Kemampuan
Akademik Dan Pengalaman Kerja Sebagai
Jalan Toll Menuju Masa Depan
Saya
sangat tertarik dengan tulisan Annie Mueller yang berjudul: work experience vs education- which lands
you the best job ? Tulisan ini dijabarkan dalam bentuk tinjauan pro dan
kontra. Beberapa argumen yang dipaparkannya adalah seperti:
- Pendidikan tinggi hanya membuktikan bahwa
anda hanya bisa sukses dalam
bidang akademik, bukan dalam dunia
kerja yang nyata.
-
Sukses dalam pekerjaan yang aktual (pengalaman kerja) lebih berarti dari sukses
dalam bidang pendidikan.
Tinjauan
pro dan kontra di atas didukung oleh pendapat George D Kuh yang menulis tentang
“the chronicle of higher education”.
Ia mengatakan bahwa seseorang yang bekerja saat masih kuliah akan memperoleh
keterampilan yang sangat berguna seperti keterampilan team work dan manajemen waktu.
George
D Kuh menambahkan bahwa bekerja part time
(sambil kuliah) akan membantu mahasiswa untuk melihat dari dekat tentang nilai
praktek sesuai dengan teori yang dipelajari dalam kelas dan diapplikasikan
dalam bentuk nyata. Pengalaman tersebut juga akan punya dampak langsung dengan
cita-cita atau karir yang sedang dicari.
Gelar
kesarjanaan yang diperoleh seseorang 20 tahun lalu, khususnya untuk bidang
tekhnologi, ilmunya bisa jadi tidak begitu terpakai untuk saat ini. Kecuali
kalau seseorang memiliki akumulasi pengalaman kerja yang relevan yang lamanya
juga 20 tahun. Dengan demikian pengalaman kerja lebih punya nilai signifikan
dibandingan teori yang diperoleh melalui pendidikan sebelumnya. Sekarang banyak
hal telah berubah maka kita sangat direkomendasi untuk memahami berbagai
kecendrungan- trendy- di dunia ini
namun kita selalu bisa melatih diri agar selalu memiliki banyak pengalaman
kerja.
Paparan di atas,
sekali lagi, merupakan pro dan kontra atas issue “mana yang lebih punya
pengaruh signifikan antara pengalaman kerja atau keberadaan pendidikan dengan
pengalaman akademiknya ?”.Namun saya ingin menggabungkan kedua titik pandang
tersebut menjadi dua kekuatan yang aat bermanfaat untuk menuju masa depan
menjadi konsep pemikiran yaitu: Kemampuan Akademik Dan Pengalaman Kerja Sebagai
Jalan Toll Menuju Masa Depan.
Saya juga
termasuk orang yang mendukung bahwa pengalaman kerja tetap lebih signifikan dari
hanya sekedar memiliki segudang teori yang diperoleh lewat gelar kesarjanaan.
Saya terinspirasi dengan kesuksesan dua orang tokoh yaitu pengalaman hidup
Presiden Sukarno dan Ciputra, seorang pengusaha sukses dan konglomerat terkaya
di Indonesia. Kedua-duanya adalah alumnus ITB.
Yang menjadi pertanyaan adalah “apakah ITB
yang telah mampu membuat mereka sukses atau malah mereka yang secara sugnifikan
membuat ITB menjadi lebih populer ?” Dan pertanyaan ini tidak perlu untuk
direspon.
Benar
bahwa ITB merupakan salah satu perguruan tinggi yang paling populer dan
bergengsi di tanah air. Dan pada perguruan tinggi ini sempat belajar dua orang
yang juga cukup populer. Dari biografi kita tahu bahwa yang membuat mereka
lebih sukses adalah proses belajar dan proses kehidupan yang mereka ciptakan
dan lewati.
Bagaimana
pendapat banyak orang tentang apa yang perlu dimiliki oleh para siswa dan juga
mahasiswa agar mereka mampu meraih masa depan ? Mayoritas orang tua berpendapat
bahwa sekolah atau pendidikan merupakan jembatan emas buat mengantarkan mereka
menuju mimpi mereka tersebut. Sekolah yang juga identik dengan dunia akademik.
Maka di sekolah para siswa yang jagoan dalam bidang akademik, ya merekalah yang
dianggap sebagai orang yang sukses. Para siswa yang memperoleh juara kelas,
juara bidang studi, juara olimpiade, hingga juara umum, ya mereka dielu-elukan
ibarat seorang hero.
Para
orangtua juga demikian, mereka rela untuk membebaskan anak dari tanggung jawab
ikut mengerjakan house work- membersihkan rumah, menyapu, cuci piring, menutup
warung, dll- asal anak mereka bisa ikut bimbel dan melahap semua contoh-contoh
soal ujian. Sebab terbayang sudah bahwa kalau sang anak mampu memperoleh ijazah
dengan skor- skor yang fantastis, wow dapat dipastikan bahwa jalan toll menuju
masa depan sudah terbentang. Sang anak akan melenggang kangkung buat melangkah
menuju perguruan tinggi favorit dan sebentar lagi mimpi mereka akan menjadi
kenyataan.
Fenomena
bahwa cukup banyak anak- anak yang telah berhasil menyelesaikan pendidikan di
perguruan tinggi namun terlihat kebingun. Mereka bengong hendak mau dibawa
kemana dibawa ijazah tersebut. Bahkan cukup banyak pemuda dan pemudi yang telah
menyelesaikan studi di perguruan tinggi, sekalipun dari perguruan tinggi
favorit, masih memperpanjak kontrak rumah kost mereka agar bisa tinggal lebih
lama dan berharap kerja favorit yang mereka impikan jatuh dari langit atau
segera datang melayang mendekatinya. Itu semua nonsense !!!
Ternyata
nggak ada pekerjaan yang jatuh dari langit atau datang melayang-layang
mendatangi seseorang yang sekalipun jagoan akademik. Bahwa pekerjaan itu tidak
akan datang mengejar kita dan juga tidak datang dengan mudah. Bahwa kitalah
yang wajib mencari pekerjaan atau menciptakan suatu pekerjaan. Ya kesuksesan kerja
yang hebat itu kitalah yang menciptakannya.
Pernah
dinyatakan bahwa kalau dahulu, 20 atau 30 tahun lalu, kalau ada kelulusan 100 %
dari sarjana baru, maka yang 80 % memperoleh pekerjaan, sementara yang 20 %
menjadi pengangguran. Mereka menjadi sarjana pencaker- pencari pekerjaan.
Fenomena tersebut berbalik 180 derajat untuk kelulusan sarjana hari ini. Maka
dari 100 % dari kelulusan sarjana baru, yang 20 % mampu memperoleh pekerjaan
dan yang 80 % menjadi PTT alias Pengangguran Tingkat Tinggi.
Siapa
sih 20 % dari para sarjana baru yang mampu memperoleh pekerjaan dan dari mana
mereka berasal dan apa kegiatan mereka saat di SLTA dan saat jadi mahasiswa ?
Para sarjana yang mampu memperoleh pekerjaan setelah wisuda adalah mereka para
mahasiswa yang bukan mahasiswa “kupu-kupu”. Yaitu para mahasiswa yang
kebanyakan hanya terfokus pada urusan akademik dan tahunya hanya “kuliah
pulang- kuliah pulang”. Atau juga BUKAN tipe mahasiswa yang terjebak dalam
karakter pasif- karakter 4D yaitu tahunya cuma “datang, duduk, dengar, diam”.
Mereka adalah para mahasiswa yang selain aktif belajar juga ikut melibatkan
diri dalam ekskul di kampus dan punya seabrek peran dalam hidup mereka.
Juga
diperkirakan bahwa para sarjana yang mampu memperoleh pekerjaan tak lama
setelah mereka wisuda adalah mereka yang saat jadi siswa SLTA bukan termasuk
tipe siswa yang tahunya hanya jadi anak manis, siswa yang patuh, kaku, kuper,
nggak punya banyak waktu buat membuka diri. Namun mereka adalah para siswa yang
selain bertanggung jawab dalam belajar , juga meluangkan waktu dan pikiran
dalam mengurus kegiatan OSIS di sekolah. Malah di rumah mereka adalah juga para
anak yang juga pinter buat menyenangi hati orang tua- ayah dan ibuya.
“Jadinya mereka
juga peduli dalam mengurus diri sendiri, merapikan kamar, membantu mama di
dapur, menemani papa untuk beres-beres di perkarangan rumah”.
Untuk
zaman sekarang para siswa yang hanya sekedar jago dalam menaklukan buku, bisa
jadi juara kelas dan juara lomba bidang akademik, namun kurang membuka diri dan
juga kurang peduli dengan sesama. Susah diajak ngomong dan susah buat bekerja
sama dengan team work, maka
diprediksi bahwa skor-skor yang tinggi pada selembar ijazah tidak akan banyak
berguna bagi orang lain.
“Cukup
banyak para pelajar yang pinter di sekolah, ya sekedar pinter cari nilai dan
miskin pengalaman hidup, setelah dewasa hanya mampu jadi wong kecil atau
pekerjaan biasa-biasa saja. Sementara itu ada orang yag saat remaja- sekolah di
SMA/ MA yang pintarnya biasa-biasa saja, namun sangat peduli dengan sesama dan
juga aktif dengan kehidupan sosial. Singkat kata dia adalah tipe orang yang
cepat kaki- ringan tangan. Senang bekerja dan suka memberi bantuan pada sesama,
maka setelah dewasa mereka alhamdulillah menjadi orang yang rata-rata tergolong
sukses”.
Kalau
demikian bagaima jadinya tentang sekolah ?
Ya keberhasilan dalam hidup ini tidak hanya ditentukan semata-mata pada
prestasi akademik. Prestasi akademik yang tinggi juga mutlak diperlukan bagi
orang-orang yang juga akan berkarir dalam akademik, munkin untuk menjadi tentor
pada bimbel, guru dan dosen. Namun pekerjaan di luar itu sangat direkomendasi
untuk memiliki nilai dan keterampilan sosial yang juga ekstra. Kemampuan
akademik tidak cukup buat meraih masa depan. Jadinya mereka mutlak untuk memili
kecakapan hidup yang lain seperti kemampuan kerja sama (team work), keberanian, keterampilan berkomunikasi, kemampuan
manajemen, kemampuan memimpin, kemampuan beradaptasi, dll.
Dari
proses kehidupan bapak proklamator negara kita, Presiden Sukarno, tercatat
bahwa prestasi akademik dan serangkaian pengalaman sosial/ pengalaman hidup
telah menjadi kunci utama dalam mengantarkannya menjadi orang yang hebat dalam
sejarah Indonesia, bahkan juga dalam sejarah dunia. Sejak berusia masih muda
Presiden Sukarno sangat gemar belajar, membaca dan berorganisasi. Ia belajar
secara otodidak untuk banyak bidang. Saat dia pindah rumah maka dia membutuhkan
truk untuk membawa buku-bukunya dalam berbagai bahasa. Karena ia menguasai
bahasa Inggris dan Belanda secara fasih dan beberapa bahasa asing lainnya.
Sukarno
juga membaca banyak buku-buku politik, filsafat, agama, sosial dan biografi
yang langsung ditulis oleh penuls besar di dunia. Dengan membaca buku-buku
dalam bahasa Belanda dan Inggris maka ia langsung bersentuhan dengan para tokoh
dunia. Untuk keterampilan sosial maka Sukarno banyak mengunjungi para tokoh
hebat yang ada di kota dimana ia hidup. Dia senang bertukar pikiran, menulis
dan berpidato sehingga ia adalah juga presiden yang jago menulis dan seorang
orator ulung yang telah menggemparkan dunia. Melalui Sukarno maka orang-orang
di dunia mengenal dan menyegani bangsa Indonesia.
“Betul
bahwa ia tidak terpaku pada teori yang ia baca, maka ia juga aktif bergabung
dengan berbagai klub dan partai politik yang mana merupakan wadah yang
membuatnya bisa saling berbagi dan menyalurkan aspirasi untuk membuat bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang merdeka hingga bisa setara dengan bangsa-bangsa
lain di duna”.
Begitu
juga dengan Ciputra. Saat dia tercatat sebagai mahasiswa ITB, kemiskinan telah
menjadi teman kehidupannya. Maka untuk melawan kemiskinan ini, ia memutuskan
untuk bekerja sambil kuliah. Ia berkolaborasi dengan temannya untuk mendirikan usha konstruksi, pada mulanya
hanya secara kecil- kecil. Ia memberanikan diri untuk menawarkan jasa
konstruksi kepada pihak pemerintah dan swasta. Dia mengalami jatuh bangun dalam
mengelola kehidupan dan bisnis. Walau ada badai menerjang, ia tetap bangkit dan
bertahan. Hingga usahanya ikut mencerahkan konstruksi ibu kota dan beberapa
persada nusantara.
Hidup
memang selalu berjuang, bangkin dan bergerak. Kemampuan akademik yang didukung
oleh berbagai keterampilan lain seperti keberanian, manajemen waktu, rasa
tanggung jawab, kemampuan berkomunikasi an beradaptasi mutlak untuk dimiliki.
Ini semua merupakan jalan toll untuk memudahkan kita dalam menggapai masa depan
kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them