Selasa, 12 Februari 2013

Ingin Melihat Penguin

Pulang Ke Indonesia

1. Sweet Memory Melbourne
            Ada pertemuan maka ada perpisahan, ada kedatangan tentu ada kepergian. Itulah yang terjadi dengan kami bertiga terhadap kotamelbourne….eh maksudnya terhadap Bapak Ismet dan Ibu Rebecca. Agaknya sore ini adalah kali terakhir kami duduk dalam mobil jeepnya Pak Ismet. Setelah selesai melihat- melihat suasana kampus Deakin dan juga makan perpisahan atau farewell party eating pada sebuah restoran Melayu di dekat kampus Deakin yang lain, maka kami diatarkan ke apartemen Punt Hill.
            Pak Ismet mengatakan bahwa ia dan bu Beki tidak punya waktu untuk mengantarkan kami ke Airport Melbourne buat menuju transit ke airport Sydney. Cukup lama Pak Ismet berbincang bincang dengan kami sore tadi. Ia juga memberi kami arahan tentang beberapahal: cara memesan tiket untuk balik ke Indonesia, cara mengatur bagasi dari Melbourne melintasi beberapakali transit hingga bagasi sampai di Jakarta. 
            Aku sendiri sore tadi tidak banyak ngomong kecuali banyak mendengar dan mendengar lebih seksama. Kemudian pikiran adalah untuk menunggu SMS atau telephone dari pak Dadang bahwa ia akan menjemput kami untuk diajak melihat penguin di Teluk Melbourne atau di Pelabuhan Melbourne.
            Usai ngobrol dengan Pak Ismet, kami pamitan dengan mereka berdua. Kemudian kami juga melunasi pembayaran sewa apartemen. Aku membiarkan Desi yang mengurus karena ini berguna untuk melatih dan membuat bahasa Inggrisnnya lebih Lancar. Aku melihat bahwa Bahasa Inggris Desi sudah cukup bagus. Namun Inhendri Abbas masih punya problem dengan Bahasa Inggrisnya, ia merasa tertinggal dalam berkomunikasi dan berjanji untuk belajar keras dalam menguasai bahasa Inggris. Ia juga punya rencana untuk mengajak anaknya ke rumahku (andai sudah berada di Indonesia) untuk mendalami bahasa Inggris.
            Akhirnya kami keatas. Kami juga menunggu kedatangan Pak Dadang dan Uni Yetti Zainil untuk membawa kami. Sementara itu pikiranku melayang jauh dan aku merasa sedih juga untuk berpisah dengan kota Melbourne, karena aku tidak tahu entah kapan kembali ke sini lagi. Aku mencari tahu sekilas tentang Melbourne dan Australia. Info ini tentu kuharapkan bermanfaat bagi orang-orang yang ingin pergi ke Australia (http://hertoniraditya.wordpress.com):

            Australia adalah masyarakat yang egaliter. Ini tidak berarti bahwa setiap orang adalah sama atau semua orang yang memiliki kekayaan yang sama atau properti. Tetapi ini berarti bahwa tidak ada perbedaan kelas formal atau mengakar kuat di masyarakat Australia, karena ada di beberapa negara lain. Ini juga berarti bahwa dengan kerja keras dan komitmen, orang tanpa koneksi tingkat tinggi atau patron yang berpengaruh dapat mewujudkan ambisi mereka.

Tingkat pengangguran relatif rendah (pada Desember 2007 itu adalah 4,3 persen) dan pendapatan per kapita bruto adalah sekitar 39. 000 AusD. Semua orang setara di bawah hukum di Australia dan semua warga Australia memiliki hak untuk dihormati dan diperlakukan secara adil. Mengingat sifat beragam Australia masa kini, beberapa orang mempertanyakan apakah ada yang “khas” di Australia. Ya tentu saja ada.

Sebagai contoh, beberapa orang melihat orang Australia sebagai orang egaliter, ada yang menganggap orang Australia sebagai taat hukum dan bahkan konformis. Lebih dari 75 persen penduduk Australia hidup dengan gaya hidup kosmopolitan di pusat-pusat perkotaan, terutama di kota-kota besar di sepanjang pantai. Orang lain melihat Australia sebagai orang yang hidup di “negeri yang beruntung”  yang mencintai liburan,  olah raga (baik sebagai penonton dan sebagai peserta), Bahkan orang Australia adalah orang-orang yang suka kerja keras (jam kerja terpanjang di negara maju).

Semua orang di Australia didorong untuk belajar bahasa Inggris, yang merupakan bahasa nasional dan pemersatu elemen penting dari masyarakat Australia. Namun, bahasa lain selain bahasa Inggris juga dihargai. Bahkan, lebih dari 15 persen warga Australia berbicara bahasa lain selain bahasa Inggris di rumah. Bahasa yang paling banyak digunakan setelah bahasa Inggris adalah Italia, Yunani, Kanton, Arab, Vietnam dan Mandarin. Australia berbicara lebih dari 200 bahasa, termasuk bahasa Pribumi Australia.

Australia mencintai olah raga mereka, baik bermain dan menontonnya. Kemudian fakta kunci bahwa lebih dari 6,5 juta migran telah menetap di Australia sejak tahun 1945. Bahasa Inggris adalah bahasa nasional, tetapi bahasa lain dinilai. Australia didominasi oleh agama Kristen tetapi orang bebas untuk mempraktekkan agama apapun yang mereka pilih.

Sekitar 88 persen warga Australia pergi sedikitnya ke sebuah  peristiwa budaya setiap tahunnya. Lebih dari 11 juta warga Australia yang berusia 15 tahun atau lebih mengambil bagian dalam olahraga atau kegiatan fisik lainnya. Australia memiliki salah satu masakan yang paling beragam di dunia namun tidak memiliki hidangan nasional.


2. Ingin Melihat Penguin
            Pukul 5.00 sore  waktu Melbourne mobil Pak Dadang datang. Hari masih terang karena dalam musin panas siang lebih lama. Malah pukul 8.00  atau 9.00  malam masih terang benderang. Aku tidak tahu apakah waktu maghrib buat sholat sudah datang, tapi mungkin belum. Kami tidak mau berlambat- lambat khawatir kalau Pak Dadang kelamaan menunggu.
Segera kami berangkat dan kami tidak tahu mau kemana akan pergi, namun ia ingin mengajak kami ke Teluk Melbourne- tempat wisata yang menarik di Australia bagian selatan. Pak Dadang kurang tahu jalan yang aman dan lebih dekat menuju sana. Ia dibantu oleh istrinya- Uni Yetti Zaini- untuk mensetting GPS (Geo Position Stationer) pada phonecellnya dari alamat apartemen menuju teluk Melbourne. Suara yang keluar dari GPS memandu Pak Dadang dalam menyetir mobil. Aku tidak banyak ngomong kecuali hanya melemparkan pandangan ke luar jendela.    
Namun Pak Dadang  mau singgah sebentar di rumahnya. Ya kami harus singgah karena kunjungan dan persahabatan tidak lengkap kalau kami tidak saling berkunjung. Pak Dadang dan Uni Yetti sudah datang ke apartemen kami yang lama dan sempat memberi kami oleh-oleh berupa KFC (Kentucky Fried Chicken) dan juga ke apartemen kami yang sekarang. Dalam perjalan kami bincang- bincang dan aku lebih banyak mendengar pengalaman Pak Dadang.
“Perbedaan si  kaya dan si miskin di tidak begitu lebar di Melbourne- malah di negara Australia. Malah gaji buruh terdidik bisa lebih besar dari orang kantoran. Kerja dan aturan kerja di  Australia lebih jelas. Di sini  tidak ada kebijakan yang bersifat kong-ka-lingkong (nepotisme). Semua berdasarkan skill dan bakat/ kemampuan.  Anak- anak sekolah (mahasiswa) bisa kerja part time  bila liburan datang. Iklan tentang kerja sampingan  ada di kampus- kampus. Upah atau pendapatan mereka bisa mencapai 1.000 Aus perminggu atau 4.000 AusD perbulan”. Kata Pak Dadang membuka pembicaraannya.
“Pajak mobil baru atau lama sama saja. SEmua mobil harus sehat tidak memberi polusi. Mobil tua ya juga ada....tidak boleh berasap. Kalau ada mobil yang sudah berasap maka akan datang polisi mengambil mobil tersebut dan segera dihancurkan. Jalan raya disini sangat bersih dan tidak berdebu. Jalan raya  divacum dengan mobil vacum cleaner”. Kata Uni Yetti Zainil menambahkan. Kemudian pak dadang bertanya:
“Apa ada yang membawa daging….,pisang, .buah- buahan?”
“Ya..ada ..Desi membawa dendeng kering dari kampung”. Kata Desi.
“ Oh…itu  dilarang untuk dibawa masuk ke Australia”.
“Tapi kami sudah lewat  saat dideklare”
“Biasanya juga declare menggunakan penciuman anjing pelacak. Tidak terdeteksi.....berarti beruntung. Andai terdeteksi persoalannya akan cukup ribet. Bagaimana dengan mengisi dokumen kedatangan ? Tanya Pak Dadang.
“ Kami meniru pengisiannya seperti yang dilakukan oleh Marjohan. Kami memverifikasi yang jawabannya banyak NO saja’
“Desi selamat karena ketidak tahuan....” Kata Pak Dadang.
Mobil Pak Dadang menuju halaman rumahnya dan segera berhenti. Kami masuk ke rumah yang sederhana untuk ukuran Australia, nan cukup bagus menurut ukuran rumah di Padang. Rumah tersebut kalau dikontrak ya perbulannya sekitar 1.000 AusD atau Rp. 10 juta.
Aku bermain dengan seorang bocah kecil, anak temannya Uni Zainil- warga Malaysia- yang lagi menyelesaikan program Post-Graduate di Melbourne. Aku dan bocah tersebut ngobrol dalam bahasa Inggris. Bocah tersebut asyik bereksplorasi dengan boneka-boneka mobilan- hewan- tanaman yang jumlahnya sangat banyak, juga adacrayon buat mewarna dan juga film kartoon yang ditayangan dari channel khusus buat anak. Aku memperhatikan bentuk tong sampah di rumah itu.
“Pemerintah memberi kita 3 tong sampah dengan 3 warna- colour red (for daily rubbish/kichnen rubbish), green (for leaves and natural rubbish) dan yellow  (for recycle rubbish seperti plastik, kertas dan logam)”. Kata Uni Yetti Zainil.
“Pembelajaran di Australia semuanya dibikin mudah, Belajar bahasa Inggris di negeri kita kok dibikin sulit dari awal.....jadi akhirnya tidak menarik dan anak anak akan jadi bosan dan cabut” Kata Pak Dadang. Ya tugas kami sebagai guru untuk mempromosikan bagaimana belajar itu mudah, indah dan tidak beban. Ya itu nama pembelajaran yang brrsifat Pakem- Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan.
Kami tidak lama di rumah Pak Dadang, kami juga menolak untuk makan di sana. Namun kami tidak menolak diberi coklat buat dibawa pulang ke Indonesia. Pak Dadang dan keponakannya (Zaki) bekerja di pabrik coklat milik Jerman. Gajinya lumayan untuk menghidupi dirinya dan dua anaknya yang sekolah di Melbourne. Sementara untuk biaya kuliah Uni Yetti Zainil dan akomodasi/ perumahan…itu ditanggung oleh beasiswa Uni Yetti Zainil.
Aku melihat banyak hal menarik sepanjang jalan. Seperti rumah- rumah yang banyak menggunakan batu bata- tanpa diplester dan terlihat tetap cantik. Batu bata rumah tersebut beda dengan batubata di kampungku. Batu bata Indonesia kalau kena hujan airnya merembes ke dalam. Aku juga melihat tong sampah di aussi besar-besar. Kami terus jalan jalan ke Monash University.
“ Di Monash nanti kitananti bisa berfoto- foto. Di australia....orang tua, anak anak dan disable (orang cacat)  dihormati oleh pengendara mobil”. Kata Pak Dadang.
Rambu rambu lalu lintas di kota Melbourne selalu dimodifikasi  sejelas mungkin. Misal pada tempat menyeberang ada gambar kaki melangkah dan juga  pakai kata- kata,  jadi tidak hanya lambang melulu.
Kami menuju pom bensin dan terlihat sepi tanpa ada pelayannya, ya prosedur di pom bensin…isi bensin....ambil sendiri....bayar sendiri....dan diawasi hanya oleh kamera. Tidak ada orang yang berani berbuat curang, orang Australia umumnya taat dengan hukum. Semua mobil tercatat, kalau ada sopir yang curang bakal mudah untuk diusut.
“Sayang saat ini masih tanggal 20 Desember, ya tanggal 26  Desember  ada acara boxing day....atau hari obral barang  dengan harga murah pada semua toko. Pada hari itu semua kantor, sekolah dan bisnis diliburkan…ya sebagai  public boxing day. Melborne cup....adalah hari pacu kuda....orang orang banyak yang berjudi....saat itu keluar banyak fashion” Kata Pak Dadang, ia punya banyak tahu tentang seluk beluk Melbourne.
Kami tidak lama di komplek kampus Monash University, hanya sekedar berfoto- foto. Kemudian terus melaju. Aku tidak melihat  ada iklan tempat bimbel (bimbingan belajar) di Melbourne karena belajar itu sudah cukup diurus oleh sekolah dan orang tua saja. Yang banyak aku lihat  ya...health fitness centre. Kami menuju pantai Melbourne...Port Melbourne.
Pemandangan menakjubkan di senja ini. Orang orang berselancar dan ditarik oleh layang laying. Pantai- pantai diberi pagar dan jadi tak semua pantai boleh diinjak.  Di pinggir jalan menuju pelabuhan teluk Melbourne aku berhenti di toilet umum. Toilet umum dibersihkan 3 kali sehari in summer dan 2 kali sehari  in winter ya ditulis di pada dinding depan.  Ternyata di Melbourne untuk menandakan  orang kaya bukan karena ia punya mobil tapi karena punya boat.
Kami melangkah menelusuri dermaga Melbourne Port. Angin selatan bertiup amat dingin menusuk tulang. Wah kondisi keuangan kami mulai menipis dan aku diterpa oleh bad-mood, namun sekarang hatiku gembira...gembira seperti seorang bocah. Kami melangkah terus ke ujung dermaga....di sana ada tmpukan batu....atau batu karang. Ya tempat koloni penguin....senja itu penguin enggan keluar.
Aku berhenti ngomong dalam bahasa Inggris, karena aku dengar banyak orang ngomong dalam bahasa mereka…bahasa Vietnam, ..India …China…Korea…Jepang…Skandinavia. Aku lihat banyak Jenis Manusia. Wah aku harus bangga ngobrol dalam bahasa Minang dan juga Bahasa Indonesia.
“I love bahasa Minang..I love Bahasa Indonesia”. Aku yakin orang- orang juga senang atau bengong mendengar bahasa kami. Hari mulai gelap…wah penguin enggan keluar…yak arena orang kelewat banyak mengintip mereka. Aku menyalakan senter kecil dan hanya bisa melihat kepala dan paruh penguin yang mirip dengan paruh dan kepala bebek.
Setelah rasa penasaran kami dengan penguin terobati kami segera balik menuju luar dermaga dan sebaiknya terus pulang ke apartemen. Kami sangat  appreciate pada Pak dadang dan Uni Yetti Zaini. Mereka punya hati emas...mereka berhati emas untuk mengantari kami menkmati pelabuhan Melbourne. Kebaikan mereka tak bisa diukur dengan uang.
Malam itu kami diantar ke apartemen. Perasaan kami haru biru. Masih merasa senang berada di Melbourne namun ingin segera balik ke Batusangkar agar bisa berjumpa dengan keluarga dan juga merasa salut dan hormat atas kebaikan Pak Dadang, Uni Yetti Zainil, Anak-anak mereka dan juga keponakannya. Ya kami berpamita dan bersalaman dengan jabat tangan yang sangat erat.
Kami mengucapkan ribuan terima kasi dan malah jutaan terima kasih. Kami berjanji untuk memberi tahu kalau sudah berada kembali di Jakarta. Mobil mereka segera meninggalkan apartemen kami, kami saling melambaikan tangan dan sama- sama berucap “good bye…good bye…terima kasih atas kebaikan mu berdua- Pak dadang dan Uni yeti Zainil.

Mencegah Siswa Membolos

Mencegah Siswa Membolos
            Membolos dari sekolah sudah menjadi permasalahan pada banyak sekolah. Tidak hanya di kampung kita di Sumatra (dan Indonesia) malah juga di Australia. Siswa yang membolos dari sekolah bisa disebabkan oleh banyak factor seperti rendahnya motivasi belajar, kurangnya pengawasan dan kepedulian orang tua terhadap anak, lebih menariknya aktivitas bermain di luar sekolah disbanding aktivitas dalam sekolah dan kurang menariknya pembelajaran/ iklim sekolah.
            Apapun alasannya siswa yang membolos perlu untuk dicegah dan guru/ sekolah musti proaktif untuk mencegahnya. Karena pendidikan merupakan isu sensitif maka sekolah dan pemerintah negara bagian di Australia berusaha keras untuk memastikan kehadiran murid di sekolah tinggi persentasenya. Untuk mencegah murid bolos, murid-murid ini ditawari hadiah, seperti iPod, voucer untuk belanja di kantin, dan makan siang gratis. Selain itu, sekolah juga akan mengirimkan SMS ke orang tua murid segera setelah absen pagi.
Menurut laporan situs “news.com.au” (http://www.informasipendidikan.com/pendidikan-luar-negeri) bahwa untuk meningkatkan angka kehadiran murid sekolah—di beberapa kawasan hanya 60-70 persen yang hadir—menjadi penting guna meningkatkan performa akademik, khususnya di daerah-daerah yang tingkat sosial ekonominya lebih rendah. “Sekarang kita banyak mendengar alasan-alasan anak-anak tidak sekolah, alasan yang tidak pernah kita dengar 20 tahun lalu,” demikian tulis buletin salah satu sekolah pemerintah.
“Alasan itu antara lain merayakan ulang tahun sendiri atau saudara dekat, absen karena tidur terlalu malam setelah menonton televisi, pergi belanja membeli pakaian, atau anak yang tidak mau sekolah karena tidak mau ikut kegiatan olahraga.” Menurut salah satu buletin sekolah di Sydney Barat, berbagai alasan ini menunjukkan, para orang tua tidak memberikan contoh yang baik kepada anak mereka.
“Anak-anak Australia hanya menghabiskan 15 persen dari waktu mereka seharian di sekolah. Waktu tidur mereka malah lebih panjang dibandingkan kehadiran di sekolah,” tulis buletin Sekolah Menengah Condobolin.  Sebuah buletin dari sekolah di kawasan Sydney Barat menulis bahwa “anak-anak yang tingkat kehadiran di sekolah melebihi 85 persen akan mendapatkan hadiah”. Hadiah diberikan kepada murid dari setiap tingkatan dan mereka yang beruntung akan mendapatkan sebuah iPod. “Semua murid kelas VIII diharapkan menggunakan iming-iming ini untuk meningkatkan pendidikan dan kehadiran sekolah mereka. Mereka yang hadir lebih dari 85 persen di kuartal ini akan diundang menghadiri makan siang bersama dan mendapatkan sertifikat,” demikian bunyi salah satu itemnya.
Pemerintah Federal Australia merasa perlu untuk memberikan dana tambahan kepada sekolah-sekolah sehingga tingkat kehadiran murid bisa naik. Beberapa sekolah menggunakan SMS untuk memberitahu orang tua atau pengasuh bila anak mereka tidak hadir, dan usaha ini berhasil meningkatkan kehadiran sebesar 8 persen. Selain itu, orang tua juga diancam terkena denda bila mereka kedapatan mengizinkan atau membantu anak mereka bolos dari sekolah. Dendanya bisa mencapai 11.000 AusD (atau sekitar Rp 110 juta).

Berkunjung ke Universitas Deakin

Deakin University

1. Kampus Deakin University
Kali ini kami tidak punya janji dengan Pak Ismet. Pagi ini dia pergi ke dokter gigi, namun kami akan bertemu di kampus Deakin, dimana Pak Ismet bekerja sebagai Dekan pada Fakultas sastra dan Bahasa, sementara Ibu Rebecca sebagai ketua jurusan pada jurusan Bahasa Indonesia dan sekaligus sebagai Ahli Bahasa Indonesia di sini.
Kami melintas dari depan apartement Punthill, apartemen kami yang baru juga bernama punthill dan juga terletak di perempatan jalan. Kami kemudian menyusuri jalan dan palang nama kampus Deakin terlihat dengan jelas dari kejauhan. Kadang- kadang kami berfoto- foto di jalanan untuk membuat foto memori.
Jam 11.00 pagi  kami sudah berada di komplek universitas Deakin dan kami menemukan kantor ibu Dr Rebecca pada sebuah blok di nomor D.3.07. Ibu Rebecca belum sampai di kantornya dan kami diminta oleh seorang dosen yg sedang bekerja di kantor sebelah untuk  menunggu sebentar pada sebuah ruang pustaka kecil. Memang benar bahwa ibu beki datang dan kami diajak untuk melihat- lihat ruangnya.
Deakin Universitas adalah suatu Universitas Publik Australian dengan hampir 40,000 jumlah mahasiswanya  dalam  2010. Universitas ini  menerima lebih dari 600 juta AusD untuk biaya operasional pendidikan dan harga asset  1.3 milyar USD. Universitas ini  menerima lebih dari  35 USD untuk dana  riset dalam tahun  2009 dan mempunyai 835 mahasiswa riset.  Universitas ini  mempunyai kampus di  kota  Geelong, Melbourne, dan Warrnambool, Victoria. Universitas diberi nama  menurut pemimpin Pergerakan Federasi Australian dan Perdana Menteri Australia yang kedua yaitu Deakin Alfred.
2. Jurusan Bahasa Indonesia di Deakin Universitas
            Saat kami di pandu oleh ibu Rebbeca keliling komplek kampus Universitas Deakin, kami juga diajak masuk ke sebuah kelas mirip studio- ya sebuah kelas laboratorium. Kelasnya bisa menampung sekitar lebih dari seratus mahasiswa, dilengkapi oleh media audio visual. Percsakapan mahasiswa dan dosen bisa di rekam.
            Ibu Rebbeca cukup mahir dalam mengoperasikannya dan kami mendengar model percakapan dalam bahasa Indonesia melalui suara penutur Australia. Saat itu ibu Rebbeca juga dibantu oleh dua orang Australia keturunan India dalam mengoperasikan fasilitas audio visual yang lain.
            Kami rasa bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di Universitas Deakin sudah sangat maju. Malah untuk membuat kualitas penguasaan bahasa Indonesia maka Universitas Deakin membuat kegiatan bersama dengan universitas di Indonesia, termasuk dengan UNP (universitas alumni bagiku). Aku pernah mengintip dan mendengar bagaimana bule- bule belajar Bahasa Indonesia di UNP- Universitas Negeri Padang (http://www.ganto.web.id). 
Di Ruang Sidang Jurusan Bahasa Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang (UNP), sembilan orang mahasiswa Universitas Deakin Australia tengah belajar bersama seorang dosen. Saat seorang lelaki berperawakan tinggi dan berkulit putih masuk ke dalam kelas, seorang mahasiswa berkulit putih lainnya tengah berdiri di depan kelas dengan memegang sebuah spidol. Dia berusaha menggambar pancuran dan kotak kecil yang ditulisi Soap. Lalu, Ia bertanya pada rekan-rekannya, “Sedang apa?” Setelah hening sebentar, satu diantara mereka menjawab, “Mandi,”. Ketika gambar yang dibuat mampu ditebak oleh temannya, Ia kembali ke tempat duduk. Seseorang yang lain maju ke depan kelas dan melakukan hal yang sama.
Meskipun berasal dari negara yang berbahasa Inggris, namun tidak terdengar sekalipun kata-kata dalam bahasa asing. Mereka murni berbahasa Indonesia. Selama empat hari dalam seminggu mereka belajar Intensif Bahasa Indonesia bersama dosen-dosen dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mereka adalah Michael Filius; Breanna Funston; Erin Mc’ Lean; Eloise Clarke; Clover Hart; Stephanie Cowdy; Jessica Capkin; Aimee Mc’ Leahlian dan Alexandra Everard. Mahasiswa yang berjumlah sembilan orang ini berlatar belakang studi yang beragam, ada yang berasal dari jurusan kesehatan (Health science), ekonomi (finance) dan lain sebaginya.
Di Australia, mereka berasal dari latar belakang jurusan yang berbeda. Ada yang dari jurusan Kesehatan, Ekonomi, dan sebagainya. Namun, di UNP mereka dipertemukan dalam sebuah kelas mata kuliah Umum Bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh peraturan kampus setempat yang memberi pilihan kepada mahasiswa untuk belajar di Negara asli pemilik bahasa tersebut atau menambah waktu belajar satu tahun lagi untuk  belajar bahasa indonesia yang diajar oleh dosen di sana. “Akhirnya, mereka memilih untuk belajar di sini”.
Tidak hanya belajar Bahasa Indonesia, para bule dari Tanah Kangguru itu juga mempunyai tiga kegiatan lainnya, yaitu; kegiatan budaya sehari-hari di mana mereka harus belajar bagaimana cara membuat janur, menari tarian tradisional dan mengenal batik Indonesia. Selanjutnya, kegiatan studi lapangan dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu, seperti; Padang Ekspres, Dinas Pariwisata, Puskesmas dan Home Industri. Setelah berkunjung ke tempat tersebut, mereka juga diharuskan membuat laporan sepanjang 1000 kata dalam bahasa Indonesia.  “Hal ini berlaku untuk semua tempat yang kami kunjungi,” ujar Stephani.
Program ini bernama Kursus Intesif Bahasa Indonesia bagi Mahasiswa Deakin University, sedangkan di Australia sendiri program ini disebut In Country Study Program. Program  ini telah terlaksana selama beberapa tahun belakangan. Tiap tahun, selalu ada mahasiswa dari Deakin University yang belajar bahasa indonesia di UNP. “Dua bulan rasanya mungkin belum cukup untuk mempelajari bahasa Indonesia dan juga budayanya tapi kami harus segera kembali ke australia untuk melanjutkan study,”
Acara perpisahan yang bertemakan malam kesenian tersebut menyajikan atraksi seni dari kesembilan bule itu dengan menampilkan berbagai macam budaya indonesia khusus sumatera barat yang telah dipelajarinya selama kuliah di UNP, seperti tari persambahan minangkabau, berpidato dalam bahasa indonesia, menayangkan video yang berisikan semua kegiatan mereka. Kemudian acara ditutup oleh Rektor  UNP.

3. Akomodasi Buat Mahasiswa Asing
            Saat kami diajak oleh ibu Beki mengelilingi ruangan kampus Deakin, aku menjumpai satu ruangan- kantor- yang mengurus masalah pemondokan atau akomodasi bagi mahasiswa asing.  Aku juga jadi berfikir tentang  seperti apa tempat tinggal/akomodasi di australia? Berikut ada beberapa catatan untuk menjawab hal ini (http://achmad.glclearningcenter.com):
1). Umumnya orang2 pada tinggal di flat/apartment,  karena penduduk  Melbourne sudah padat,  meskipun tidak padat seperti  Jakarta, Dhaka, Kolkata, atau Delhi.
2). Jarang sekali orang yang tinggal di rumah, yang tinggal di rumah biasanya para orang tua yang  sudah lama tinggal di Melbourne.
3). Sistem lantai berbeda dengan indonesia jadi perlu adaptasi, di Australia  jika ada rumah dengan 2 lantai, maka lantai bawah yang sejajar tanah disebut ground floor, dan lantai di atasnya disebut first floor atau level1.Di Indonesia yang bawah disebut lantai 1, yang atas disebut lantai 2.
4). Akomodasi adalah hal yang krusial bagi student, kalau akomodasinya tidak mendukung bagaimana bisa belajar?
5). Pihak kampus juga menyediakan layanan akomodasi bagi student-nya.
6). Secara umum akomodasi untuk single lebih banyak tersedia jika dibandingkan akomodasi untuk family.
7). biaya sewa di oz adalah per week, dan pembayarannya adalah setiap 2 minggu (disebut juga fortnightly).
8). untuk single, biayanya sekitar 180-250AUD perweek.
Ada juga pemondokan yang murah di Australia, namanya “lodge”. Aku tahu dengan istilah ini dari teman satu taxi dengan kami dari Batusangkar menuju Padang (minggu lalu0. Ia mengatakan bahwa ia mengikuti program guru magang (shadowing teacher) di Perth- Australia Barat- ia tinggal pada lodge.
Menurut pengertianku bahwa lodge adalah semacam rumah kost yang harga sewanya lebih murah. Karena sewanya murah maka fasilitas kebutuhan juga terbatas, tidak seperti tinggal di apartemen. Tinggal di lodge ya ibarat tinggal di rumah sederhana, bisa masak sendiri dan hidup lebih bisa berhemat.  

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...