Menjadi Bangsa Yang Maju
Marjohan
Usman
Guru
SMAN 3 Batusangkar, West Sumatra Indonesia
phone:
085264340180
1. Posisi SDM Negara Kita
Perkembangan
pembangunan negara kita secara signifikan cukup maju. Kalau kita berpergian di
nusantara ini dan kita lemparkan pemandangan jauh kedepan akan terlihat
pembangunan infra-struktur di sana sini. Namun kalau kitabandingkan dengan
beberapa negara di dunia atau dengan kemajuan negara-negara di Asia ternyata
kita masih jauh tertinggal.
Di
dunia ini para ahli demografi dan ahli ekonomi telah mengelompokan negara-
negara di dunia atas sebutan negara maju, negara berkembang dan negara belum
berkembang. Negara
maju[1]
adalah sebutan bagi negara yang menikmati taraf standar hidup yang relatif
tinggi melalui berbagai teknologi tinggi dan ekonomi yang merata. Kebanyakan
negara dengan Gross domestic product (GDP) per
kapita tinggi dianggap sebagai negara berkembang. Namun beberapa negara telah
mencapai Gross domestic product (GDP) tinggi melalui
eksploitasi sumber daya alam tanpa mengembangkan industri yang beragam dan
ekonomi berdasarkan-jasa tidak dianggap memiliki status 'Maju'.
Nah kemudian bagaima
dengan posisi negara kita- Indonesia ?Negara kita masih dalam kategori sebuah
negara berkembang. Negara Berkembang[2]
adalah sebutan untuk sebuah negara dengan rata-rata pendapatan yang rendah dan
infrastruktur yang relatif terbelakang, serta indeks perkembangan manusia yang
kurang dibandingkan dengan norma secara global. Kita berharap agar kualitas SDM
(sumber Daya Manusia) bangsa kitabisa selalu meningkat, cepat atau lambat tentu
ditentukan oleh usaha kita (dan izin dari Allah Swt).
Bagaimana peringkat SDM
negara kita di dunia[3]
Kita bisa melihat melihat perkembangan SDM setiap negara melalui situs “World Competitiveness Year Book [4])
sejak tahun 1997 – 2007. Menurut
hasil survei World Competitiveness Year Book dari tahun 1997 sampai tahun 2007
pendidikan Indonesia berada dalam urutan sebagai berikut:
- Pada tahun 1997,
Indonesia berada di urutan 39 (dari 49 negara yang disurvei).
- Pada tahun 1999,
Indonesia berada pada urutan 46 (dari 47 negara yang disurvei).
- Tahun 2002, Indonesia
berada pada urutan 47 (dari 49 negara yang disurvei).
- Pada tahun 2007,
Indonesia berada pada urutan 53 (dari 55 negara yang disurvei).
Sementara hasil
penelitian program pembangunan PBB (UNDP) tahun 1980-2013[5],
laporan dalam tahun 2013 menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada urutan
108 dari 187 negara yang diteliti,dan Samoa (urutan 106) dan Mongolia(urutan
103) posisinya lebih baik dari negara kita. Posisi negara Singapura (urutan 9)
dan Malaysia (urutan 62) jauh lebih baik. Tingkat SDM ini diukur berdasarkan
kualitas kesehatan, umur, tingkat pendidikan dan rata-rata income penduduk.
Kemudian bagaimana
dengan kualitas pendidikan negara kita ? Kita bisa lihat pada situs Asian South Pacific Bureau of Adult Education[6]
(ASPBAE), bahwa posisi Indonesia menduduki peringkat 10 dari 14
negara berkembang di kawasan Asia Pasifik. Rangking pertama diduduki Thailand,
kemudian disusul Malaysia, Sri Langka, Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh,
Kamboja, India, Indonesia, Nepal, Papua Nugini, Kep. Solomon, dan Pakistan.
Wah meninjau tentang
posisi Indonesia di dunia bukan buat menjelekan negara kita. Namun buat
refleksi bagi kita sendiri. Bukankah memajukan bangsa ini adalah tanggung jawab
kita semua. Salah satu cara memajukan bangsa adalah melalui memajukan ilmu
parenting bagi setiap keluarga di Indonesia.
2. Kualitas Parenting Masyarakat
Menentukan
Negara
maju sangat peduli dengan kualitas parenting. Kualitas parenting negara
Norwegia adalah terbaik di dunia dan Amerika Serikat menempati peringkat 25 di
dunia. Walaupun Amerika Serikat merupakan salah satu negara paling kaya dan
paling kuat di dunia namun hanya menempati posisi 25 dalam kategori parenting
atau tempat terbaik dalam mendidik dan membesarkan anak, sebagaimana diteliti
oleh organisasi Save the Children[7].
Penelitian ini berdasarkan indikator atas kualitas gizi anak, kebijakan
pemberian asi, tingkat kesehatan ibu dan anak, dan juga tingkat pendidikan ibu.
Umumnya parenting di negara maju sudah
berkualitas, sementara di negara berkembang parenting mereka mungkin meniru
pola mendidik generasi sebelumnya, atau meniru kebiasaan gaya mendidik yang
dipungut dari pengalaman. Orang-orang yang pernah berkunjung ke negara Jepang,
sebagai negara maju, akan merasakan perbedaan gaya mendidik anak oleh orang tua
dengan kebiasaan dengan keluarga di negara berkembang, dan termasuk dengan
keluarga di Indonesia.
Bagaima kira- kira
deskripsinya[8]?
Sefrita Yenti Punya pengalaman (dalam bukunya: Berguru Di negeri Jepang[9]).
Memang ada beda parenting atau gaya mendidik anak antara Jepang dengan
kebanyakan orang tua di negara kita. Bila kita sorot sekelompok anak Jepang dan
sekelompok anak-anak (sebagian) di negara kita, maka anak- anak Jepang
cenderung berprilaku baik, sedang anak Indonesia banyak yang berperilaku a la
negara dunia ketiga yang kurang beretika. Mengapa hal ini bisa terjadi?
-1) Parenting a la
masyarakat Indonesia (maaf) ya bersifat
permisif dan kurang mengenal disiplin. Terlihat bahwa semuanya serba
diperbolehkan, banyak pemakluman.
“Dia agak malas, ya
maklumnya karena masih kecil…masih belum cukup pengalaman”. Pokoknya kita
sering mendengar orang tua berpendapat membela dan bersifat permisif. Karena
orang tua bersikap seperti itu maka kadang-kadang anak-anak juga punya
kecenderungan untuk mencoba melawan batas. Kadang masyarakat kita juga salah
mendefinisikan kata “kreatifitas”, sehingga terkesan bahwa melarang anak dianggap menekan kreatifitas.
“Hei….jangan main bola
di sini !!”
“wah mama jangan banyak
melarang, nanti hilang lho kreatifitas anak mama”.
“Betul….kreativitas
selalu mama dukung, tetapi juga harus pada tempatnya. Kalau anak suka bermain
bola ya jangan dalam kamar, bisa pecah kaca. Mereka bisa bermain bola di
halaman atau lapangan bola, bukan di sembarang tempat”.
- 2) Sabar dan Kurang
Tegas.
Ha..ha..kebanyakan
orang tua memang banyak yang sabar, namun mereka kurang tegas. Memang orang tua
yang sabar sering terkesan sebagai orang yang baik. Seharusnya sabar itu adalah sabar yang tegas. Sabar
bukan tidak perlu menunjukan marah…., yakatabanyak orang bahwa “sabar harus
pada tempatnya”.
Jika seorang anak menunjukan prilaku agak
nakal dan mengganggu, maka orang tua juga perlu memberikan sedikit reaksi,
tidak perlu bersikap diam- atau sabar bukan pada tempatnya- sikap tegas orang
tua diperlukan buat membuat anak bersikap disiplin. Anak yang cenderung serba
dibiarkan bisa terkesan nakal. Bila anak berprilaku negative orang tua harus
bisa marah dan bila anak berprilaku positif maka orang juga harus bisa memuji.
Karakter anak
berbeda-beda. Ada anak yang berkarakter kalem dan mudah dinasehati. Ada pula
anak yang berkaraker kuat dan cenderung keras kepala. Orang tua harus tahu
bagaimana cara mendisiplinkan sang anak sesuai karakternya tersebut.
3. Anak diasuh
pembantu.
Kecendrungan keluarga
baru tinggal terpisah dari keluarga. Mereka bisa jadi di rumah yang mereka sewa
atau beli yang ditempati oleh ayah, ibu dan anak. Dan saat anak- anak masih
kecil ,mereka membutuhkan pembantu. Ana kalanya sebuah keluarga yang cenderung
menyerahkan pengasuhan anak pada pembantu
untuk waktu yang cukup lama, karena ayah dan ibucukup sibuk dan tidak ingin
diganggu oleh anak. Yang membatu bisa jadi diambil dari kaum kerabat. Anak yang dibesarkan oleh pembantu untuk
waktu yang cukup lama cenderung kurang mendapat perhatian dan pengawasan dari
orang tua.
4. Kurikulum di sekolah
berorientasi Teori
Adalah pengalaman umum
bahwa kalau di lingkungan anak SD, kalau ada yang jatud dari SD akan disoraki
ramai-ramai dan malah bukan ditolong. Sebaliknya bagi anak- anak SD di
Melbourne (bukan maksud memuji),kalau ada seorang teman terjatuh dari sepeda,
maka yang lain akan berembati dan berhamburan buat memberi bantuan. Ini terjadi
karena proses pembelajaran di sekolah kita bersifat menghafal nilai nilai
positif dan bukan malah mempraktekan nilai positif.
5. Pengaruh buruk media
seperti TV, majalah, surat kabar yang banyak menyiarkan kekerasan,
berita-berita negative- karena TV kita menganut paham bahwa “good news is bad
news”. Dan sekarang program TV yang bertema mistik juga banyak akibatnya anak
menjadi penakut dan nyali berani positifnya jadi hilang. Anak-anak cenderung
meniru apa yang mereka dengar dan lihat di televisi. Jika terus menerus
terpapar berita kekerasan maka lambat laun mereka merasa bahwa kekerasan adalah
hal yang lumrah dan biasa.
Bagaima dengan kualitas
karakter anak-anak di Jepang ? Kualitas
mereka terbentuk dari kualitas parenting para orang tua dan juga dukungan media
masa sehingga terbentuklah masyarakat yang punya disiplin, empati dan
pendidikan yang pro pada karakter.
1. Disiplin.
Tentu saja setiap
pemuda dan pemudi Jepang yang ingin menikah maka mereka terlebih dahulu
mengikuti kursus parenting, atau juga belajar secara otodidak tentang menjadi
orang tua yang baik (parenting). Jadinya setelah menikah dan punya anak maka
mereka tidak kebingungan dalam menanamkan konsep. Disiplin adalah konsep utama
yang selalu ditanamkan oleh keluarga.
Karena memahami konsep
parenting, maka ibu di Jepang bersikap lembut namun juga tegas. Sejak lahir,
anak-anak selalu bersama ibunya. Mereka tidak pernah luput dari pengawasan sang
ibu. Ibu-ibu di Jepang disiplin sekali terhadap anak-anaknya dan
kedisiplinan ini diajarkan sejak dini. Anak-anak tidak selamanya bersikap
manis, kadang-kadang bersikap agak nakal dan menjadi hilang control.
Jika sang anak tidak
mematuhi- bersikapmenganggu ketertipan umum, maka mereka akan memukul kepala si
anak. Hukuman ini lazim buat orang Jepang, dan memukul kepala tentu saja tidak
lazim bagi kita dan juga tidak harus kita tiru (mungkin diganti dengan bentuk
mencubit atau memukul selain kepala untuk tujuan mendidik.
Namun di tempat umum,
ibu-ibu Jepang pantang untuk memarahi atau bersikap kasar terhadap anak,
karenaanak perlu dipelihara harga dirinya. Mereka dihukum ketika sudah di
rumah. Oleh sebab itu, anak-anak Jepang jarang yang bersikap seenaknya karena
jika mereka melanggar aturan maka mereka tahu apa konsekwensinya. Namun kadang
ada juga ibu-ibu yang memukul kepada si anak di tempat umum jika sang anak
bersikap kelewatan atau berbahaya.
2. Berempati bisa
berarti memahami perasaan orang lain.
Orang tua Jepang
umumnya sudah punya wawasan yang baik, yang mereka peroleh lewat pendidikan
atau lewat otodidak, hingga mereka bisa menjadi model bagi anak. Orang tua yang
berkarakter baik akan cenderung melahirkan anak yang juga baik. Umumnya orang
Jepang dan juga orang di negara maju cenderung
mendahulukan orang lain sebelum diri sendiri. Misal kalau lagi menyetir
maka cenderung memperlihatkan kesabaran dan tidak mau menjadi raja jalanan.
Ketertiban dan sopan
santun anak sangat diperhatikan di Jepang bila anak tidak tertib maka mereka memperoleh hukuman. Di tempat
umum, anak-anak jangan sampai mengganggu kenyamanan orang lain. Misalkan
di restoran, tidak ada anak-anak yang hilir mudik, berjalan kesana kemari. Semua
anak duduk di bangkunya masing-masing. Bayi selalu digendong atau dipangku oleh
ibunya. Jika sang bayi rewel, sang ibu akan berdiri dan menggendongnya.
Di rumah sakit, klinik,
mall, dan tempat umum lainnya, tidak ada anak-anak yang berjalan mundar mandir,
lari kesana kemari, berbicara keras-keras. Misalkan di klinik atau rumah sakit,
berbahaya jika anak kita berjalan-jalan atau bahkan berlari-lari. Di kereta,
anak-anak harus duduk dengan tertib dan tidak berisik. Banyak penumpang yang
ingin tidur dan beristirahat, jadi pikirkan kenyamanan mereka juga.
3. Sekolah atau
pendidikan menitikberatkan kepada etika
Pembelajaran untuk
etika dilakukan dalam bentuk praktek dan tidak dalam bentuk teori. Semua
komponen masyarakat, baik keluarga dan sekolah, mengajarkan anak untuk beretika
dan bersopan santun. Jika bermain bersama, si anak ingin meminjam mainan
temannya maka harus meminta ijin terlebih dahulu. Jika diijinkan maka harus
mengucapkan terima kasih. Setelah selesai bermain juga harus mengucapkan terima
kasih lagi. Jika melakukan kesalahan baik di sengaja ataupun tidak, anak harus
meminta maaf dan temannya harus memberikan maafnya. Anak-anak tidak boleh
mengambil yang bukan miliknya. Semua harus meminta ijin terlebih dahulu.
4. Media Massa Jepang
Media massa Jepang terutama televisi yang jarang menayangkan
berita kekerasan dan andaikan ada korban jiwa- misalnya saat ada berita tentang
tsunami atau gempa- sehingga ada
luka-luka, mereka tidak pernah memasang gambar korban. Kalau ada ya
disamarkan dari pandangan pemirsa TV.
Isi TV di Jepang- misal seperti pada TV NHK yang bisa terlihat dari
negara kita- kebanyakan adalah acara
talk show, makan-makan, jalan-jalan dan ilmu pengetahuan.
[1]
http://penulis.web.id/contoh-negara-maju-dan-berkembang-di-dunia.html
[2]
http://penulis.web.id/contoh-negara-maju-dan-berkembang-di-dunia.html
[3]
http://sukabaca-baca.blogspot.com/2011/11/urutan-kualitas-pendidikan-indonesia-di.html
[4]
http://www.imd.org/wcc/news-wcy-ranking/
[5]
http://hdr.undp.org/en/content/table-2-human-development-index-trends-1980-2013
[6]
http://www.asmitacollective.in/asian_south_pacific.html
[7]
http://www.empowher.com/parenting/content/norway-best-country-raise-kids-united-states-ranks-25th
[8]
https://tutee.wordpress.com/2013/03/24/parenting-a-la-jepang-dan-indonesia/
[9]
Berguru Di Negeri Jepang, Marjohan dan Sefrita Yenti, Yogyakarta: Diva Press,
2013.