswa yang lambat cara belajarnya.
Saya
menjumpai sebuah lingkungan rumah yang memungkinkan seorang anak bisa belajar
dengan nyaman dan menyenangkan. Memang orangtua harus menyediakan ruang belajar
dan merancangnya seapik mungkin. Rumah tersebut adalah rumah seorang mahasiswa
Asia yang memperoleh beasiswa di Universitas Melbourne. Umumnya orang di
Australia hidup mandiri, dan tidak terbiasa punya pembantu. Punya pembantu
melambangkan ketidak berdayaan dan juga tidak mandiri dalam hidup.
Mahasiswa
doktoral ini membawa anaknya dan merancang ruang belajar dan ruang eksplorasi buat
anak. Ada sarana bermain edukatif, ada bacaan, ada aturan kehidupan, ada
interaksi. Lingkungan memberikan rasa aman bagi anak, ada pujian dan
penerimaan. Orangtua mua ini menyediakan pengalaman yang banyak dan beragam
buat anaknya. Sang anak punya pengalaman mencoba, bergaul dan pengalaman
perjalanan. Sebab anak atau seseorang yang punya koleksi pengalaman pribadi
yang banyak akan lebih kreatif dari orang yang kurang pengalaman.
Orangtua
dan guru juga tidak perlu terlalu mencampuri dan terlalu mendikte mengapa dan
bagaimana seorang anak alam belajar. Bahwa orang belajar tergantung pada faktor
fisik, faktor emosional dan faktor sosiologi. Ada anak yang senang belajar
dengan cahaya terang dan juga ada yang suka cahaya agak redup. Ada yang suka
belajar dengan berkelompok dan ada yang suka sendiri. Kemudian ada yang suka
belajar pakai musik dan ada yang suka suasana sepi, dan juga ada yang suka
belajar dengan kondisi rapi dan ada yang suka suasana berantakan.
Sekarang
ini banyak orang beranggapan bahwa belajar yang nyaman dan menyenangkan hanya
terjadi di sekolah-sekolah unggul, karena sekolah tersebut sengaja dirancang
dan para siswanya menjadi cerdas karena diprogramkan. Namun jauh di sana, pada
sebuah sekolah biasa-biasa saja di kita Ambon telah muncul seorang siswa
polyglot- menguasai lebih dari 10 bahasa-bahasa dunia, sementara itu
orangtuanya hanya seorang buruh kecil, namun dia (namanya Gayatri) menemukan
quantum learning sendiri dalam menguasai banyak bahasa, sehingga mengantarkan
dia menjadi duta bangsa ke PBB di New York.
Latif
Pramudiana, seorang teman asal Tangerang, yang mengabdi sebagai guru di Lintau,
sebuah kota kecil, tidak berhenti belajar dalam hidupnya. Laki-laki ini
terbiasa untuk selalu belajar dalam hidupnya. Saya menemukan alat musik dan
juga tumpukan buku-buku di kontrakannya. Dia terbiasa kalau belajar senang
melihat buku-buku bertebaran di sekitarnya, lain waktu ia bermain gitar atau
membaca buku yang ditemani lantunan instrumen lembut.
Baginya
memegang buku itu sebuah kenikmatan. Ia melahap buku dengan sepenuh hati. Ia
menggunakan sebuah pensil untuk mencoret-coret, menggaris bawahi dan
menghubungkan ide-ide dalam buku tersebut. Bila bisa menamatkan satu buku, ia
merasakan bahwa ia berhasil menaklukan sebuah peradaban dan ia pun merayakan.
Banyak membaca bukan berarti membuat ia menjadi kurang pergaulan. Ia juga
meluangkan waktu untuk saling bertukar pikiran dengan sesama dan juga melakukan
banyak perjalanan untuk menemui orang baru dan pengalaman baru.
Secara
tidak sengaja dahulu saya sering berkunjung ke sebuah rumah di Lintau, yang di dalamnya terdapat beberapa lemari
yang penuh dengan berbagai macam buku. Orang yang memiliki buku-buku tersebut
dan telah membaca/ menamatkan dan mentelaah semua isi buku tersebut bernama
Fasli Jalal. Yang kemudian pernah menjadi Wakil Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan.
Quantum
learning- kebiasaan belajar nyaman dan menyenangkan- telah mengantarkan Fasli
Jalal menjadi salah seorang tokoh pendidikan terkemuka di Indonesia. Itu
diawali dengan keputusannya saat muda untuk memilih sekolah berkualitas Di Kota
Solok jauh dari kampungnya di Lintau. Di
sana dia hidup mandiri dan terbiasa dengan active
learning dan peduli denga literasi membaca yang banyak dan berkualitas.
Semangat suka berkompetisi memberinya motivasi yang tinggi untuk mencapai
visinya melalui strategi hidupnya yang terencana hingga ia memperoleh puncak
karirnya.
Untuk
zaman sekarang, bahwa seseorang yang hebat bukan hanya harus memiliki IQ (inteligent quotient) yang bagus, namun
juga harus juga peduli dengan eksistensi EQ (emotional quotient)dan SQ (spiritual
quotient). Dia harus memiliki komponen kecerdasan yang berimbang. IQ yang
bagus menjadi syarat mutlak untuk berkompetisi. EQ yang bagus menjadi syarat
untuk mencapai prestasi puncak dan SQ menjadi syarat untuk mencapai tujuan
dunia dan akhirat. Ksuksesan kita ditentukan oleh IQ, dan kebahagiaan kita
ditentukan oleh IQ dan SQ. Maka inilah hakekat untuk melejitkan kecerdasan yang
berimbang.
Agus
Nggermanto (2003) menjelaskan tentang bagaimana cara melejitkan IQ, EQ dan SQ
secara harmonis.salah satunya adalah melalui accelerated learning atau percepatan belajar. Percepatan belajar
bagi siswa dengan IQ yang mantap bisa dilakukan melalui membaca cepat, membaca
yang cepat, dan berpikir kreatif.
Rata-rata
kita memiliki Iq yang standard dan kita perlu mengasah iq kita. kebiasan yang
bisa kita lakukan untuk mengasah iq adalah melalui membaca cepat, menghafal
yang cepat, berpikir kreatif, berhitung cepat dan, mencatat yang cepat- misal
melalui mind mapping.
Menghafal
yang cepat dapat kita lakukan dengan menggunakan semua indera yang berhubungan
penyerapan informasi seperti audio (pendengaran), visul (penglihatan) dan
kinestetik atak praktek. Intensitas dan pengulangan pokok pikiran dengan cara
membaca bersuara atau melalui peta pikiran juga menentukan kualitas hafalan.
Menggunakan unsur emosional, seperti bernyanyi/ pakai musik dan melakukan
gerakan juga menentukan kualitas hafalan. Bergerak dapat membangkitkan
semangat.
Membaca
cepat adalah kebutuhan dasar manusia. Membaca telah dianjurkan oleh Allah
seperti yang dapat kita baca dalam alquran. Membaca merupakan kunci untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Untuk mengatasi masalah
membaca adalah dengan mempercepat kemampuan membaca, kita harus membiasakan
banyak membaca.
Bobbi
De Porter dan Mike Hernacki (2002: 178) menjelaskan tentang menulis dan
mencatat, kita semua adalah penulis. Dorongan untuk menulis itu sama besar
dengan dorongan untuk berbicara, yaitu untuk mengkomunikasikan pikiran dan
pengalaman kita. tentang mencatat, bahwa mencatat berguna unuk meningkatkan
daya pikir kita. Ada 2 cara mencatat yang dapat kita terapkan yaitu dengan cara
membuat peta pikiran atau mind mapping dan yang lain dengan bentuk catat tulis
susun. Kiat-kiat tambahan dalam mecatat adalah untuk membuat kita bisa
mendengar secar aktif.
Seseorang kalau
mendengar ceramah, pidato dan seminar, kalau hanya sekedar mendengar maka daya
tahan atau fokusnya tidak begitu lama, setelah itu dia akan merasa bosan dan
mengantuk. Maka mendengar aktif perlu dilaksanakan, yaitu mendengar dan
mencatat ide-ide penting. Maka saat mendengar ceramah, pidato dan seminar,
duduklah dibagian depan dan mendengar sambil menctat poin-poin penting.
Tentang korelasi
multi-intelegensi (kecerdasan berganda) dengan IQ, SQ dan EQ. Yang termasuk
kecerdasan intelektua (IQ) meliputi kecerdasan logis dan linguistik atau
numerikal dan verbal. Kecerdasan emosional (EQ) meliputi kecerdasan
intrapersonal (memahami dan menguasai diri) dan interpersonal (bergaul dan
beradaptasi dengan orang lain), kemudian
kecerdasan spiritual (SQ) meliputi kecerdasan substantial (zat) dan kecerdasan
ekistensial (memahami keberadaan hidup dan penciptaan kehidupan). Bentuk
kecerdasan yang lain (quotient lain) adalah kecerdasan kinestetik (psikomotorik
atau kecerdasan tubuh) dan kecerdasan
musik.
Melejitkan
kecerdasan yang berimbang, yaitu antara kecerdasan IQ, EQ dan SQ perlu
diusahakan. Kalau kita hanya sekedar ceras dengan IQ, kita memang mampu bersaing
dalam hidup, namun kita akan susah untuk mencapai karir puncak karena karir
puncak dilalui lewat tangga sosial atau kecerdasan emosional (EQ). Kemudian
hidup juga terasa kosong dan miskin dari nilai-nilai kehidupan, karena kita
lemah dalam kecerdasan spiritual (SQ). Sebelumnya kita sudah memaparkan cara
meningkatkan potensi IQ, maka berikut adalah cara buat meningkatkan potensi EQ
dan SQ. Emotional quotient kita bisa berkembang melalui:
- Bergaul dengan
banyak orang, dengan cara demikian kita akan memiliki
pengalaman yang kaya dengan berbagai jenis
emosi orang.
- Sudi untuk
mengambil tanggungjawab.
- Mendengar
dengan cara berempati, utamanya pada anak dan murid, dan juga pada
orang yang lebih muda usianya.
- Mengungkapkan
suasana hati.
- Membantu untuk
menemukan solusi lewat curhat (curah hati atau curah perasaan).
- Dengan cara
menjadi modeling atau teladan bagi orang sekitar. Seseorang suka
melihat atau meniru contoh daripada
diceramahi atau digurui.
Tentang
spiritual quotient, bahwa banyak orang yang sukses ditinjau dari ukuran dunia,
namun mereka merasa kering dan gersang pada rohaninya. Itu terjadi karena
mereka kurang memahami substansial zat diri dan penciptanya, dan juga kurang
memahami eksistensi atau keberadaanya. Menurut ajaran Islam bahwa setiap
manusia harus punya hubungan yang berimbang antara “ hablul minallah wa hablul minannas- berhubungan dengan Allah
(Tuhan) dan juga berhubungan dengan manusia”. Untuk meningkatkan kualitas
spiritual quotient atau kecerdasan spiritual, maka kita harus punya ilmu
pengetahuan tentang agama, kita mampu menerapkan atau mengamalkan ilu tersebut.
Kemudian kita harus memiliki komunitas atau jamaah dimana disana kita dapat
saling bercermin diri atau melakukan refleksi serta introspeksi diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them