Deakin University
1. Kampus Deakin University
Kali ini
kami tidak punya janji dengan Pak Ismet. Pagi ini dia pergi ke dokter gigi,
namun kami akan bertemu di kampus Deakin, dimana Pak Ismet bekerja sebagai
Dekan pada Fakultas sastra dan Bahasa, sementara Ibu Rebecca sebagai ketua
jurusan pada jurusan Bahasa Indonesia dan sekaligus sebagai Ahli Bahasa
Indonesia di sini.
Kami
melintas dari depan apartement Punthill, apartemen kami yang baru juga bernama
punthill dan juga terletak di perempatan jalan. Kami kemudian menyusuri jalan
dan palang nama kampus Deakin terlihat dengan jelas dari kejauhan. Kadang-
kadang kami berfoto- foto di jalanan untuk membuat foto memori.
Jam 11.00
pagi kami sudah berada di komplek
universitas Deakin dan kami menemukan kantor ibu Dr Rebecca pada sebuah blok di
nomor D.3.07. Ibu Rebecca belum sampai di kantornya dan kami diminta oleh
seorang dosen yg sedang bekerja di kantor sebelah untuk menunggu sebentar pada sebuah ruang pustaka
kecil. Memang benar bahwa ibu beki datang dan kami diajak untuk melihat- lihat
ruangnya.
Deakin
Universitas adalah suatu Universitas Publik Australian dengan hampir 40,000
jumlah mahasiswanya dalam 2010. Universitas ini menerima lebih dari 600 juta AusD untuk biaya
operasional pendidikan dan harga asset
1.3 milyar USD. Universitas ini
menerima lebih dari 35 USD untuk
dana riset dalam tahun 2009 dan mempunyai 835 mahasiswa riset. Universitas ini mempunyai kampus di kota
Geelong, Melbourne, dan Warrnambool, Victoria. Universitas diberi
nama menurut pemimpin Pergerakan
Federasi Australian dan Perdana Menteri Australia yang kedua yaitu Deakin
Alfred.
2. Jurusan Bahasa Indonesia di Deakin Universitas
Saat kami di pandu oleh ibu Rebbeca keliling komplek
kampus Universitas Deakin, kami juga diajak masuk ke sebuah kelas mirip studio-
ya sebuah kelas laboratorium. Kelasnya bisa menampung sekitar lebih dari
seratus mahasiswa, dilengkapi oleh media audio visual. Percsakapan mahasiswa
dan dosen bisa di rekam.
Ibu Rebbeca cukup mahir dalam mengoperasikannya dan kami
mendengar model percakapan dalam bahasa Indonesia melalui suara penutur
Australia. Saat itu ibu Rebbeca juga dibantu oleh dua orang Australia keturunan
India dalam mengoperasikan fasilitas audio visual yang lain.
Kami rasa bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di
Universitas Deakin sudah sangat maju. Malah untuk membuat kualitas penguasaan
bahasa Indonesia maka Universitas Deakin membuat kegiatan bersama dengan universitas
di Indonesia, termasuk dengan UNP (universitas alumni bagiku). Aku pernah
mengintip dan mendengar bagaimana bule- bule belajar Bahasa Indonesia di UNP-
Universitas Negeri Padang (http://www.ganto.web.id).
Di Ruang
Sidang Jurusan Bahasa Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Padang (UNP), sembilan orang mahasiswa Universitas Deakin Australia tengah
belajar bersama seorang dosen. Saat seorang lelaki berperawakan tinggi dan
berkulit putih masuk ke dalam kelas, seorang mahasiswa berkulit putih lainnya
tengah berdiri di depan kelas dengan memegang sebuah spidol. Dia berusaha
menggambar pancuran dan kotak kecil yang ditulisi Soap. Lalu, Ia
bertanya pada rekan-rekannya, “Sedang apa?” Setelah hening sebentar, satu
diantara mereka menjawab, “Mandi,”. Ketika gambar yang dibuat mampu ditebak
oleh temannya, Ia kembali ke tempat duduk. Seseorang yang lain maju ke depan
kelas dan melakukan hal yang sama.
Meskipun
berasal dari negara yang berbahasa Inggris, namun tidak terdengar sekalipun
kata-kata dalam bahasa asing. Mereka murni berbahasa Indonesia. Selama empat
hari dalam seminggu mereka belajar Intensif Bahasa Indonesia bersama
dosen-dosen dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mereka adalah Michael
Filius; Breanna Funston; Erin Mc’ Lean; Eloise Clarke; Clover Hart; Stephanie
Cowdy; Jessica Capkin; Aimee Mc’ Leahlian dan Alexandra Everard. Mahasiswa yang
berjumlah sembilan orang ini berlatar belakang studi yang beragam, ada yang
berasal dari jurusan kesehatan (Health science), ekonomi (finance) dan lain
sebaginya.
Di
Australia, mereka berasal dari latar belakang jurusan yang berbeda. Ada yang
dari jurusan Kesehatan, Ekonomi, dan sebagainya. Namun, di UNP mereka
dipertemukan dalam sebuah kelas mata kuliah Umum Bahasa Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh peraturan kampus setempat yang memberi pilihan kepada mahasiswa
untuk belajar di Negara asli pemilik bahasa tersebut atau menambah waktu
belajar satu tahun lagi untuk belajar bahasa indonesia yang diajar oleh
dosen di sana. “Akhirnya, mereka memilih untuk belajar di sini”.
Tidak hanya
belajar Bahasa Indonesia, para bule dari Tanah Kangguru itu juga
mempunyai tiga kegiatan lainnya, yaitu; kegiatan budaya sehari-hari di mana
mereka harus belajar bagaimana cara membuat janur, menari tarian tradisional
dan mengenal batik Indonesia. Selanjutnya, kegiatan studi lapangan dengan
mengunjungi tempat-tempat tertentu, seperti; Padang Ekspres, Dinas
Pariwisata, Puskesmas dan Home Industri. Setelah berkunjung ke tempat tersebut,
mereka juga diharuskan membuat laporan sepanjang 1000 kata dalam bahasa
Indonesia. “Hal ini berlaku untuk semua tempat yang kami kunjungi,” ujar
Stephani.
Program ini
bernama Kursus Intesif Bahasa Indonesia bagi Mahasiswa Deakin University,
sedangkan di Australia sendiri program ini disebut In Country Study Program.
Program ini telah terlaksana selama beberapa tahun belakangan. Tiap
tahun, selalu ada mahasiswa dari Deakin University yang belajar bahasa
indonesia di UNP. “Dua bulan rasanya mungkin belum cukup untuk mempelajari
bahasa Indonesia dan juga budayanya tapi kami harus segera kembali ke australia
untuk melanjutkan study,”
Acara
perpisahan yang bertemakan malam kesenian tersebut menyajikan atraksi seni dari
kesembilan bule itu dengan menampilkan berbagai macam budaya indonesia
khusus sumatera barat yang telah dipelajarinya selama kuliah di UNP, seperti
tari persambahan minangkabau, berpidato dalam bahasa indonesia, menayangkan
video yang berisikan semua kegiatan mereka. Kemudian acara ditutup oleh
Rektor UNP.
3. Akomodasi
Buat Mahasiswa Asing
Saat kami diajak oleh ibu Beki mengelilingi ruangan
kampus Deakin, aku menjumpai satu ruangan- kantor- yang mengurus masalah
pemondokan atau akomodasi bagi mahasiswa asing. Aku juga jadi berfikir tentang seperti apa tempat tinggal/akomodasi di
australia? Berikut ada beberapa catatan untuk menjawab hal ini (http://achmad.glclearningcenter.com):
1). Umumnya
orang2 pada tinggal di flat/apartment, karena penduduk Melbourne sudah padat, meskipun tidak padat seperti Jakarta, Dhaka, Kolkata, atau Delhi.
2). Jarang
sekali orang yang tinggal di rumah, yang tinggal di rumah biasanya para orang
tua yang sudah lama tinggal di Melbourne.
3). Sistem
lantai berbeda dengan indonesia jadi perlu adaptasi, di Australia jika ada rumah dengan 2 lantai, maka lantai
bawah yang sejajar tanah disebut ground floor,
dan lantai di atasnya disebut first floor
atau level1.Di Indonesia yang bawah
disebut lantai 1, yang atas disebut lantai 2.
4). Akomodasi
adalah hal yang krusial bagi student, kalau akomodasinya tidak mendukung
bagaimana bisa belajar?
5). Pihak
kampus juga menyediakan layanan akomodasi bagi student-nya.
6). Secara
umum akomodasi untuk single lebih banyak tersedia jika dibandingkan akomodasi
untuk family.
7). biaya
sewa di oz adalah per week, dan pembayarannya adalah setiap 2 minggu (disebut
juga fortnightly).
8). untuk
single, biayanya sekitar 180-250AUD perweek.
Ada juga
pemondokan yang murah di Australia, namanya “lodge”. Aku tahu dengan istilah
ini dari teman satu taxi dengan kami dari Batusangkar menuju Padang (minggu
lalu0. Ia mengatakan bahwa ia mengikuti program guru magang (shadowing teacher)
di Perth- Australia Barat- ia tinggal pada lodge.
Menurut
pengertianku bahwa lodge adalah semacam rumah kost yang harga sewanya lebih
murah. Karena sewanya murah maka fasilitas kebutuhan juga terbatas, tidak
seperti tinggal di apartemen. Tinggal di lodge ya ibarat tinggal di rumah
sederhana, bisa masak sendiri dan hidup lebih bisa berhemat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them