Menyingkirkan
Sejuta Alasan Buat Maju
Umumnya
orang ingin menjadi maju dan mereka senang untuk dimotivasi. Namun motivasi
yang diberikan pada seseorang ada yang bertahan lama dan ada yang bertahan
untuk sesaat saja. Motivasi yang diberikan oleh orangtua pada anak atau dari
guru buat murid banyak yang mujarab dan juga ada yang kurang mujarab. Banyak
orang yang ingin sukses namun ketika mau melangkah mereka buru-buru berargumen
dengan seribu alasan.
“Saya
ingin maju tetapi..., saya ingin pandai tetapi..., saya ingin seperti anda
tetapi..., tetapi saya nggak punya waktu”. Demikianlah bagaimana banyak orang
gemar berlindung dibalik kata “tetapi”. Kata-kata penuh alasan selalu
membenamkan banyak orang dalam kemunduran dan ketidak berdayaan. Pada hal untuk
bisa sukses dan berjaya kita harus mampu menyingkirkan seribu satu alasan yang
telah menjadi kerikil penyandung pada langkah kaki kita.
Benar sekali
bahwa untuk bisa maju kita harus menyingkirkan semua alasan yang membelenggu
mental dan semangat kita. Alasan yang menumpuk-numpuk ini telah membuat kita
untuk memilih jalan yang stagnan- atau jalan di tempat.
Kondisi sosial secara
umum bahwa orang yang berasal dari keluarga besar dan mereka didera oleh
kemiskinan yang berkepanjangan akan susah untuk sukses. Namun tidak semuanya
yang demikian, sebagian mereka juga ada yang mampu untuk melompati kondisi ini.
Juga menjadi fenomena bahwa orang-orang yang berasal dari daerah terpencil dan
jauh dari sentuhan teknologi akan susah buat menjadi maju. Namun juga sebagian
ada yang mampu melompati kondisi ini.
Saya memperoleh
wawasan baru setelah membaca artikel yang ditulis oleh Alison Bert. Dia
memaparkan tentang perjuangan lima ilmuwan wanita yang merangkak untuk
menggapai sukses dalam artikelnya yang berjudul: five women scietist tell their stories of hard-earned success.
Para wanita
tersebut berasal dari negara-ngara yang tidak begitu tersohor di dunia, yaitu
Vietnam, Sudan dan Nigeria. Mereka membuktikan bahwa sukses bisa datang dari
mana saja, tidak harus datang dari Jepang, Eropa, Amerika atau Australia, namun
juga bisa dari Vietnam, Sudan dan Nigeria.
Para wanita yang
yang diekspos oleh Alison Bert adalah Rabia Sa’id, Mojisola Usikalu dan
Mojisola Adeniyi yang berasal dari Nigeria, Nashwa Eassa dari Sudan, dan Dang
Thi Oanh dari Vietnam. Mereka semua berasal dari dunia ketiga- alias dari
negara yang sedang berkembang. Secara terperinci bahwa mereka tidak berasal
dari kota besar. Mereka malah berasal dari daerah pinggiran atau kota kecil,
berasal dari keluarga besar, juga ada yang berasal dari keluarga broken home. Dengan keadaan ekonomi
pas-pasan dan malah cenderung mendekati garis kemiskinan.
The Elsevier Foundation
merupakan yayasan di bidang kemanusiaan dengan tujuan non-profit, dan setiap tahun menyelenggarakan kompetisi untuk
menjaring ilmuwan wanita terkemuka di dunia. Yayasan ini lebih mengutamakan
untuk menyeleksi para ilmuwan wanita
dari dunia ke tiga, seperti negara- nagara dari Asia dan Afrika. Profil ilmuwan
yang terpilih akan diekspos guna memotivasi para wanita lainnya di dunia agar bisa
bangkit dan berperan lebih banyak.
Para wanita
pemenang yang telah diseleksi oleh The Elsevier Foundation untuk tahun 2015
yaitu seperti yang telah kita paparkan di atas (Rabia Sa’id, Mojisola Usikalu
dan Mojisola Adeniyi yang berasal dari Nigeria, Nashwa Eassa dari Sudan, dan
Dang Thi Oanh dari Vietnam). Berikut profil sikat mereka, diharapkan bisa berguna
buat menginspirasi kita semua:
1). Dang Thi
Oanh, Ph.D (Vietnam)
Sebagaimana
banyak orang yang tumbuh dan dibesarkan dalam kesusahan, ini juga dialami oleh
Dang Thi Oanh. Ia dibesarkan di sebuah di pedalaman Vietnam. Ia dan orangtuanya
hidup dalam rumah yang sangat bersahaja. Atap rumah terbuat dari anyaman daun
kelapa dan tanpa ada penerangan listrik. Motivasinya tumbuh oleh semangat
belajar yang tinggi, meskipin di malam hari ia belajar hanya dengan penerangan
lampu minyak tanah. Buat memasak makanan, keluarganya belum mengenal bahan
bakar minyak, apalagi tabung gas, namun menggunakan kayu bakar yang mereka kumpulkan
dari hutan di belakang rumahnya.
“Saya harus
berjuang agar lolos dari kelaparan dan kemiskinan”. Demikian tekad Dang Thi
Oanh, dan sering kesusahan hidup, atau kondisi zona tidak nyaman- uncomfort zone, membuat orang memiliki
semangat dan motivasi hidup yang tinggi. Sebaliknya banyak orang yang bearasal
dari keluarga sangat berkecukupan- kondisi zona nyaman atau comfort zone- namun memiliki motivasi
dan semangat belajar yang rendah. Ya itu karena mereka kurang merasakan adanya
tantangan dalam hidup, sebab apa saja yang mereka mau, semua tersedia dalam
lingkungan rumah.
Dang Thi Oanh dibesarkan di Vietnam Utara dari
suku masyarakat Tay. Dia bersaudara 12 orang dan 7 orang yang masih hidup. Dia
mengatakan bahwa dalam meraih sukses ada mentor
dalam kehidupannya. Mentor itu adalah
seseorang yang selalu memberinya semangat dan bimbingan hidup. Maka mentornya Dang Thi Oanh adalah kakak
perempuannya yang berprofesi sebagai guru matematika di sebuah SMA. Dang Thi
Oanh memperoleh pendidikan dalam bidang teknologi informatika di sebuah
universitas di kota Hanoi.
2). Nashwa
Eassa, Ph.d
Nashwa Eassa
lahir dan dibesarkan di luar kota Khartoum, ibukota Sudan. Ayahnya seorang guru
dengan 6 orang anak, dan semuanya lulus perguruan tinggi. Sering cita-cita
nyata seseorang lebih terbentuk saat dia bersekolah di tingkat SLTA. Nashwa
minatnya dalam bidang sains tumbuh karena rasa ingin tahunya tentang dunia saat
belajar di sebuah SLTA. Ia tertarik dengan alam semesta. Di sekolah dia
termasuk siswa yang cerdas, namun untuk pilihan karir ia memilih jurusan yang
berbeda dari teman-temannya.
‘Dimana-mana di
dunia ini semua orang sama saja, terutama di negara berkembang. Kalau seseorang
memiliki nilai yang bagus, maka ia akan kuliah dengan memilih jurusan
kedokteran atau engineering (teknik).
Kalau nilai agak rendah maka mereka memilih bidang sains. Banyak yang memilih
kedokteran dan teknik karena memberikan pekerjaan yang lebih baik”, kata
Nashwa.
Ia sendiri
mendalami bidang fisika dan memperoleh pendidikan master dalam bidang sains
untuk bidang fisika material dan nano teknologi dari Universitas Linkoping di
Swedia. Kemudian ia meraih pendidikan doktoral dalam bidang dari Universitas
Metropolitan Nelson Mandela di Afrika Selatan.
3). Mojisola
Usikalu, Ph.D
Mojisola Usikalu dilahirkan di kota kecil
di daerah barat daya Nigeria. Dia seorang anak yatim karena saat berusia 6
tahun ayahnya meninggal dunia. Dia dibesarkan oleh ibunya seorang guru dengan
gaji yang sangat kecil, sehingga perlu dukungan keuangan dari saudaranya yang
lain.
Mojisola Usikalu
menjadi tertarik dalam bidang sains ketika ia belajar di SLTA. Dia bisa meraih
sukses dalam bidang akademik ia punya mentor,
yaitu gurunya sendiri- seorang guru fisika yang memotivasinya untuk mendalami
bidang fisika. Hampir semua orang sukses terjadi karena mereka puya mentor dalam belajar dan bekerja.
“Saya yakin
bahwa apa yang ita berikan kepada lingkungan kita adalah apa yang kita
peroleh”, kata Mojisola Usikalu. Untuk menopang kuliah dan kehidupan maka ia
juga bekerja sambilan, yaitu sebagai tenaga guru honorer.
Angka putus
sekolah cukup tinggi di negara-negara yang SDMnya tergolong rendah, demikian
pula halnya dengan Nigeria. Sehingga Mojisola Usikalu sering berbagi motivasi
(sebagai seorang motivator) terutama buat pelajar perempuan dan juga bagi
siswa/ mahasiswa perempuan yang berniat untuk berhenti bersekolah/ kuliah.
“Begitu kita
berjumpa dengan seorang tokoh yang sukses, maka nasehat-nasehat yang ia
tuangkan sangat berpengaruh untuk membangkitkan kesuksesan kita”, demikian
papar Mojisola Usikalu.
4). Rabia Sa’id,
Ph.D
Rabia Sa’id dibesarkan dalam sebuah keluarga
yang mengadopsi budaya polygami dan ini dilegalkan di Nigeria. Ayahnya yang
berkarir sebagai tentara punya dua orang istri dengan 10 orang anak, namun
meninggal 3 orang. Pada mulanya Rabia Sa’id sempat bersekolah di tingkat SLTA
saja. Dia kemudian menikah, namun setelah punya 3 orang anak ia terpikir lagi
untuk melanjutkan pendidikan. Saat dia jadi mahasiswi baru di sebuah
universitas, teman-temannya sudah pada bekerja dan ia hanya berstatus sebagai
mahasiswi dan seorang ibu rumah tangga. Dia memotivasi dirinya sehingga dia
mampu memperoleh prestasi terbaik di kampus.
Bila ingin
sukses maka semua rintangan tentu harus dilalui. Untuk itu motivasi diri yang
kuat adalah modal untuk memacu diri. Sekarang Rabia Sa’id menjadi dekan pada
Universitas Bayero, di Kano- Sudan.
5). Mojisola
Oluwayemisi Adeniyi, Ph.D
Mojisola
Oluwayemisi Adeniyi dibesarkan dalam keluarga di kota kecil Iwo di Nigeria
Tenggara. Dia anak kedua dari 8 bersaudara. Dia menyenangi pelajaran sains.
Salah seorang guru SMA-nya membuatnya tertarik dengan mata pelajaran fisika.
Great teacher makes great student.
Seorang guru yang baik dan bisa memberi inspirasi akan mempengaruhi masa depan
para muridnya. Mojisola Oluwayemisi Adeniyi menemukan guru yang hebat, yang
mampu membuat pelajaran fisika menarik dan terasa lebih mudah.
Dalam
memilih cita-cita atau karir buat anak, umumnya orangtua mengarahkan anak agar
mereka menjadi dokter saja. Kedua orangtua Mojisola juga demikian, menyarankan
dia untuk bisa jadi dokter, karena gajinya lebih banyak. Nilainya terlalu bagus
untuk mata pelajaran fisika, sehingga ia memutuskan untuk kuliah pada bidang
fisika di Universitas Ibadan. Ia juga memperoleh pendidikan dari Universitas
Birmingham Inggris.
Demikian cuplikan profil lima ilmuwan wanita dalam
menggapai karirnya. Bahwa lokasi daerah yang jauh dari ibu kota dan kondisi
keluarga, sekalipun dari keluarga kurang berada juga bisa meraih cita-cita
mereka. Malah orang yang demikian juga dikatakan sebagai orang yang berasal
dari keluarga uncomfort zone- wilayah
atau rumah yang kurang nyaman, biasanya memiliki tekad dan motivasi yang jauh
lebih tinggi dari orang yang dibesarkan dalam keluarga comfort zone- yaitu keluarga yang berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them