Rabu, 06 Desember 2017

Budaya Membaca Untuk Melejitkan Potensi Diri



Budaya Membaca Untuk Melejitkan Potensi Diri

Membaca Di Mana-Mana
            Saat saya terbang dengan pesawat Qantas dari Jakarta menuju Melbourne, saya menemui pemandangan dan pengalaman baru di bandara Ngurah Rai- Bali, Bandara Sydney dan bandara Tullamarine Melbourne. Tiga bandara dengan banyak orang asing. Ada perbedaan yang saya  lihat, terutama tentang cara orang dalam memanfaatan waktu senggang. 
            Orang yang berkulit sawomatang, saya asumsikan sebagai orang kita dan non sawomatang sebagai orang Australia. Bukan bermaksud buat merendah warga negara sendiri, namun sebagai suatu otokritik dan juga tujuan memotivasi. Bahwa selama dalam pesawat orang kita lebih suka ngobrol dan para remajanya (orang muda) sibuk main game atau mendengar lagu pop. Sementara yang berkulit putih lebih memilih tidur, mendengar e-book atau membaca buku yang sengaja mereka persiapkan dari rumah.
            Saya jadi teringat dengan catatan tentang literasi-membaca para siswa di dunia, sebagaimana tertera pada pada salah satu dinding bagian dalam di rumah puisi Taufik Ismail di Aie Angek dekat Padang Panjang, Sumatra Barat. Sella Panduarsa Gareta (2014) menyelami sastra di rumah Taufik Ismail, menyatakan bahwa ada beberapa negara yang mewajibkan siswa mereka untuk membaca buku- novel, biografi, dan buku sastra lainnya, yakni:
            a). Siswa Thailand Selatan, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam diwajibkan oleh pihak sekolah membaca 5 sampai 7 buku dalam waktu sekitar dua             tahun.
b). Siswa Rusia, Kanada, Jepang, Swiss dan Jerman diwajibkan pihak sekolah membaca 12 hingga 22 judul buku.
c). Siswa Perancis, Belanda dan Amerika Serikat diwajibkan pihak sekolah membaca 30 judul buku dalam waktu dua tahun”.
            ”Bagaimana dengan siswa di Indonesia?”
Siswa SMA di Indonesia tahun 1929 hingga 1942 juga membaca sekitar 25 judul buku pertahun. Yaitu di saat nama sekolah AMS Hindia Belanda, AMS itu singkatan dari “Algemeene Middlebare School”. Saat di sekolah AMS Hindia Belanda dahulu siapa yang membaca 25 judul buku pertahun?
Itu yang namanya Soekarno, Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Muhammad Natsir, Ali Sastromijoyo dan Muhammad Yamin. Namun dari tahun 1943- 2008, siswa wajib membaca nol buku pertahun.
            Di negara-negara maju yang saya tangkap pengertiannya bahwa betapa pendidikan di negara tersebut kegiatan membaca literasi telah melampaui target ketuntasan sehingga semua anak-anak sekolah sangat menyukai membaca dan membaca telah menjadi kebutuhan utama mereka. Sementara kemampuan membaca untuk pendidikan kita- dari kacamata dunia, kemungkinan belum mencapai target sempurna. Hanya baru sebatas kenal abjad dan mampu membaca penggalan dongeng ringan.

Kondisi Literasi Membaca Kita
            Bagaimana dengan kondisi literasi membaca bangsa kita? Membaca dalam pendidikan kita baru sebatas pemberian PR. Guru-guru menugaskan siswa buat membaca dan membuat ringkasan. Siswa membuat ringkasan dan membaca dengan perasaan enggan, bosan dan mendongkol.
            Saat membaca terasa sangat berat dan membosankan bagi kebanyakan siswa SD di negeri kita, sementara itu membaca di negara Skandinavia terasa sebagai kebutuhan primer. Begitu pulang sekolah para siswa dari kelas rendah membawa buku cerita atau novel anak-anak yag ukurannya cukup tebal. Membaca dengan antusias dengan bantuan orangtua di rumah. Membaca kemudian meningkatkan kualitas verbal dan komunikasi mereka, juga menggugah imajinasi mereka hingga mereka menjadi siswa terkemuka.
            Ngainun Naim (2013: 1-7) memaparkan tentang potret buram membaca literasi di negara kita. sebuah data paradoks menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang sukses menjadi model untuk pemberantasan buta aksara di kawasan Asia Pasifik. Namun angka yang sedemikian menggembirakan ternyata tidak seiring dengan hasil survei UNESCO tentang minat membaca masyarakat Indonesia. Survei tersebut menunjukan bahwa minat membaca masyarakat Inonesia sangat redah. Tahun 2006, minat membaca masyarakat Indonesia berada pada posisi paling rendah di kawasan Asia. Sementara International Educational Achievement mencatat bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia paling rendah di kawasan ASEAN.
            Apa yang menjadi penyebab membaca belum bisa menjadi budaya? Sesungguhnya siapapun orangnya, apa pun profesinya, memiliki tradisi membaca. Maka semua profesi punya kontribusi positif untuk membangun budaya membaca. Namun profesi yang paling menggalakan minat membaca adalah mereka yang berasal dari dunia pendidikan. Apalagi kegiatan sehari-hari mereka juga dekat dengan dunia pengembangan ilmu.
            Namun tampaknya dunia pendidikan juga belum terlalu dekat dengan tradisi membaca. Banyak dosen dan guru ternyata belum banyak yang membaca secara tekun. Pada hal bagi mereka membaca merupakan sarana yang paling efektif untuk memperkaya wawasan. Himbauan bahwa “dosen dan guru yang baik”  musti terbiasa membaca dan terus membaca untuk memperbarui dan menambah wawasan serta ilmu pengetahuannya hingga mereka layaknya mencari orang berlevel internasional.
Kesukaan terhadap membaca yang tinggi saya temui pada Craig Pentland, teman Australia saya, dimana kami sudah berteman sejak 22 tahun yang lalu. Setiap kali datang ke Sumatra untuk berlibur dia selalu membawa dua atau tiga buku yang dibaca selama berada di Sumatra. Tak jarang begitu liburannya berakhir dan ia telah menyelesaikan membaca 2 atau 3 buku. Begitu juga dengan teman-teman saya dari Eropa- Louis, Annes Bedos dan Francois, juga memanfaatkan waktu istirahat mereka buat membaca buku-buku. Saat membaca mereka terlihat sangat fokus dan sangat menikmatinya.
Desi Anwar (2015: 90-93) seorang wartawan yang produktif dan seorang host pada Metro TV juga berbagi pengalaman tentag betapa membaca itu sangat penting dan sangat menyenangkan. Dia sudah gemar membaca sejak masih kanak-kanak. Pengalaman membacanya dimulai dengan membaca novel pada usia 7 tahun. Dia masih ingat betapa asyik rasanya memegang buku, terasa berat dan serius.
Pada mulanya Desi membaca degan susah payah, halaman demi halaman, seperti mahasiswa yang bersemangat menghadapi ujian. Dia sudah bertekad menyelesaikannya dan ia mengharuskan dirinya menyelesaikannya. Akhirnya dia merasakan kesenangan dalam membaca. Membaca telah membawanya ke masa yang lain, membaca telah menjadi sumber kesenangan yang sejati. Ya benar bahwa membaca adalah keunikan sejati yang dapat kita miliki karena membaca berarti menyerahkan diri kita kepada semua indra.   

Bagaimana Memulai Kegemaran Membaca?
Saya ingin berbagi pengalaman nyata tentang bagaimana saya memulai menyukai membaca. Tentu saja setiap orang punya pengalaman yang berbeda. Pertama kali membaca buku saya memang merasakan kesulitan dan kejenuhan dalam menaklukan halaman demi halaman. Dan buku pertama yang taklukan adalah sebuah buku biografi milik teman satu kos saya. Judul bukunya “Pasang Surut Pengusaha Pejuang- Otobiografi Hasyim Ning (AA Navis, 1987)”. Buku tersebut hanya setebal 392 halaman, namun terasa sangat tebal, membosankan menaklukan halaman demi halaman dan sangat berat saat itu. 
Yang penting saat itu saya sudah punya motivasi untuk membaca keseluruhan isi buku tersebut. Maka mulailah saya menamatkan buku tersebut dengan cara memaksa diri. Pada mulanya saya coba membaca 10 halaman, kemudian istirahat dan membaca 10 halaman lagi. Saya buat target buat menamatkan keseluruhan halamannya. Saya biasakan membaca buku dengan menggunakan pensil.
Bila ada hal-hal yang penting menurut saya, maka akan saya garis bawahi. Nanti setelah saya menamatkan buku tersebut baru saya pindahkan ke buku catatan. Akhirnya dengan susah payah saya berhasil menamatkan membaca buku tersebut dalam waktu hampir 2 minggu. Saya kemudian membaca tiap, sekarang setelah hampir 30 tahun , membaca sudah terasa sebagai kebutuhan primer saya.
Setiap orang yang telah terbiasa dengan budaya membaca mereka akan sangat beruntung. Sementara itu membaca sangat direkomendasikan oleh Al-Quran (oleh Allah Swt): Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan (Surat 96:1).
Budaya membaca akan mampu buat melejitkan potensi diri. Ngainun Naim (2013:155-189) mengupas tentang membaca dalam rangka menangkap makna dan meraih prestasi. Ada banyak orang yang berubah karena membaca, misal lewat membaca biografi yang bisa mengantarkan menjadi penulis hebat.  
Salah seorang yang hidupnya berubah karena membaca, khususnya membaca biografi orang-orang terkenal, adalah Edward Bok. Pada masa kecilnya, Bok yang merupakan imigran Belanda di Amerika hidup dalam kubangan kemiskinan. Dalam sejarah hidupnya, Bok tidak pernah bersekolah lebih dari enam tahun.
Dia meninggalkan sekolah ketika berumur tiga belas tahun. Sebagai gantinya ia mulai mendidik dirinya sendiri. Dia menabung sampai dia mendapatkan cukup uang untuk membeli ensiklopedi biografi Amerika. Kemampuan membeli ensiklopedi ini membuatnya memperoleh banyak inspirasi dan membangun kreativitas dirinya. Pengaruh bacaan tersebut mendorongnya untuk melakukan hal yang luar biasa. Dalam perjalan selanjutnya, Bok menjadi penulis biografi yang ternama. Ia telah mewawancarai ratusan tokoh terkenal dan menulis biografi mereka. Semua itu bermula dari sebuah langkah mendasar, yaitu membeli dan kemudian membaca secara intensif biografi mereka (Maria Lauret, 2013).
Salah seorang pakar psikologi Indonesia adalah Prof. Dr. Ashar Sunyoto Munandar. Dalam perjalanan panjang hidupnya, Ashar mengaku bahwa ia begitu dipengaruhi oleh kata-kata yang tersusun rapi dalam aneka buku dongeng. Beberapa buku cerita dari masa kecilnya yang berkesan adalah Dik Trom, Piltje Bel, dan buku cerita karya Dr. Karl May. Bahkan, tanpa disadarinya, buku cerita itu pula yang memberikan rangsangan imajinasi dan wawasan luas tentang kehidupan.
Kesempatan meminjam buku bacaan di usia belia ini menjadi penanda signifikan bagi munculnya minat besar Prof. Ashar untuk membaca. Sejak itu, minatnya  membaca tumbuh pesat. Membaca dan terus membaca telah menjadikan Prof. Ashar sebagai pribadi penuh kualitas sehingga ia menjadi seorang pakar psikolog ternama di negeri ini. Bacaan cerita di masa kecilnya telah menjadikan dia sebagai pribadi yang terus tumbuh dan berkembang.
Besarnya pengaruh buku cerita juga dialami oleh penuis cerita yang cukup populer di dunia melalui bukunya Harry Potter, dia adalah J.K Rowling. Ia menulis novel legendaris tersebut dalam tujuh seri. Itu tentu saja merupakan hasil kerja keras dan perjuangan J.K Rowling yang sangat luar biasa. Orang mungkin hanya melihat dari sisi hasilnya saja. Padahal, kesuksesan yang diraihnya sesungguhnya dipegaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah pengaruh bacaan pada masa kecilnya.
J.K Rowling menuturkan tentang kenangannya yang paling jelas mengenai masa kanak- kanaknya. Adalah ayahnya yang duduk dan membacakan buku buatnya The Wind in the Willows. Bacaan demi bacaan yang terus digelontor orang tuanya pada masa kecil J.K Rowling secara tidak disadari telah membuat kesan hebat pada dirinya. Maka J.K Rowling mulai memimpikan cerita- cerita fantasis yang anehnya memiliki alur yang bagus dengan tokoh-tokoh yang begitu nyata.
Pengaruh bacaan kemudian mendorongnya untuk menjadi seorang penulis. Menulis baginya merupakan dorongan yang sangat hebat. Yang jelas membaca telah memberi kontribusi besar pada kemampuan J.K Rowling dalam menulis. Kesuksesan yang kini diraihnya merupakan akumulasi dari bacaan yang telah lengket dalam kehidupannya semenjak kecil. Begitulah, membaca kisah hidup para tokoh telah mengubah kehidupannya. Tentu saja ada banyak orang yang telah memperoleh manfaat positif dari kebiasaan membaca.



Daftar Pustaka

AA Navis (1987). Pasang Surut Pengusaha Pejuang. Jakarta: PT Pustaka Utama
Grafiti.

A.Bobby (2015). Ajik Cok- Lihat, Tiru, Kembangkan. Jakarta: Kompas

Agus Nggermanto (2003). Quantum Quotient, Kecerdasan Quantum- Cara
Melejitkan Iq, Eq dan Sq Secara Harmonis. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.

Ahmad Faiz Zainuddin (2009). SEFT- Spiritual Emotional Freedom. Jakarta: Afzan
Publishing.

Ahmad Fatahillah (2014). 21 Tokoh Sukses Top Dunia Yang Ternyata Drop Out Dari
Sekolah. Mojokerto: NLP-NAC-ESQ (https://www.slideshare.net).

Annie Mueller (2015). Work Experiences VS Education- Which Lands You The Best
Job?”New York: Investopedia (www.investopedia.com).

Bobbi De Porter dan Mike Hernacki (2002). Quantum Learning- Membiasakan
Belajar  Nyaman Dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Bonnie D. Singer (1999). You Are What You Say, To Yourself.  Newton, MA: American
Speech-Language-Hearing Association

Caroly Medel dan Anonuevo (2002). Integrating Life Long Learning Perspective.
Hamburg: Unesco Institute For Education (www.unesco.org/education/uie).

Cindy Adams (1965). Sukarno: An Autobiography. Indianapolis: Bobbs Merrill.  

Coline Rose dan Malcom.J. Nicholl (2003). Accelerated Learning For the 21st Century-
Cara Belajar Cepat Abad 21. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.

Craig Pentland (2014). Behavioural Ecology of The Black-Flanked Rock-Wallaby,
Petrogale lateralis lateralis (Disertasi). Perth: Edith Cowan University, The Faculty of Health, Engineering and Sciences, School of Natural sciences (http://ro.ecu.edu.au/cgi/viewcontent.cgi).

Dario Maestripieri (2012). The truth about why beautiful people are more successful-
The truth about why beauty pays. Chicago: University Chicago (https://www.psychologytoday.com/blog/games-primates-play).

Dave Meier (2002). The Accelerated Learning Handbook. Bandung: Kaifa

Deb Shapiro (2008). Your Body Speaks Your Mind: Decoding the Emotional,
Psychological, and Spiritual Messages That Underlie Illness. New York: ReadHowYouWant.com (https://books.google.co.id/books/about/Your_Body_Speaks_Your_Mind.htm).

Dewi Utama Faizah (2009). Anak- Anak Yang Digegas Menjadi Cepat Mekar Cepat
Matang Cepat Layu (artikel). Jakarta: Direktorat Pendidikan TK dan SD, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas (http://nurfika.blogdetik.com).

Desi Anwar (2015). Hidup Sederhana. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Dian Wibowo Utomo (2009). Hambatan, Motivasi, dan Strategi Pemecahan Masalah
Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yang Sedang Mengerjakan Skripsi (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma (https://repository.usd.ac.id).

Dian Wirawan Noeraziz (2013). Self determination, Otentisitas,dan kebebasan
(Tugas Psikologi Humanistik). Surabaya: FakultasPsikologi, Universitas Airlangga.

Dominic O’Brien (2005). How To develop a Perfect Memory. Cambridge: Library Com

Fasli Jalal (2010). Education Decentralization In Indonesia, Lesson Learned And
Challenges. Jakarta: Ministry Education of Indonesia).

George D. Kuh (2015). The Chronicle of Higher Education. New York: Investopedia

Georgia Soares (2013). Attractiveness Leads To Success. Houston: Rice University

Grolier (1965). History- Our Worl In Colour. London: The Grolier Society Limited.

Harold S. Osborne (1943). Biographical Memoir of Alexander Graham Bell.
Washington: National Academy of Sciences

Hamermesh D.S (2011). Beauty Pays Why Attractive People Are More Successful.
Princeto- New Jersey: princeton Press

Hatch Robert A (1998). Sir Isaac Newton Footprints of  the Lion exhibit. Cambridge:
Cambridge University Library (https://www.perimeterinstitute.ca/files/articles).

Hazrul Iswadi (2017). Sekelumit Dari Hasil PISA 2015 Yang Baru Dirilis. Surabaya:

Ubaya- Iniversitas Surabaya (http://www.ubaya.ac.id/2014/content/article). 


Ibrahim Elfiky (2011). Terapi Berfikir Positif- Biarkan Mukjizat Dalam Diri Anda
Melesat Agar Hidup Lebih Sukses Dan Lebih Bahagia. Jakarta: Zaman.

Indra Djati Sidi (2001). Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru.
Jakarta: Logos.

Irwan Prayitno, Gubernur Sumatera Barat-
(https://id.wikipedia.org/wiki/Irwan_Prayitno).

Jalaluddin Rakhmat (1998). Komunikasi Antar Budaya, Paduan Berkomunikasi
Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Jesse Hicks (2012). Ray Tomlinson, the inventor of email: I see email being used, by

and large, exactly the way I envisioned. Peterborough-Canada: The Verge (https://www.theverge.com/2012/5/2/2991486/ray-tomlinson-email-inventor).


Jessica A. Jonikas dan Judith A. Cook (2004). This Is Your Live! Creating Your Self
Directed Life Plan. Chicago: University of Illinois, National Research & Training Center on Psychiatric Disability

Jyoti Ranjan M uduli (2014). Addiction to Technological Gadgets and Its Impact on
Health and Lifestyle: A Study on College Students (thesis).Rourkela: Department of Humanities and Social Sciences, National Institute of Technology (http://ethesis.nitrkl.ac.in/5544/1/e-thesis).

 

Kay Melchisedech Olson (2006). Johann Gutenberg and the Printing Press- Inventions

and Discovery. Mankato MN-USA: Graphic Library (https://www.amazon.com/Johann-Gutenberg-Printing-Inventions-Discover).


Lev Grossman (2010). Mark Zuckerberg (Biography). New York: Time

Louis Deharveng (2005). Expedition Sumatra 2002- Compte Rendu Speleologique.
Toulouse- France: Societe Speleologique de L’Ariege- Pays d’Olmes. 

Mahmood Khalil dan Zaher Accariyal (2016). Identifying Good Teacher For Gifted
Students. Sakhnin: The College of Sakhnin, Academy Colleg For Teacher Educatio (https://file.scrip.org).

Marjohan Usman dan Ranti Komala Dewi (2012). Tuntutlah Ilmu Sampai Negeri
Prancis. Jogjakarta: Diva Press.

Maria Lauret (2013). When Is an Immigrant’s Autobiography Not an Immigrant
Autobiography? The Americanization of Edward Bok. Las Vegas: MELUS- Department of English,  University of Nevada (MELUS, Volume 38, Issue 3, 1 September 2013, Pages 7–24, https://doi.org/10.1093/melus/mlt033).

Marjohan Usman dan Syaiful Amin (2013). Akhirnya Kutaklukan Kampus Jerman.
Jogjakarta: Diva Press.

Maureen Cane (2015). Practical Lessons And Resources For Teachers From
Foundation To year 10. Heidelbeg, Victoria: Volunteering And Contact Act (https://www.volunteeringaustralia.org). 

Melissa Stanger (2012). Attractive People Are Simply More Successful (artikel). New
York: Business Insider  (http://www.businessinsider.com/attractive-people-are-more-successful).

Mochamad Basuki, Yanti Muchtar, dan Theresia (2012). The Power of Literacy:
Woman’s Journey in India, Indonesia, Philipine and New Guinea. Quezon: ASPBAE (http://www.campaignforeducation.org).

Mudji Sutrisno (1994). Getar-Getar Peradaban. Yogyakarta: Kanisius.

Murad Maulana (2014). 31 Hal Yang Harus Anda Ketahui Tentang Gayatri Wailisa.
Yogyakarta: Pustakawan Blogger, UGM (www.Muradmaulana.com ).

Ng Aik Kwang (2001). Why Asians Are Less Creative Than Westerners (article).
Brisbane: University of Queensland (http://shadibakri.uniba.ac.id/wp-content).

Ngainun Naim (2013). The Power of Reading- Menggali Kekuatan Membaca Untuk
Melejitkan Potensi Diri. Yogyakarta: Aura Pustaka.

Nurul Duariyati (2006). Makna Sukses Pencari Kerja Dan Motif Menjadi PNS
(Skripsi). Surabaya: Universitas Airlangga (http://repository.unair.ac.id). 

OECD/Asian Development Bank (2015). Education in Indonesia: Rising to the
Challenge. Paris: OECD Publishing. (http://dx.doi.org/10.1787/9789264230750-en).

Rhenald Kasali (2011). Wirausaha Muda Mandiri, tentang kisah inspiratif anak-anak
muda menemukan masa depan dari hal-hal yang diabaikan banyak orang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rhenald Kasali (2016). Self Driving Menjadi Driver atau Passenger? Jakarta: Mizan

Rhenald Kasali (2017). Disruption- Tak Ada Yang Tak Bisa Diubah Sebelum Dihadapi
Motivasi Saja Tidak Cukup. Jakarta: Kompas Gramedia.   

Robert Reardon (2016). John L Holland: Perspectives on Theory, Research And
Practice. Florida: Society for Vocational Psychology, Florida State University (

Ruth Callaghan (2016). Graduate Recruitment: Academic Results No Longer Matter
As Much. Melbourne: KMG House (http://www.afr.com/leadership).

Sahar F Abu Jarour (2014). Person Demotivation In Organization Life (Journal). Amman:
College Of Business And Management, Amman Arab University (https://ijbssnet.com/journal).

Sean Maloney (2008). Oral History of Martin Cooper. Mountain View- California:
Computer History Museum

Sean N. Talamas, Kenneth I. Mavor, dan David I (2009). Blinded by Beauty:
Attractiveness Bias and Accurate Perceptions of Academic Performance. California: University Of Southern California

Sella Panduarsa Gareta (2014). Menyelami Sastra di Rumah Taufik Ismail. Jakarta:
Antara News (www.antaranews.com).

Setia Furqon Khalid (2010). Jangan Kuliah Kalau Gak Sukses. Sumedang: Rumah
Karya.

Sri Owen (2008). Something About Myself. London:Journal dan Weblog

St. Sularto, Ed (2010). Guru-Guru Keluhuran, Rekaman Monumental Mimpi Anak
Tiga Zaman, Jakarta: Kompas.

Suherman (2012). Mereka Besar Karena Membaca. Bandung: Literate Publishing

Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta (2009). Dasar-Dasar Sosiologi. Jakarta: Yogyakarta:

Tejvan Pettingen (2010). Biography Of Wright Brother. Oxford:

Tom Corley (2016). 16 Rich Habit: Your Auotopilot Can Make You Wealthy or Poor
(Article).Dallas- Texas: Success Magazine (https://www.success.com/article/16-rich-habits)

Torsten Husen (1995). Masyarakat Belajar. Jakarta: Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 

Travis Bradberry (2015). 10 Toxic People You Should Avoid At All Costs. Jersey

City:Forbes Magazine (https://www.forbes.com/sites/travisbradberry)


Victor Mc Elheny (1999). Edwin Herbert Land-A Biographical Memoir. Washington:
The National Academy Press
(http://www.nasonline.org/publications/biographical-memoirs)

Warni Tune. S dan Intan Abdul Razak (2016). Strategi Pembelajaran Dalam
Implementasi Kurikulum Berbasis Soft Skill. Yogyakarta: Deepublish.

Kamis, 10 Agustus 2017

Alumni ITB Jadi Tukang Becak

Alumni ITB Jadi Tukang Becak

Begitu sulitnya kehidupan saat ini, segala cara yang penting halal, akan dilakukan hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup. Sekolah tinggi-tinggi ternyata tidak menjadi jaminan hidup akan sukses apalagi kalau hanya sekedar tamatan sekolah menengah. Saat ini yang dibutuhkan adalah keterampilan dan kemauan yang kuat untuk bisa lepas dari kesulitan hidup.

Mungkin kita tidak heran ketika mendengar berita seorang keluarga miskin yang mampu menyekolahkan anaknya sampai sarjana atau berita seorang tukang beca yang berhasil menjadi alumni ITB atau UGM. Namun ketika kita mendengar ada seorang alumni ITB menjadi tukang beca, tentu kita akan mengurut dada antara percaya dan tidak percaya. Padahal ketika pertama kali menginjakkan kaki dikampus, akan terlihat sebuah spanduk untuk menyambut mahasiswa dan mahasiswi baru dengan slogan “SELAMAT DATANG PUTRA-PUTRI INDONESIA TERBAIK”

Fakta adanya alumni ITB menjadi tukang beca bukan hanya sekedar isu saja tapi terbukti benar adanya. Dimana disaat Ikatan Alumni ITB Sumatera Utara sedang mengadakan acara Silaturahmi dan Perkenalan Calon Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Alumni ITB periode 2011-2015 yang diselenggarakan di Hotel J W Marriot Medan. Ketika acara makan malam tiba-tiba ada seseorang menghampiri ketua umum Hermanto Dardak MSc, orang itu mengaku bernama Suhunan Napitupulu mengaku pernah satu angkatan dengan Hermanto Dardak. Suhunan Napitupulu, dengan serius berbincang dengan Hermanto hingga akhirnya terungkap, bahwa benar Suhunan Napitupulu adalah Alumni ITB yang berprofesi sebagai Tukang beca.

Pengakuan polos dari Suhunan bahwa dia berprofesi sebagai tukang beca jelas membuat semua yang hadir terkejut, antara percaya dan tidak percaya bahwa ternyata mungkin masih ada banyak lagi teman-teman yang bernasib seperti Suhunan Napitupulu. Pertemuan Silaturahmi dan Perkenalan ini setidaknya bisa menjadi Momentum yang tepat agar Pengurus Pusat Ikatan Alumni ITB harus tetap memperhatikan nasib teman-teman mereka yang kebetulan tidak seberuntung nasib sebagian besar alumni lainnya.

Kisah Suhunan alumni ITB yang menjadi tukang beca adalah cermin kondisi nyata, begitu sulitnya orang saat ini untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga segala cara dilakukan yang penting halal walaupun hanya menjadi tukang beca, yang sebenarnya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya itu. apalagi saat ini Jumlah Pengangguran di Indonesia sudah mencapai angka 8,12 Juta Orang, Pengangguran ini terjadi di sebabkan adanya kesenjangan antara penyediaan lapangan kerja dengan jumlah tenaga kerja yang mencari pekerjaan. Minimnya Sektor Penerima Tenaga Kerja serta semakin tumbuhnya Angkatan kerja baru, sudah barang tentu berdampak banyaknya Jumlah Pengangguran di Indonesia.

Ada kisah baru selain cerita Suhunan Napitupulu berikut kisahnya:

Karena sulitnya mencari pekerjaan, ada seorang lulusan Universitas Indonesia akhirnya menerima kerja dikebun binatang ragunan pasar minggu, Tiap hari kerjanya memakai Kostum Gorila, mungkin dia pikir gak ada yang melihat, toh, pake topeng.
Kerjanya mengunyah kacang dan pisang terus menerus, dia berlompat-lompatan setiap hari dengan lincahnya, dan juga dapat berhitung !! Semenjak itu Pengunjung Kebun Binatang bertambah banyak untuk menyaksikan Gorila yang lincah dan juga pintar, maklum lulusan Universitas Indonesia.

Akhirnya pada suatu hari, Tibalah saat yang na’as itu !!! Waktu dia melompat-lompat, dia tergelincir dan terjatuh kekolam Buaya, matilah aku kali ini, katanya dalam hati, dia berusaha memanjat secepat-cepatnya kepinggir kolam, Namun Buaya lebih cepat mendekati dengan mulut menganga lebar dan gigi-gigi yang runcing siap merobek-robek tubuhnya.

Para Pengunjung berteriak ngeri ketika moncong Buaya menyergapnya, antara sadar dan pingsan, dia mendengar bisikan dari dalam mulut Buaya, jangan takut mas, saya juga lulusan dari ITB, he he he.

Maaf ya, cerita buaya tadi cuma cerita humor yang didapat dari beberapa cerita humor di internet, cerita Suhunan dan Humor buaya ini adalah cermin kehidupan terhadap kondisi Bangsa Indonesia yang para pemimpinnya cenderung lebih mengutamakan nafsu keserakahan untuk pribadi, keluarga dan konco-konconya daripada mementingkan nasib rakyat yang memang sedang kesulitan ekonomi, di tambah begitu sulitnya mencari pekerjaan sekarang ini ? Jangankan lulusan SMA atau sederajat, Sarjana pun di Republik ini masih banyak yang menganggur ?
sumber: 

Letter From Ngainun Naim


Letter From Ngainun Naim
(https://www.facebook.com/ngainun.naim.7?hc_ref=ARQaENcOzPu5Ccjpm1fy1r5BhrHMi1IaP0Ax-_oT8V9r8nSmqFIDo5zHIoQU783Enkw&fref=nf)

Buku dan Persahabatan (2)
Pak Marjohan Usman membalas SMS saya dan meminta izin untuk menelepon. Karena sedang mengajar saya sampaikan kepada beliau untuk menelopon 40 menit lagi. Beliau mengiyakan.
Saat menelepon, Pak Marjohan menyatakan bahwa buku saya cukup bagus. Beliau juga bercerita tentang banyak hal, termasuk aktivitasnya. Dari perbincangan itu saya tahu bahwa beliau adalah guru teladan tingkat nasional tahun 2012. Tidak hanya itu, beliau juga menguasai 4 bahasa: Inggris, Prancis, Arab, dan Portugis.
Mendengar penuturannya, saya jadi malu. Saya tidak ada apa-apanya dibanding beliau. Pantas saja jika beliau menjadi guru teladan nasiona.
Books and friendship (2)

Sir Marjohan Usman replies to my texts and requested permission to call. ' cause I'm teaching him to menelopon in 40 minutes. He said yes.

When you called, Mr. Marjohan said that my book was pretty good. He also told me about a lot of things, including his activity. From that conversation I know that he is a 2012.-Year-old model teacher in 2012. Not only, he also mastered 4 Languages: English, French, Arabic, and Portuguese.

Keep your oaths, I'm so embarrassed. I'm nothing compared to him. It's worth it if he's an exemplary teacher.

Rabu, 14 Juni 2017

Obituary Photo Prof. Rusdi Thaib dan Marjohan


Parenting Berkualitas Menghasilkan Generasi Bernas



Parenting Berkualitas Menghasilkan Generasi Bernas

            Tumbuh-kembang seorang anak sebetulnya dapat dilihat dari berbagai sisi, yaitu sisi kognitif (perkembang otak), psikomotorik (keterampilan atau gerak) dan afektif. Sosok seorang anak itu juga bisa dilihat dari unsur biologis, psikologis, spiritual, dan sosial. Usia anak-anak juga sering disebut sebagai “tahapan usia emas atau “golden age”. Yaitu usia dengan pertumbuhannya begitu dasak dalam bentuk ledakan-ledakan yang hebat.
Ide ini-bagaimana ledakan hebat ini bisa terbentuk- mungkin sulit untuk dipahami. Namun mari kita telusuri kembali pada awal-awal masa pertumbuhannya. Di awal masa kelahirannya, seorang bayi terlahir dengan berat sekitar 3 kg. kemudian pertumbuhan berat badannya naik berturut turut, bulan pertama- 65 %, bulan ke dua- 60%, bulan ke tiga- 50%, bulan ke empat 40 % dan terus mencapai angka 10 %, 5% hingga mencapai angka pertumbuhan yang stabil setelah proses pertumbuhan dalam ledakan besar itu berakhir.
Tentu saja pertumbuhan biologis (tubuh) anak dalam ledakan yang hebat terjadi bagi anak yang mengkonsumsi asupakan gisi secara normal dan sempurna. Hingga pertumbuhan tubuh (biologi) sang anak berakhir setelah terjadi osifikasi atau pengerasan tulang di akhir masa remaja mereka.
Penambahan berat badan bayi dengan asupan gizi yang sempurna terjadi setiap minggu dan bisa diukur dengan jelas setiap bulan. Penambahan dari tumbuhnya ukuran tubuh, dalam bentuk ledakan terus terjadi selama masa anak-anak hingga berakhir pada masa awal masa dewasa. Yang mana signifikan pertumbuhannya terlihat setiap tahun.
Demikian juga halnya dengan otak, ia juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Otak adalah organ yang betanggung jawab untuk membuat seorang bayi atau anak menjadi cerdas. Ledakan kecerdasan juga terjadi dalam usia awal masa anak-anak. Dimana ini ditandai dengan pertumbuhan lingkaran kepala dalam ukuran millimeter setiap minggu dalam tahun pertama dan kedua dari kehidupannya. Setelah pertumbuhan dan perkembangan otak sempurna, maka selanjutnya yang terlihat adalah pertumbuhan dalam kecerdasan anak.
Dalam buku David Hull (1985) dalam buku “The Macmillan Guide to Child Care” digambarkan tentang ledakan- ledakan pertumbuhan kecerdasan anak dari segi personal dan sosial mereka- yaitu keterampilan berbahasa, gerak halus dan gerak kasar. Ledakan-ledakan kecerdasan yang sangat dahsyat juga terjadi dalam masa 2 tahun (masa bayi), barangkali ini adalah sebagai “Super Golden Age”. Dan super golden age berikutnya dengan ledakan terhebat terjadi hingga mereka mencapai usia lima tahun pertama. Jadi ledakan-ledakan kecerdasan mencapai perkembangan dasar hingga mereka berusia 5 tahun.
Untuk perkembangan personal dan sosialnya, yaitu  dari mampu tersenyum karena digoda hingga mampu memakai baju sendirian dalam waktu singkat. Pertumbuhan untuk  kemampuan linguistik (kemampuan berbahasa) dimulai dari seonggok bayi merah, yang hanya mampu menangis, kemudian berkembang hingga mampuan menggunakan gestur (bahasa tubuh)- melambaikan tangan- hingga mampu ngobrol dalam kalimat sederhana  yang sempurna-“Aku suka mama, aku suka papa, aku mau pergi, aku takut, dll’- dalam rentang usia 4 tahun. Sedangkan kemampuan motoriknya, dimulai dari mampu memegang tangan (meggenggam tangan sendiri), menjangkau permainan hingga mampu melukis kepala manusia (lukisan kasar tentunya) dalam usia 4 tahun.
Betapa ledakan kecerdasan pada semua anak terjadi dimana- mana di dunia ini  dan juga bagi anak-anak kita. Ledakan kecerdasan yang terdahsyat adalah dalam masa 4 atau 5 tahun pertama kehidupan mereka. Itu semua merupakan bentuk kecerdasan dasar- basic intelligent- dimana selanjutnya bentuk-bentuk kecerdasan mereka siap buat dikembangkan. Mereka sudah memiliki kecerdasan dasar- bentuk masternya- yang hebat yang siap buat untuk diledakan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal. Namun bagaimana respon lingkungannya, terutama para orangtua di rumaha dan para guru dari sisi paedagogik di sekolah ?
Para orang tua yang peduli dengan pertumbuhan dan perkembangan anak-akan mereka akan segera mendalami tentang ilmu parenting. Jadinya anak- anak bisa maju terutama karena memperoleh pengasuhan dari orang tua yang berkualitas- punya referensi tentang parenting. Pada umumnya bangsa-bangsa yang memilki SDM yang bagus itu karena mampu mengoptimalkan ledakan kecerdasan anak-anak mereka. Kita agaknya juga perlu belajar dari rahasia manajemen mendidik anak atau parenting management  mereka.
Di dunia ini sangat banyak negara-negara yang memiliki orang tua yang hebat dalam mendidik anak. Ya semua anak-anak bisa  menjadi maju, sekali lagi, adalah  karena orang tua mereka sangat memahami konsep parenting- yaitu peran orang tua yang bertanggung jawab dalam mendidik dan membesarkan mereka (anak-anak).
Sekarang mari kita pahami bagaimana tentang bentuk-bentuk parenting mereka. Misalnya, kita pilih saja parenting dari4 negara maju, yaitu negara-negara yang SDMnya berkualitas dengan demikian juga terkenal  bagus (bertanggung jawab) dalam mendidik anak. Negara-negara yang kita pilih adalah  Perancis, Cina, Amerika dan Jepang. Orang tua di negara-negara tersebut adalah orang tua yang ideal dan kita patut belajar dari bentuk parenting mereka.
1).Parenting dari orang tua Perancis
Saya merasa beruntung bisa berkenalan dengan tiga orang Perancis, yaitu: Louis Deharveng, Anne Bedos dan Francoisse Brouquisse. Mereka telah menjadi teman saya sejak tahun 1993 sampai tahun 2012. Mereka sering mengunjungi (berlibur) ke tempat saya secara teratur di Batusangkar. Tentu saja saya punya kesempatan untuk saling bertukar pikiran dengan mereka. Itu membuat saya mengenal negara Perancis dan budaya negara mereka lebih mendalam. Saya jadi tahu mengapa Perancis menjadi salah satu negara terhebat di Eropa dan juga di dunia. Itu semua karena masyarakat Perancis dibesarkan dan didik oleh orang tua yang sasngat hebat dalam mendidik keluarga mereka.
Apakah orang Perancis bersikap lebih baik ? Saya pernah berbincang-bincang dengan orang Perancis. Saya dan juga tetangga berkesimpulan bahwa ‘Orang Perancis bersikap lebih baik”. Teman-teman saya orang Perancis tersebut bukan orang timur namun mereka berbicara sangat sopan dan juga makan dan minum tanpa mubazir. Cara mereka menyantap makan sangat sesuai dengan ajaran Islam, yaitu makan tanpa menyisakan makanan.
Salah seorang famili keluarga kami menikah dengan wanita Perancis dimana saya bisa mengamati bagaimana mereka mendidik dan membesarkan anak mereka. Saya melihat bahwa keluarga Prancis  tidak repot/ bising pada waktu makan kita. Mereka tampak seperti  sedang berlibur- ya terlihat rileks saja. Anak balita mereka bisa duduk tenang di kursi, menunggu makanan. Tidak ada jeritan atau juga tidak merengek. Saya juga mencari tahu tentang karakter keluarga Perancis dan benar bahwa itu adalah karakter rata-rata.
Saya sering melihat anak kecil yang mudah marah  pada waktu makan dan anak-anak Perancis jarang bersikap demikian.  Bila anak mereka rewel maka orang tua mereka tidak bersikap aggresif dalam menenangkan anak, kecuali mereka selalu bersikap tenang atau rileks saja. Pelajaran dari keluarga Perancis, bahwa  orang tua Perancis  memperkenalkan pelajaran cara “bersopan santun” dalam hidup kepada anak-anak  mereka sebagai berikut:
a) Anak-anak harus mengatakan halo, selamat tinggal, terima kasih dan minta pamit. Ungkapan ini membantu mereka dalam bergaul dan sekaligus membuat pribadi mereka disenangi.
b) Ketika anak-anak menunjukan karakter nakal, maka orang tua memberi mereka   peringatan dengan cara "Membelalakan mata"- sebagai isyarat teguran, tanpa harus mengomel atau membentak.
c) Orang tua Perancis  mengingatkan pada anak bahwa “siapa yang bos/ pimpinan”.  Orang tua Prancis mengatakan, "Ini saya yang memutuskan", maksudnya agar anak    mampu bertanggungjawab dan mengambil keputusan.
d) Jangan takut untuk mengatakan "tidak." Dan anak-anak harus belajar bagaimana    mengatasi frustrasi.
Mengapa  anak-anak Prancis tidak terbiasa melempar makanan? Dan mengapa orang tua mereka tidak suka berteriak atau menghardik ? itu sudah menjadi karakter positif mereka. Orang tua Prancis juga  tidak sempurna, namun mereka memiliki kebiasaan  yang bagus dan benar-benar mereka laksanakan. Mereka  bersemangat kalau berbicara dengan anak-anak, tidak asal-asalan dalam menjawab pertanyaan anak. Mereka mengajak anak melakukan eksplorasi- memperkenalkan alam pada anak- mengajak mereka ke luar rumah dan juga  membacakan banyak buku- untuk memperkenalkan bacaan pada anak. Mereka juga membawa  anak untuk belajar tenis, kursus melukisan dan ke museum ilmu pengetahuan interaktif.
Orang tua Perancis selalu melibatkan diri dalam keluarga. Mereka menganggap bahwa orang tua yang baik perlu menyediakan waktu buat anak. "Bagi saya, malam hari adalah waktu buat bersama keluarga/ anak. Orang tua Perancis sering memberi anak stimulus (rangsangan untuk berbuat positif) dan selalu ingin anak mereka menerapkan disiplin.
Bagaimana mereka mendidik anak ? Ya tentu saja melalui disiplin. Namun kata disiplin tidak berhubungan dengan hukuman- sebagai pengertian yang sempit. Kalau ada kesalahan langsung membentak anak- bukan demikian. Orang tua Perancis tidak buru-buru  menjemput anak yang menangis namun mendorong mereka untuk menenangkan diri sendiri.  Ketika anak-anak mencoba untuk mengganggu pembicaraan, ibu berkata, "Tunggu  sebentar ya sayang, ibu tengah berbicara..!!" Kata sang ibu dengan sopan dan sangat tegas pada anak.
Ibu atau ayah Perancis juga mengajar anak-anak mereka bagaimana : belajar bermain sendiri. "Yang paling penting adalah bahwa ia belajar untuk menjadi bahagia dengan dirinya sendiri, "Orang tua Perancis mempercayakan anak-anak untuk cukup banyak kebebasan dan otonomi/ kemandirian.  Menyediakan makanan buat diri sendiri, menyediakan pakaian buat diri sendiri- jadi dari usia kecil tidak diajar bermanja atau serba dibantu. Ya bagaimana kelak anak bisa sukses dalam hidup kalau mereka sepanjang hidup terbiasa banyak dibantu.
2).Parenting dari orang tua Cina
Di mana-mana di dunia orang Cina terkenal sebagai orang yang berhasil. Dapat dikatakan bahwa majunya negara Singapura adalah juga karena pengaruh orang-orang keturunan Cina. Ekonomi Indonesia juga dipengaruhi oleh sebagian orang-orang keturunan Cina. Dari media masa kita dapat mengetahui bahwa orang-orang Canada dan Amerika Serikat keturunan Cina juga termasuk orang-orang yang berpengaruh di sana. Malah John Naisbitt, penulis terkenal di dunia, mengatakan bahwa orang-orang Cina migran (Cina Perantauan) telah berpengaruh dalam perkembangan ekonomi dunia, khusus bagi mereka yang berada di daerah pantai timur benua Asia, mulai dari negara Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Taiwan, pantai timur Cina, Vietnam, Thailand, Philipina, Malaysia, Singapura, hingga Indonesia.
 Kita bertanya-tanya bagaimana orang tua Cina dalam  membesarkan anak-anak mereka hingga  sukses. Kita bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan orang tua hingga menghasilkan anak yang jago dalam  matematika, musik, ICT dan perlombaan sains. Amy Chua (2011) seorang penulis tentang parenting mengungkapkan beberapa hal yang tidak pernah diizinkan oleh orang tua Cina pada anak-anak mereka:
a) Menginap atau bermalam di rumah seseorang.
b) Hura-hura atau buang-buang waktu.
c) Mengeluh.
d) Menonton TV atau bermain game computer
e) Memperoleh skor nilai yang rendah.
f) Tidak menjadi siswa/ mahasiswa yang terjelek.
Ibu-ibu di negara Cina mengatakan bahwa mereka percaya anak-anak mereka bisa menjadi siswa "yang terbaik", bahwa "prestasi akademik mencerminkan orang tua yang sukses," dan bahwa jika anak-anak tidak berprestasi di sekolah berarti ada "masalah" dan itu berarti orang tua sang anak  "tidak melakukan pekerjaan mendidik dengan baik’.
Orang tua Cina menuntut nilai sempurna karena mereka percaya bahwa anak mereka bisa mendapatkannya. Jika anak mereka tidak mendapatkan maka ibu Cina menganggap itu karena si anak tidak bekerja/ belajar cukup keras. Maka solusi atas kondisi tersebut “anak perlu dikritik atau dipermalukan”. Bukan hanya sekedar mempermalukan anak namun orang tua berlepas tangan dalam hal mendidik.
Orang tua Cina percaya bahwa anak-anak mereka berutang kepada mereka semuanya karena mereka telah berkorban dan berbuat banyak bagi anak-anak mereka. Dan memang benar bahwa ibu Cina  menyediakan waktu yang sangat melelahkan agar anak bisa mengikuti les privat, pelatihan, menginterogasi dan memata-matai anak-anak mereka. Maka pemahamannya adalah bahwa anak-anak Cina harus menghabiskan hidup mereka dan mentaati mereka dan membuat mereka bangga.
Orang tua Cina percaya bahwa mereka tahu apa yang terbaik untuk anak-anak mereka dan karena itu  mereka mengesampingkan semua keinginan anak-anak yang belum logika. Itu sebabnya putri Cina belum dapat memiliki pacar saat di bangku SMA  dan mengapa anak-anak Cina tidak bisa pergi hura-hura.
3). Parennting dari orang tua Amerika
Suatu hari saya berkenalan dengan Dr. Jerry Drawhorn (dan Prof. Louis Down pada waktu yang berbeda). Dari Jerry saya mengetahui beberapa kebiasaan dan budaya orang amerika. Sebagai seorang arkeolog ia pernah berbicara tentang kecerdasan. Ada banyak orang Amerika yang begitu pintar dan kepintaran mereka adalah sebagai kontribusi dari orang tua mereka. Saya kemudian menjadi tahu dari Prof. Louis Down (di waktu senggang saat memberi seminar di IAIN Batusangkar tahun lalu) bahwa dari beberapa kelompok etnik yang ada di Amerika maka etnik Jerman dan etnik Yahudi termasuk unggul dalam mendidik keluarga mereka. Untuk perkembangan awal-awal teknologi Amerika Serikat bisa jadi sebagai kontribusi dari Etnik Jerman, ya bisa jadi mereka adalah etnik Jerman yang beragama Yahudi. Selanjutnya saya sebut saja dengan istilah “Etnik Yahudi Amerika”. 
Etnik Yahudi Amerika telah lama dikagumi oleh banyak orang di Amerika karena kemampuan mereka dalam menghasilkan anak-anak yang berkembang secara akademis. Mereka punya budaya “guilty” atau merasa bersalah kalau tidak berhasil dalam hidup dan ini punya dampak dalam menciptakan keberhasilan mereka.
Rasa bersalah (guilty) adalah bentuk pesan-pesan emosi yang memberi rasa rumit dalam pikiran. Orang tua Yahudi merasa bersalah kalau keluarga mereka gagal atau kurang berhasil dalam berbuat. Gambarannya bisadalam bentuk ungkapan:
I am ashamed if I am not success, my parent will be embarrassed if I am failed, our people will be forgotten if we have very poor score, etc
Rasa bersalah ini merupakan dorongan yang kuat dalam melindungi dan juga dalam menyempurnakan mutu kehidupan diri dan kehidupan keluarga. Agar hasil kegiatan mereka bisa sempurna maka mereka tidak mau berbuat asal-asalan, mereka berbuat lebih profesional. Rasa bersalah telah mendorong semua orang Yahudi untuk berbuat- belajar dan bekerja- secara serius dalam berbagai bidang kehidupan sehingga mereka menjadi bangsa yang berkualitas.
Orang tua Yahudi juga menularkan rasa bersalah (pesan-pesan emosional) pada anak-anak mereka, sehingga dalam belajar bila mereka tidak memperoleh hasil yang belum maksimal maka akan timbul rasa guilty atau rasa bersalah. Selanjutnya rasa bersalah menjadi pendorong untuk berbuat lebih berkualitas. Jadi bagaimana anak-anak Yahudi memperoleh skor akademik yang tinggi dan juga untuk mendapatkan perhatian dari perguruan tinggi terbaik? Tentu saja adanya dorongan yang kuat dari dalam hati, bila tidak bisa maka mereka akan mengalami rasa bersalah (guilty) yang mendalam.
4) Parenting dari orang tua Jepang
Bagaima dengan kualitas karakter anak-anak  di Jepang ? Kualitas mereka tentu saja terbentuk dari kualitas parenting para orang tua dan juga dukungan media masa sehingga terbentuklah masyarakat yang punya disiplin, empati dan pendidikan yang pro pada karakter.
a) Menumbuhkan disiplin keluarga.
Tentu saja setiap pemuda dan pemudi Jepang yang ingin menikah maka mereka terlebih dahulu mengikuti kursus parenting, atau juga belajar secara otodidak tentang menjadi orang tua yang baik (parenting). Jadinya setelah menikah dan punya anak maka mereka tidak kebingungan dalam menanamkan konsep. Disiplin adalah konsep utama yang selalu ditanamkan oleh orang tua untuk keluarga mereka.
Karena memahami konsep parenting, maka orang tua di Jepang bersikap lembut namun juga tegas. Sejak lahir, anak-anak selalu bersama ibunya. Mereka tidak pernah luput dari pengawasan sang orang tua. Para orang tua di Jepang disiplin sekali terhadap anak-anaknya dan kedisiplinan ini diajarkan sejak dini. Anak-anak tidak selamanya bersikap manis, kadang-kadang bersikap agak nakal dan menjadi hilang kontrol.
Jika sang anak tidak mematuhi- bersikapmenganggu ketertipan umum, maka mereka akan memukul kepala si anak. Hukuman ini lazim buat orang Jepang, dan memukul kepala (menempeleng kepala) tentu saja tidak lazim bagi bagi hukum positif kita dan juga tidak harus kita tiru (mungkin diganti dengan bentuk mencubit atau memukul selain kepala untuk tujuan mendidik).
Namun di tempat umum, orang tua Jepang pantang untuk memarahi atau bersikap kasar terhadap anak, karenaanak perlu dipelihara harga dirinya. Mereka dihukum ketika sudah di rumah. Oleh sebab itu, anak-anak Jepang jarang yang bersikap seenaknya karena jika mereka melanggar aturan maka mereka tahu apa konsekwensinya. Namun kadang- kadang ada juga ibu-ibu yang memukul kepala si anak di tempat umum jika sang anak bersikap kelewatan atau tingkahlakunya sangat agresif.
b) Berempati bisa berarti memahami perasaan orang lain.
Orang tua Jepang umumnya sudah punya wawasan yang baik, yang mereka peroleh lewat pendidikan atau lewat otodidak, hingga mereka bisa menjadi model bagi anak. Orang tua yang berkarakter baik akan cenderung melahirkan anak yang juga baik. Umumnya orang Jepang dan juga orang di negara maju cenderung  mendahulukan orang lain sebelum diri sendiri. Misal kalau lagi menyetir maka cenderung memperlihatkan kesabaran dan tidak mau menjadi raja jalanan.
Ketertiban dan sopan santun anak sangat diperhatikan di Jepang bila anak tidak tertib  maka mereka memperoleh hukuman. Di tempat umum, anak-anak jangan sampai mengganggu kenyamanan orang lain. Misalkan di restoran, tidak ada anak-anak yang hilir mudik, berjalan kesana kemari. Semua anak duduk di bangkunya masing-masing. Bayi selalu digendong atau dipangku oleh orang tua. Jika sang bayi rewel, sang orang tua akan berdiri dan menggendongnya.
Di rumah sakit, klinik, mall, dan tempat umum lainnya, tidak ada anak-anak yang berjalan mundar-mandir (berkeliaran), lari kesana kemari, berbicara keras-keras. Misalkan di klinik atau rumah sakit, berbahaya jika anak kita berjalan-jalan atau bahkan berlari-lari (berkeliaran). Di kereta, anak-anak harus duduk dengan tertib dan tidak berisik. Banyak penumpang yang ingin tidur dan beristirahat, jadi pikirkan kenyamanan mereka juga.  
Pengalaman-pengalaman parenting dari orang tua di negara maju tadi perlu kita adopsi untuk agar kita para (berkeliaran) bisa menemani ledakan kecerdasan anak sejak dari masa bayi hingga mereka remaja dan dewasa. Ada beberapa catatan yang harus kita kuasai antara lain:  memperkenalkan pelajaran cara “bersopan santun” dalam hidup kepada anak-anak, mengajari mereka untuk bisa bertegur sapa, mengucapkan terima kasih, bagi orangtua agar menghindari banyak mengomel pada anak, apa lagi sampai menghardik-hardik. Berkomunikasi dengan anakdengan penuh semangat. Juga mengajarkan pada anak untuk bisa menghargai waktu, tidak hura- hura,lupa diri karena asyik dengan permainan.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...