Rabu, 14 Juni 2017

Peraturan Tertulis Dalam Manajemen Keluarga



Peraturan Tertulis Dalam Manajemen Keluarga

            Saya tidak habis pikir mengapa orang-orang dari negara maju, terutama dari negara-negara benua Eropa, Amerika, Jepang dan Australia, sangat mudah mengekspresikan tiga kata penuh simpati, yaitu “thank you, I am very sory, and very good”. Orang yang bukan berbahasa Inggris, seperti Jerman juga juga mudah mengatakan “prima danke”. Atau orang Perancis juga mudah mengekspresikan “ Je suis desole, merci beaucoup, et c’est bon”.
            Orang kita yang belajar bahasa Inggris juga mudah mengekspresikan “thank you, very good and I am very sorry”. Namun dalam percakapan menggunakan bahasa ibu atau bahasa Indonesia, mereka tidak begitu sering mengucapkan kata “maaf, kamu pintar, atau terima kasih”. Kecuali bagi orang-orang yang cukup terdidik. Mengapa hal ini terjadi ?
            Rasa ingin tahu saya selalu muncul, mengapa anak-anak kecil di negara-negara tersebut juga mudah mengungkapkan “thank you and  I am very sorry !” Untuk hal-hal kecil mereka dengan enteng mengucapkan “thank you” terloncat dari mulut mereka yang mungil itu. Kalau dihitung-hitung bahwa bisa jadi mereka telah mengucapkan 20 hingga 50 kali kata “terima kasih atau thank you” setiap hari.
            Cukup kontra dengan masyarakat kita, dan saya tidak bermaksud underestimate pada bangsa sendiri, bahwa kata-kata “terima kasih, maaf dan bagus” belum dipakai pada semua kalangan masyarakat. Kata terima kasih hanya sebagai pajangan pada tembok atau papan, misal “Terima kasih atas kunjungan anda ! Terima kasih atas perhatian anda ! Terima kasih atas partisipasi anda !” Namun dalam realita, dalm kehidupan sehari-hari bahwa kata “terima kasih dan maaf” juga susah terucap dari mulut secara spontan. Hanya orang-orang yang membiasakan diri yang terlatih untuk mengekspresikannya.
            Suatu ketika saya berpergian dari Padang menuju Batusangkar dengan mobil travel eksekutif. Beberapa menit setelah mobil berangkat naik lagi seorang perempuan muda yang cantik, dan saya pikir dia adalah seorang mahasiswa tingkat terakhir. Dia terlihat begitu sibuk dengan phonecell-nya. Dia terlihat sebagai seorang perempuan yang ribet, karena disibukan dengan medsos menggunakan dua gadget sekaligus sepanjang perjalanan.
            Saya tidak berharap dia menyapa saya, hanya kalau boleh sedikit basa-basi meluangkan untuk sekedar bertegur sapa- dengan mengataan permisi pak/ permisi uni/ permisi om saat masuk mobil- dengan teman sebangku lainnya dalam mobil. Namun itulah fenomena sekarang bahwa hampir banyak orang merunduk dengan mata melotot menatap layar gadget selama berjam-jam dan nilai-nilai sosial sudah pada beterbangan.
            Mobil travel hanya diisi oleh 6 orang penumpang. Namun semua punya privacy, menutup diri dan masing-masing enggan untuk berkomunikasi. Juga masing-masing memasang wajah serius atau wajah formal.
            Sekali-sekali saya mencuri tahu tentang apa yang dilakukan oleh perempuan muda itu dengan androidnya. Ya seperti kebanyakan anak-anak muda zaman sekarang, dia sibuk dengan fitur media sosialnya- ada Facebook, Twitter, WA, Line, BBM, SMS, dll. Barangkali ia memiliki banyak kontak number, mungkin hingga ke seluruh penjuru tanah air dan betapa ia ribet dan sibuk ibarat seorang operator telepon selluler. Ia sibuk membalas message yang datang silih beranti. Ia hanya berhenti dengan gadgetnya begitu sopir menghentikan mobil dekat rumah-kosannya di Batusangkar.
            Ia melangkah ke luar, ia tidak sadar kalau androidnya yang berada di kantong celananya meluncur dan tertinggal di bangku mobil. Spontan saya memungut dan meneriakan (memanggilnya) bahwa phonecell nya tertinggal- “phoncell-nya tertinggal dek !!!”. Dia berbalik dan memungut phonecell-nya dengan enteng tanpa basa-basi mengucapkan sepatah kata “terima kasih” pada saya.
            Saya tidak bermaksud menggeneralisir bahwa ini adalah fenomena orang muda atau sebahagian mahasiswa sekarang. Namun mahasiswi yang ribet tadi-tidak punya waktu mengungkapkan rasa terima kasih- merupakan salah seorang oknum yang telah gagal dalam mengaplikasikan dan memahami betapa penting kita dalam hidup harus mampu mengucapkan terima kasih pada orang lain.
            Sekali lagi bahwa saya tidak bermaksud buat memuji bangsa Barat. Namun hanya sebagai ilustrasi saja bahwa umumnya keluarga di sana betapa entengnya, mulai dari anak-anak hingga generasi tua, dalam mengucapkan kata-kata maaf, memuji dan juga berterima kasih. Teman saya orang Australia, keturunan Inggris, selama berlibur di tempat saya puluhan kali mengucapkan “thank you very much, sorry and very good”.
            Ternyata kata-kata bertuah ini tidak muncul dan terucap dengan sendirian dari mulut warga di sana. Penduduk atau keluarga merekalah yang membuat mereka menjadi lebih santun dan beretika, dan sekaligus menumbuhkan karakter berbahasa yang lebih bernilai kuat. Bahwa kunci keberhasilan mereka dalam menanamkan kata-kata maaf, terimakasih dan memuji adalah melalui house rule- yaitu peraturan tertulis yang dirancang oleh orangtua buat mejalankan majajemen keluarga mereka.
            Sebagaimana halnya dengan perusahaan, ada perusahaan yang tumbuh maju dan juga ada perusahaan yang mundur, bangkrut dan hancur. Itu terjadi dari keberhasilan atau kegagalan dari seni manajemen perusahaan. Demikian pula dengan keluarga/ rumah tangga, tentu ada yang sukses manajemennya dan sebaliknya juga ada yang gagal.
            Dalam pandangan orang-orang yang berpikiran maju bahwa keluarga/ rumah tangga juga butuh manajemen. Rumah tangga di seputar kita juga punya manajemen, namun sayang mereka belum membuat peraturan keluarga yang jelas- yang tertulis. Sehingga tidak jelas apa yang boleh dan apa yang tidak boleh- some do’s and some don’ts.              
            Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa umumnya rumah tangga yang di negara-negara maju mereka memiliki house rule- yaitu berisi peraturan tertulis tentang manajemen keluarga. Peraturan tersebut muncul dari gagasan, ide/opini dan keputusan dari kesepakatan ayah dan ibu atau suami dan istri. Salahsatu dari bentuk dari peraturan keluarga (house rule) adalah sebagai berikut: 
            1). Dengar dan hormati orang tua.
                 - Tanpa memprotes kembali, mengeluh atau membanting benda-benda di rumah
                   ini.
            2). Hormati keluarga dan teman-teman.
                 - Berbagilah, berikan bantuanmu dengan ikhlas, jangan menendang-nendang
                   dalam rumah, bersikap sopan dan gunakanlah kata-kata yang baik dan ramah.
            3). Selalu berbicara benar.
            4). Peduli pada kondisi tubuh.
                - Pilihlah makanan yang bersih dan sehat, gosok gigi secara teratur, jaga
                 kebersihan diri, berpakaian rapi dan bersiap-siap ke sekolah tepat waktu, tidur
                 pada waktunya- yaitu jam sekitar 9.30- 10.00 malam.
            5). Jaga keamanan dan kebersihan rumah.
                - Bersihkan meja dan ruangan setelah makan, singkirkan mainan, tempatkan
                pakaian kotor pada keranjang khusus, dilarang memanjat dan melompat-lompat
                dalam rumah.
            6). Peliharalah benda-benda milik pribadi, hormati benda-benda milik orang lain.
                Berterima kasih atas apa yang kita miliki, minta permisi bila ingin menggunakan
                benda-benda yang bukan milik kita, bermainlah dengan baik, setelah bermain
                maka tempatkan benda tersebut dengan baik dan rapi.
            7). Jadilah orang yang ramah dan suka membantu satu sama lain.
            8). Gunakan kata-kata please dan thank you.
            Jadi seseorang bisa mengucapkan kata please dan thank you bukan dibawa sejak lahir, atau muncul secara pontan, namun memang karena diprogramkan dan dkonsisikan melalui peraturan keluarga sehingga muncul menjadi sebuah karakter. Komitmen dalam manajemen (menata) keluarga antara ayah dan ibu dan juga melibatkan anak merupakan hal-hal yang tidak bisa ditawar-tawar untuk mentaatinya. Terutama orangtua harus dulu mengikuti/ mentaati peraturan keluarga ini agar bisa menjadi model bagi anggota keluarga yang lain.
            Untuk lebih kebijakan lebih spesifik maka orang tua perlu membuat peraturan keluarga buat ditaati oleh anak-anak. Peraturan tersebut ditata dan ditulis dengan huruf yang lebih besar dan dihiasi agar bentuknya menarik. Berikut bentuk larangan dan suruhan (some do’s and some don’ts) sebagai familly rule buat anak-anak.
1). Anak-anak akan menyapa orangtua dengan kata “hi mom ! hi dad !” bila mereka
     memasuki rumah dan akan mengucapkan “good bye” bila mereka berangkat.
2). Anak-anak akan selalu menghormati orangtua, guru-guru dan orang-orang tua
     lainya.
3). Anak-anak akan bersikap baik pada saudara-saudaranya.
4). Anak-anak ikut menjaga rumah terlihat rapi dan bersih.
5). Anak-anak selalu memelihara rambut, tubuh dan gigi mereka bersih setiap hari.
6). Anak-anak tidak akan mengiterupsi bila orangtua sedang berbicara.
Lebih lanjut bahwa dalam melaksanakan manajemen keluarga, memang dibuat familly rule yang tertulis. Pada beberapa keluarga, mereka menulis familly secara umum terutama tentu saja ditekankan buat anak-anak dan tamu yang menginap di rumah. Berikut bentuk general familly rule tersebut :      
1). Dilarang berlari dalam rumah, kalau kamu dalam keadaan badmood maka
     beradalah dalam kamarmu sendiri.
2). Dilarang bercanda dengan gerakan fisik yang kasar.
    - Jangan menyerang, menendang, meninju, mengigit, menyiku dan saling
     menyakiti.
3). Tidak diizinkan membawa makanan dan minuman keluar dapur.
4). Kalau kamu butuh sesuatu mintalah secara baik-baik.
    - Kalau kamu merasa sedih atau marah maka berbicaralah dengan ibu atau ayah.
    - Jangan berbicara tentang hal hal privacy dengan semua orang.
    - Bawalah piring piring kotor ke tempat pencucian dan cucilah hingga bersih.
    - Kalau berbicara jangan berebutan, saling mendengarlah.
    - Tidak diizinkan membuat orang lain jadi sedih.
    - Kalau dikatakan stop (berhenti) maka berhentilah.
Dalam kemajuan teknologi sekarang, maka benda-benda moderen tersebut juga hadir dalam rumah-rumah mereka, terutama benda-benda yang berhubugan dengan teknologi komunikasi seperti komputer, gadget, notebook, android, televisi, dll. Pada keluarga moderen mereka tetap menerapkan adanya peraturan keluarga dalam menggunakan bena teknologi tersebut. Berikut salah satu bentuk- some do’s and some don’ts- dalam penggunaan benda teknologi atau familly rule for technology:
1). Dalam rumah ini teknologi adalah milik bersama bukan milik pribadi maka patuhi
      peratura keluarga.
2). Semua penggunaan teknologi harus disetujui oleh orangtua terlebih dahulu, kalau
     tidak disetujui jangan menggunakannya.
3). Kami menghargai nilai manusia melebihi nilai teknologi.
4). Jangan membawa peralatan teknologi ke meja makan.
5). Tidak dibenarkan menggunakan teknologi dalam kondisi pintu tertutup.
6). Kewajiban dan pekerjaan rumah harus diselesaikan setelah itu baru boleh
     menonton TV atau video game.
7). Gunakan teknologi seperlunya, bila tidak akan ditahan.
Itulah poin-poin dari peraturan buat keluarga yang berisi tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Bahwa secara umum anak-anak dan juga para remaja berpikir bahwa bila liburan tiba mereka boleh berbuat lebih bebas. Namun lagi-lagi keluarga dari dunia maju membuat peraturan keluarga buat menghadapi liburan sekolah.
Berikut tentang school holiday rule buat anak-anak di rumah. Anak-anak baru boleh menggunakan iPad dan TV seberapa suka selama tugas-tugas berikut telah dikerjakan, yaitu:
- Sudah merapikan kamar tidur.
- Sudah sarapan pagi.
- Sudah mandi dan berpakaian yang bersih.
- Sudah menggosok gigi.
- Sudah merapikan rambut.
- Sudah membaca paling kurang selama 20 menit.
- Sudah menulis atau mewarnai.
- Sudah membersihkan satu kamar (ruang TV/ kamar tidur).
- Sudah membantu anggota keluarga, tanyakan kalau ada pekerjaan yang bisa kamu
  lakukan.
Kalau semua poin-poin di atas telah dikerjakan maka anak-anak boleh menonton TV atau bermain dengan iPad. Masyarakat awam awam berpikiran bahwa gambaran tentang bangsa barat seperti dicitrakan oleh film-film atau artikel-artikel yang mengupas tentang hal-hal negatif, seperti cara berpakaian mereka berbeda dari orang timur. Kemudian mereka menganut kehidupan serba bebas. Dibalik itu orang barat juga menjunjung moral yang tinggi seperti jujur, disiplin, menghargai waktu, peduli degan sesama dan juga berkarakter sebagaimana yang ditunjukan oleh cara-caramereka berbahasa. Karakter positif ini bia tubuh lewat menerapkan house rule atau familly rule. Denga demikian peraturan tertulis untuk keluarga- yang mungkin namanya familly rule atau house Rule memang merupakan kunci untuk manajemen keluarga dan sekaligus untuk membina karakter keluarga.

Mengkonsumsi Junk-Food Dengan Bijak



Mengkonsumsi Junk-Food Dengan Bijak

            Saya sangat terkesan membaca sebuah buku yang berjudul “Hidup Sederhana” yang ditulis oleh Desi Anwar (2015: 85-86). Salah satu sub-judul buku tersebut adalah ”makan dengan bijak”. Dia mengatakan bahwa makan itu bukan sekedar memasukan makanan apapun yang kita suka ke dalam mulut untuk memuaskan rasa lapar. Namun kita perlu makan dengan bijak. Makan dengan bijak adalah mengetahui apa yang sedang kita makan. Kita memahami bagaimana makanan itu diproses dan bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh.
            Kita telah berada di zaman moderen dan kita sering berbelanja di kedai-kedai moderen yang bernama supermarket, swalayan atau mart. Di sana bertebaranan makanan yang telah dikemas dalam kaleng. Setiap kotak, kaleng, stoples, bungkus, kemasan dan botol yang ditemukan di kedai moderen ini memiliki label. Kita selalu melihat label tersebut, hanya saja kita kurang peduli buat membacanya. Lihatlah pada daftar bahan-bahan pembuatnya. Sungguh menakjubkan namun di sana juga tertera angka dan nama yang sungguh asing bagi kita. Itu semua adalah zat pewarna, zat tambahan, zat pengawet, dan berbagai tambahan zat kimia sehingga makanan tersebut terlihat, terasa seperti adanya dan tahan lama.
            “Makin panjang daftar bahan-bahannya, makin tidak alami makanan yang kita makan itu dan makin sedikit kandungan alaminya. Makan tersebut mungkin terlihat lebih bagus, lebih mengkilap dan lebih manis, tetapi tidak terlalu menyehatkan”.
Makanan ringan yang dijual di warung-warung milik warga sekitar 30 tahun yang lalu masih serba alami. Yang ada kue lopi, nasi ketan, lemper bugis, jagung bakar, goreng ubi, goreng singkong, dan ada lusinan nama jajanan yang lain. Jajanan ringan tersebut cukup sehat dan aman untuk kesehatan. Saya sendiri sering mengkonsumsi jajanan ini (pisang goreng dan nasi ketan) sebagai pengganti sarapan pagi, dan jajanan ini cukup mengenyangkan.
            Tiga puluh tahun lalu jarang saya mendengar orang yang menderita sakit berat  akibat salah konsumsi makanan atau mengkonsumsi makanan/ jajanan yang kurang  sehat. Ukuran rumah sakit tidak sebesar sekarang dan jumlah pasien juga tidak begitu ramai. Di perkotaan juga belum banyak tersedia klinik-klinik kesehatan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit langka dan saat itu jumlah orang yang sakit serius juga tidak sebanyak sekarang.
            Di luar warung juga tidak banyak variasi jajanan yang bisa dibeli. Anak-anak belum kenal dengan buah-buahan import. Mereka sangat doyan dengan buahan tropis yang tumbuh di seputar rumah seperti: jambu, pepaya, manggis, mangga, alpukat, dll. Buah-buahan ini sangat menyehatkan orang-orang yang hidup di daerah tropis.
            Namun di tahun 2000-an ini apa yang terjadi ? Saya susah payah buat menemukan jajanan alami yang biasa saya konsumsi saat saya remaja dulu. Cukup susah menemukan sepiring rujak, lopi dengan kuah gula aren, nasi ketan campur srikaya, dll. Yang lebih mudah adalah buat menjumpai makanan cepat saji, yang kaya dengan  zat pewarna dan zat penambah ras lainnya. Jumlah kuliner memang tumbuh pesat, namun butuh ketelitian dan kejelian kita buat mendapatkan makanan sehat. Saya merasa lapar dan setelah saya menkonsumsi semangkok makanan cepat saji, aneh kerongkonan saya terasa kering. Itu semua adalah efek dari zat-zat kimia yang bertaburan dalam kuiner yang tidak sehat dan setiap detik akan menghancurkan kualitas kesehatan kita.
            Makanan-makanan cepat saji memang sangat indah bentuknya dan sangat sedap rasanya. Setelah saya intip ternyata rasa sedap itu terbentuk dari taburan zat-zat kimia yang bernama “bumbu kimia”. Dalam istilah internasional makanan-makan ini bernama “junk-food” atau makanan rongsokan, dan sungguh minim dengan nilai kesehatan. Saya bukan menteror anda (para pembaca) untuk memboikot makanan ini, namun konsumsilah dengan bijak. Saya pun masih mengkonsumsi junk-food, tetapi bukan sebagai makanan utama dan juga bukan sebagai buat gaya hidup. Saya hanya mengkosumsi junk food sekali-sekali dan setelah itu saya lebih rajin mengkosumsi sayur dan buahan segar, agar efek zat kimia yang jahat kembali netral dalam lambung saya.
Setiap kali saya ikut makan bersama teman atau saya lagi berada di sebuah restoran dengan sajian aneka bentuk kuliner, mata saya sering tertuju pada piring- piring dan memperhatikan tentang kualitas menu yang disantap oleh pengunjung restoran. Entahlah kenapa kebiasaan saya ini bisa terbentuk dan saya sendiri juga bukan orang yang tumbuh dan dibesarkan oleh keluarga- ayah dan ibu- yang begitu peduli dan mengerti dengan nilai gizi dan gaya makan yang sehat.
            Saya malu mengungkapkan tentang siapa saya, namun tidak mengapa selagi pembaca tulisan ini bisa mengambil manfaat atas pengalaman buruk saya. Bahwa sewaktu kecil saya dan juga saudara- saudara saya tubuh dalam kondisi gizi buruk. Masih terngiang dalam pendengaran saya tentang suara ibu yang mendeskripsikan “saya sebagai anak kecil dengan perut buncit, kulit kering dan bersisik, serta tulang belulang pada tubuh yang menonjol”.
Abang saya baru mau menyantap nasi kalau ada lauk-pauk yang terbuat dari jengkol bakar. Ini adalah menu yang jauh dari standar sehat buat seorang balita. Untunglah beberapa waktu kemudian ayah saya memboyong kami pindah ke Payakumbuh dan karena telah memperoleh pekerjaan dengan gaji yang lebih bagus , sehingga mampu membeli lauk- pauk yang lebih bergizi yang sangat baik bagi pola nutrisi kami. Untuk tumbuh sehat sangat diperlukan ilmu pegetahuan (dan kecerdasan lain).
“Ya kita harus bisa mengkonsumsi makanan dengan cerdas dan bijak”.
Namun saya merasa aneh, dan bertanya-tanya dalam hati, setiap kali makan bareng dengan teman-teman yang walaupun lulusan perguruan tinggi namun mereka “ada yang tidak terbiasa menjamah sayuran untuk menu makan siangnya”. Sepertinya mereka tidak mengenal bagaimana “makan dengan bijak”, yaitu mengkonsumsi pola makanan yang sehat. Piringnya hanya penuh dengan taburan bumbu-bumbu pedas dan lauk pauk yang kaya dengan lemak yang berkolestrol tinggi. Sekali lagi bahwa mereka tidak pernah tertarik untuk menjamah sayur-mayur dan mengkonsumsi buah untuk sekedar cuci mulut.
“Padahal sepotong pepaya, salak, pisang, jeruk atau buah tropis yang kaya vitamin lainnya sebelum atau setelah selesai makan, sungguh sangat menyehatkan tubuh”.
            “Mengapa anda makannya tidak pake sayur ?”, Tiba-tiba saya menyapa seorang teman untuk mencari tahu.
            “Yeah....karena dari kecil saya memang sudah nggak suka sayur,.....saya tidak terbiasa makan sayu dan juga kurang suka dengan sayur”. Jawabnya.
Jawaban yang sama juga sudah saya peroleh dari banyak orang setiap kali saya mengajukan pertanyaan yang sama. Saya bisa membuat generalisasi bahwa begitu banyak orang-orang yang hidup di sekitar kita- sekalipun mereka tercatat sebagai orang yang terdidik- namun kurang tertarik buat mengkonsumsi sayuran dan juga amat jarang makan buah-buahan yang kaya dengan vitamin dan berguna sebagai pelindung tubuh mereka. Apa penyebabnya ?
Salah satu penyebabnya adalah kualitas parenting (pengetahuan untuk menjadi orangtua) di negara kita yang masih rendah. Parenting di negara maju, seperti di Australia, Singapura, Jepang, Amerika, dll sudah sangat bagus sehingga mampu mengatarkan warga negara mereka menjadi warga negara yang berkualitas tinggi. Namun, sekali lagi, bahwa  parenting di Indonesia masih mengalami banyak kekurangan. Banyak orangtua yang kurang memahami pola makanan sehat buat keluarga dan juga balita mereka.
Sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) internasional yang bernama “Humanium” yang berdiri di Jenewa, dengan visi “Together For Children’s Right- bersama memperjuangkan hak azazi anak-anak” megatakan bahwa Indonesia kaya dengan sumber daya alam yang berlimpah dan terbentang luas pada lebih dari 13.000 pulau, Indonesia saat ini sedang giat-giatnya dalam periode pembangunan secara besar-besaran. Sayangnya, keunggulan ekonomi negara belum bermanfaat bagi banyak penduduknya. Karena banyak anak-anak yang masih  hidup dalam kondisi tubuh yang kurang  sehat, sehingga mereka tidak bisa menikmati hak-hak hidup untuk bisa tumbuh menjadi anak-anak yang lebih sehat.
            Ditambahkan pula bahwa  Indonesia dihadapkan dengan berbagai masalah yang berkaitan dengan kesehatan. Misalnya, data untuk tingkat kematian anak-anak yang merupakan sebuah bencana mencapai angka sekitar 40% dari anak-anak Indonesia, yang meninggal sebelum usia 5 tahun. Bayi yang baru lahir sering menjadi korban akibat beberapa penyakit seperti berat pertumbuhan berat badan yang rendah atau mengalami gejala kurang gizi.
            Saat jalan-jalan melalui komplek perumahan penduduk, saya sering menjumpai banyak orangtua yang tidak begitu peduli “tentang makna hidup sehat bagi dirinya dan bagi keluarganya”. Mengapa demikian ? Mereka dengan entengnya memberi jajanan yang tidak sehat (miskin gizi), karena kaya dengan zat-zat kimia buat anak mereka yang masih berusia “balita”. Bila anak-anak yang masih balita menjadi rewel maka mereka membawa balitanya ke kedai sekitar dan membiarkan balita mereka untuk memilih-milih dan  menjangkau jajanan murahan yang bergelantungan di etalase kedai
“Bagi mereka yang penting bagi mereka  asal balita mereka tidak rewel lagi, dan asal perut balita juga bisa kenyang”.
Seorang anak yang punya daya tahan tubuh lemah, tentu saja karena dia telah terbiasa mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, jarang memperoleh sayur, buahan dan suplemen lainnya. Maka penyebab awalnya adalah akibat dari jeleknya kualitas parenting dari orangtuanya. Karena orangtua tidak mengenal dengan pola hidup sehat dan berimbang yang tecermin melalui pola makan. Kemudian menjadi lebih parah lagi dengan kehadiran sebahagian pedagang kaki lima yang menjual jajanan yang juga kurang sehat.
Para pedagang kaki lima (pedagang keliling) kualitas jajan yang mereka jual harus disikapi dengan bijak: apakah sehat atau kurang sehat bagi anak ?. Karena sebagian ada yang meracik jajanan yang berharga murah-meriah, namun bernilai gizi rendah yang berjejer di sekeliling pagar sekolah. Bila dikonsumsi apakah siswa hanya asal kenyang saja dan apa efek kesehatanya sudah diperhitungkan ?
            Bila kita berkunjung ke bangsal anak-anak di berbagai rumah sakit maka akan kita jumpai arus masuk pasien berusia masih anak-anak karena jatuh sakit. Sebagian penyebabnya  adalah gara-gara mereka salah mengkonsumsi makanan yang tidak sehat. Orangtua mereka ternyata juga rajin menyediakan makanan cepat saji (junk food) buat mereka, seperti: mie instan, dan aneka makanan yang bertabur bumbu-bumbu penyedap rasa. Dibalik itu cukup banyak orangtua yang juga malas menghidangkan sayuran dan buahan. Sebuah artikel dalam portal tempo online menulis sebuah artikel dengan judul:
Serious Risks When Parents Don`t Cut Small Fruits for Children” – adalah cukup beresiko buat kesehatan anak-anak, bila orang orangtua malas menghidangkan potongan-potongan kecil buah-buahan buat anak mereka. Judul ini perlu segera direspon oleh semua orangtua dan terutama bagi orangtua yang mendambakan kesehatan bagi anak mereka.
            Cukup fenomena bahwa masyarakat kita lebih peduli dengan citarasa makanan ketimbang nilai gizinya. Pergilah ke pasar dan mampirlah ke warung kuliner. Maka kita akan menyaksikan tumpukan orang-orang yang tengah menikmati aneka makanan yang belum tentu menyehatkan. Ada yang lagi menikmati makanan yang serba dibakar, dengan warna coklat hingga kehitaman. Warna hitam terjadi oleh tumpukan belerang pada makanan. Mengkonsumsi makanan yang serba dibakar dan banyak arangnya, juga pegolahan yang serba digoreng (mengandung kolesterol tinggi), telah membuat meningkatnya populasi pasien penderita kanker.
Bangsa Jepang adalah bangsa yang memiliki usia rata- rata lebih panjang di dunia. Itu semua berasal dari kualitas dan pola makan mereka yang sehat. Memang diakui bahwa cita rasa santapan orang Jepang kalah lezat dibandingkan dengan cita rasa kuliner orang kita. Itu karena mereka telah membudayakan menghindari pengolahan kuliner yang banyak mengandung minyak, gula dan zat-zat kimia sebagai penyedap. Kuliner dan santapan orang Jepang lebih banyak yang bercorak serba “direbus” dan dan mereka suka banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. Maka inilah pola makanan yang lebih sehat itu.
            Apakah kita sebagai orang Indonesia kurang mengenal gaya dan pola makanan sehat ? Ternyata ketika masih kecil- duduk di bangku sekolah dasar, kita telah tahu bahwa pola makanan sehat bangsa Indonesia adalah “Empat Sehat- Lima Sempurna”. Namun pola hidup sehat ini hanya sebatas hafalan buat diujikan saat ujian bagi anak-anak SD. Seharusnya pola makan “Empat Sehat-Lima Sempurna” lebih dipahami, diketahu dan diamalkan oleh orangtua mereka di rumah. 
            Saat masih di SD, saya dan hampir semua murid (teman-teman saya) sangat memahami komposisi pola makan “empat sehat lima sempurna” yaitu musti ada “karbohidrat, protein, sayuran, vitamin atau buah-buahan. Dan itupun baru dikatakan dengan sebutan “empat sehat”, kemudian ditambah dengan meminum “satu gelas susu” agar bisa menjadi “lima sempurna”.
“Namun dalam kebijakan tentang makan yang sehat sekarang, bahwa kita harus mengkonsumsi gizi makanan yang berimbang”. Namun pola makan yang sehat jarang hadir di meja kita.
            Melihat foto-foto kami saat masih kecil, wow sungguh  tidak begitu membahagiakan. Terlihat fisik kami tidak terawat, model pakaian yang terkesan ketinggalan zaman, kulit kami kering dan bersisik dan juga berat badan yang kurang dari ukuran standar. Itu semua sebagai pertanda bahwa kami memang mengalami kekurangan gizi di saat kami membutuhkan gizi buat pertumbuhan.
            Pola makan yang kurang sehat dan kondisi orangtua yang juga miskin dengan ilmu parenting bukan hanya terjadi pada keluarga saya. Hampir merata pada banyak teman-teman saya, mereka juga berasal dari keluarga yang buta dengan nilai gizi makanan dan kondisi orangtua mereka juga minus ilmu pengetahuan tentang parenting.
Sekali lagi bahwa kita kurag peduli dan malah tidak peduli dengan bagaimana mengkonsumsi makanan yang bijak. Saat menulis artikel ini saya sedang bersimpati dengan seorang anak kecil, yang saya bezuk di rumah sakit. Dia sedang menderita bentuk penyakit yang tidak jelas namanya. Namun dari gejala yang terpantau sebelum sakitnya datang adalah pengalaman pola makannya yang juga kurang sehat: sejak bayi mengkonsumsi junk food, juga tidak mengenal konsumsi sayuran dalam pola makannya. Dia juga tidak terbiasa memperoleh potongan buahan segar yang kaya vitamin untuk melindungi tubuhnya.
Yang banyak saya lihat adalah dia sering mengkonsumsi jajanan yang kaya zat kimia yang bergelantungan di kedai- kedai- dimana jajanan tersebut tidak layak dikonsumsi oleh balita, apalagi oleh seorang bayi. Tumpukan residu bahan kimia yang dikonsumsinya selama berbulan-bulan dari rentang usia kehidupannya telah mengotori (merancuni) organ percernaakannya, dari mulut hingga usus, juga ginjal dan empedunya. Moga- moga banyak orang yang membaca artikel ini dan kemudian menjadi peduli dengan mengkonsumsi makanan yang sehat. Kalau mau juga mengkonsumsi junk food, maka makanlah dengan bijak.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...