Sukses
Berasal Dari Rumah Yang Hebat
Banyak
orang menulis secara sengaja atau secara iseng iseng dan memposting tulisan
mereka pada medsos (media sosial)- di blogger, wordpress, blogspot, dll-
tentang hal-hal yang ringan-ringan saja. Tentu saja juga ada yang menulis suatu
topik- lebih fokus- dan bisa mengupas dan menjelaskan suatu problem, mencari
penyebab, contoh- contoh dan menawarkan solusinya dengan bahasa yang ringan
menarik, santun dan tidak terkesan menggurui. Misalnya seperti yang ditulis
oleh pemilik blogger “ayahkita.blogspot.co.id”. Tulisannya sangat inspiratif.
Merasa
penasaran dengan blogger ini maka saya pun mencarinya. Ternyata nama blogger
ini sangat menginspirasi dan banyak orang dan termasuk saya. Tema bloggernya
adalah “Indonesia Strong From Home”.
Indonesia pada hakikatnya merupakan kumpulan dari keluarga yang tersebar di
lebih dari 12.000 pulau yang ada di nusantara. Apabila keluarga-keluarga ini
kuat dengan sendirinya tanpa perlu konsep yang berbelit- belit dan biaya yang
membebani negara. Pasti negara ini jadi lebih hebat dan lebih kuat.
Pada
mulanya saya agak skeptis- maksudnya merasa kurang percaya dan ragu-ragu terhadap
konten blogger ini. Tentu saja saya mencari tahu tentang seberapa jauh manfaat
konten blogger ini bagi kita. Setelah searching
ternyata blogger ini sangat menginspirasi dan juga sangat patut buat dibaca
oleh masyarakat- utamanya para guru dan orang tua- karena artikel-artikelnya
tidak dibentangkan dengan bahasa-bahasa retorika penuh teori, yang kadang kala
kita sendiri harus mengerutkan jidat untuk menangkap maknanya.
Ayah Edi,
sebagaimana nama bekennya, memaparkan judul- judul artikelnya seputar pengalaman
harian kita. Yaitu seputar masalah parenting
yang sering dijumpai oleh orang tua di rumah, para guru dan masyarakat dalam
kehidupan sehari- hari.
Ayah Edi telah
menjadi salah seorang tokoh di antara ratusan tokoh parenting yang ada di tanah air ini. Ada beberapa faktor yang
menguatkan bahwa profilnya begitu penting. Karena ia pernah diundang buat talk show oleh Metro TV, radio dan media
massa lainnya. Juga ia telah diundang oleh lebih dari 106 lembaga pendidikan,
bisnis/ perusahaan, dan parenting untuk
berbagi pengalaman tentang parenting
dengan keluarga besar lembaga- lembaga tersebut.
Semua bangsa
besar- bangsa yang maju SDM –nya bermula tumbuh dari rumah- rumah warga
negaranya. Tidak lagsung serta merta jadi bagus dalam hitungan waktu melalui bengkel
yang bernama seminar, pelatihan, workshp atau
simposium. Tidak ada kualitas besar muncul lewat sekedar usaha dadakan, semua tentu melalui proses dan
berevolusi sepanjang waktu.
Survey tentang the best and the worst countries to be a
mother dilakukan oleh Rick Noack dan Lazaro Ganio. Mereka mengatakan bahwa
suatu kejutan tentang negara yang terbaik parenting-nya adalah Norwegia,
Findlandia dan Eslandia. Tiga buah negara Skandinavia yang sering memiliki suhu
yang sangat dingin yang terletak dekat kutub utara. Namun anak-anak di negara-
negara tersebut memiliki orang tua
dengan hati dan pribadi yang hangat.
Masalah
pendidikan merupakan hal yang sangat banyak mempengaruhi kehidupan sosial.
Pendidikan juga berpengaruh pada well-being
(kesehatan dan kesejahteraan) para wanita dan anak.
Joanna Goddard
menulis tentang “the secret of Norway
parenting” bahwa umumnya orang tua di negara ini memperhatikan hal-hal
kecil termasuk soal jam tidur anak. Anak-anak Norwegia harus tidur lebih cepat
agar tidur bisa pulas dan badan serta pikiran mereka menjadi segar pada esok
harinya. Tidur mereka sekitar jam 7 atau jam 8 malam, cocok untuk ukuran di
negara Skandinafia ini dan untuk ukuran Indonesia mungkin sekitar jam 9 atau 10
malam.
Namun hal yang
kontra adalah bahwa sangat banyak anak- anak Indonesia yang kekurangan tidur.
Mereka mengikuti pola tidur orang tua. Dari wawancara ringan saya degan
tetangga saya bahwa cukup banyak anak-anak mereka yang baru tidur pukul 11 hingga jam 12 malam.
Mereka kemudia bangun di pagi berikutnya
dengan mata mengantuk Dan perg ke sekolah dengan pikiran dan fisik yang jauh
dari bugar. Rasa mengantuk bisa menjadi sumber pertama mengapa anak menjadi
bosan dan resah di sekolah.
Kemudian orang
tua di Norwegia sangat memperhatikan kualitas pendidikan anak sejak dari
pra-sekolah hingga sekolah lanjutan. Mereka memperhatikan pakaian serta makanan
anak yang berkualitas. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, namun di
Indonesia banyak orang tua hanya memperhatikan gizi saat anak masih bayi dan saat
berusia balita. Saat anak lebih besar hingga remaja orang tua sudah berlepas
tangan, sehingga cukup banyak ditemui anak kurang terbiasa mengkonsumsi makanan
berserat (sayuran) dan buah-buahan. Yang sering ditemukan malah anak anak lebih
merasa percaya diri dan moderen dengan rajin megkonsumsi makanan cepat saji,
minuman yang kaya soda, penyedap dan bahan kimia lainnya. Sehingga cukup banyak
ditemui anak anak yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah.
Umumnya para ibu
dari balita di Norwegia pra wanita karir. Maka balita-balita mereka sejak usia
dini sudah dititip pada penitipan yang biayanya perbulan sekitar $ 300 atau
sekitar Rp. 3.900. 000, dan ini tergolong sangat murah. Karena harga harga
kehidupan di Eropa adalah sekitar 10 kali harga Indonesia. Harga tersebut
menjadi ringan karena ada subsidi dari pemerintah.
Para balita
berada di pusat pusat penitipan dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore. Para balita
punya banyak waktu buat bermain dan tidak banyak berada dalam ruangan, kecuali
bila cuaca tidak mendukung. Di sana mereka bereksplorasi dan bermain secara
alami. Ada permainan sepeda, pelosotan, ayunan, jungkat-jangkit, termasuk juga
permain dengan balok- balok hingga merangkai bangunan.
Para balita
lebih diperkenalkan dengan benda- benda alami- bukan melulu mdia- media
elektronik. Benda alam lebih memungkin bagi mereka untuk berkooperatif dengan
teman dan tubuh mereka lebih banyak bergerak hingga mereka jadi sehat dan kuat.
Pola hubungan
suami dan istri (ayah dan ibu) adalah partnership,
dimana mereka punya peran 50 %: 50% dalam mengurus dan mengasuh anak serta
mengelola rumah tangga. Adalah hal yang alami bagi suami juga terlibat memasak,
mencuci, merapikan rumah hingga memandikan dan menggendong bayi. Mereka punya
waktu kebersamaan dan utamanya saat makan bersama. Dalam kehidupan sehari-hari
juga terlihat banyak para ayah yang menggendong balita menuju penitipan hingga
lembaga pra-sekolah, ya lazimnya dilakukan oleh para ibu.
Kalau di
Amerika, kulturnya mempromosikan “individual” dan kemandirian, sementara di
negara Skandinavia, seperti di Findlandia, mempromosikan “janteloven- atau
nilai kebersamaan dalam grup/ kelompok’. Di sana tidak ada orang merasa hebat
sendirian, yang ada adalah hebat atau sukses bersama.
Jadinya orang
Skandinavia- juga mirip dengan orang Timur- tidak pernah berpikir merasa lebih
baik dibanding teman dalam suatu kelompok. Jadinya tidak boleh ada “sense of boasting”- rasa menyombongkan
diri.
Bgaimana tentang
kualitas pendidikan anak di Findlandia ? Sheila Wayman mengatakan bahwa di
Findlandia umumnya anak-anak belum bersekolah di SD hingga mereka berumur 7
tahun. Sebelum usia 7 para orang tua juga menitipkan mereka pada “Day Care Centre” yaitu sejenis penitipan
balita. Penitipan ini beroperasi dari jam 6.30 hingga jam 5.30 sore, jadi
sekitar 12 jam atau full day care. Di
sana para balita diberi sarapan dan makan siang dan juga makanan ringan.
Ruang penitipan
cukup besar dan di luar juga ada halaman buat bermain dan ada fasilitas buat
bereksplorasi seperti ayunan, mainan, mobil-mobilan, trem, balok- balok, dll.
Para pengasuh (staff) menemani dan memotivasi. Mereka juga membuat catatan
kemajuan tumbuh-kembang fisik dan mental untuk laporan mingguan dan laporan
bulanan. Tiap minggu para balita juga diajak untuk jalan ke alam terbuka, ke
alam bebas selama 2 jam.
Tentang bentuk
pedagogi di negara ini, punya ciri yaitu “playful
learning”. Di Universitas Helsinki terdapat sebuah “playful learning centre”. Pusat bermain dan belajar ini dirancang
untuk meningkatkan kreativitas anak. Permainannya dalam bentuk green fabric canopy dengan pohon pohon
besar. Ada matras dan bantal-bantal warna warni, perabot kecil (kursi dan meja
kecil) yang berwarna cerah, kotak kotak yang berisi buku dan pencil warna
warni, dan juga ada lemari dengan rak-rak. Pusat bermain ini merancang
lingkungan yang berguna untuk “self
directed learning” agar balita bisa tumbuh mandiri.
Umumnya
anak-anak Findlandia diasuh dan didik agar bisa tumbuh mandiri sejak usia dini.
Makanya anak anak dikondisikan agar bisa pergi jalan kaki ke sekolah (karena
kondisi jalan juga cukup aman).
Pendidikan juga
peduli untuk meyediakan waktu buat kegiatan fisik (berolahraga). Kebugaran
fisik dan kesehatan mental selalu menjadi prioritas utama. Pemerintah
merekomendasi agar kegiatan pedagogi juga peduli pada kegiatan fisik selama 3
jam setiap hari. Karena aktivitas fisik tiap hari akan bermanfaat buat
kebugaran fisik dan mental. Sebagai konsekuen setiap sekolah harus membuat
siswa banyak bergerak. Orang tua juga diminta untuk mendukung agar anak juga
melakukan olah raga di rumah.
Joanna Goddard
menjelaskan tentang bagaimana bentuk parenting
di negara Eslandia. Anak- anak Eslandia tidak banyak terkungkung di dalam
rumah. Mereka diberi waktu untuk banyak bereksplorasi di luar rumah.
Orang tua
Eslandia memperkenalkan alam pada anak sejak usia bayi. Para balita
diperkenalkan bagaimana berenang di danau, sungai dan laut. Jadi para balita
telah terbiasa bermain di alam terbuka.
Orang tua dengan
ilmu parenting yang minim adalah
kasus yang banyak terjadi di negara kita. Banyak orang tua di negara ini yang
memperlakukan anak ibarat robot. Sebagaimana dikatakan Jeff Yang bahwa karakter
anak-anak Asia adalah “cerdas tetapi tidak jelas arah, rajin tetapi rapuh
semangat, mampu tetapi kurang kreatif”. Itu akibat mereka terbiasa dilatih
berorientasi “kognitif”- mereka banyak dilatih untuk banyak menyalin, mematuhi,
dan menghafal. Ungkapan yang keluar dari mulut orang tua pada anaknya sering
kurang memotivasi. Dimana orang tua kerapkali mengungkapkan “kasian....kasian”
yang berarti “poor he is....poor he is. Jadinya
anak kurang percaya diri untuk mengambil aksi atau tindakan.”.
Syifa Andina
mengatakan bahwa minimnya ilmu parenting
sering terjadi pada keluarga dengan tingkat ekonomi lemah dan juga tingkat
pendidikan rendah. Mereka juga miskin denan wawasan umum- kurang paham tentang
bagaimana makanan yang bergizi, bagaimana memperkuat kognitif anak, bagaimana
menghidupkan literacy keluarga, dan bagaimana membentuk pola prilaku anak yang
yang berani dan bertanggung jawab.
Di tanah air
yang indah dan tercinta ini, sebetulnya ada bayak keluarga- keluarga dan juga
lembaga sekolah yang sehebat di negara Australia, Singapur, Findlandia dan
Amerika Serikat. Namun umumnya hanya terkonsentrasi di kota-kota Pulau Jawa dan
Bai, serta beberapa kota lain di luar kedua pulau ini. Maka tugas dan tanggung
jawab kita untuk saling berbagi dan saling menyebarkan tentang ilmu- ilmu parenting. Utamanya adalah agar orang
tua mengkodisikan anak dengan ilmu untuk memahami agama, kemudian proses berpikir
yang mandiri. Mereka juga dilibatkan dalam aktivitas rumah dan masyarakat- agar
mereka punya tanggung jawab. Disamping itu mereka juga perlu mengenal bagaimana
tentang kemandiran, rasa sopan santun, tanggung jawab, serta hidup yang sehat.
Memang Indonesia yang hebat berasal dari rumah-rumah yang juga hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them