I am MARJOHAN USMAN, the teacher at Senior High School. I like to meet many people and I like travelling. I love teaching and I love the world of kids. I have email : marjohanusman@yahoo.com and my youtube channel is: https://www.youtube.com/results?search_query=marjohan+usman
Rabu, 24 Februari 2016
Muhammad Fachrul, Nadhila Azzahra, Emi Surya dan Marjohan
Ini merupakan foto yang saya olah dari sejumlah foto, saya format dan crop pada power point dan setelah itu saya save melalui web page...ya jadilah koleksi foto bagus.
Beberapa semester lalu, Oktober 2014, teman saya craig pentland memutuskan buat berlibur di rumah saya di Batusangkar. Ia terbang dari Perth ke Kuala Lumpur dan terus ke Bandara Internasional Minangkabau di Padang. Dan saya welcome....ia sempat berkunjung ke rumah Naser di Payakumbuh. Saya yakin Craig liburannya tidak begitu perfect karena pada saat yang sama, saya belum libur dari sekolah....forgive me please, Craig Pentland...
Menajamkan Fokus Pendidikan Antara Kognitif dan Afektif
Menajamkan Fokus Pendidikan
Antara Kognitif dan Afektif
Menuntut ilmu
sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Banyak siswa dengan dukungan orang tua
berlomba agar bisa bersekolah di sekolah yang terkemuka kualitasnya. Dari tulisan-tulisan yang kita baca pada media
massa dan dari pengalaman langsung ditemui bahwa banyak pelajar Indonesia yang
begitu tekun dalam aktivitas belajar termasuk juga aktif mengikuti kursus atau
bimbingan belajar agar lebih cerdas.
Kita sering
mendengar bahwa banyak anak-anak Indonesia yang bisa menjagoi berbagai
perlombaan akademik. Putra-putri Indonesia mampu memperoleh juara olimpiade
sains di tingkat internasional. Tentu saja mereka diharapkan bisa berbuat
banyak dalam bidang sains dan tekhnologi.
Walaupun dalam
setiap perlombaan sains internasional, putra-putri kita bampu meraih banyak penghargaan.
Namun setelah mereka dewasa prestasi atau karya nyata mereka jarang terdengar.
Kata seorang teman penulis mengatakan bahwa putra-putri Indonesia baru sebatas
cerdas dengan teori dan belum lagi secara secara karya.
Kemudian,
meskipun siswa kitamampu memperoleh banyak kemenangan dalam berbagai
perlombaan, namun ini belum mewakili kualitas pendidikan Indonesia secara umum.
Karena kenyataan pendidikan kita tetap tertinggal dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Malaysia, Singapura, Australia, dan New Zealand.
Menurut………..penyebabnya
adalah karena budaya pendidikan kita yang berorientasi pada skor-tes, yang
alhasil tidak mampu mengasah keterampilan berpikir dan kreativitas pelajar.
Padahal kedua kemampuan (keterampilan berfikir dan kreativitas) itulah yang
menjadi dasar untuk bisa menjadi ilmuwan yang berhasil.
Memang benar
bahwa para siswa siswa kita baru sebatas cerdas dengan teori sehingga mampu
meraih skor-tes setinggi-tingginya. Selama ini ada anggapan bahwa para siswa
yang mampu meraih skor-tes lebih tinggi akan lebih baik karir masa depannya
karena persyaratan masuk ke berbagai institusi pendidikan yang lebih tinggi dan
lebih baik ditentukan oleh skor-tes.
Jadinya Semakin
tinggi skornya tentu semakin baik pula peluangnya. Beragam pekerjaan bergengsi
hanya akan bisa dimasuki oleh mereka-mereka yang memiliki skor yang tinggi. Begitu pula bahwa sekolah yang para
siswanya meraih skor-tes tinggi akan naik reputasinya. Dengan demikian bisa
menjamin pendanaan (bantuan finansial) lebih banyak dari pemerinah. Akibatnya
para guru pun ditekan untuk mengajar dengan orientasi agar siswa bisa
memperoleh skor-tes yang tinggi.
Akibat iklim
pendidikan berorientasi skor-tes, para orang tua lazim memasukkan anak-anaknya
ke suatu les pelajaran tambahan di luar sekolah. Malah sejak sejak usia dini.
Akibat waktu bersekolah yang panjang dan beban PR yang berat, para pelajar kita
hanya terasah kemampuan intelektualnya dalam hal mengingat fakta-fakta untuk
kemudian ditumpahkan kembali saat ujian. Hasil dari budaya pendidikan semacam
itu adalah kurangnya keterampilan menelaah, menginvestigasi dan bernalar, yang
sangat dibutuhkan dalam penemuan-penemuan ilmiah.
Ada 3 ranah
pendidikan yaitu kognitif, afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan).
Aspek yang paling banyak disentuh oleh sekolah adalah kognitif. Agaknya aspek
kognitif berhubungan langsung dengan akademik. Kita tidak mungkin menyalahkan
sekolah yang lebih banyak terfokus untuk mempertajam aspek kognitif. Bila
seorang siswa belajar banyak di sekolah dan kemudian belajar lagi di tempat les
atau lembaga bimbingan belajar. Lagi-lagi ini adalah kegiatan untuk mempertajam
aspek kognitif.
Anak harus
memiliki kecerdasan yang berimbang antara kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tidak tetap kalau kita masih protes pada sekolah agar juga focus pada pembinaan
afektif. Karena orang tua juga harus berkontribusi untuk mempercedas anaknya
sendiri.
Orang tua punya
peran besar dalam menumbuh-kembangkan prilaku dan life-skill anak dalam bentuk
melibatkan mereka untuk ikut beraktifitas di rumah. Misalnya orang tua mengajak
anak untuk merapikan rumah, merawat tanaman dikebut, menanam pohon penghijau untuk
keindahan lingkungan, dan juga mengikuti berbagai kegiatan tetangga lainnya.
Ada satu
keluarga yang menginginkan anak-anak mereka menjadi cerdas dengan cara banyak
belajar agar bisamemiliki prestasi akademik yang tinggi. Sementara mereka
dibebaskan untuk ikut berbagi tugas di rumah. Bagaimana hasilnya ? anak-anak
mereka telah tumbuh menjadi pribadi yang tidak mandiri. Urusan pribadi seperti
kebutuhan pakaian, makan dan kebutuhan kecil lainnya masih dilayani. Sang anak
telah menjadi raja kecil atau boss kecil, yang kerja suka minta tolong atau
serba memerintah.
Mendorong
anak-anak sekuat tenaga hanya untuk satu bidang saja, yaitu bidang akademik
atau kognitif dan menjaudi pengembangan afektif dan psimotorik merupakan
langkah yang belum tepat. Seharusnya kita dalam mendidik anak-anak tetap
berkontribusi untuk memantapkan ketiga aspek tadi yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Dalam hidup
bahwa tidak selamanya orang berkaris sesuai dengan kualitas kognitifnya, yaitu
bekerja pada profesi yang didukung oleh unsur akademik, menjadi dokter,
peneliti, pendidik, dan karir lain pada bidang pemerintah. Namun juga berkarir
karena kekuatan afektif dan psimotorik mereka, seperti menjadi atlit, artis,
pengacara, motivator, menteri, presiden, dll.
Dalam hidup ini
kita bisa mendengar langsung atau membaca kisah- kisah orang yang bisa berhasil
dalam profesinya yang pada mulanya tidak didukung oleh unsur kognitif atau
akademik, namun didukun oleh kematangan afektif dan psikomotorik.
Kekuatan nilai afektif dan psikomotorik juga dirasakan oleh orang lokal.
Penulis menemui contoh dari salah seorang wirausaha kuliner dan seorang
pedagang. Kasmiati, menekuni usaha kuliner di Payakumbuh, mengaku bahwa ia
banyak menuntut ilmu pengetahuan untuk menjadi mandiri dari alam saja. Sementara
itu Ibu Ade yang meninggalkan karir PNS dan menekuni usaha properti dan
perdagangan di Batusangkar, suatu pekerjaan yang memberikan tantangan buatnya.
Berikut kita lihat sepintas kupasan jalan sukses 5 orang, presiden, pengusaha
besar, gubernur, kuliner biasa dan juga pebisnis biasa. Usaha atau prestasi
mereka bisa tumbuh dan berkembang bukan semata-mata oleh kekuatan factor
kognitif, namun dari kemampuan afektif dan psikomotoriknya.
1). Presiden Sukarno
Presiden Sukarno dilahirkan dengan seorang
ayah yang bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo seorang guru, dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai, seorang perempuan Bali.
Sukarno waktu kecil tinggal bareng kakeknya di Tulung Agung, Jawa Timur.
Sekolah berkualitas memang penting untuk memacu motivasi, maka ayah Sukarno
memasukkannya ke sekolah Eerste Inlandse School, sekolah tempat ayahnya
bekerja. Berarti ayahnya juga guru yang hebab. Ayah yang hebat akan memotivasi
anak untuk jadi hebat.
Sukarno sejak
dari kecil sudah punya prinsip senang dengan”kemandirian” yang dia berdiri istilah dengan “berdikari
atau berdiri di atas kaki sendiri” Ia berdikari dalam meningkatkan kualitas
diri, melalui banyak membaca, belajar pidato sendirian, dan juga dalam
menguasai bahasa asing. Ya Bung karno
menganut ideologi “berdiri di atas kaki sendiri”. Saat menjadi presiden Bung
Karno dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid- persetan
dengan bantuanmu”.
Ia mengajak
negara-nega-ra sedang berkembang (baru merdeka) bersatu. Pemimpin Besar
Revolusi ini juga berhasil menggelorakan semangat revolusi bagi bangsanya,
serta menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Dalam
memotivasi diri Bung Karno juga memiliki slogan yang kuat yaitu “gantungkan
cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera,
adil makmur”.
Dalam usia 16
tahun, Bung Karno fasih berbahasa dan membaca dalam Bahasa Belanda. Ia sudah
membaca karya besar orang-orang besar dunia. Di antaranya dalah Thomas
Jefferson dengan bukunya Declaration of
Independence. Bung Karno muda, juga mengkaji gagasan-gagasan George
Washington, Paul Revere, hingga Abraham Lincoln, mereka adalah tokoh hebat dari
Amerika Serikat. Tokoh pemikir bangsa lain adalah seperti Gladstone, Sidney dan
Beatrice Webb juga dipelajarinya. Bung Karno juga mempelajari ‘Gerakan Buruh
Inggris” dari tokoh-tokoh tadi.
Bung Karno juga
membaca tentang Tokoh Italia, dan ia sudah bersentuhan dengan karya Mazzini,
Cavour, dan Garibaldi. Tidak berhenti di situ, Bung Karno bahkan sudah menelan
habis ajaran Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin. Semua tokoh besar tadi,
menginspirasi Bung Karno muda untuk menjadi maju dan smart.
Kemudian,
bagaimana masa kecil dan proses kreatifitas
Bung Karno yang lain? Agaknya Bung Karno telah memiliki jiwa leadership (kepemimpinan) sejak kecil,
karena apa saja yang diperbuat Bung Karno kecil, maka teman-temannya akan
mengikuti. Apa saja yang diceritakan Bung Karno kecil, maka teman-teman akan
patuh mendengarkannya. Oleh teman-temannya, Bung Karno bahkan dijuluki “jago”.
karena gayanya yang begitu “pe-de atau Percaya Diri”. Itu pula yang
mengakibatkan ia sering berkelahi dengan anak anak Belanda.
Bung Karno
adalah juga orator ulung. Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka
yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan
segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya dan latihan latihan
berpidato yang ia lakukan. Ketika masih remaja- belajar di sekolah menengah-
Bung Karno sering berlatih berpidato sendirian di depan kaca dan juga berbicara
di depan gang nya (teman-temanya). Setelah itu Sukarno menyambung sekolah ke
HBS (Hogere Burger School) dan ia juga sempat sekolah di Europeesche Lagere School (ELS).
Membaca adalah
kebiasaan positif yang selalu dilakukan Bung Karno sejak kecil. Apa alasan
mengapa Bung Karno harus gemar membaca, rajin belajar dan belajar tentang
segala sesuatu ? Karena didorong oleh
ego yang meluap-luap untuk bisa bersaing dengan siswa-siswa bule, maka Bung
Karno sangat tekun membaca, dan sangat serius dalam belajar. Ketika belajar di
HBS- Hoogere Burger School Surabaya,
dari 300 murid yang ada dan hanya 20 murid saja yang berasal dari orang pribumi
(satu di antaranya adalah Bung Karno) yang sulit menarik simpati teman-teman
sekelas. Mereka memandang rendah kepada anak pribumi sebagai anak kampungan.
Namun Bung Karno adalah murid yang hebat sehingga satu atau dua guru menaruh
rasa simpati padanya.
Rasa simpati gurunya, membuat Bung Karno
bisa memperoleh fasilitas yang lebih
untuk “mengacak-acak atau memanfaatkan” perpustakaan dan membaca segala buku,
baik yang ia gemari maupun yang tidak ia sukai. Umumnya buku-buku ditulis dalam
bahasa Belanda. Problem berbahasa Belanda menghambat rasa haus ilmunya (membaca
buku yang ditulis dalam bahasa Belanda), maka Bung Karno dengan sekuat hati
mendalami Bahasa Belanda.
Entah strategi apa yang ia peroleh secara
kebetulan. Namun Bung Karno punya jalan pintas (cara cepat) dalam menguasai
bahasa Belanda. Bung karno menjadi akrab dengan noni Belanda sebagai
kekasihnya. Berkomunikasi langsung dalam bahasa asing (Bahasa Belanda) adalah
cara praktis untuk lekas mahir berbahasa Belanda. Mien Hessels, adalah salah
satu kekasih Bung Karno yang berkebangsaan Belanda.
Saat
sekolah di HBS, Sukarno indekost di pondokan H.O.S. Tjokroaminoto, seorang pemuka
masyarakat, cendekiawan dan teman ayahnya. Saat bersekolah Sukarno aktif
berorganisasi, dan akti mengambil peran dan juga selalu berrtukar fikiran
dengan para tokoh.
Sukarno mengikuti organisasi Tri Koro Dharmo,
kemudian ganti nama menjadi Jong Java atau Pemuda Jawa.
Dari hasil
banyak berdiskusi, Sukarno tentu punya banyak ide, dan ia jadi rajin menulis.
Tulisannya terbit pada surat kabar Oetoesan Hindia, pimpinan Tjokrominito. Bung
Karno juga gemar menuliskan opini-opininya dalam bentuk artikel. Kumpulan
tulisannya dengan judul “Dibawah Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama
boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno
sebagai Soekarno. Tulisanya yang lain dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme,
dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai
titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya.
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921 Soekarno melanjutkan
ke Technische Hoogeschool te Bandoeng
(sekarang ITB)
di Bandung
dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921 setelah dua bulan dia
meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan
tamat pada tahun 1926.
Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei
1926 dan pada Dies Natalis
ke-6 TH Bandung
tanggal 3 Juli
1926 dia
diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya.
Saat kuliah di
Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan
anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.
Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes
Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Jadi yang juga
membuat Sukarno tumbuh berkualitas, selain dia memiliki motivasi belajar yang
hebat. Dia juga memiliki teman-teman yang berkualitas untuk tempat mengasah
logika dan intelektual komuniasi sosialnya.
Tamat dari ITB,
Sukarno tidak mencari kerja, ia malah mendirikan pekerjaan, pada tahun 1926 ia mendirikan biro
insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan.
Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis
bangunan lainnya. Malah ketika dibuang di Bengkulu
menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di
tengah kota.
2). Ir. Ciputra
Ia lahir di Parigi, Sulawesi
Tengah, adalah seorang insinyur dan pengusaha di
Indonesia.
Ia terkenal sebagai pengusaha properti yang sukses, antara lain pada Jaya Group, Metropolitan Group, dan
Ciputra Group. Selain itu ia
juga dikenal sebagai seorang filantropis, dan berkiprah di bidang pendidikan dengan
mengembangkan sekolah dan Universitas Ciputra.
Ciputra
menghabiskan masa kecil hingga remajanya di Parigi, Sulawesi
Tengah. Sejak kecil Ciputra sudah merasakan kesulitan dan kepahitan hidup.
Bapaknya Tjie Siem Poe ditangkap oleh pasukan tak dikenal, karena dituduh
sebagai mata-mata Belanda/Jepang dan tidak pernah kembali lagi pada tahun 1944.
Ketika remaja ia
bersekolah di SMP dan SMA Frater Don Bosco
di Manado.
Setamatnya dari SMA,
ia meninggalkan desanya menuju Jawa. Ia kemudian kuliah di Institut Teknologi Bandung. Pada tingkat
empat, ia bersama Budi Brasali dan Ismail Sofyan mendirikan usaha konsultan
arsitektur bangunan yang berkantor di sebuah garasi. Setelah
Ciputra meraih gelar insinyur pada tahun 1960, ia pindah ke Jakarta.
Setelah
menyelesaikan kuliahnya di ITB, Ciputra mengawali kariernya di Jaya Group, perusahaan daerah
milik Pemda DKI. Ciputra
bekerja di Jaya Group sebagai direksi
sampai dengan usia 65 tahun, dan setelah itu sebagai penasihat. Di perusahaan
tersebut, Ciputra diberi kebebasan untuk berinovasi, termasuk di antaranya dalam
pembangunan proyek Ancol.Ciputra
saat ini dikenal sebagai sosok penyebar entrepreneurship / kewirausahaan
di Indonesia. Dalam setiap kesempatan, ia selalu menanamkan pentingnya
kewirausahaan untuk membuat bangsa Indonesia maju.
3) Irwan Prayitno
Ia punya nama lengkap yaitu Prof. Dr. H. Irwan
Prayitno, SPsi, MSc datang dari keluarga Minangkabau, Irwan menjalani
pendidikan menengah di Padang. Irwan Prayitno adalah
anak pertama, memiliki tiga adik, dari orang tua yang sama-sama dosen.
Jadi orang tua yang berpendidikan biasanya
mampu mendidik anak yang juga cerdas dan berkualitas. Masa kecilnya yang sering
pindah-pindah telah membuat pengalaman geografi dan pengalaman adaptasi sosial
semakin kaya. Irwan menjalani pendidikan menengah di Padang dan mulai
berkecimpung di organisasi sejak SMA, menjalani dua kali kepengurusan OSIS pada
tahun kedua dan ketiga di SMA Negeri 3 Padang. Selama di SMA, ia meraih
juara pertama di kelasnya dan selalu dipercayakan sebagai ketua kelas.
Ternyata anak-anak yang sempat menjadi ketua
Osis saat di SMA memiliki kemampuan leadership
yang bagus dan pada umumnya sukses setelah dewasa. Ini dibuktikan pada beberapa
teman. Teman penulis saat di SMA, Hidayat Rusdi, pernah menjadi ketua Osis di
SMA Negeri 1 Payakumbuh dan setelah dewasa ia sukses berkarir di Perusahaan
Perminyakan. Teman penulis yang lain, adalah juga bernama Rusdi, tetapi Rusdi
Thaib. Saat di SMA ia juga pernah menjadi Ketua Osis di SMA Solok, dan setelah
dewasa ia berkarir sebagai Dosen Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang dan di
Atase Budaya di Kantor Kedutaan RI- Kuala Lumpur. Betapa pentingnya para siswa
harus memiliki keterampilan leadership
saat masih kecil atau remaja, dengan harapan setelah dewasa akan lebih mudah
meraih sukses dalam karirnya.
Selanjutnya tentang Irwan Prayitno, ia
sempat berkeinginan melanjutkan kuliah ke ITB bersama dengan teman-temannya.
Namun, karena mempunyai masalah dengan mata, ia mengalihkan pilihan ke Universitas Indonesia. Setelah tamat SMA pada
1982, ia mendaftar ke Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.
Selama kuliah, selain menyibukkan diri
dengan berbagai kegiatan kemahasiswaan, ia banyak menghabiskan waktu di luar
kampus untuk berdakwah, mengajar di beberapa SMA swasta, dan menjadi konselor
di bimbingan belajar Nurul Fikri. Ini mengakibatkan kuliahnya tidak lancar.
Namun, menurutnya yang ia cari dalam pendidikan bukanlah nilai semata, tetapi
pengembangan diri.
Saat mulai masuk perguruan tinggi, ia aktif
dalam diskusi-diskusi dakwah dan perhimpunan mahasiswa. Ia pernah bergabung
dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta.
Akhirnya Irwan mampu menyelesaikan kuliahnya pada jurusan psikologi UI,
sayangnya IPK (Indeks Prestasi Kumulatifnya) cukup rendah.
Karena IPK rendah, Irwan memilih tidak
melamar pekerjaan di Jakarta. Ia memutuskan pulang ke Padang untuk berdakwah
dan melanjutkan mengajar kursus. Sebelum mengakhiri kuliahnya, ia telah
berpikir bagaimana merintis yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Semula,
Irwan merintis kursus bimbingan belajar Adzkia di Lolong-Padang pada tahun 1987. Selain dirinya, beberapa
pendiri Adzkia adalah sekaligus guru di antaranya Syukri Arief dan Mahyeldi Ansharullah.
Saat itu penulis kuliah di jurusan Bahasa
Inggris-IKIP Padang dan penulis juga menyibukan diri pada Perpustakaan Masjid
Al-azhar di Komplek Pendidikan IKIP dan UNAND. Di sana penulis berkenalan
dengan Bang Irwan Prayitno yang sering membawa anak sulungnya. Dan penulis
mengira itu adalah adiknya, ternyata adalah anaknya.
Penulis masih ingat bahwa pada awal
karirnya, ia sempat memberi bimbingan konsultasi gratisan bagi mahasiswa yang
mau kuliah melalui kegiatan amal yang diselenggarakan oleh Yayasan Amal Shaleh
di Air Tawar- Padang. Yayasan ini dibimbing oleh Dr Muchtar Naim, seorang
sosiolog dari Unand. Akhirnya Bang Irwan mendirikan kegiatan bimbingan belajar
dan juga menjadi aktivitas sosial yang lebih professional. Ia dan teman- teman
membuat kelas-kelas kursus.
Pada 1988, kelas kursus berpindah ke Komplek
PGAI, Jati. Bermula dari kursus bimbingan
belajar, Irwan membentuk Yayasan Pendidikan
Adzkia yang secara bertahap mewadahi taman kanak-kanak hingga perguruan
tinggi. Secara bertahap sejak 1994, Adzkia membuka jenjang perguruan tinggi,
selain taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah
kejuruan. Dalam pembinaan anak didik, ia mencurahkan ilmu psikologi yang
ditimbanya di bangku kuliah.
Perkembangan Yayasan Pendidikan Adzkia
berpengaruh pada kemapanan hidupnya, mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan.
Pada tahun 1995, Irwan mengambil kuliah di Selangor, Malaysia sambil membawa
serta istri dan anaknya. Namun, karena IPK rendah, lamarannya sempat beberapa
kali ditolak. Teman sesama aktivis dakwah di Selangor mempertemukannya dengan
Pembantu Rektor UPM (Iniversity Putra Malaysia). Kepada Prof. Hasyim Hamzah,
Irwan menyatakan kesanggupan menyelesaikan studi dalam tiga semester. Ia
mengambil kuliah S-2 bidang pengembangan SDM (Human Resource Development)
di UPM- Selangor. Tamat satu setengah tahun lebih awal dari waktu normal tiga
tahun pada 1996, ia melanjutkan kuliah S-3 di kampus yang sama.
Sehari-hari di Selangor, ia harus bekerja
keras mengurus keluarga. Saat itu, ia telah memiliki lima anak. Dengan istri,
ia berbagi tugas karena tak ada pembantu. Irwan mengaku, di antara kegiatannya,
dirinya hanya mengalokasikan sekitar 10 sampal 20 persen untuk kuliah. Kegiatan
dakwahnya tetap berlanjut. Bahkan, ia menunaikan dakwah sampai ke London, Inggris dan
harus mengerjakan tugas-tugas perkuliahan dalam perjalanan di dalam mobil,
pesawat, atau kereta api.
Move
on yang dilakukan oleh Irwan Prayitno sangat pesat.
Hidupnya mengalir, ia selalu melakukan proses hingga ia bisa menjadi Ketua
Partai Keadilan propinsi Sumatra Barat, menjadi anggota DPR RI, dan terus
menjadi Gubernur Sumatra Barat. Namun beberapa catatan awal hanya bertujuan
bahwa Irwan Prayitno kuliah ke Universitas Indonesia bukan untuk mencari
pekerjaan, namun untuk mematangkan pribadi, mengembangkan pemikiran,
intelektual, mengawas leadership,
kemampuan komunikasinya serta keberanian enterpreurship-nya.
4). Ibu Ade
Penulis tidak tahu dengan nama lengkapnya,
namun penulis sempat bercerita panjang dengannya di pasar Batusangkar. Yang
penulis tahu bahwa ia adalah Ibu kandung dari salah seorang murid penulis. Ibu
Ade dahulu juga kuliah di IKIP Padang dan setelah itu sempat menjadi PNS yaitu
sebagai seorang guru. Profesi guru akhirnya ditinggalnya, bukan profesi ini ini
tidak bagus, namun bakat berbisnis atau berwirausahanya lebih menonjol dan
memberi tantangan baginya. Penulis sempat bertukar cerita saat penulis
berbelanja di tokonya.
Ibu Ade punya bisnis dalam bidang properti
(pengembangan perumnas), jual-beliemas dan money
changer. Di daerah yang tidak jauh dari rumahnya, ia mengobservasi ada
hamparan tanah yang kurang produktif. Maka ia menemui pemilik tanah tersebut
dan terjadi transaksi. Pendek kata tanah tersebut telah menjadi milik Ibu Ade
dan selanjutnya dijadikan petak-petak atau “kavling” dan pembangunan perumahan
buat warga dan utamanya para PNS. Sekarang properti atau perumnas yang
dikembangkan oleh Ibu Ade menjadi Perumnas yang cukup popular di kota
Batusangkar.
Selain itu Ibu Ade juga menggeluti bisnis
jual beli emas dan valas (valuta asing). Ya tidak hanya Ibu Ade, tetapi juga
banyak orang yang memahami bahwa Jual beli valuta asing (foreign exchange
trading) semakin dilirik selain investasi saham, obligasi, emas. Berbisnis
pada bidang ini menekankan pada kecepatan transaksi dan juga keuntungan. Dalam
investasi ini perlu fokus penuh dan jeli dalam melihat pergerakan market dan
yakin saat mengambil keputusan. Ya sama seperti investasi lainnya, kita perlu
kenali dan pahami agar bisa menikmati hasilnya. Bagi pemula juga bisa melakukan
bisnis ini misal dengan cara mengikuti saja aktivitas para trader yang cukup
top. Dengan mengikuti pola trading mereka maka para investor pemula relatif
lebih mampu mengidentifikasi peluang serta menghindari kerugian dengan lebih
baik.
Penulis tidak menjelaskan bagaimana cara
berbisnis properti, emas, obligasi dan valas, namun ingin menginformasikan
bahwa kaum perempuan, seperti Ibu Ade, juga melihat bahwa kuliah di perguruan tinggi
bukan untuk mencari kerja, namun buat mematangkan pola berfikir. Malah
pekerjaan sebagai guru yang diberikan oleh perguruan tinggi telah ditinggalkan
oleh Ibu Ade, menjadi seorang guru itu bagus, sekali lagi bahwa Ibu Ade
merasakan adanya kepuasan kerja (satisfaction)
melalui karir sebagai pebisnis. Kemampuan melihat dan membaca peluang dan
keberanian untuk berbisnis telah mengantar Ibu Ade sebagai warga yang terkemuka
di kota Batusangkar.
5) Kasmiati
Ia tidak pernah kuliah di perguruan tinggi.
Ia menikah di usia muda, usia 22 tahun dan setelah punya 5 orang anak, terasa
ada himpinan masalah ekonomi yang mendera. Gaji suaminya sebagai prajutit TNI
tidak pernah mencukupi, hingga ia berhutang dan berhutang, akhirnya ia terpaksa
gali lobang tutup lobang untuk menutupi masalah keuangan. Namun masalah
keuangannya menjadi makin melebar.
Akhirnya ia menuntut ilmu pada life university (universitas kehidupan).
Maksudnya ia curhat kepada lingkungan, tetangga, kenalan dan famili yang
dianggap lebih dewasa dan tahu solusinya. Akhirnya ia tertarik berbisnis dalam
bidang kuliner dengan nama warung “Warung Ketupat Uni Upik”. Usahanya tidak
begitu besar, namun ia sudah memiliki beberapa orang karyawan untuk membantu
bisnis kulinernya. Ia mampu menyediakan kebutuhan sarapan pagi para
pelanggannya yang jumlahnya cukup banyak sebagaimana yang sempat penulis
saksikan. Di sini yang penting bagaimana proses kehidupan Uni Kasmiati mengalir
dalam merajut sukses pada bisnis warungnya.
Kita sering mendengar bahwa urusan perut itu
tidak bisa ditolerir. Ya, anggapan tersebut memang ada benarnya, karena
kebutuhan manusia akan makan dan minum sudah menjadi kebutuhan pokok yang sama
sekali tidak bisa ditunda-tunda. Dengan demikian, tak heran bila beberapa tahun
belakang ini banyak pebisnis makanan betebaran di mana-mana, mulai dari
pedagang makanan tradisional dengan istilah pedagang kaki lima, hingga pedagang
makanan modern yang diklaim sebagai pengusaha kafe dan resto.
Kasmiati membuka usaha warung makanan yang
modalnya cukup bisa dijangkau bagi kebanyakan orang. Sebenarnya bisnis makanan
dan minuman bermodal rendah dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai
jenis dan tempat usahanya.
Kasmiati dan suaminya Rostian tinggal di
rumah bedeng (asrama) milik Batalyon Denzipur. Kebetulan lokasinya di pinggir
jalan di persimpangan yang ramai di depan Rumah Sakit Umum. Kasmiati
memanfaatkan satu petak kecil lahan tidur dan mendirikan warung sederhana yang
terbuat dari papan. Semampunya ia menata perabot warung.
Ternyata Kasmiati melakukan survey sebelum
membikin warung. Orang- orang di kiri dan kanan menjual sate, nasi goreng,
pecal, dan beberapa jenis makanan lain. Ia menemukan produk khusus buat
usahanya yaitu “ketupat gulai”, ya sebagai produk unggulannya. Ia juga bakal
menjual produk yang sama seperti nasi goreng, nasi soto, nasi sup dan aneka
minuman. Ya hidup memang bersaing- tentu harus dengan persaingan yang sehat,
pelanggan bisa memilih sesuai dengan selera mereka.
Kasmiati merasa bersyukur karena bisa
memiliki lokasi usaha yang bagus, yaitu pada daerah persimpangan jalan di dekat
Rumah Sakit Umum. Ia berharap kelak pengunjung warungnya bisa ramai oleh
orang-orang yang membutuhkan jajan buat mengusir lapar.
Kasmiati membuat konsep warungnya yaitu
bagaimana agar outlet makannya dapat menarik pengunjung dan membuat mereka
nyaman untuk memasukinya. Konsepnya ya warung dengan tata ruang yang sederhana,
tetapi bersih dan nyaman. Dia juga memperhatikan pelayanan yang mengesankan. Ya
Kasmiati membutuhkan beberapa orang karyawan buat membantu. Dan karyawan
dilatih dan namun juga diaggap sebagai famili, agar mereka bekerja dengan
ikhlas dan setia, dengan bayaran gaji yang bagus. Karena karyawan juga
merupakan aset bisnis.
Kasmiati kemudian juga menguasai manajemen
keuangan. Disiplin adalah kunci untuk menjamin kondisi keuangan bisa selalu
baik-baik saja. Sederhananya dengan berbisnis kuliner keuntungan bersih yang
bisa diperoleh adalah 20 %. Kalau bisnis menghasilkan 100 % per bulan, maka 20
% masuk ke rekening pemilik bisnis kecil ini.
Untung atau rugi musti jadi perhitungan
dalam berdagang. Ada beberapa hal yang biasanya membuat bisnis kuliner bisa
tidak ada untung. Antara lain biaya bahan baku yang berlebihan, mestinya biaya
bahan baku bisa kontrol maksimal 60% dari target penjualan harian. Yang kedua
biaya operasional yang membahana, bisa jadi karena sewa tempat yang terlalu
mahal, jumlah karyawan yang terlampau banyak.
Sebelumnya Kasmiati tidak perlu menyewa
warung, karena hak pakai sebagai keluarga Batalyon Denzipur. Setelah suaminya
pension ia pindah dan menyewa warung untuk bisnis kulinernya. Alhamdulillah ia
masih dapat mengelola keuangan dengan baik hingga ia dapat memperoleh uang dari
bisnis kulinernya.
Dari uraian profil 5 orang tokoh di atas
terlihat bahwa betapa setiap orang memiliki keberanian dan kecerdasan pada
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Wawasan yang luas, selalu membuka
mata dalam pergaulan sosial membuat afektif kita menjadi kaya. Bertukar fikiran
dengan orang- orang yang berhasil, aktif dalam hidup (sosial) akan memberi
manfaat dalam mencari posisi kita di masa depan. Tentu saja selalu diperlukan
keberanian untuk mengambil keputusan untuk melakukan suatu tindakan.
Selasa, 09 Februari 2016
Kala Arca “Bertapa“ di Sekolah
Suasana tenang dan sejuk khas perbukitan
biasa membawa larut para siswa SMA Negeri 3 Batusangkar dalam belajar.
Namun, hari itu, suasana sontak berubah. Gelaran Pameran Cagar Budaya
yang diadakan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batusangkar tampak
menarik perhatian para siswa dan guru. Panel-panel yang memajang
informasi pelbagai objek Cagar Budaya pun kerap disesaki pengunjung.
Wajah-wajah penuh keingintahuan tersirat saat mereka mengamati setiap
deskripsi dan piktorial objek Cagar Budaya dari tiga provinsi: Sumatera
Barat, Riau dan Kepulauan Riau, yang merupakan wilayah kerja BPCB
Batusangkar.
Tak semata tampilan di atas kertas, para
siswa juga disuguhi bentuk dari benda-benda Cagar Budaya, seperti: Arca
Dwarapala, Arca Kuwera, hingga fragmen relief bata yang pada umumnya
ditemukan saat ekskavasi di Dharmasraya. Tak tanggung-tanggung, Prasasti
Pagaruyung dengan tinggi melebihi dua meter pun dihadirkan dalam bentuk
replika. Uniknya, pameran yang berlangsung 1 s/d 2 Desember ini mencoba
mengetengahkan sejarah peradaban masa lalu di Bukit Gombak yang
merupakan daerah sekolah tersebut berada. Ternyata, pada umumnya siswa
tidak mengetahui bahwa Bukit Gombak pernah menjadi objek penelitian
Arkeolog Jerman, Prof. Dr. Dominik Bonatz pada 2011 dan 2012 silam.
“Pameran ini menambah wawasan tentang
Cagar Budaya di sekitar kita. Seperti di lingkungan sekolah ini.
Sebelumnya saya tidak tahu ternyata pernah ada penelitian dari peneliti
luar negeri,” ungkap Padli Rahmad, siswa kelas XII.
Salah seorang guru SMA Negeri 3
Batusangkar, Marjohan Usman, menambahkan, kegiatan ini dapat
mengeksplorasi siswa terhadap pengenalan masa silam.
“Sehingga lewat mengenal inilah kita
dapat mencintai negara, dan kita pun akan memiliki sikap patriotisme,”
ujar peraih Guru Berprestasi SMA Tingkat Nasional 2012 tersebut.
Untuk lebih menarik kunjungan siswa, tim
BPCB Batusangkar juga mengadakan permainan interaktif yang memiliki
pendekatan dengan Cagar Budaya. Para siswa diminta merekonstruksi
kembali fragmen artefak berbahan keramik dan tanah liat. Permainan ini
terlihat amat diminati, terlebih setiap tim yang berhasil akan mendapat
hadiah.
Annida Ikrima, mengaku permainan tersebut
membantunya dalam mengenal salah satu metoda kerja arkeolog untuk
memperoleh bentuk suatu benda melalui tinggalan yang tersisa.
“Untuk kegiatan pameran ke depannya, agar
lebih diperbanyak lagi permainan yang bersifat pengenalan Cagar
Budaya,” saran siswi kelas XI itu.
Harry Iskandar Wijaya, salah seorang tim
dari BPCB Batusangkar mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu
bentuk publikasi kepada kaum muda untuk mengenal Cagar Budaya.
Minggu, 31 Januari 2016
Alvin Salendra
Alvin Salendra, Mahasiswa dari Pontianak berkunjung ke SMAN 3 Batusangkar dan mejeng di jalan raya dekat SMAN 2 Batusangkar
Alvin berjumpa dengan Marjohan Usman
Alvin berjumpa dengan Marjohan Usman
Rabu, 13 Januari 2016
Mencegah Drop-Out Sedini Mungkin
Mencegah
Drop-Out Sedini Mungkin
Semua
orang tua sangat memahami tentang betapa
pentingnya manfaat pendidikan bagi anak. Mereka semua selalu mendukung
kelangsungan pendidikan dan malah mencarikan sekolah terbaik buat anak-anak
mereka. Sekaligus ini juga bentuk respon yang kuat atas kebijakan pemerintah dalam
menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Kemudian malah secara spontan mereka melanjutkan
wajib belajar secara spontan buat anak hingga kelas 12 (di Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas).
Fenomena sosial bahwa
cukup banyak orang tua yang juga menginginkan putra-putri mereka untuk
memperoleh pendidikan tinggi. Hingga sekarang di berbagai kota telah
bermunculan cukup banyak perguruan tinggi, dan ini memberi sinyal bahwa orang
tua sangat peduli untuk memberi anak-anak mereka pendidikan yang lebih tinggi.
Harapan
mereka pada anak adalah agar mereka bisa menyelesaikan pendidikan mereka dari
SD, SLTA terus hingga SLTA dan Perguruan tinggi. Namun dalam pelaksanaannya
tidak mudah- tidak seperti membalik telapak tangan- karena ada harapan yang tidak terpenuhi. Kita dapat menjumpai fenomena
bahwa banyak pendidikan anak-anak mereka yang tercecer di tengah jalan.
Maksudnya mereka putus sekolah atau drop
out dalam menjalani pendidikan ini.
Angka
putus cukup banyak terjadi di tengah- tengah kehidupan kita. Bila kita
bandingkan tentang fenomena putus sekolah di negara kita dengan di negara-
negara maju, maka kita menjadi malu karena
memikirkan eksistensi pendidikan dan kegagalan akademik negara kita. Menurut
Ketua Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan- Kerlip (http://rumahkerlip.blogspot.co.id/),
tentang angka drop out- menyebutkan bahwa jumlah anak terlantar tersebar di 34
provinsi mencapai 4,1 Juta jiwa (Kemensos RI, 2014) dan menurut Ditjen
Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal - PAUDNI, tahun 2014 tercatat
bahwa ada 7,39 juta anak putus sekolah.
Bruce Stronach (1995)
menulis tentang sosial, budaya dan pendidikan di Jepang. Drop out juga terjadi di negara maju, seperti di negara Jepang-
namun angkanya sangat kecil, kalau angka drop out kita sangat besar. Kementerian
Pendidikan Budaya Olahraga Sains dan Teknologi Jepang
mengumumkan hasil surveinya- Maret 2014
(http://www.tribunnews.com/internasional/2014) tentang angka drop-out pendidikan masyarakatnya. Bahwa
sekitar 60.000 siswa yang menempuh pendidikan di sekolah kejuruan dan Perguruan
tinggi (universitas) di Jepang mengundurkan diri di tengah jalan alias drop out (DO). Jumlah tersebut tersebut
terjadi karena faktor pencarian kerja paruh waktu atau kerja non permanen yang dilakukan
oleh siswa dan mahasiswa. Dorongan mencari kerja ini karena kehidupan di Jepang
memang sangat mahal, membutuhkan biaya
untuk hidup yang besar.
Persentase 60 ribu dari
total penduduk Jepang 127 juta adalah sekitar 0,0005 % (5 per sepuluh ribu)
pertahun. Sebaliknya kalau di negara kita, seperti yang telah disebutkan di
atas, ada 7,39 juta anak yang drop out dari sekolah pertahun.
Persentasenya untuk ukuran penduduk kita 260 juta adalah 0,029 % (29 perseribu)
pertahun. Angka 60 ribu dibandingkan dengan angka 7,39 juta tentu jauh sangat
kecil, yaitu 1:125.
Angka drop out di Jepang juga ada penyebabnya.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Japan
Institute for Labour Policy and Training, terhadap 2.000 responden yang
berusia 20-an yang berdomisili di Tokyo pada tahun 2011 memperlihatkan hasil
bahwa separuh (50 persen) dari yang berhenti sekolah/kuliah (drop out) tersebut karena desakan hidup
yaitu memiliki pekerjaan tidak tetap dan 14 persen di antaranya tidak bekerja.
Sementara itu penyebab
utama putus sekolah di Indonesia adalah faktor kemiskinan. Kondisi ekonomi
negara kita dibandingkan negara maju masih belum beruntung. Jumlah anak miskin
mencapai 44,4 juta anak atau lebih dari 50% dari seluruh populasi anak
(UNICEF, 2012). Separuh dari 83 juta anak Indonesia tidak memiliki akta
kelahiran yang seharusnya menjadi hak mereka. Jumlah anak yang kekurangan gizi
pada tahun 2014 meningkat dari 15% menjadi 17%. Mereka berasal dari daerah
kantong-kantong kemiskinan, terpencil, terluar dan tertinggal.
Selain faktor
kemiskinan, faktor pendidikan orang tua yang rendah dan minimnya ilmu parenting orang tua juga pemicu
terjadinya putus sekolah bagi anak- anak Indonesia. Malah karena kegagalan
mendidik orang tua- fail parenting- maka jumlah anak berhadapan
dengan hukum/berstatus tahanan atau narapidana jugasignifikan banyak yaitu
5.730 orang. BNN menyebutkan bahwa 22% pengguna narkoba di Indonesia adalah
pelajar dan mahasiswa.
Terkait dengan fenomena
drop-out, ada 2 bentuk respon sekolah
yaitu ada sekolah yang sungkan untuk mengungkapkan jumlah drop out, takut akan mengganggu proses perekrutan murid di sana,
tetapi ada pula sekolah yang secara terbuka mengungkapkan jumlah murid yang drop out dari sekolahnya. Namun kalau di
negeri kita pihak sekolah atau Dinas Pendidikan seolah-olah membiarkan saja
anak-anak yang drop-out. Semua
berpulang kepada keputusan orang tua mereka.
Kalau digambarkan
perbandingan grafik demografi antara Jepang dan Indonesia, maka akan terlihat
gambar yang sangat mencolok. Yaitu kalau di Jepang saat memasuki pendidikan
Sekolah Dasar tercatat jumlah muridnya sebanya 100 %. Kemudian saat masuk SMP
dan tamat SMP populasinya tetap sebanyak saat berada di SD. Kemudian ke
pendidikan SLTA dan tamat dari SLTA juga tetap 100 %. Kemudian masuk ke Perguruan
tinggi dan tamat dari Perguruan tinggi populasi mahasiswa tetap 100 % atau
karena ada yang tercecer di jalan karena drp-out dalam angka yang kecil maka
tamatan Perguruan tinggi tetap mendekati angka 100 %. Dengan demikian grafik
demografi pendidikan Jepang dari SD hingga Perguruan tinggi menyerupai sebuah
limas yang hampir sempurna.
Cukup kontra dengan
gambar grafik pendidikan di tanah air kita. Saat masuk SD ada populasi siswa
sebanyak 100 %, saat tamat SD bisa jadi menjadi 90 %, karena ada sekitar 7 juta
anak yang drop out. Kemudian terus ke
SMP dan saat tamat ada lagi yang tercecer dan tingga menjadi 80 %. Selanjutnya
melanjutkan ke SLTA dan saat tamat tercecer lagi dan tinggal 65 %. Kemudian
yang melanjutkan ke Perguruan tinggi juga berkurang, mungkin hanya 40 % dan
nanti saat wisuda dari Perguruan tinggi hanya 35 %, karena juga ada yang
tercecer di jalan. Dengan demikian gambaran grafik demografi pendidikan kita
hampir menyerupai sebuah Piramida. Dengan demikian kira perlu merasa bersimpati
atas fenomena pendidikan dan harus bisa menemukan penyebab dan solusinya.
Penyebab tercecernya
pendidikan anak-anak kita, sehingga mengalami drop-out, adalah faktor kemiskinan. Secara umum orang hanya melihat
gara-gara kemiskinan harta. Pendapatan yang sangat rendah sehingga tidak punya
dana buat menggenjot mutu pendidikan anak. Dibalik itu bahwa beberapa bentuk
kemiskinan yang memberi dampak pada anak-anak untuk melarikan diri dari sekolah
atau drop-out. Yaitu kemiskinan pada
SDM orang tua, SDM guru di sekolah dan faktor media atau sarana buat mendorong
anak untuk termotivasi dalam bergairah untuk belajar.
Saat lahir semua anak
memiliki tingkat kepintaran yang sama, yaitu menangis dan mengeluarkan bunyi
yang belum punya makna. Namun setelah 5 tahun, 10 tahun atau berusia remaja
terlihat perbedaan kepintaran pada unsur verbal,
numerical dan sosial, dll. Semua
perubahan yang menunjukan kualitas diri sangat ditentukan oleh peran sentuhan,
rangsangan, pengarahan dan didikan dari orang tua. Seperti kata sebuah ungkapan
“the man behind the gun”. Kualitas
penggunaan sebuah senjata ditentukan oleh siapa orang yang memegangnya. Apakah
mau bertujuan baik atau bertujuan kurang baik (?).
Seorang yang terlahir
dari keluarga yang tidak mengenal konsep parenting,
bagaimana menjadi orang tua yang ideal, dan orang tua yang tidak memahami
bagaimana mengelola rumah tangga dan mengadopsi gaya memimpin keluarga bersifat
laizes faire (serba membiarkan) maka mereka akan menumbuhkan anak ibarat
bunga liar yang tumbuh di luar taman. Yaitu seorang anak yang berpotensi yang
terkesan salah urus dan salah asuh.
Bila kita sempat
tinggal dengan saudara-saudara kita yang mengadopsi pola keluarga di kelas,
maka terlihat manajemen keluarga tanpa job-description
yang jelas. Rumah mereka dari pagi hingga datang lagi malam bising dengan
hingar binger suara televisi. Anak- anak tidak mengenal disiplin waktu,
sehingga cukup banyak yang bisa tertidur hingga larut malam. Makanya banyak
anak anak Indonesia yang kurang tidur hingga pergi sekolah dengan mata
mengantuk.
Cukup banyak kritikan
yang bisa dilontarkan pada orang tua. Mulai dari gaya berbahasa orang tua yang
satu arah- hanya sebatas menyuruh, memerintah dan memarahi, hingga kepada orang
tua yang tidak tahu cara melatih anak untuk tahu memiliki tanggung jawab dimana
semua pekerjaan dimonopoli oleh orang tua. Anak anak yang miskin dengan
pengalaman hidup akan tumbuh menjadi orang yang juga kurang kualitas.
Guru di sekolah
merupakan orang tua kedua bagi anak. Dimana mereka punya tanggung jawab dalam “teaching and educating”, yaitu mendidik
dan mengajar atau menumbuhkan kognitif dan karakter positif. Namun dalam
realita adalah banyak guru yang bersifat sebagai “guru kurikulum”.
Ngainun Naim (2009)
mengatakan bahwa guru kurikulum adalah mereka hanya sekedar pintar memindahkan
isi buku ke dalam otak anak. Mereka tepat disebut sebagai “academic worker”. Yang dibutuhkan anak adalah guru yang inspiratif,
guru yang berbagi waktu untuk memberi pencerahan. Maka sang guru paling kurang
harus betul-betul menguasai dan mengaplikasikan kompetensi guru seperti
“kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesioinal”.
Guru yang memiliki dan
mengaplikasikan empat kompetensi perlu untuk selalu belajar dalam kehidupan.
Belajar tentu butuh membaca, namun inilah fenomena bahwa banyak guru yang tidak belajar lagi dalam kehidupannya.
Mereka hanya sekedar mengulang ulang menyentuh buku-buku teks untuk ditampilkan
buat siswa pada hari berikutnya. Saat siswa kehilangan gairah belajar, lemah
minat dan motivasi belajar maka mereka kurang bisa memberi respon yang
dibutuhkan anak- malah cukup banyak membuat jarak atau menjadikan konflik. Maka
tumbuhlah problem demi problem dalam pengajaran.
Agar angka drop-out bisa berkurang, dan bila perlu
bisa mencapai titik nol, dengar arti kata menciptakkan “zero drop out” maka perlu dicari solusi.
Pencegahan sejak dini lebih bagus sebelum drop-out
terjadi. Penyebab utamanya adalah dari rumah. Pengalaman penulis yang beberapa
tetangga yang anak-anaknya mengalami drop-out
pada usia dini.
Anak-anak ini memang berasal
dari keluarga yang miskin. Tidak hanya miskin secara finansial, namun juga
terbelakang dari segi budaya. Tidak ada materi bacaan di rumah, tidak ada
fasilitas pendidikan dan tidak ada konsep mendidik.
Sangat diperlukan
campur tangan pemerintah untuk menyelenggarakan program atau kursus parenting bagi pasangan yang ingin
melaksanakan pernikahan. Agar kelak mereka bisa membina rumah tangga tanpa
meraba- raba. Lebih lanjut pemerintah perlu memberikan kursus-kursus parenting untuk berbagai lapisan masyarakat
agar bisa terbentuk keluarga yang punya kualitas dalam mendidik keluarga
mereka.
Bagi keluarga perlu
untuk memiliki perpustakaan keluarga dan mengajak anggota keluarga mereka untuk
peduli dengan membaca untuk menambah wawasan. Bagi keluarga yang telah
mempunyai anak maka perlu segera untuk memperkenalkan disiplin waktu kepada
mereka. Anggota keluarga perlu memiliki jadwal kegiatan di rumah, mulai dari
bangun hingga pergi tidur lagi. Kemudia anak-anak perlu untuk diberi tanggung
jawab, ini berguna untuk melatih mereka menjadi warga yang tahu dengan tanggung
jawab.
Juga keluarga yang
sukses dalam membangun semangat belajar anak- dan menghindari drop out- adalah yang peduli selalu
memotivasi anak untuk belajar. Mereka membangun komunikasi yang dua arah dengan
gaya memimpin orang tua yang demokrasi. Ada suasana kebersamaan dan rumah bebas
dari suasana bising. Ada selalu budaya belajar, beraktivitas dan penghargaan
atas partisipasi buat setiap anggota keluarga.
Sekolah yang efektif
juga berkontribusi untuk mendukung semangat belajar anak. Sekolah dan guru
memberi pelayanan prima, tidak hanya sebatas mengejar target kurikulum, namun
juga mengoptimalkan proses kegiatan belajar anak untuk menumbuhkah kognitif,
psikomotorik dan afektif mereka. Sekolah efektif tentu saja merupakan sekolah
yang menarik sehingga mampu mengundang partisipasi siswa buat belajar dan
mengoptimalkan potensi mereka. Dengan demikian melalui peran rumah dan sekolah
akan mampu mengurangi drop out
anak.
Langganan:
Postingan (Atom)
Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"
SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...
-
Semangat Eksplorasi Dan Kualitas Pendidikan Oleh. Marjohan M.Pd Guru SMA Negeri 3 Batusangkar Kata lain dari “eksplorasi” adalah menjelajah....
-
Orang Lintau Juga Bisa Jadi Doktor (Inspirasi dari pr...
-
Kemampuan Akademik Dan Pengalaman Kerja Yang Berimbang Oleh: Marjohan, M.Pd Ilmu Pengetahuan Bisa Jadi Usang Saya sangat tertarik ...