Tertarik Dengan Jepang
Mengapa
aku tertarikdengan Jepang ? Pada mulanya aku tidak tertarik dengan negara ini.
Aku belajar bahasa Jepang…ya hanya sekedar belajar saja. Seperti apa ya bahasa
Jepang itu ? Apakah aku mampu belajar bahasa Jepang ? Sementara itu waktu di SMA aku tidak pernah belajar bahasa ini .
“Waktu
SMP dan SMA kan hanya belajar bahasa Inggris. Aku hanya mengenal bahasa Jepang
saat kursus bahasa Jepang di kota Bukittinggi. Itu aku juga sekedar ingin
mencoba seperti apa bahasa Jepang itu. Di Bukittinggi aku tahu tentang negara
Jepang: pemandangannya indah, kota- kotanya bersih dan suhunya sejuk (kecuali
saat di musim panas)”.
Siapa
saja bisa mempelajari dan menguasai bahasa Jepang. Pertama tentu saja ia harus
memiliki motivasi yang kuat. Kemudian ia harus belajar untuk mengenal alphabet
Jepang, seperti huruf Kanji. Alphabet Jepang berbeda dari alpfabet Bahasa Inggris
dan juga Bahasa Indonesia atau bahasa yang menggunakan huruf Latin. Belajar
bahasa apa saja jangan belajar setengah- setengah (separoh hati).
Kalau
rajin berlatih menulis dan menghafalnya nanti kita mampu menguasai alpfabet
Jepang. Kita perlu tahu seni menguasai
kosakata Jepang yang benar. Aku punya strategi dalam menaklukan kesulitan
belajar bahasa Jepang. Setiap hari aku menulis dan selalu membaca sambil
bermain. Aku berlatih menghafal dan menuliskan 5 buah huruf- paling kurang. Bahasa
Jepang, sebagaimana bahasa-bahasa yang lain- ada unsur listening, speaking, writing dan reading-nya.
Untuk
meningkatkan kemampuan listening, aku
mendengar lagu bahasa Jepang. Waktu di Jepang aku sering menonton dan mendengar
(sambil menutup mata) siaran TV Jepang. Untuk
belajar/ menambah vocabulary..ya itu sudah dimulai sejak dari Bukitgombak-
Batusangkar. Cara meningkatkan kosa kata (vocabulary):lewat
menterjemahkan lagu, cerita atau membuat karangan tentang pengalaman pribadi.
Untuk dapat
mengungkapkan apa yang ingin kita utarakan sudah tentu kita membutuhkan banyak kosakata. Ibarat sebuah
bangunan, kosakata adalah bahan baku, dan tata-bahasa adalah designernya. Jadi
untuk bisa melakukan percakapan dengan benar, kita harus menggabungkan 2 point
tadi, yaitu: kosakata dan tata-bahasa.
Dalam mempelajari
kosakata kita pun harus berhati-hati, usahakan untuk menyingkirkan kosakata
yang jarang kita gunakan. Misalnya kata “dongkrak ” tentu kita tidak perlu
menghafalkan kata tersebut kecuali kita seorang montir. Intinya adalah kita harus
memilih kosakata yang benar-benar sering digunakan. Cara lain untuk meningkatkan kosakata bahasa
Jepang adalah dengan rajin berlatih menulis pengalaman harian kita- kita akan
menulis atau memakai kosa kata yang betul- betul kita gunakan.
Cara terbaik menguasai
kemampuan speaking bahasa Jepang, bisa juga dapat dilakukan dengan nonton kartun Jepang dan mendengarkan Lagu Jepang. Menonton
film Jepang merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan
bahasa Jepang kita. Pastikan kita menghafal ungkapan atau dialog-dialog singkat
yang ada di drama atau film tersebut. Jangan khawatir apabila kita tidak
mengerti apa yang diucapkan, coba dan cobalah terus karena semua itu memang
membutuhkan waktu dan proses.
Mengkonsumsi lagu-lagu Jepang
juga salah satu metode jitu untuk melatih kemampuan pendengaran kita. Hal
tersebut terbukti sangat efektif terutama untuk meningkatkan perbendaharaan
kosakata kita. Membuka kamus pada saat menemukan kosakata yang tidak kita pahami
dalam lagu-lagu Jepang tersebut juga akan membuat kosakata bahasa Jepang kita semakin banyak.
Aku belajar skill tersebut tidak terpisah, bisa
jadi aku belajar membaca dan juga menulis dalam waktu yang sama. Aku menulis
tulisan berbentuk huruf Jepang/ kanji- huruf katakana dan hiragana. Bahasa
Jepang memiliki banyak alphabet. Kalau menulis nama kita- nama
diluar nama Jepang- ya ditulis dalam huruf katakana. Kalau nama orang Jepang,
menulis nama mereka dalam huruf hiragana dan juga kanji.
Aku
juga mencoba mengarang tentang pengalaman sendiri dalam bahasa Jepang. Ya aku
mengarang tentang mendeskripsikan lingkungan: rumah, tetangga, halaman, hewan
seputar rumah, tanaman seputar rumah, lingkungan kantor dan sekolah dan juga
tentang kota dan alam, dan lain-lain.
Meskipun
aku hanya ikut les bahasa Jepang, namun aku mampu membimbing mahasiswa bahasa
Jepang yang kuliah di Universitas Bung Hatta dalam menyelesaikan tugas
mengarangnya. Aku membimbing ia mengarang tentang: pengalaman menjadi mahasiswa
di universitas. Tekhnik pertama mengarang adalah lewat menterjemah dari bahasa
Indonesia ke Bahasa Jepang. Dan ternyata ia memperoleh nilai A plus.
Dalam
mengembangkan kemampuan bahasa Jepang, aku juga pernah menterjemahkan cerita
anak-anak dari bahasa Indonesia ke Bahasa Jepang. Jadi strategiku dalam bahasa
asing ya melalui menceritakan/ mendeskripsikan lingkungan, menceritakan
pengalaman sendiri dan menterjemahkan cerita- cerita rakyat kebahasa Jepang dan
sebaliknya dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia.
Bahasa
Inggris memiliki tingkat kemahiran (proficiency)
seperti tingkat: beginner (pemula), intermediate (menengah) dan advance (lanjutan). Pemerintah Jepang
sebagai pihak yang mengatur bahasa Jepang menyediakan tes profisiensi sejenis TOEFL yaitu JLPT (Japanese Language Proficiency Test). Japanese Language Proficiency Test Nihongo Nōryoku Shiken
atau JLPT adalah ujian kemampuan berbahasa Jepang yang
dikhususkan bagi para penutur asing bahasa Jepang.
JLPT dilangsungkan
pertama kali pada tahun 1984.
Ujian ini diselenggarakan pada bulan Desember
tiap tahun dengan empat tingkat kesulitan (1, 2, 3, 4). Akan tetapi, sejak
tahun 2010,
sistem
tersebut diubah menjadi lima tingkat (N1, N2, N3, N4, N5) dan diselenggarakan
dua kali dalam satu tahun (khusus untuk tingkat N1, N2, dan N3), yaitu pada
bulan Juli
dan Desember.
Aku merasa bahasa
Jepangku belum begitu mahir namun yang lebih penting adalah kemahiran untuk
mencoba. Keberanian lebih penting, malah ada orang yang mahir berbahasa asing
namun memiliki keberanian yang rendah…jadi ya kurang berguna untuk maju.
Maka
persiapan untuk menuju negara Jepang
adalah dalam bidang penguasaan Bahasa Jepang, persiapan mental, ekonomi dan
pengetahuan budaya. Persiapan mental…ya saat itu ada sedikit rasa takut dan
cemas, namun tidak begitu besar karena aku tahu bahwa negara Jepang adalah
negara yang bagus aturan hukumnya. Dibandingkan pergi bekerja ke negara Jiran
atau negara Timur Tengah maka keselamatan bekerja di Jepang secara fisik dan
mental agaknya lebih bagus jaminan di sini. Jarang atau tidak ada pemberitaan negatif
dari Jepang tentang pekerja kita di
sana.
Setelah
itu juga ada persiapan dokumen- passport, visa dan juga memperoleh sertifikat
jaminan untuk biaya keberangkatan. Akhirnya semua dokumen sudah siap maka aku
berangkat menuju Jepang, mulai dari BIM Padang- kami ada 7 orang yaitu Via
(dari Solok), Desi (dari Padang), Dodi (dari Bukittinggi), Hasra (dari Pasaman),
Boy dan Edo (dari Padang), dan aku
Oshin/ Sefrita Yenti (dari Lintau- Batusangkar). Kami terbang ke Kuala Lumpur dan terus ke Osaka. Dari
Osaka kami naik bus menuju ke tempat kerja.
Aku
masih terbayang bagaimana mula-mula berangkat dengan seribu macam perasaan. Saat
itu ibu pimpinan bertanya tentang siapa yang pernah naik pesawat. Hanya aku dan
Tia yang belum pernah terbang. Kami diantar oleh famili/ orang tua dengan
perasaan haru: apa nanti anakku Sefrita Yenti pulang bisa sehat/ selamat atau
tidak, ya aku juga tidak tahu.
“Ada rasa sedih,
apalagi aku tidak punya ayah untuk melepas keberangkatanku. Hanya yang
melepasku adalah paman, bibi dan ibu. Aku tahu ibuku dalam hatinya tidak
mengizinkan aku untuk terbang jauh- maka ibu terlihat menyembunyikan perasaan
khawatirnya. Tapi semua harus aku jalani- aku harus tegar dan ikhlas menjalani
hidup ini asal itu selalu baik dan benar. Hidup tidak perlu penuh ketakutan dan
berharap yang muluk- muluk. Hidup ini mengalir”.
“Orang tua kami
melambaikan tangan dan kami terbang dengan pesawat Air Asia. Dalam pesawat kami
tidak banyak ngomong karena kami masih punya perasaan sedih. Hampir satu jam,
kami sampai di Malaysia. Kami transit- turun dan mengurus barang- barang dan
bergerak menuju bandara internasional dengan bus bandara. Kami punya banyak
waktu menunggu transit di Malaysia, keberangkatan jam 12.00 malam. Maka kami
bisa jalan- jalan sepuntar bandara, pergi makan dan juga bisa rilek atau tidur-
tiduran agar stamina kami pulih lagi”.
Kami terbang menuju
Jepang dengan pesawat MAS (Malaysia Air System) menuju Osaka. Aku merasa ibarat si Kebayan (orang gunung/
orang desa yang menuju metropolitan). Namun anehnya semua teman- teman bertanya
padaku tentang ini dan itu. Secara aklamasi aku ditunjuk menjadi. Jadi aku
dianggap lebih tahu dengan lokasi- itu mungkin karena penampilanku yang selalu
tenang.
“Secara spontan aku
dianggap menjadi tour leader- pada
hal dalam group kami ada cowok dua orang. Ketua rombongan sebenarnya Desi, tapi
ia tidak mau ngomong- ia kurang punya percaya diri mungkin. Kalau bertanya-
tanya aku yang diandalkan untuk ngomong dalam bahasa Jepang”.
Teman ku Via,
ngomongnya jarang. Tetapi kalau ngomong ia bisa melucu dan humoris sehingga
bisa membuat kami rileks. Sekarang- setelah pulang dari Jepang- ia membuat
usaha komunikasi yaitu Radio buat masyarakat Dharmasraya. Penerbangan dari
Kuala Lumpur menuju Osaka butuh waktu 8 jam. Suhu dalam pesawat terasa dingin dan hidangan dalam
pesawat tidak terasa cocok dengan selera kami.
Dalam pesawat kami
berbagi cerita: bagaimana cara belajar Bahasa Jepang, kisah- kisah saat
sekolah. Bosan bercerita ya kami nonton, baca buku atau mendengar musik. Aku
perhatikan beda waktu Indonesia (WIB) dengan Malaysia hanya 1 jam dan beda
waktu dengan Jepang yaitu 2 jam. Bahasa petunjuk pesawat menuju Jepang tentu
saja dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang.
B.
Jepang Di Depan Mata
Pesawat
sudah memasuki wilayah Jepang dan negara Jepang sudah di depan mata. Aku merasa
takut dan juga gembira. Aku mera takut/ cemas karena berfikir bagaimana memakai
bahasa Jepang- apa bahasa Jepangku nanti bisa dimengerti orang atau tidak (?).
Ada tiga bahasa petunjuk yang dipakai di bandara Osaka yaitu Bahasa Jepang,
Bahasa Mandarin dan bahasa Inggris. Aku berfikir bahwa selain bahasa Jepang-
bahasa yang perlu aku kuasai mungkin juga Bahasa Mandarin atau Inggris.
Kami
segera turun pesawat MAS dan yang aku lihat bahwa aksara kanji sudah
mendominasi suasana sekitar. Sistem operasional bandaranya juga berbeda dan itu
serba baru bagi kami dan aku berfikir “ini untuk apa dan itu untuk apa ?”.
Kami berada di bandara
Osaka. Bandara ini disebut juga sebagai Osaka Airport dalam bahasa Inggris, Bandar Udara Internasional Osaka
yang terletak lebih dekat dengan kota Osaka. Kesan pertama yang kutangkap
adalah kesan bahwa negara Jepang sangat bersih- tidak ada sepotong sampah yang
menghiasi bumi bandara Osaka. Kami mulai berjalan dan bergerak, kami saling
menunggu teman. Kalau jumlah rombongan sudah cukup 7 orang baru bergerak lagi-
soalnya kalau ada yang ketinggalan ya bisa bikin repot juga. Beginilah
kekompakan kami terus untuk menjaga kebersamaan- jangan ada yang sampai kececer
di jalan.
Kami
membawa bagasi agak banyak. Soalnya kami sampai di Jepang adalah di musin dingin. Tentu
kami membawa banyak perlengkapan musim dingin. Aku menggambarkan sedikit,
seperti apa musin di Jepang dan suasana di immigrasi serta Prefecture Kagawa.
1)
Jepang di Musim Dingin
Salju baru saja turun ketika kami sampai di Bandara Osaka. Begitu keluar
dari bandara aku langsung disergap udara dingin. Aku sudah tahu bahwa Jepang
mengenal empat musim: musim panas (natsu), Juni, Juli, Agustus; musim gugur
(aki), September, Oktober, November; musim dingin (fuyu), Desember, Januari,
Februari; dan musim semi (haru), Maret, April, dan Mei.
Di sini aku seperti
menemukan pemandangan baru yang belum aku temukan sebelumnya. Orang-orang
berjalan di trotoar dengan tertib dan disiplin. Trotoar hanya disediakan bagi
pejalan kaki dan beberapa pengguna sepeda ontel. Aku tak melihat pengendara
mobil atau motor yang ugal-ugalan, apalagi penyebrang jalan sembarangan.
Semuanya seperti “mesin” yang tunduk mengikuti aturan. Setiap kali hendak
menyebrang jalan, orang-orang dengan sabar menunggu di depan lampu merah hingga
lampu menyala hijau. Zebracross betul-betul difungsikan untuk penyebrang jalan.
Di sini pembagian
wilayahnya sangat jelas: pusat perbelanjaan, perumahanan, perkantoran, pusat
bisnis, pusat pemerintahan. Aku tak menemukan sepeda motor, kecuali hanya
beberapa. Padahal, sebagaimana yang kita tahu, Jepang adalah produsen terbesar
mobil/sepeda motor. Merek-merek besar seperti Honda, Suzuki, ataupun Kawasaki
hampir membanjiri seluruh jalanan di Indonesia. Anehnya, di negeri asalnya,
orang Jepang jarang sekali menggunakan sepeda motor.
Aku penasaran dan mencoba
menanyakan pada orang Jepang sendiri tentang itu. Menurutnya, setidaknya, ada
dua alasan: pertama, moda transportasi umum, seperti kereta, bus, trem sudah dianggap
cukup mengantar dan menemani mereka bepergian kemanapun. Mereka tak harus susah
payah menggunakan kendaraan pribadi karena moda transportasi umum dianggap
lebih ekonomis, tepat waktu, dan dapat dengan mudah ditemukan. Kedua, bagi
orang Jepang, sepeda motor dianggap kendaraan yang paling beresiko mengancam
keselamatan, namun mereka memproduksiknya dan menjualnya buat negara ketiga. .
2)
Immigrasi Jepang
Aku
merasa was-was (cemas) saat masuk imigrasi Osaka. Soalnya orang suka memberikan
yang seram- seram (pengalaman seram) di immigrasi. Entah ya entah tidak lebih baik
jangan gugup- tenang saja karena kami bukan pendatang illegal dan juga sebaiknya
cari sendiri pengalaman tentang immigrasi
Jepang.
Ada temanku yang agak
lama keluar dari immigrasi- mungkin apakah gara- gara kami dari Indonesia. Wah
itu cuma su’uzon (buruk sangka saja), ya barangkali petugas butuh waktu untuk
memeriksa barang dan dokumennya. Ia bercerita pada kami. Bahwa kami masih ingat
betul dengan pesan petugas tenaga kerja mengenai trik melewati petugas
imigrasi. Pertama, jangan mengesankan penampilan yang mencurigakan. Jawab
pertanyaan yang jelas mengenai tujuan dan tempat tinggal selama di Jepang.
Sertakan nomor atau alamat juga contact
person yang bisa dihubungi di sana. Kesankan kepada mereka bahwa kita
adalah visitor atau pengunjung
wisata.
Bahkan biasanya, kita
akan diminta untuk menunjukkan uang yang dibawa agar meyakinkan mereka bahwa
kita tidak akan menjadi gelandangan di Jepang. Untungnya, beberapa hal diatas
tidak semuanya terjadi pada kami. Temanku hanya ditanyakan tujuan datang ke
Jepang, berapa lama dan tinggal dimana? Ia agak kelabakan ketika petugas
menanyakan “ where do you live ? Ia
berfikir agak lama- tidak berfikir pula untuk menjawab dalam bahasa Jepang.
Akhirnya, dengan jawaban asal ia bilang “ Apartmen “. Petugas kembali bertanya
“ What name of apartment ?”
“Waduhh…”, dia tambah
kelabakan, mau jawab apalagi yaa? Akhirnya dia coba menenangkan diri, berusaha
tidak panik, walaupun sebenarnya panik juga. Dengan mengandalkan bahasa inggris
hasil kursus cepat dengan teman, dia jawab dengan bahasa Inggris apa adanya. “ Sorry sir. I don’t know name of apartment.
But, I have friend in there but I can speak Japanese language.“ Petugas itu
cuma mengangguk-anggukkan kepala. Entah karena faham tentang kondisinya, atau
karena bingung? Yang pasti , paspornya berhasil diberikan stempel- sebagai
tanda bahwa ia bisa masuk imigrasi dengan sukses. Alhamdulillah.
Kami keluarga dan
ternyata kami sudah ditunggu oleh bapak Fujioka dan Fukuisan yang datang dengan
mobil menjembut kami ke Osaka. Fujioka
adalah orang yang mengatur dan mengurus kami di Jepang dan Fukuisan adalah
petugas yang memperkenalkan kami dengan tugas di perusahaan. Ia akan melatih
kami selama satu bulan tentang prosedur kerja ala Jepang.
“Kami diajarkan bahasa
Jepang yang berhubungan dengan pertanian. Kami juga diperkenalkan tentang
budaya Jepang, perlunya hidup tenang dan perlunya membuang sampah ke tempatnya.
Andaikata Fujioka dan Fukuisan tidak ada atau datang terlambat maka tentu kami tidak tahu mau kemana atau kami
menunggu sesuai dengan prosedur- atau ha..ha….kami menelpon lagi ke Indonesia”.
Fukuisan selama di
Jepang kami anggap sebagai orang tua sendiri. Ia memberi kami perhatian yang
besar. Tiap saat- pagi, siang dan sore beliau selalu melihat kami. Orang- orang
Jepang itu sangat baik semuanya. Tidak ada pembohongan atau basa basi
pergaulan.
Kenapa sih Jepang
merekrut kami untuk membatu perusahaan mereka ? Aku juga ingin tahu. Namun
setelah sampai di sana aku jadi tahu bahwa di seputar perusahaan kami ternyata
daerahnya kekurangan anak- anak muda, yang banyak adalah orang- orang tua. Ya
Jepang memiliki populasi banyak orang tuanya dibanding angkatan mudanya- khusus
untuk wilayah tempat kerjaku. Itu akibat banyak orang Jepang yang hanya punya
satu anak atau menikah tanpa punya anak, sertaberusia panjang.
3)
Propinsi Kagawa
Kagawa merupakan
prefektur dengan luas wilayah tersempit di Jepang. Sebelumnya, Prefektur
Osaka adalah yang tersempit sampai Bandar Udara Internasional Kansai
dibangun di atas tanah reklamasi pada awal tahun 1990-an
yang membuat jumlah luas daratannya sedikit lebih luas dari Prefektur Kagawa.
Jarak perjalanan dari
Osaka ke Kagawa sekita 3 ata 4 jam. Jalan rayanya bagus. Kalau ada bukit ya
bukit itu diterobos- dibikin terowongan. Jadi bukan dibikin jalan mengelilingi
bukit dengan lembah yang terjal dan berpotensi bahaya kalau kalau ada longsor. Menerobos bukit bisa membuat jarak tempuh
lebih dekat dan tidak banyak merusak alam.
Kami turun dari bus dan
bergerak menuju asrama dan esoknya juga ke perusahaan masing-masing. Malamnya
kami berkumpul untuk berkenalan dengan teman- teman senior yang lain. Pagi
berikutnya kami mengurus KTP sebagai penduduk Jepang. Pada umumnya penghuni
asrama adalah orang Indonesia saja- perkamar ada 4 orang. Ada 2 asrama dan
masing- masing asrama ada 25 orang.
“Asramaku yang di
Padang berbeda dengan asrama yang di Jepang. Kalau di Jepang asramanya
dilengkapi dengan AC yang bisa digunakan sesuai dengan musim: musim panas,
dingin, gugur dan musim bunga. Kami mandi pakai bak rendam. Asrama ini menjadi
rumahku selama di Jepang. Aku berfikir bahwa kami harus membeli perlengkapan
dan kebutuhan buat masak nanti di supermarket- Lebih ringan biaya hidup kalau
kami bisa masak daripada kami makan ke restoran yang serba mahal menurut ukuran
mata uang kita.”
Meskipun di sana/ di
asrama banyak orang Indonesia, Fujioka menyarankan agar kami selalu menggunakan
bahasa Jepang karena ini akan membantu kelancaran prosedur kerja dan juga
memperlancar penguasaan bahasa Jepang kami. Namun sekali- sekali kami juga
mencuri- curi memakai bahasa Indonesia atau bahasa Minang. Namun aku juga sadar
untuk mengaktifkan teman teman memakai bahasa Jepang agar bagus kualitas bahasa
dan juga kualitas kerja, maka aku selalu menyapamereka dalam bahasa Jepang.
“Pakailah selalu
bahasaJepang pesan Fujioka setiap saat.
Perintah dari atasan kamu selalu dalam bahasa Jepang, kalau kamu pake bahasa
Indonesia nanti bakal jadi salah komunikasi”
Aku juga punya sedikit
pengalaman tentang makanan. Kami sampai saat hujan lebat di musim dingin- perut
terasa lapar. Terbayang betapa enaknya makan sup pake nasi- sebagaimana
hidangan kami adalah sup. Ternyata supnya berisi ubi keladi- ubi talas- yang
masih terasa lendir atau getahnya. Wah
nafsu makanku jadi hilang. Selain itu rasa berasnya beda dari beras Solok
(beras popular di Padang). Beras Jepang kalau dijual di Padang bakalan nggak
laku, karena berasnya banyak getahnya dan agak lengket.
“Aku harus bisa adaptasi
dengan beras Jepang. Hingga akhirnya aku rasakan Beras Jepang terasa lunak dan
lembut. Akhinya pada hari berikutnya aku bisa menyantap nasi Jepang meski tanpa
lauk dan cabe. Aku juga berdaptasi untuk minum susu yang expirenya hanya untuk
satu minggu- jadi susu mentah Jepang lebih sehat dengan sedikit bahan pengawet.
Susunya adalah susu sapi”.
Untuk kebutuhan
konsumsi kami sepakat untuk masak bareng- bareng per-kamar (4 orang). Kami
iyuran per orang ¥. 2 000 (2 000
Yendaka). Kami berbagi tugas untuk masak nasi dan masak lauk pauk serta sayur. Sekali-
sekali teman- teman yang lain dapat kiriman bumbu dari Indonesia dan kami saat
pulang kerja atau saat libur kerja bisa bikin makanan lezat khas Indonesia. Namun
tentu saja tidak seenak yang di Indonesia- kami harus beli santan kalengan
produk Thailand, rasanya juga beda dari santan kita.
C.
Adaptasi dalam hidup
Kami
perlu adaptasi tentang cara makan Jepang. Bagi yang pertama kali datang ke
Jepang dan makanan Jepang memang akan terasa
hambar. Lidah orang Jepang memang berbeda dengan lidah orang-orang Asia lainnya
yang sangat suka pada rasa bumbu yang kuat. Orang Jepang tidak suka hal yang
terlalu manis. Orang Jepang juga tidak suka yang terlalu asin, terlalu pedas,
terlalu gurih. Sehingga banyak makanan yang harus diadaptasi, termasuk dengan
kare India.
“Kami pernah mencicipi kare buatan orang Jepang. Menurut teman bahwa
kare di Jepang ini rasanya hambar, jadi kami
perlu memberi tambahan garam”.
Adaptasi memang
diperlukan dalam kerangka menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memiliki
perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan budaya dan selera. Adaptasi tentu
berbeda dengan metamorphosis. Adaptasi hanya melibatkan atribut sementara
metamorphosis melibatkan perubahan identitas dan jati diri secara fundamental.
Beras Jepang juga berbeda
dengan beras Batusangkar. Cara panennya juga beda. Kalau di Batusangkar, padi yang
sudah masak dipanen, dijemur dan digiling/ diolah jadi beras di rice-milling, rasanya enak bagi lidah
kita. Kalau di Jepang, saat panen,padinya langsung diproses- dikelupasi oleh
mesih dan kulit ari padi dibiarkan lengket. Dan langsung disimpan dalam kulkas.
Orang
Jepang suka makan sayur. Aku juga suka sayur. Untuk sayur aku beli wortel,
tauge dan bayam. Aku tidak perlu membeli selada dan brokoli karena perusahaanku
memproduksi bahan ini. Kami diizinkan untuk membawanya pulang setiap kali panen
sayur.
Aku
segera cari tahu tentang shopping di
Jepang. Kalau di Indonesia warung dapat kita jumpai dengan mudah namun di
Jepang tidak ada warung. Kami belanja di supermarket, semua label pake harga
dan komunikasi sederhana dalam bahasa Jepang. Kadang- kadang juga ada tertulis
diskon harga maka kita perlu tahu tulisan Jepang. Kita harus tahu kapan
expirenya datang. Barang- barang yang hampir expire harganya bisa jadi separoh
harga. Bahan makanan yang di jual di sana lebih sehat- menghindari zat
pengawet- jadi tahannya bisa 2 atau 3 hari saja. Hari pertama mahal dan hari berikutnya
harganya sudah jatuh atau diberi diskon.
Kita
lihat berapa harganya dan kita serahkan duitnya pada kasir, jadi bayar tunai-
tak berlaku tawar menawar. Koperasi lokal juga mengurus supermarket dengan
berbagai daya tarik seperti pemberian diskon harga dan pemberian bonus. Produk
makanan yang sudah expire dibuang ke tong sampah basah. Tong sampahnya bagus
tidak asal- asalan, ada 3 tong sampah dengan 3 warna- colour red (for
daily rubbish/kitchen rubbish), green (for leaves and natural rubbish) dan
yellow (for recycle rubbish seperti
plastik, kertas dan logam).
“Jadi makan expired
harus dibuang. Makanan expired- karena kasihan untuk dibuang- maka diberikan
kepada masyarakat miskin, ini bisa bikin mereka sakit masal- sakit diare. Ini
bisa dihukum berat dipenjara. Tapi di Jepang jarang sekali makanan expire dan
dibuang karena mereka sudah membuat prediksi daya beli dan kebutuhan masyarakat”.
“Siapa yang pernah pergi pesta dikampungnya di Indonesia
? Apa yang terjadi…aku melihat banyak orang yang mubazir- mereka menyisakan
makanan. Mula- mula ambil satu piring penuh dengan lauk pauk bejibun, kemudian
dimakan seperlunya dan selebihnya disisakan…..ada fenomena bahwa mereka merasa
malu kalau tidak menyisakan makanan. Ini namanya termasuk prilaku boros, budaya
begini jangan dilestarikan”.
Orang Jepang tidak suka menyisakan makana-
apakah makan sendiri atau di tempat pesta…ya selalu habis. Mereka menghargai
waktu- bahwa untuk menanam dan memanen makanan butuh waktu panjang. Kalau makan
dan sudah kenyang, mereka instirahat sejenak dan menghabiskan makan dalam
piring mereka semuanya. Jadi mereka tidak mubazir.
Di tempat aku shopping kebutuhan harian, aku juga
mempunyai orang yang wajahnya mirip melayu, bahasanya beda. Aku rasa mereka
orang Vietnam. Aku perhatikan di sana juga toko menjual barang- barang bekas
dan pembelinya juga ada orang- orang Jepang. Jadi bila musim dingin jangan beli
di musim dingin ya bisa sangat mahal. Aku beli baju musim dingin saat musim
panas dan harganya ada diskonnya. Aku juga pernah membeli barang seken (barang
bekas)- aku beli sepeda dan juga baju musim dingin. Terlihat masih bagus karena
ada labelnya.
Aku beruntung punya
asrama yang tidak begitu jauh dari swalayan, jadi kami bisa pergi shopping atau sekedar cuci mata di sana.
Pertama kali aku pernah ke mall sendiri namun sampai di perempatan aku jadi
ragu karena semua sudut terlihat sama. Maka aku lebih membuka mata untuk
membaca berbagai merek jalan atau marka alam. Saat aku sesat jalan ya aku balik
lagi ke jalan semula.
Ketika kami dalam grup,
kami pernah mencoba keberanian. Kami memberanikan melewati jalan lorong. Kami
lewati tanpa takut tersesat ya kami bisa mengenal beberapa jalan. Apalagi kami
selalu membawa peta kota. Sekali lagi yang membuat aku ragu adalah saat sampai
tiba di perempatan- semuanya tampak sama.
Saat pertama di Jepang,
seperti yang aku katakan- kami pergi bareng untuk mengurus pembuatan KTP dan
membuka rekening tabungan. Aku ikut membuat perjanjian kontrak, tentu semua
dalam bahasa Jepang. Kami mengurusnya di kantor Walikota Onohara. Habis menyelesaikan
perjanjian kontrak, kami pergi membeli perlengkapan harian: beli sabun, piring,
sendok, handuk dan lain-lain.
Aku membawa uang
pangkal sebanyak ¥. 11.000 dan aku harus
berhemat agar tidak kehabisan uang sebelum memperoleh gaji pertama. Aku berbagi
uang dengan teman menjadi ¥ 5.500 dan ternyata uang kami memang tidak cukup. Maka
aku pinjam lewat teman lain dan dibayar nanti lewat gaji. Saat itu ¥. 10.000
sama harganya dengan Rp.10 Juta. Maka saat aku berbelanja aku perlu mengukurnya
dalam nilai rupiah- idealnya kalau berbelanja ya ukur saja dengan mata uang
setempat.
“Efek negatifnya aku
jadi takut dalam berbelanja, mungkin khawatir tidak cukup uang di rantau orang.
Aku akhirnya tidak begitu kikir dengan kebutuhan tubuh dan dengan nilai
kesehatan. Aku yakin yang aku makan itulah rezeki buat ku dan yang ada di
tangan belum tentu rezekiku”.
Kalau kita berada di
Jepang kita akan melihat sangat banyak orang tua- tua. Itu berarti orang Jepang
rata- rata berumur panjang. Selama 25 tahun terakhir wanita Jepang telah memegang
rekor dunia memiliki harapan hidup terpanjang dengan rata-rata usia 86,4
tahun. Bukan hanya wanita, pria Jepang juga memiliki harapan hidup terpanjang
di antara semua pria di 192 negara di dunia. Banyak penelitian mengungkap,
perbedaan ini disebabkan pola makan yang sehat.
Dalam bukunya, seorang
penulis Naomi Moriyama membuat buku berjudul 'Japanese Women Don’t Get Old
or Fat',
Moriyama membawa pembaca ke dapur ibunya di Jepang dan mengungkapkan rahasia
keluarganya untuk hidup panjang umur dan tetap sehat hingga masa tua. Ternyata
rahasia awet muda masyarakat Jepang cukup sederhana, selain tetap aktif dan
rajin berolahraga, jugakarena faktor diet/ makanan. Beginilah rahasia makan
orang Jepang:
1) Mengonsumsi makanan lengkap
bervariasi
Bahan makanan di dapur
masyarakat Jepang adalah berbagai makanan yang dimakan sederhana secara
konsisten dan harian. Semua bahan makanan itu bukanlah bahan makanan mahal,
namun mengandung tinggi nutrisi yang sangat dibutuhkan tubuh. Rata-rata
masyarakat Jepang rajin mengonsumsi ikan, sayuran laut, sayur mayur, kedelai,
beras, buah dan teh hijau.
2) Orang Jepang menikmati makanan
rumahan yang dimasak sendiri setiap hari
Hidangan makanan
tradisional Jepang biasanya terdiri dari ikan bakar, semangkuk nasi, sayuran
yang direbus, sup miso, irisan buah untuk makanan penutup dan teh hijau. Orang
Jepang merupakan pengonsumsi ikan tertinggi di dunia. Mereka mengonsumsi
£ 150 ikan (68,04 kg) per tahun/ orang dibandingkan dengan rata-rata orang
dunia hanya 35 kilogram per tahun. Seperti diketahui ikan mengandung dosis
tinggi omega-3 asam lemak. Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa mereka
hidup lebih lama dan sehat. Tidak hanya Itu, fakta lain menyatakan, mereka juga
rajin mengonsumsi brokoli dan sayuran lainnya. Mereka konsumsi 5 kali
lebih banyak jumlah sayuran seperti brokoli, kubis, kale, kembang kol dan
kubis Brussel, dibanding dengan orang Amerika.
3). Orang Jepang hanya memasak makanan
yang segar
Penekanan cara memasak
orang Jepang, hanya menggunakan bahan yang segar yang ada di musim itu. Aku
melihat bahwa supermarket Jepang selalu mengutamakan kesegaran. Makanan tidak
hanya diperhatikan tanggal kadaluarsanya saja, tapi wanita Jepang rata-rata
juga selektif saat membeli ikan, daging, sayuran. Makanan yang disiapkan
dihitung per setengah jam yang dikemas hari itu.
4) Orang Jepang makan dengan porsi kecil
Orang Jepang masa
kanak-kanak mereka diajarkan untuk makan perlahan-lahan dan belajar menikmati
setiap gigitan. Dan makanan yang disajikan di atas piring hanya sepertiga
ukuran peralatan makan Amerika. Demikianlah tata cara dan dasar-dasar cara
menyajikan hidangan makanan di Jepang. Makanan harus segar, setiap item
disajikan dalam satu piring, makanan harus dihias dan setiap item harus
diatur untuk menampilkan keindahan.
5). Teknik memasak di Jepang cukup
ringan dan lembut
Sebagian besar
pekerjaan dilakukan di atas kompor menggunakan variasi teknik seperti mengukus,
memanggang di atas panci, menumis, digoreng, dan mendidihkan makanan
secara cepat dalam wajan. Koki Jepang selalu menggunakan minyak khusus untuk
jantung sehat dan kaldu rasa asli dari bahan alami.
6) Orang Jepang makan nasi bukan roti
setiap makan
Ini merupakan perbedaan
penting antara cara makan orang Timur dan Barat. Mereka yakin,
konsumsi berlebih dari tepung terigu halus merupakan penyebab utama dari
obesitas di Amerika saat ini. Jika kita terbiasa makan roti setiap hari, coba
ganti dengan ukuran porsi setengah cangkir beras merah atau gandum 1-2
kali per hari.
7) Di Jepang, sarapan adalah makan yang
paling dianggap penting dan terbesar
Sarapan mereka terdiri
dari berbagai makanan porsi kecil yang meliputi teh hijau, nasi kukus, sup miso
dengan tahu dan daun bawang, lembaran kecil rumput laut nori, telur dadar atau
telur ikan atau sepotong ikan.
8). Masyarakat Jepang hanya mengkonsumsi
sedikit Dessert manis
Di Jepang, makanan
penutup dengan rasa manis hanya disajikan dalam porsi kecil, tidak seperti di
Amerika. Namun, bukan berarti coklat, kue kering, kue-kue, es krim dan kue kacang
merah tidak berharga. Sebaliknya, mereka sangat menghormati tubuh mereka, ini
bisa menjadi cara melawan hawa nafsu. Mereka sadar akan merugi jika terlalu
banyak mengonsumsi makanan manis berlebih.
9) Orang Jepang memiliki mind-set yang
berbeda tentang makanan.
Sementara orang Amerika
prihatin dengan masalah diet dan berat badan, masyarakat Jepang justru
dibangkitkan dan didorong untuk menikmati berbagai makanan yang lebih beragam
tanpa masalah diet. Namun, saat ini masyarakat Jepang mulai berhati-hati, apalagi
dengan diperkenalkannya gaya makan cepat ala Barat, tingkat obesitas di
kalangan anak muda Jepang mulai meningkat.
10) Olahraga merupakan bagian dari
ritual harian Jepang.
Orang Jepang berada
dalam kesehatan yang baik dan dalam kondisi sangat baik, mereka adalah
orang-orang aktif yang menggabungkan banyak latihan insidental dalam hari-hari
mereka. Mereka selalu menciptakan
lingkungan yang sehat dengan bersepeda di sekitar kota, berjalan, hiking, dan umumnya, mereka
berusaha tetap aktif.
D.
Adaptasi di Lingkungan Kerja
Aku pada mulanya
punya kesulitan dalam lingkungan kerja, karena awal beraktivitas tanganku
keseleo. Penyebabnya karena aku tidak konsentrasi dan tanganku salah pegang dan
tertumpu ya keseleo. Saat itu musim dingin dan yang aku rasakan keseleo itu
lama sembuhnya dalam musim dingin, mungkin aliran darah atau metabolism tubuh
tidak seperti dalam musim panas. Maka aku bekerja pake tangan kiri- aku tidak
memberi tahu pada boss dan setelah terasa sakit banget baru aku beritahu pada boss-ku.
“Aku
susah mengangkat tangan, aku bilang pada senior dan senior bilang pada atasan.
Akhirnya aku dibawa berobat ke tempat sense untuk dipijat akupuntur- pijat pada
titik- titik tertentu. Ada tiga kali aku ke sana hingga keseleoku sembuh. Satu
kali berobar bayar ¥. 5.000. Yang membayarnya adalah atasan- atau boss, tanpa
potong gaji. Itu sebenarnya kita yang bayar- tapi kalau ke rumah sakit baru ada
jaminan kesehatan ya semacam program jamsostek- jaminan sosial tenaga kerja.
Asal kita memiliki kartu kesehatan, kalau kita beli obat nanti juga ada
diskonnya”.
Aku berfikir bahwa
beradaptasi dengan orang-orang baru mungkin bukan tantangan berat. Namun
menghadapi atasan baru pasti butuh keahlian beradaptasi yang baik. Berhadapan
dengan atasan menuntut kita memahami pola pikirnya, cara kerjanya, juga
karakternya. Yang tak kalah penting, hubungan dengan atasan amat berpengaruh
dalam perkembangan karier. Membangun fondasi hubungan yang baik dengan atasan
dan lingkungan kerja yang baru menjadi hal paling penting dan mendasar. Jika kita
merasa kesulitan membangunnya, berikut
langkah-langkah yang bisa kita lakukan dalam menyesuaikan diri dengan atasan
baru. Ada beberapa hal yang musti kita miliki seperti: berfikir terbuka, ikuti
system yang sudah ada, bersikap fleksibel, dan bangunlah komunikasi.
1)
Berpikir terbuka
Setiap orang punya cara
masing-masing dalam menangani sesuatu, terutama pekerjaan. Atasan dan
rekan-rekan kerja baru kita pasti punya
cara sendiri dalam menjalankan pekerjaan di kantor dan mencapai tujuan tim.
Saatnya kita bersiap-siap dengan ide dan
pandangan mereka dalam menangani pekerjaan. Siapkan pula diri kita menghadapi
konflik perbedaan ide. Karenanya, cobalah berpikir terbuka, berbeda bukan
berarti lebih buruk. Tak ada salahnya mencoba cara kerja baru.
2)
Ikuti sistem yang sudah ada
Sebagai karyawan baru,
kemungkinan kita mengalami masalah dalam
menyesuaikan diri dengan ritme kerja. Alih-alih merusak sistem yang telah
berjalan, cobalah mengikutinya. Berikan kontribusi yang baik tanpa banyak
mengeluh. Semakin banyak kontribusi yang kita berikan untuk tim dan atasan, akan makin
memberi nilai plus. Asal jangan berlebihan, karena akan membuat Kita terlihat
seperti penjilat dan hanya akan menciptakan konflik baru.
3)
Fleksibel
Menghadapi atasan baru
menjadi poin penting dalam penyesuaian diri dengan lingkungan kerja baru. Tak
perlu jengkel jika atasan baru terlihat lebih ribet. Misalnya, meminta update
laporan dua kali seminggu, mengadakan rapat dua hari sekali, atau cerewet
mengecek ini-itu. Bukan berarti ia tak memercayai kita; hanya saja ingin
memastikan semuanya berjalan dengan baik. Dalam situasi ini, mencoba bersikap
fleksibel dan bersabar rasanya sikap yang bijak.
4)
Bangun komunikasi
Daripada terus-menerus
mengeluhkan cara kerja atasan baru yang mungkin jauh berbeda dengan kebiasaan
kerja Kita dengan atasan lama, cobalah membangun komunikasi yang baik.
Bagaimana metode dan cara yang dipilihnya untuk berkomunikasi, menangani
masalah, dan berhubungan dengan orang lain? Butuh waktu untuk menjawab
pertanyaan ini. Tapi perlahan-lahan pasti terjawab dengan belajar memahami
sifat, karakter, dan cara kerjanya. Tapi lebih asyik jika penyesuaian diri
dilakukan dari dua arah